Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOKIMIA
ACARA 1
EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT

Oleh :
Aldi Pratama Wijaya
26040117130088
IK-C/Shift 2/Kel. 5

Asisten:
Nursiana Suci Wulandari
26020115120008

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018
LEMBAR PENILAIAN DAN PENGESAHAN

No. Materi Nilai


1 Pendahuluan
2 Tinjauan Pustaka
3 Materi dan Metode
4 Hasil
5 Pembahasan
6 Penutup
7 Daftar Pustaka
8 Lampiran
TOTAL

Semarang, 6 Maret 2018

Asisten Praktikum Praktikan

Nursiana Suci Wulandari Aldi Pratama Wijaya


26020115120008 26040117130099

Mengetahui,
Koordinator Asisten

Nada Kristiani Ginting


26020114140085
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perairan laut Indonesia merupakan suatu tempat yang kaya manfaat karena
menyimpan berbagai macam potensi dari biota laut yang hidup didalamnya.
Sebagai negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki kekayaan
sumberdaya laut meliputi sumber daya hayati dan non hayati yang melimpah
dan sangat bermanfaat. Indonesia memiliki keunggulan akan banyaknya
variasi dari hewan dan botani lautnya. Sumber daya hayati laut memiliki nilai
ekonomis yang tinggi untuk dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satu contoh pemanfaatan sumber daya hayati laut adalah pemanfaatan rumput
laut.

Rumput laut merupakan makroralga yang memiliki sebaran yang sangat


luas dan juga melimpah di perairan Indonesia. Rumput laut merupakan sumber
daya hayati yang telah banyak dimanfaatkan sebagai penghasil alginat. Telah
banyak riset yang mengkaji mengenai kandungan alginat yang dimiliki oleh
rumput laut. Alginat sendiri merupakan polimer linier organik polisakarida
yang dimiliki oleh rumput laut. Salah satu pemanfaatan alginat dalam dunia
industri adalah sebagai bahan dalam pembuatan agar-agar. Walaupun
Indonesia memiliki keanekaragaman alga dan sebaran alganya yang luas,
namum pemanfaatan alga di Indonesia masih tergolong sedikit.
Alginat dapat diperoleh dari mengekstrak rumput laut coklat. Alginat
memiliki manfaat sebagai bahan baku industri dibidang farmasi, pangan,
kosmetik, dan lain-lain. Manfaat dari alginat dibidang kelautan adalah sebagai
pangan ikan yang dapat memberi ikan ketahanan tubuh. Dalam praktikum kali
ini, praktikan akan dilatih bagaimana cara mengekstrak alginat dari rumput
laut Sargassum sp. Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan terampil
mengekstrak alginat dan terampil menghitung kadar alginat.
1.2. Tujuan
Ekstraksi dan mengisolasi alginat dari rumput laut Sargassum sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makroalga
Makroalga merupakan alga yang memiliki ukuran yang makroskpis atau
kasat mata. Makroalga lebih dikenal dengan sebutan rumput laut. Di perairan
Indonesia, rumput laut merupakan sumber daya hayati yang sebarannya sangat
melimpah. Rumput laut memiliki susunan organ yang belum terdiferensiasi
sempurna sehingga disebut sebagai tipe primitif dari tumbuhan. Rumput laut
banyak ditemukan didaerah perairan bendungan, laut dangkal, dan muara.
Rumput laut dapat ditemukan diberbagai macam perairan karena sebarannya
yang luas, baik perairan dengan substrat berbatu maupun karang (Setiawati et
al., 2017).
Makroalga memiliki banyak manfaat dan banyak dimanfaatkan karena
nilai ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang industri. Alga coklat
Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di Indonesia sehingga
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bioteknologi yang mengaplikasikan
Sargassum sp. contohnya adalah alginat dibidang pangan, pupuk, dan
makanan ternak. Dalam suatu ekosistem, makroalga memiliki peranan sebagai
penyeimbang ekosistem laut karena peranannya sebagai tempat perlindungan
sekaligus tempat tinggal bagi beberapa biota laut. Rumput laut merupakan
makhluk hidup yang terdiri dari satu atau banyak sel, memiliki klorofil, dan
membentuk koloni (Pakidi dan Hidayat, 2016).
Alga dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga merah),
Chlorophyceae (alga hijau), Phaephyceae (alga coklat). Dalam keperluan
industri, pemanfaatan alga bergantung pada senyawa kandungannya, sifat
kimia, dan sifat fisik senyawa tersebut. Masyarakat pesisir telah
memanfaatkan rumput laut sebagai bahan pangan dengan cara dikonsumsi
langsung maupun melalui proses olahan terlebih dahulu. Rumput laut telah
diolah dalam dunia industri menjadi kurang lebih 500 jenis produk olahan
seperti agar-agar, kosmetik, shampo, tekstil, dan pelumas pengeboran sumur
minyak. Perairan Indonesia setidaknya memiliki 28 spesies alga coklat dari
enam genus, yaitu Dyctyota, Sargassum, Padina, Hormophysa, Turbinaria, dan
Hydroclathrus (Ode dan Jahra, 2014).
2.1.1. Jenis-jenis
Sumber daya hayati laut yang memiliki potensi karena nilai ekonomisnya
yang tinggi adalah makroalga atau lebih umum diketahui sebagai rumput laut.
Makroalga dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga merah),
Chlorophyceae (alga hijau), Phaephyceae (alga coklat). Tiap-tiap kelas
makroalga dibedakan berdasarkan warna pigmennya dan kandungan yang
dimiliki oleh masing-masing alga. Kandungan yang berbeda dari tiap-tiap alga
berarti tiap-tiap alga yang berbeda dapat dimanfaatkan menjadi produk yang
memiliki manfaat yang berbeda pula. Perairan Indonesia setidaknya memiliki
28 spesies alga coklat dari enam genus, yaitu Dyctyota, Sargassum, Padina,
Hormophysa, Turbinaria, dan Hydroclathrus. Spesies makroalga yang sudah
teredintifikasi diantaranya Hormophysa 1 spesies, Padina 4 spesies,
Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sebanyak 4 spesies,
Hydrclathrus 1 spesies, dan Dyctyota 5 spesies (Ode dan Jahra, 2014).
Makroalga atau rumput laut diklasifikasikan menjadi beberapa divisi
berdasarkan variasi dari sifat yang dimiliki oleh tiap-tiap alga. Pengelompokan
alga didasarkan leh perbedaan sifat alga seperti pigmentasi, organisasi
membran fotosintetik, dan sifat kimia dari hasil penyimpanan fotosintetik.
Berdasarkan warna yang dimiliki, makroalga dibagi menjadi empat kelompok
yang berbeda, yaitu Rhodophyta (alga merah, sekitar 6.000 spesies),
Phaeophyceae (alga cokelat, sekitar 1.750 spesies ), Cyanophyta (alga biru-
hijau, sekitar 1.500 spesies), dan Chlorophyta (alga hijau, sekitar 1.200
spesies). Tiap-tiap alga memiliki kandungan yang berbeda dengan manfaat
yang berbeda pula. Konsumsi yang dilakukanmanusia terhadap alga cokelat
sebesar 66,5%, alga hijau sekitar 5%, dan alga merah sebesar 33%. Nilai
konsumsi alga yang tinggi terdapat di wilayah Asia, konsumsi alga terbesar
secara berurutan dimiliki oleh negara Jepang, Cina, dan Korea (Setiawati et
al., 2017).
Rumput laut di perairan Indonesia memiliki beragam variasi jenis dan
sebaran yang luas. Berdasarkan dari jumlah alga yang tumbuh di perairan laut
Indonesia, jenis Rhodophyceae (Alga merah) menempati urutan terbanyak
yaitu sekitar 452 jenis, disusul oleh Chlorophyceae (alga hijau) sekitar 196
jenis dan Phaeophyceae (alga coklat) sekitar 134 jenis. Dalam suatu
ekosistem, makroalga memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut
sebagai tempat perlindungan sekaligus tempat tinggal bagi beberapa biota laut.
Rumput laut merupakan makhluk hidup yang terdiri dari satu atau banyak sel,
memiliki klorofil, dan membentuk koloni (Pakidi dan Hidayat, 2016).
2.1.2. Manfaat makroalga
Masyarakat pesisir telah memanfaatkan rumput laut sebagai bahan
pangan dengan cara dikonsumsi langsung maupun melalui proses olahan
terlebih dahulu. Dalam keperluan industri, pemanfaatan alga bergantung pada
senyawa kandungannya, sifat kimia, dan sifat fisik senyawa tersebut. Rumput
laut telah diolah dalam dunia industri menjadi kurang lebih 500 jenis produk
olahan seperti agar-agar, kosmetik, shampo, tekstil, dan pelumas pengeboran
sumur minyak. Rhodophyceae (alga merah) umumnya dimanfaatkan dalam
bidang industri pangan, dan obat-obatan karena mengandung karagenan dan
agar. Phaeophyceae (alga coklat) mengandung alginat yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengental. Seiring dengan perkembangan teknologi,
ditemukanlah bahwa rumput laut mengandung senyawa bioaktif, senyawa
hidrokoloid, dan senyawa penting lainnya (Ode dan Jahra, 2014).
Tiap-tiap alga memiliki kandungan yang berbeda dengan manfaat yang
berbeda pula. Pada abad ke-21, makroalga dianggap sebagai suplemen
makanan, karena rumput laut memiliki kandungan polisakarida, protein, lipid,
mineral, vitamin, enzim, dan kaya akan vitamin A, E, C, dan niacin. Sejak
zaman dahulu, rumput laut sudah dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber
obat-obatan, bahan makanan, pakan ternak , dan sebagai pupuk. Saat ini
rumput laut juga dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam produksi produk
industri seperti karagenan, agar-agar, dan alginat. Konsumsi yang
dilakukanmanusia terhadap alga cokelat sebesar 66,5%, alga hijau sekitar 5%,
dan alga merah sebesar 33%. Nilai konsumsi alga yang tinggi terdapat di
wilayah Asia, konsumsi alga terbesar secara berurutan dimiliki oleh negara
Jepang, Cina, dan Korea (Setiawati et al., 2017).
Rumput laut merupakan makhluk hidup yang terdiri dari satu atau
banyak sel, memiliki klorofil, dan membentuk koloni. Dalam suatu ekosistem,
makroalga memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut karena
peranannya sebagai tempat perlindungan sekaligus tempat tinggal bagi
beberapa biota laut. Makroalga memiliki banyak potensi manfaat dan sudah
banyak dimanfaatkan karena nilai ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang
industri. Alga coklat Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di
Indonesia sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bioteknologi yang
mengaplikasikan Sargassum sp. contohnya adalah alginat dibidang pangan,
pupuk, dan makanan ternak (Pakidi dan Hidayat, 2016).

