Anda di halaman 1dari 13

EKSTRAKSI ALGINAT

Oleh:
Nama : Diah Nanda Utari
NIM : B1A015092
Kelompok :4
Rombongan : II
Asisten : Halimatus sa’diyah

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara maritim karena hampir dua pertiga luas seluruh
wilayahnya adalah lautan, yang hingga kini belum dieksploitasi secara maksimal,
sehingga banyak potensi laut yang belum dimanfaatkan. Salah satunya komoditi hasil
laut yang berpotensi untuk dieksploitasi adalah rumput laut (seaweed). Rumput laut
mempunyai nilai ekonomis penting karena memiliki kandungan karaginan yang
tinggi. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang
sama dengan agar-agar dan alginat, karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Mustapha et al., 2011).
Rumput laut merupakan tumbuhan laut jenis alga, masyarakat Eropa
mengenalnya dengan sebutan seaweed. Rumput laut biasanya hidup di dasar samudra
yang dapat tertembus cahaya matahari. Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah
mendapat penanganan lebih lanjut. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku
dan harus diolah lagi. Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan agar-agar,
karaginan, atau algin tergantung kandungan yang terdapat dalam rumput laut.
Banyak penelitian membuktikan bahwa rumput laut merupakan bahan makanan yang
sangat berkhasiat, oleh sebab itu, banyak masyarakat yang mulai
membudidayakannya dan memanfaatkannya. Salah satunya adalah dengan mengolah
rumput laut menjadi agar-agar (Deguchi, 2006).
Selain kandungan gizi yang baik, rumput laut juga mengandung senyawa
hidrokoloid, seperti karagenan, agar dan alginat. Peneliti sebelumnya melaporkan
karagenan dan agar dihasilkan oleh rumput laut (alga) merah (Rodhophycae)
(Widyastuti, 2008), sedangkan alginat dihasilkan oleh alga coklat (Phaeophycae)
Ketiga senyawa hidrokoloid tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mengingat
manfaatnya yang demikian luas sebagai pengemulsi dan pengental dalam industri
makanan, kosmetik, obat-obatan, tekstil dan lain-lain (Widyastuti, 2006). Mengingat
potensi ekonominya yang demikian besar dan ketersediaannya yang beraneka ragam
di perairan laut Indonesia yang demikian luas, maka rumput laut telah ditetapkan
sebagai salah satu komoditi unggulan program revitalisasi kelautan, disamping udang
dan tuna (Dahuri, 2003).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ekstraksi alginat ini adalah untuk mengetahui proses
ekstraksi kandungan kimia rumput laut seperti alginat dan nilai rendemennya.
C. Tinjauan Pustaka