2.2. Phaeophyta
Alga dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga merah),
Chlorophyceae (alga hijau), Phaephyceae (alga coklat). Thalus dari alga
coklat memiliki variasi warna dari coklat muda hingga coklat tua. Thalus dari
alga coklat memiliki bentuk yang beragam, mulai dari bentuk lembaran,
silindris, bahkan berbentuk gepeng. Phaeophyceae (alga coklat) mengandung
alginat yang merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat dimanfaatkan
sebagai pengental. Alginat telat melalui uji toksik secara ekstensif dan telah
dinyatakan bahwa alginat aman digunakan dalam produk pangan (Ode dan
Jahra, 2014).
Alga divisi Phaeophyta memiliki warna coklat yang muncul karena
dominasi pigmen fucoxanthin, klorofill a dan c, betakaroten, dan xantofil
lainnya. Dinding sel alga coklat terdiri dari asam alginat dan selulosa.
Karbohidrat yang disimpan oleh alga coklat kebanyakan tersedia dalam bentuk
polisakarida yang disertai juga dengan pati dalam jumlah tertentu tergantung
tergantung dari spesies alga coklatnya. Spesies alga coklat seperti Sargassum
memiliki peranan dalam pembentukan ekosistem terumbu karang karena
perannya sebagai tempat asuhan bagi biota kecil seperti tempat perlindungan
benih ikan, benur udang, dan sarang melekatnya telur cumi- cumi. Lingkungan
tempat tumbuh alga coklat seperti Sargassum sp. berada di daerah perairan
jernih yang mempunyai substrat dasar batuan vulkanik, batu karang, karang
mati, dan benda- benda yang bersifat masif yang berada di dasar perairan
(Lutfiawan et al., 2015).
Rumput laut di perairan Indonesia memiliki beragam variasi jenis dan
sebaran yang luas. Dalam suatu ekosistem, makroalga seperti alga coklat
memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut karena peranannya
sebagai tempat perlindungan sekaligus tempat tinggal bagi beberapa biota laut
yang berukuran kecil. Makroalga memiliki banyak potensi manfaat dan sudah
banyak dimanfaatkan karena nilai ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang
industri. Alga coklat seperti Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah
di Indonesia sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bioteknologi yang
mengaplikasikan alga coklat contohnya adalah alginat dibidang pangan,
pupuk, dan makanan ternak (Pakidi dan Hidayat, 2016).
2.2.1. Struktur
Thallus dari alga coklat memiliki variasi warna dari coklat muda
hingga coklat tua. Thallus dari alga coklat memiliki bentuk yang beragam,
mulai dari bentuk lembaran, silindris, bahkan berbentuk gepeng. Dikarenakan
bentuk thallusnya yang menyerupai bentu akar, batang, dan daun, alga coklat
tergolong dalam kelas Thallophyta. Alga coklat memiliki alat perekat
(holdfast) yang terdiri dari cakram pipih, dari cakram ini muncul tangkai
silindrik tegak yang memiliki poros-poros silindrik panjang. Masing-masing
porosnya dapat mencapai panjang 1 meter. Phaeophyceae (alga coklat)
mengandung alginat yang merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengental. Alginat telat melalui uji toksik secara
ekstensif dan telah dinyatakan bahwa alginat aman digunakan dalam produk
pangan (Ode dan Jahra, 2014).

Gambar 1. Struktur makroalga


Alga coklat hidup di daerah perairan jernih yang mempunyai substrat
dasar batu karang dan dapat tumbuh subur pada daerah tropis. Alga coklat
memiliki habitat di kedalaman perairan 0.5–10 m yang memiliki arus dan
ombak. Alga coklat memiliki bentuk benang atau lembaran, bahkan ada yang
menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Alga coklat merupakan tumbuhan
primitif yang bercabang berbentuk benang kecil yang halus (Ectocarpus),
bertangkai pendek, dan bertalus lebar (Alaria, Copstaria, dan Laminaria,
beberapa diantaranya mempunyai lebar 2 m). Selain itu, spesies alga coklat
Sargassum fillipendula juga mempunyai pigmen klorifil a dan b, violasantin,
fukosantin, dan beta karoten. Jenis Sargassum yang paling banyak ditemukan
di perairan pantai Bira, Bulukumba Sulawesi Selatan adalah jenis Sargassum
crassifolium. Sargassum crassifolium memiliki thalus berbentuk silindris dan
berduri kecil. Thalus percabangan Sargassum crassifolium dinamakan
pinnatus alternates sedangkan anak percabangannya merupakan daun (Pakidi
dan Hidayat, 2016).
Alga coklat seperti Sargassum sp. memiliki bentuk thallus gepeng, daun
melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung udara yang kebanyakan
soliter,memiliki cabang yang menyerupai pohon darat, batang utama bulat
agak kasar, dan memiliki holdfast berbentuk cakram, berombak, pinggir daun
bergerigi jarang, dan ujung melengkung atau meruncing. Alga divisi
Phaeophyta memiliki warna coklat yang muncul karena dominasi pigmen
fucoxanthin, klorofill a dan c, betakaroten, dan xantofil lainnya. Dinding sel
alga coklat terdiri dari asam alginat dan selulosa. Karbohidrat yang disimpan
oleh alga coklat kebanyakan tersedia dalam bentuk polisakarida yang disertai
juga dengan pati dalam jumlah tertentu tergantung tergantung dari spesies alga
coklatnya. Spesies alga coklat seperti Sargassum memiliki peranan dalam
pembentukan ekosistem terumbu karang karena perannya sebagai tempat
asuhan bagi biota kecil seperti tempat perlindungan benih ika, benur udang,
dan sarang melekatnya telur cumi- cumi. Lingkungan tempat tumbuh alga
coklat seperti Sargassum sp. berada di daerah perairan jernih yang mempunyai
substrat dasar batuan vulkanik, batu karang, karang mati, dan benda- benda
yang bersifat masif yang berada di dasar perairan (Lutfiawan et al., 2015).
2.2.2. Jenis-jenis alga coklat
Makroalga dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga
merah), Chlorophyceae (alga hijau), Phaephyceae (alga coklat). Tiap-tiap
kelas makroalga dibedakan berdasarkan warna pigmennya dan kandungan
yang dimiliki oleh masing-masing alga. Kandungan yang berbeda dari tiap-
tiap alga berarti tiap-tiap alga yang berbeda dapat dimanfaatkan menjadi
produk yang memiliki manfaat yang berbeda pula. Perairan Indonesia
setidaknya memiliki 28 spesies alga coklat dari enam genus, yaitu Dyctyota,
Sargassum, Padina, Hormophysa, Turbinaria, dan Hydroclathrus. Spesies
makroalga yang sudah teredintifikasi diantaranya Hormophysa 1 spesies,
Padina 4 spesies, Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sebanyak 4
spesies, Hydrclathrus 1 spesies, dan Dyctyota 5 spesies (Ode dan Jahra, 2014).
Spesies alga coklat seperti Sargassum memiliki peranan dalam
pembentukan ekosistem terumbu karang karena perannya sebagai tempat
asuhan bagi biota kecil seperti tempat perlindungan benih ikan, benur udang,
dan sarang melekatnya telur cumi- cumi. Salah satu alga coklat adalah
Sargassum yang terdiri dari kurang lebih 400 jenis di dunia. Jenis-jenis
Sargassum yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies, yaitu : Sargassum
obtusifolium, Sargassum echinocarpum,Sargassum duplicatum, Sargassum
histrix, Sargassum gracilimun, Sargassum binderi, Sargassum microphylum,
Sargassum crassifolium, Sargassum policystum, Sargassum aquofilum,
Sargassum polyceratium, dan Sargassum vulgare. Lingkungan tempat tumbuh
alga coklat seperti Sargassum sp. berada di daerah perairan jernih yang
mempunyai substrat dasar batuan vulkanik, batu karang, karang mati, dan
benda- benda yang bersifat masif yang berada di dasar perairan (Lutfiawan et
al., 2015).
Rumput laut coklat seperti Sargassum dan Turbinaria tersebar luas di
perairan tropis, termasuk juga Indonesia. Sargassum terdiri dari kurang lebih
400 spesies di dunia. Spesies-spesies Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia
ada sekitar 12 spesies, yaitu : S. Binderi, S. Microphylum, S. Gracilimun, S.
Histrix, S. Duplicatum, S. Echinocarpum, S. Obtusifolium, S. Policystum, S.
Crassifolium, S. Aquofilum, S. Polyceratium, dan S. Vulgare. Jenis Sargassum
yang paling banyak ditemukan di perairan pantai Bira, Bulukumba Sulawesi
Selatan adalah jenis Sargassum crassifolium. Sargassum crassifolium
memiliki thalus berbentuk silindris dan berduri kecil. Thalus percabangan
Sargassum crassifolium dinamakan pinnatus alternates sedangkan anak
percabangannya merupakan daun (Pakidi dan Hidayat, 2016).
2.2.3. Kandungan senyawa alga coklat
Phaeophyta dapat tumbuh hingga panjang 12 meter. Alga coklat memiliki
warna cokelat kuning kehijauan, dengan struktur tubuh terbagi atas sebuah
holdfast, stipe atau batang semu, dan sebuah frond yang berbentuk seperti
daun. Alga coklat memiliki warna coklat yang muncul karena dominasi
kandungan pigmen fucoxanthin, klorofill a dan c, betakaroten, dan xantofil
lainnya. Dinding sel alga coklat terdiri dari asam alginat dan selulosa.
Karbohidrat yang disimpan oleh alga coklat kebanyakan tersedia dalam bentuk
polisakarida yang disertai juga dengan pati dalam jumlah tertentu tergantung
tergantung dari spesies alga coklatnya (Lutfiawan et al., 2015).
Phaeophyceae (alga coklat) mengandung alginat yang merupakan
senyawa hidrokoloid yang dapat dimanfaatkan sebagai pengental. Alginat
telah melalui uji toksik secara ekstensif dan telah dinyatakan bahwa alginat
aman digunakan dalam produk pangan. Seiring dengan perkembangan
teknologi, ditemukanlah bahwa rumput laut mengandung senyawa bioaktif,
senyawa hidrokoloid, dan senyawa penting lainnya. Selain mengandung
alginat, alga coklat juga mengandung protein, tannin, iodine, vitamin C,
phenol yang dapat digunakan sebagai obat gondok, anti bakteri dan tumor.
Beberapa penelitian bahkan telah mengungkap bahwa terdapat aktivitas
senyawa antikanker fucoidan pada alga coklat (Ode dan Jahra, 2014).
Kandungan rumput laut coklat menjadikannya memiliki banyak
manfaat seperti sebagai antioksidan, obat-obatan, bahan pangan, kosmetik,
dan tekstil. Jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan dalam produk
dibidang tersebut adalah rumput laut dari genus Sargassum. Contoh
kandungan yang dimiliki oleh alga cokelat adalah kandungan dari Sargassum
binderi yaitu Protein, Vitamin C, tanin, iodine, fenol, alginat, fukosantin, dan
asam lemak. Alga coklat memiliki komponen penyusun utama alginat yang
mempunyai gugus fungsional karboksilat (-COOH) dan hidroksil (-OH).
Kedua Gugus fungsi ini yang nantinya akan berperan dalam proses adsorpsi
logam berat, salah satunya adalah dengan melalui proses pertukaran ion dan
pembentukkan senyawa kompleks (Pakidi dan Hidayat, 2016).
2.2.4. Manfaat alga coklat
Makroalga memiliki banyak potensi manfaat dan sudah banyak
dimanfaatkan karena nilai ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang industri.
Alga coklat Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di Indonesia
sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Alga coklat memiliki
komponen penyusun utama alginat yang mempunyai gugus fungsional
karboksilat (-COOH) dan hidroksil (-OH). Kedua Gugus fungsi ini yang
nantinya akan berperan dalam proses adsorpsi logam berat, salah satunya
adalah dengan melalui proses pertukaran ion dan pembentukkan senyawa
kompleks. Bioteknologi yang mengaplikasikan Sargassum sp. contohnya
adalah alginat dibidang pangan, pupuk, dan makanan ternak (Pakidi dan
Hidayat, 2016).
Alga Sargassum sp. adalah salah satu genus Sargassum yang termasuk
dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum sp. memiliki kandungan bahan alginat
dan iodin yang bermanfaat bagi industri makanan, farmasi, kosmetik dan
tekstil. Sargassum sp. memiliki kandungan Mg, Na, Fe, tanin, iodin dan fenol
yang berpotensi sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri
patogen yang dapat menyebabkan diare. Dalam pengobatan diare banyak
menggunakan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia dan tanaman herbal,
tetapi penggunaan sumber hayati laut seperti rumput laut untuk dijadikan salah
satu alternatif pengobatan diare masih jarang dilakukan. Alga cokelat
Sargassum sp. memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
E. Coli. Semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak Sargassum sp., maka semakin
tinggi pula kandungan fenol dan taninnya, sehingga mampu menghambat
pertumbuhan E. Coli (Bachtiar et al., 2012).
Kandungan alga coklat selain mengandung alginat, alga coklat juga
mengandung protein, tannin, iodine, vitamin C, phenol yang dapat digunakan
sebagai obat gondok, anti bakteri dan tumor. Beberapa penelitian bahkan telah
mengungkap bahwa terdapat aktivitas senyawa antikanker fucoidan pada alga
coklat. Fucoidan memiliki khasiat dibidang farmakologi sebagai antioksidan,
antitumor, perlindungan pencernaan, antivirus, reduksi lemah darah,
antikoagulan, antitrombolitik, imunomodulator, antikomplemen, antiinflamasi,
melawan hepatopaty, uropaty,renalpaty. Kandungan utama alga cokelat adalah
alginat, dalam bidang industri, alginat menjadi sangat penting karena
penggunaannya yang cukup luas sebagai bahan baku produksi. Alginat banyak
digunakan pada industri seperti penggunaan sebagai bahan kosmetik untuk
membuat lotion, sabun, cream, dan shampo (Ode dan Jahra, 2014).

2.3. Sargassum sp.


Sargassum sp. merupakan makhluk hidup yang multiseluler, memiliki
klorofil, dan membentuk koloni. Dalam suatu ekosistem, Sargassum sp.
memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut karena peranannya
sebagai produsen, tempat perlindungan, dan tempat tinggal bagi beberapa
biota laut. Alga coklat Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di
Indonesia sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sargassum sp.
memiliki banyak potensi manfaat dan sudah banyak dimanfaatkan karena nilai
ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang industri. Bioteknologi yang
mengaplikasikan Sargassum sp. contohnya adalah alginat dibidang pangan,
pupuk, dan makanan ternak (Pakidi dan Hidayat, 2016).
Phaeophyceae (alga coklat) seperti Sargassum sp. mengandung alginat
yang merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengental. Selain mengandung alginat, alga coklat juga mengandung protein,
tannin, iodine, vitamin C, phenol yang dapat digunakan sebagai obat gondok,
anti bakteri dan tumor. Alginat telah melalui uji toksik secara ekstensif dan
telah dinyatakan bahwa alginat aman digunakan dalam produk pangan. Seiring
dengan perkembangan teknologi, ditemukanlah bahwa rumput laut
mengandung senyawa bioaktif, senyawa hidrokoloid, dan senyawa penting
lainnya. Beberapa penelitian bahkan telah mengungkap bahwa terdapat
aktivitas senyawa antikanker fucoidan pada alga coklat (Ode dan Jahra, 2014).
Sargassum sp. adalah makroalga yang hidup pada daerah karang dengan
dalaman 0,5-10 meter. Sargassum sp. adalah rumput laut yang tergolong
dalam Divisi Phaeophyta (ganggang coklat). Sargassum adalah salah satu
genus dari kelompok rumput laut coklat yang merupakan genera terbesar dari
family Sargassaceae. Phaeophyta dapat tumbuh hingga panjang 12 meter.
Sargassum sp. memiliki warna cokelat kuning kehijauan, dengan struktur
tubuh terbagi atas sebuah holdfast, stipe atau batang semu, dan sebuah frond
yang berbentuk seperti daun. Alga coklat memiliki warna coklat yang muncul
karena dominasi kandungan pigmen fucoxanthin, klorofill a dan c,
betakaroten, dan xantofil lainnya. Dinding sel Sargassum sp. terdiri dari asam
alginat dan selulosa. Karbohidrat yang disimpan oleh Sargassum sp.
kebanyakan tersedia dalam bentuk polisakarida yang disertai juga dengan pati
dalam jumlah tertentu tergantung tergantung dari spesies alga coklatnya
(Lutfiawan et al., 2015).
2.3.1 Struktur
Sargassum sp. adalah bagian dari makroalga alga cokelat,sifatnya yaitu
multiseluler, memiliki klorofil, dan membentuk koloni. Alga coklat
Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di Indonesia sehingga
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Rumput laut coklat seperti Sargassum
dan Turbinaria tersebar luas di perairan tropis, termasuk juga Indonesia.
Sargassum terdiri dari kurang lebih 400 spesies di dunia. Spesies-spesies
Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies, yaitu : S.
Binderi, S. Microphylum, S. Gracilimun, S. Histrix, S. Duplicatum, S.
Echinocarpum, S. Obtusifolium, S. Policystum, S. Crassifolium, S. Aquofilum,
S. Polyceratium, dan S. Vulgare. Dalam suatu ekosistem, Sargassum sp.
memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut karena peranannya
sebagai produsen, tempat perlindungan, dan tempat tinggal bagi beberapa
biota laut (Pakidi dan Hidayat, 2016).
Sargassum sp. adalah makroalga yang hidup pada daerah karang dengan
dalaman 0,5-10 meter. Sargassum sp. adalah rumput laut yang tergolong
dalam Divisi Phaeophyta (ganggang coklat). Sargassum adalah salah satu
genus dari kelompok rumput laut coklat yang merupakan genera terbesar dari
family Sargassaceae. Phaeophyta dapat tumbuh hingga panjang 12 meter.
Sargassum sp. memiliki warna cokelat kuning kehijauan, dengan struktur
tubuh terbagi atas sebuah holdfast, stipe atau batang semu, dan sebuah frond
yang berbentuk seperti daun. Alga coklat memiliki warna coklat yang muncul
karena dominasi kandungan pigmen fucoxanthin, klorofill a dan c,
betakaroten, dan xantofil lainnya. Dinding sel Sargassum sp. terdiri dari asam
alginat dan selulosa. Karbohidrat yang disimpan oleh Sargassum sp.
kebanyakan tersedia dalam bentuk polisakarida yang disertai juga dengan pati
dalam jumlah tertentu tergantung tergantung dari spesies alga coklatnya
(Lutfiawan et al., 2015).
Sargassum sp. memiliki habitat diperairan jernih didaerah pasang
surut dan menempati substrat tertentu yang sesuai kehidupannya. Thallus dari
Sargassum sp. memiliki bentuk yang beragam, mulai dari bentuk lembaran,
silindris, bahkan berbentuk gepeng. Thallus Sargassum sp. memiliki variasi
warna dari coklat muda hingga coklat tua. Dikarenakan bentuk thallusnya
yang menyerupai bentu akar, batang, dan daun, alga coklat tergolong dalam
kelas Thallophyta. Sargassum sp. memiliki alat perekat (holdfast) yang terdiri
dari cakram pipih, dari cakram ini muncul tangkai silindrik tegak yang
memiliki poros-poros silindrik panjang. Masing-masing dari porosnya dapat
mencapai panjang 1 meter (Ode dan Jahra, 2014).
2.3.2 Taksonomi
Menurut Pakidi dan Hidayat (2016), Taksonomi dari Sargassum sp
adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Familia : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum sp
Sargassum terdiri dari kurang lebih 400 spesies di dunia. Spesies-spesies
Sargassum sp. yang dikenal di Indonesia ada sekitar 12 spesies, yaitu : S.
Binderi, S. Microphylum, S. Gracilimun, S. Histrix, S. Duplicatum, S.
Echinocarpum, S. Obtusifolium, S. Policystum, S. Crassifolium, S. Aquofilum,
S. Polyceratium, dan S. Vulgare. Dalam suatu ekosistem, Sargassum sp.
memiliki peranan sebagai penyeimbang ekosistem laut karena peranannya
sebagai produsen, tempat perlindungan, dan tempat tinggal bagi beberapa
biota laut.
Alga divisi Phaeophyta memiliki warna coklat yang muncul karena
dominasi pigmen fucoxanthin, klorofill a dan c, betakaroten, dan xantofil
lainnya. Dinding sel alga coklat terdiri dari asam alginat dan selulosa.
Karbohidrat yang disimpan oleh alga coklat kebanyakan tersedia dalam bentuk
polisakarida yang disertai juga dengan pati dalam jumlah tertentu tergantung
tergantung dari spesies alga coklatnya. Spesies alga coklat seperti Sargassum
memiliki peranan dalam pembentukan ekosistem terumbu karang karena
perannya sebagai tempat asuhan bagi biota kecil seperti tempat perlindungan
benih ikan, benur udang, dan sarang melekatnya telur cumi- cumi. Lingkungan
tempat tumbuh alga coklat seperti Sargassum sp. berada di daerah perairan
jernih yang mempunyai substrat dasar batuan vulkanik, batu karang, karang
mati, dan benda- benda yang bersifat masif yang berada di dasar perairan
(Lutfiawan et al., 2015).
Thalus dari alga coklat memiliki bentuk yang beragam, mulai dari
bentuk lembaran, silindris, bahkan berbentuk gepeng. Dikarenakan bentuk
thallusnya yang menyerupai bentu akar, batang, dan daun, alga coklat
tergolong dalam kelas Thallophyta. Alga coklat memiliki alat perekat
(holdfast) yang terdiri dari cakram pipih, dari cakram ini muncul tangkai
silindrik tegak yang memiliki poros-poros silindrik panjang. Masing-masing
porosnya dapat mencapai panjang 1 meter. Phaeophyceae (alga coklat)
mengandung alginat yang merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengental. Alginat telat melalui uji toksik secara
ekstensif dan telah dinyatakan bahwa alginat aman digunakan dalam produk
pangan (Ode dan Jahra, 2014).

2.4. Alginat
Alginat adalah polisakarida yang dimiliki oleh rumput laut coklat yang
sebarannya luas di Indonesia. Rumput laut seperti Sargassum sp. merupakan
penyedia alginat yang banyak digunakan karena ketersediaannya yang ada
sepanjang tahun. Spesies rumput laut penghasil alginat yang memiliki sebaran
terluas adalah spesies dari marga Sargassum. Alginat dari rumput laut
didapatkan dari hasil ekstraksi rumput laut coklat melalui berbagai macam
metode ekstraksi. Produk hasil ekstraksi rumput laut lokal normalnya
memiliki tingkat viskositas yang rendah (Husni et al.,2012).
Hasil olahan rumput laut coklat adalah berupa natrium alginat atau
kalsium alginat. Bentuk polimer alginat adalah linear dengan rantai
memanjang. Polimer alginat terdiri dari monomer β-D-mannuronicacid (M)
(Asam manuronat) dan α-L-guluronicacid (G) (asam guluronat). Monomer
alginat tersusun dalam tiga jenis pengelompokan, yaitu polimer M, polimer G,
dan polimer MG yang berselingan. Suatu alginat tersusun dari ketiga susunan
tersebut (Jayahudin et al., 2014).
Alginat adalah bentuk garam dari asam alginat. Monomer dari alginat
memiliki variasi jumlah dan distribusi disepanjang rantai polimernya. Dua unit
monomer alginat terhubung pada posisi (1 – 4) menghasilkan blok
homopolimer dan campurannya. Blok GG memiliki kapasitas pembentukan
gel. Sedangkan blok MM dan MG memilii fleksibelitas yang lebih tinggi pada
rantai asam uronat (Eriningsih et al., 2014).
2.4.1 Jenis-jenis alginat
Alginat adalah polimer linier dengan bentuk rantai linier memanjang.
Alginat tersusun dari dua jenis monomer penyusun asam alginat yaitu asam D-
mannuronat dan asam L-guloronat. Sifat – sifat alginat sebagian besar
tergantung pada urutan susunan dari monomer-monomer penyusunnya.
Alginat merupakan salah satu komponen utama penyusun dinding sel semua
jenis alga coklat (Phaeophyta). Hasil olahan dari ekstraksi rumput laut coklat
dapat berupa natrium alginat atau kalsium alginat (Jayanudin et al., 2014).
Garam alginat dari ikatan dengan Na dan K yang dihasilkan melalui
ion monovalen larut dalam air menghasilkan larutan yang kental, hal tersebut
bergantung pada ukuran polimer atau berat molekul, konsentrasi dan kekuatan
ion dalam larutan. Blok GG cenderung memiliki kapasitas pembentukan gel,
sedangkan blok MM dan MG mempunyai fleksibilitas pada rantai asam uronat
dan fleksibilitasnya meningkat. Urutan fleksibelitas ini ditunjukkan oleh
hambatan rotasi di sekitar ikatan glikosida dari polimer alginat. Peningkatan
proporsi unit G menghasilkan bahan lebih kental. Alginat yang mengandung
asam guluronat yang tinggi cenderung mempunyai struktur yang kaku dan
mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam
manuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku dan lebih
fleksibel (Eriningsih et al .,2014).
Suatu alginat berikatan dengan mineral penyusunnya saat dialam
bebas. Oleh karena itu tidak ditemukan adanya alginat bebas dialam. Untuk
mendapatkan alginat diperlukan ekstraksi alginat dari rumput laut coklat.
Ekstraksi alginat dapat menggunakan berbagai macam metode diantaranya
metode Ca-alginat yang menghasilkan produk ekstraksi kalsium alginat.
Selain itu ada pula jaur Na-alginat yang menghasilkan hasil akhir natrium
alginat. Kualitas jenis alginat yang dihasilkan melalui ekstraksi dilihat dari
kandungan alginat pada hasil akhir ekstraksi (Mas’ud et al., 2016).
2.4.2 Cara ekstraksi alginat
Menurut Utomo (2014), alginat dapat diekstraksi melalui tahap
ekstraksi sebagai berikut :
1. Alga Cokelat Sargassum sp. jenis di cuci bersih dengan air bersih
mengalir, kemudian alga cokelat di potong-potong kecil, lalu alga di
keringkan di bawah sinar matahari.
2. Alga cokelat Sargassum sp. sebanyak 1 kilogram yang telah kering
ditempatkan dalam wadah dan direndam didalam HCl 1% selama 1
jam.
3. Setelah direndam dalam HCl 1%, alga cokelat dicuci bersih, lalu
rendam kembali Sargassum sp. didalam 4% Na2CO3 hingga terendam
seluruhnya.
4. Rendaman Sargassum sp. dipanaskan pada suhu 60°C selama 2 jam
sambil diaduk.
5. Alga cokelat lalu diencerkan menggunakan aquades hingga lalu
diamkan sekitar 30 menit, setelah itu saring Sargassum sp. dengan
kertas saring.
6. Gunakan larutan NaOCl 12% sebanyak 250 m untuk memutihkan
campuran
7. Kemudian tambahkan HCl 5% sampai mencapai nilai pH 2-3.
8. Setelah terbentuk gumpalan busa asam alginat yang diperoleh dengan
menyaring campuran, gumpalan busa dicuci dengan air, lalu
tambahkan 10% NaOH sampai campuran mencapai pH 9
9. Asam alginat dikonversi ke natrium alginat kemudian ditambahkan
isopropanol 99% dengan rasio 1: 2.
10. Dipisahkan natrium alginat yang terbentuk, kemudian saring dan
keringkan.
Alginat dapat diperleh melalui ekstraksi dari rumput laut coklat.
Alginat secara alami dimiliki oleh rumput laut coklat. Oleh karena itu tidak
ditemukan adanya alginat bebas dialam. Untuk mendapatkan alginat
diperlukan ekstraksi alginat dari rumput laut coklat. Ekstraksi alginat dapat
menggunakan berbagai macam metde diantaranya metde Ca-alginat yang
menghasilkan produk ekstraksi kalsium alginat. Selain itu ada pula jaur Na-
alginat yang menghasilkan hasil akhir natrium alginat. Kualitas jenis alginat
yang dihasilkan melalui ekstraksi dilihat dari kandungan alginat pada hasil
akhir ekstraksi (Mas’ud et al., 2016).
2.4.3 Manfaat alginat
Makroalga memiliki banyak potensi manfaat dan sudah banyak
dimanfaatkan karena nilai ekonomisnya sebagai bahan baku dibidang industri.
Alga coklat Sargassum memiliki sebaran luas dan melimpah di Indonesia
sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Alga coklat memiliki
komponen penyusun utama alginat yang mempunyai gugus fungsional
karboksilat (-COOH) dan hidroksil (-OH). Kedua Gugus fungsi ini yang
nantinya akan berperan dalam proses adsorpsi logam berat, salah satunya
adalah dengan melalui proses pertukaran ion dan pembentukkan senyawa
kompleks. Bioteknologi yang mengaplikasikan Sargassum sp. contohnya
adalah alginat dibidang pangan, pupuk, dan makanan ternak (Pakidi dan
Hidayat, 2016).
Alga Sargassum sp. adalah salah satu genus Sargassum yang termasuk
dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum sp. memiliki kandungan bahan alginat
dan iodin yang bermanfaat bagi industri makanan, farmasi, kosmetik dan
tekstil. Sargassum sp. memiliki kandungan alginat, Mg, Na, Fe, tanin, iodin
dan fenol yang berpotensi sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis
bakteri patogen yang dapat menyebabkan diare. Dalam pengobatan diare
banyak menggunakan obat-obatan yang berasal dari bahan kimia dan tanaman
herbal, tetapi penggunaan sumber hayati laut seperti rumput laut untuk
dijadikan salah satu alternatif pengobatan diare masih jarang dilakukan. Alga
cokelat Sargassum sp. memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri E. Coli. Semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak Sargassum sp., maka
semakin tinggi pula kandungan fenol dan taninnya, sehingga mampu
menghambat pertumbuhan E. Coli (Bachtiar et al., 2012).
Phaeophyceae (alga coklat) mengandung alginat yang merupakan
senyawa hidrokoloid yang dapat dimanfaatkan sebagai pengental. Alginat
telah melalui uji toksik secara ekstensif dan telah dinyatakan bahwa alginat
aman digunakan dalam produk pangan. Seiring dengan perkembangan
teknologi, ditemukanlah bahwa rumput laut mengandung senyawa bioaktif,
senyawa hidrokoloid, dan senyawa penting lainnya. Selain mengandung
alginat, alga coklat juga mengandung protein, tannin, iodine, vitamin C,
phenol yang dapat digunakan sebagai obat gondok, anti bakteri dan tumor.
Beberapa penelitian bahkan telah mengungkap bahwa terdapat aktivitas
senyawa antikanker fucoidan pada alga coklat (Ode dan Jahra, 2014).
2.4.4 Standar baku mutu
Menurut Wenten et al. (2012), Standar baku mutu alginat adalah
sebagai berikut
Tabel 1. Baku mutu alginat

Semakin putih warna dari alginat hasil ekstraksi, maka hal tersebut
menunjukkan kualitan alginat semakin baik. Jumlah kadar abu berbanding
terbalik dengan kualitas alginat. Kadar abu yang tinggi menandakan kualitas
alginat yang buruk.
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Hari, tanggal : Kamis, 1 Maret 2018
Waktu : 12.40 – 14.10 WIB
Tempat : Laboratorium Kimia Gedung E Lantai 1 Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,
Semarang
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Praktikum
Tabel.2 Alat Praktikum
No. Nama Alat Gambar Fungsi
Kain mori Menyaring
alginat
1

2 Gunting Memotong
alginat

3 Botol Menyimpan
reagen larutan

4 Tisu/lap Membersihkan
peralatan

5 Alat tulis Menulis data


6 Pipet Meneteskan
NaOH

7 Statif Menggantung
termometer

8 Saringan Menyaring
sampel
Sargassum
sp..
9 Timbangan Menimbang
digital berat sampel

10 Kompor Pemanas
sampel

11 Wajan Wadah saat


memanaskan
sampel

12 Pengaduk Mengaduk
sampel
13 Termometer Mengukur
suhu sampel

14 Gelas Beker Wadah sampel

15 Alumunium Penutup gelas


foil beker untuk
isolasi

16 Handphone Dokumentasi
dan stopwatch

3.2.2. Bahan praktikum


Tabel.3 Bahan Praktikum
No Nama Bahan Gambar Fungsi
1. Padina sp Sebagai
penghasil
alginat

2. Air Kalibrasi
3. HCl 0,5 N Membersihkan
sampel dari
epifit

4. NaOH 1 N Meluruhkan
selulosa

5. Na2CO3 4 N Ekstraksi
alginat

6. Kaporit 12 N Melunturkan
pigmen

7. Alkohol 96% Mengendapkan


sampel
8. Kertas pH Mengukur pH
sampel

3.3. Metode
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel Sargassum sp. dipotong menjadi ukuran kecil lalu berat
Sargassum sp. ditimbang hingga 50 gram
3. Sampel Sargassum sp. direndam dengan HCl 0,5 % dan dipanaskan
selama 10 menit dengan suhu 50 derajat celcius sembari diaduk
4. Sampel rumput laut dicuci dan disaring dengan penyaring
5. Sampel Sargassum sp. direndam dengan NaOH 1% dan dipanaskan
selama 10 menit dengan suhu 50 derajat celcius sembari diaduk
6. Sampel rumput laut dicuci dan disaring dengan penyaring
7. Sampel rumput laut direndam dengan Na2CO3 dan dipanaskan selama
30 menit dengan suhu 50 derajat celcius sembari diaduk
8. Sampel rumput laut Sargassum sp. disaring dan diambil filtratnya, lalu
hasil saringan sampel Sargassum sp. dimasukkan kedalam gelas beker
9. Hasil saringan sampel Sargassum sp. ditambahkan kaporit hingga
warnanya memutih
10. Hasil saringan sampel Sargassum sp. ditambahkan HCl pekat hingga
pH 3, pH dicek dengan kertas pH
11. Hasil saringan sampel Sargassum sp. ditambahkan NaOH 1% hingga
pH kembali netral
12. Hasil saringan sampel Sargassum sp. ditambahkan alkohol 96%
hingga volume 1 liter
13. Gelas beker ditutup dengan kertas alumunium foil selama 24 jam
14. Sampel Sargassum sp. yang sudah didiamkan 24 jam disaring
endapannya lalu ditimbang dan dicatat beratnya
15. Hasil saringan sampel Sargassum sp. dijemur hingga kering
16. Hasil saringan sampel Sargassum sp. yang sudah kering ditimbang dan
dicatat beratnya
17. Kadar alginat dalam sampel dihitung dengan rumus berat kering/berat
awal dikali 100%
3.4 Diagram Alir
Mulai

Rumput laut dipotong kecil - kecil

Sampel ditimbang sebanyak 50 gram

Sampel dipanaskan dengan HCl 0,5 N selama 2-3


menit dengan suhu 50o celcius dan disaring

Sampel dipanaskan dengan NaOH 1 N selama


2-3 menit dengan suhu 50o dan disaring

Sampel dipanaskan dengan Na2CO3 selama 30


menit dengan suhu 50o dan disaring

Sampel disaring, dimasukkan dalam


gelas beker dan ditambahkan kaporit

Sampel ditambahkan HCl pekat hingga pH 3,


lalu ditambahkan NaOH 1% hingga pH netral

Sampel ditambahkan alkohol 96% hingga volume 1000 ml,


lalu ditutup alumunium foil dan ditunggu hingga 24 jam

Endapan sampel disaring lalu dijemur


hingga kering

Berat akhir ditimbang lalu dihitung


dan dicatat

Selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1 Perhitungan
Berat awal = 50 gram
Berat akhir = 1,3 gram
Perhitungan = berat akhir/berat awal . 100%
= 1,3/50 . 100%
= 0.026 %

4.2 Gambar

Gambar 2. Sargassum sp. pada keadaan awal

Gambar 3. Hasil akhir ekstraksi

4.3 Pembahasan
Alginat merupakan polisakarida yang hanya dikandung oleh rumput laut
coklat. Sehingga jika ingin memperoleh alginat, satu-satunya cara yang harus
dilakukan adalah dengan mengekstraksi alginat dari rumput laut coklat.
Ekstraksi alginat dilakukan agar dapat memisahkan alginat dari kandungan
lain dalam rumput laut untuk nantinya akan dijadikan produk yang akan
digunakan dalam berbagai macam kebutuhan. Tanpa melalui proses ekstraksi
alginat dari rumput laut coklat terlebih dahulu, maka alginat tidak dapat
dimanfaatkan.
Alginat dimiliki secara alami oleh rumput laut coklat, sehingga alginat
dapat diekstraksi dari rumput laut coklat. Maka dari itu dalam praktikum kali
ini digunakan rumput laut coklat dari jenis Sargassum sp. sebagai bahan
penghasil alginat. Sargassum sp. digunakan karena merupakan spesies alga
coklat yang ketersediaan nya selalu ada setiap tahun dan mudah untuk
didapatkan. Keunggulan dari Sargassum sp. tersebut membuatnya sering
digunakan sebagai bahan dalam percobaan praktikum karena nilai
ekonomisnya.
Sampel rumput laut Sargassum sp. yang digunakan dalam praktikum
berasal dari habitat aslinya dan dibawa ke lab untuk dijadikan sebagai bahan
praktikum. Karena diambil dari habitat aslinya, sampel rumput laut Sargassum
sp. yang akan digunakan belum tentu sudah bersih dari epifit dan kotoran
lainnya. Maka dari itu Sargassum sp. perlu dijemur terlebih dahulu lalu
dilakukan tahap perendaman dengan HCl 0,5 N. Tujuan dari perendaman
dengan HCl 0,5 N adalah untuk membersihkan Sargassum sp. dari kotoran-
kotoran dan juga epifit yang ada disampel.
NaOH 1 N digunakan setelah perendaman dengan HCl 0,5 N, perendaman
dengan HCl 0,5 N dapat menurunkan pH dari Sargassum sp. karena HCl
merupakan asam kuat. Penambahan NaOH 1 N setelahnya bertujuan untuk
menetralkan pH dari Sargassum sp. yang sudah turun sebelumnya. Selain itu
perendaman dengan NaOH 1 N juga bertujuan untuk melarutkan selulosa yang
dimiliki oleh Sargassum sp., pelarutan selulosa dilakukan karena kandungan
alginat dalam Sargassum sp. berada di dinding selnya.
Na2CO3 digunakan saat Sargassum sp. sudah melewati tahap-tahap
penyaringan dan peluruhan dinding sel. Penggunaan Na2CO3 adalah untuk
mengekstrak alginat yang ada dalam rumput laut. Natrium dalam Na2CO3 akan
berikatan dengan alginat yang dikandung Sargassum sp. sehingga akan
menghasilkan Natrium alginat sebagai produknya.
Alginat diekstrak dari rumput laut coklat sehingga warna dari sampel yang
dihasilkan akan berwarna keruh. Maka dari itu digunakan kaporit untuk
memutihkan warna dari sampel rumput laut. Kaporit berperan untuk pemutih
karena kaporit dapat melunturkan pigmen yang dimiliki oleh sampel rumput
laut. Lunturnya pigmen akan membuat warna dari sampel menjadi lebih putih
dari sebelumnya.
Tahap sebelum mengisolasi alginat adalah penambahan alkohol 96%.
Filtrat dari Sargassum sp. ditambahkan alkohol 96% dengan tujuan untuk
memisahkan kandungan air dari alginat yang terdapat difiltrat. Penambahan
alkohol 96% akan menghasilkan endapan alginat. Endapan tersebut yang
nantinya akan menjadi hasil akhir berupa serbuk alginat.
Selama proses ekstraksi, pada sampel Sargassum sp. yang diolah akan
terbentuk gelembung busa. Gelembung busa yang terbentuk selama proses
ekstraksi merupakan gas CO2 yang dihasilkan dari reaksi antara alginat
dengan larutan-larutan yang ditambahkan selama proses ekstraksi. CO2
dihasilkan karena kelebihan karbon dari alginat yang bereaksi dengan larutan,
sehingga kelebihan karbon tersebut berikatan dengan oksigen menghasilkan
gas CO2.
Berat awal Sargassum sp. sebesar 50 gram menurun menjadi hanya 1,3
gram. Penurunan berat terjadi setelah melalui penyaringan Sargassum sp. dari
kandungan-kandungan lain selain alginat. Hilangnya kandungan air dari dalam
Sargassum sp. juga mengurangi berat dari Sargassum sp. dan hanya
menyisakan alginat sebagai produk akhirnya. Kadar abu dari hasil ekstraksi
alginat dipengaruhi oleh habitat dari rumput laut yang digunakan sebagai
bahan praktikum. Jika habitat dari rumput laut yang diekstrak berada didaerah
dengan mineral yang tinggi maka kadar abu akan semakin tinggi. Semakin
tinggi kadar abu, maka kualitas alginat yang diekstraksi akan semakin turun.
Standar baku mutu dari alginat adalah memiliki kandungan diatas 17%,
semakin tinggi kandungan alginat maka semakin bagus kualitasnya.
Kandungan yang didapatkan oleh kelompok kami adalah sebesar 0,026%.
Kadar tersebut tergolong buruk sebagai hasil dari ekstraksi alginat. Semakin
putih hasil ekstraksi alginat akan menambah kualitas dari hasil ekstraksi.
Faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi salah satunya adalah
konsentrasi dari Na2CO3, semakin tinggi konsentrasi Na2CO3 maka rendemen
yang dihasilkan akan semakin tinggi karena Na2CO3 dapat mengikat alginat
dan menghasilkan natrium alginat. Namun jika konsentrasi Na2CO3 terlalu
tinggi akan mengakibatkan polimer alginat akan terdegradasi. Kadar alginat
rendah yang didapatkan pada praktikum kali ini dikarenakan adanya substrat
yang mengapung diatas filtrat yang seharusnya terdapat endapan.
Diperkirakan alginat yang diekstraksi juga berada disubstrat yang mengapung
diatas filtrat dan hanya sedikit yang mengendap. Faktor kesalahan yang
menyebabkan hal tersebut mungkin terjadi pada saat penambahan alkohol
untuk mengendapkan alginat, kesalahan jumlah takaran alkohol yang
ditambahkan dapat mengakibatkan alginat yang terbentuk dalam filtrat
menjadi tidak mengendap.
Selama perendaman dengan larutan HCl, NaOH, dan Na2CO3 digunakan
temperatur 50 derajat celcius disertai dengan pengadukan. Suhu 50 derajat
celcius digunakan dengan tujuan untuk mempercepat proses reaksi dengan
cara meningkatkan suhu untuk menaikkan keaktivan molekul yang bereaksi
sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu, jika suhu pada saat
perendaman terlalu tinggi, maka kandungan alginat dalam sampel akan rusak
sehingga diginakan suhu 50 derajat celcius.
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kadar alginat yang didapat dari hasil ekstraksi yang dilakukan adalah
sebesar 0,026%

5.2. Saran
1. Praktikan harus memakai pakaian praktikum yang lengkap
dipertemuan berikutnya
2. Praktikan harus lebih menjaga kebersihan lab dipraktikum berikutnya
3. Praktikan diharapkan lebih aktif menjawab dan bertanya pada asisten
DOKUMENTASI

Garmbar 1.Sargassum sp. Gambar 2.Sargassum sp. Garmbar 3. Sargassum sp.


dipotong kecil-kecil ditimbang seberat 50gram direndam dalam HCl 0,5%

Gambar 4. Direndam Gambar 5. Setelah 10 menit Gambar 6. Sargassum sp.


selama 10 menit rendaman tersebut disaring direndam dengan larutan
lalu dicuci NaOH 1%
Gambar 7. Direndam selama Gambar 8. Setelah 10 menit Gambar 9. Sargassum sp.
10 menit rendaman tersebut disaring diekstraksi dengan Na2CO3
lalu dicuci 4%

Gambar 10. Direndam selama


30 menit
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar S.Y., W. Tjahjaningsih, dan N. Sianita. 2012. Pengaruh Ekstrak Alga


Cokelat (Sargassum sp.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia
coli. Journal of Marine and Coastal Science, 1(1) : 53 – 60.
Eriningsih R., R. Marlina, T. Mulia, A.W. Sana, dan A. Titis. 2014. Eksplorasi
Kandungan Pigmen dan Alginat dari Rumput Laut Cokelat Untuk
Proses Pewarnaan Kain Sutera. Arena Tekstil, 29(2) : 73 – 80.
Husni A., Subaryono, Y. Pranoto, Tazwir, dan Ustadi. 2012. Pengembangan
Metode Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Sargassum sp. Sebagai
Bahan Pengental. Agritech, 32(1).
Jayahudin, A.Z. Lestari, dan F. Nurbayanti. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio
Pelarut dan Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium
Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp.). Jurnal Integrasi
Proses, 5(1) : 51- 55
Lutfiawan M., Karnan, L. Japa. 2015. Analisis Pertumbuhan Sargassum sp.
Dengan Sistem Budidaya Yang Berada di Teluk Ekas Lombok Timur
Sebagai Bahan Pengayaan Mata Kuliah Ekologi Tumbuhan. Jurnal
Biologi Tropis, 15(2) : 135-144.
Mas’ud F., Zulmanwardi, L. Irawai. 2016. Optimalisasi Konsentrasi Bahan
Kimia Untuk Ekstraksi Alginat dari Sargassum siliquosum. Jurnal
Rumput Laut Indonesia, 1(1) : 34 – 39.
Ode I. dan J. Wasahua. 2014. Jenis-Jenis Alga Cokelat Potensial di Perairan
Pantai Desa Hutumuri Pulau Ambon. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan
Perikanan, 7(2).
Pakidi C.S. dan H.S. Suwoyo. 2016. Potensi dan Pemanfaatan Bahan Aktif
Alga Cokelat Sargassum sp. 5(2).
Setiawati T., M. Nurzaman, A.Z. Mutaqin, R. Budiono, dan A. Abdiwijaya.
2017. Kandungan Vitamin C dan Potensi Makroalga di Kawasan
Pantai Cigebang, Cianjur, Jawa Barat. 3(1) : 39-44.
Utomo B.S.B., E. Masraskurant, J. Basmal, Murdinal, R. Kusumawati,
Tazwir, dan T. Wikanta. 2014. Membuat Alginat Dari Rumput Laut
Sargassum. Penebar Swadaya. Jakarta
Wenten I.G., Martin S., Setyo W. Ultrafiltrasi Ekstrak Rumput Laut (Alginat).
2012.

Anda mungkin juga menyukai