Alginat merupakan salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam


dinding sel alga coklat, dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan
memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan alga. Alginat
disintesa pertama kali oleh Stanford pada tahun 1880 (Sugiarto, 1978). Alginate
sebagai komponen struktur dinding sel di alga coklat dikenal sebagai zat dengan
aktivitas imunomodulator. Polisakarida ini dapat meningkatkan sistem kekebalan
tubuh (Isnansetyo et al., 2014). Kandungan alginat dari rumput laut cokelat sangat
bervariasi tergantung dari tingkat kesuburan perairan, musim, bagian dari tanaman
yang diekstrak, dan jenis rumput laut. Upaya memproduksi alginat di Indonesia
masih belum optimal, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian-penelitian guna
meningkatkan kandungan akginat, diantaranya melalui optimasi ekstraksi alginat
(King, 1983).
Alginat merupakan polimer linier dengan struktur β-D-mannuronicacid (M)
(Asam manuronat) dan α-L-guluronicacid (G) (asam guluronat). Monomer alginat
tersusun dalam tiga jenis pengelompokan yaitu kelompok residu manuronat dan
guluronat yang berseling (MGMGM…), asam guluronat (GGGGG….) dan asam
manuronat (MMMM…) (Wang, et al., 2006; Jayanudin et al., 2014). Secara kimia,
Asam alginat adalah senyawa komplek yang termasuk karbohidrat koloidal hidrofilik
hasil polimerisasi D asam Mannuronat dengan rumus kimianya (C6H8O6)n dimana
harga n diantara 80 sampai 83. Ada dua jenis monomer penyusun asam alginat yaitu
asam D-mannuronat dan asam L-guloronat (Maharani & Widyayanti, 2009).
Alginat memiliki sifat-sifat utama: 1. Kemampuan untuk larut dalam air serta
meningkatkan viskositas larutan. 2. Kemampuan untuk membentuk gel. 3.
Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat (kalsium
alginat) (Wandrey, 2004). Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat
polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul.
Asam alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH < 3,5 sedangkan garam
alginat dapat larut dalam air dingin atau air panas dan mampu membentuk larutan
yang stabil. Natrium Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat
mengendap dengan alkohol. Alginat sangat stabil pada pH 5 – 10, sedangkan pada
pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi ß- eliminatif.
Ikatan glikosidik antara asam mannuronat dan guluronat kurang stabil terhadap
hidrolisis asam dibandingkan ikatan dua asam mannuronat atau dua asam guluronat.
Kemampuan alginat membentuk gel terutama berkaitan dengan proporsi L-guluronat.
Alginat telah banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan
pengental, pengatur keseimbangan, pengemulsi dan pembentuk lapisan tipis yang
tahan minyak. Asam alginat juga digunakan sebagai pengikat (binder) yang bisa
diaplikasikan sebagai bahan pembuatan pasta gigi. Sodium alginat dipakai dalam
obat –obatan cair karena bisa meningkatkan viskositas dan pensuspensi bahan padat
sehingga digunakan sebagai koloid pelindung. Asam kuat diperlukan dalam proses
ekstraksi alginat, yaitu guna mempercepat proses hidrolisis dan pembentukan ratai
polimer alginat (Rifandi et al., 2014). Alginat berfungsi sebagai pemelihara bentuk
jaringan pada makanan yang di bekukan, counteract penggetahan dan pengerasan
dalam industri roti berlapis gula, pensuspensi dalam sirop. Pengemulasi dalam salad
dressing, serta penambahan busa pada industri bir. Dibidang bioteknologi alginat
digunakan sebgai algin-immobilisasi sel dari yeats pada proses produksi alkohol,
dibidang farmasi dan kosmetik alginat di manfaatkan dalam bentuk asam alginat atau
garam sodium alginat dan kalsium.
Rumput laut Sargassum sp. merupakan tumbuhan kosmopolitan yang dijumpai
tumbuh di perairan karang dan pantai. Sargassum adalah rumput laut penghasil
alginofit yang dapat dijadikan sumber industri alginat. Di pasar dunia, rumput laut
alginofit diperoleh dari kelp yang merupakan rumput laut dari daerah subtropis,
sedangkan di perairan Indonesia hanya mempunyai alginofit dari jenis Sargassum
dan Turbinaria (Sulistijo, 2002). Menurut Anggadiredja et al. (2008), klasifikasi
rumput laut Sargassum adalah sebagai berikut :
Phylum : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum sp.
Sargassum memiliki bentuk thallus silindris atau gepeng, banyak percabangan yang
menyerupai pepohonan darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang,
mempunyai gelembung udara (bladder) yang umumnya soliter, panjangnya mencapai
7 meter (di Indonesia terdapat spesies yang panjangnya 3 meter) dan warna thallus
umumnya coklat (Aslan, 1998).
Alga Sargassum sp. atau alga cokelat merupakan salah satu genus Sargassum
yang termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum sp. mengandung bahan alginat
dan iodin yang bermanfaat bagi industri makanan, farmasi, kosmetik dan tekstil
(Kadi, 2008). Sargassum sp. memiliki kandungan Mg, Na, Fe, tanin, iodin dan fenol
yang berpotensi sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen
yang dapat menyebabkan diare. Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita
mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air
berlebihan (Sastry & Rao, 1994).
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan analitik,
kertas pH, pengaduk, kain saring, alat pemanas/kompor, panci, dan gelas ukur.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut Sargassum
polycystum, HCl 0,5%, Na2CO3 7%, NaOH 0,5%, CaCl2 1%, HCl 15%, KOH 2%,
H2O2 dan akuades.
B. Metode

1. Rumput laut kering (Sargasssum sp.) ditimbang sebanyak 50 gram.


2. Rumput laut direndam dalam larutan KOH 0,7% selama 30 menit dengan
perbandingan 1:20 (20 bagian larutan pereaksi ditambahkan ke dalam 1 bagian
rumput laut).
3. Rumput laut dicuci dengan air mengalir selama 5 menit.
4. Rumput laut direndam dalam larutan HCl 5% selama 24 jam dengan
perbandingan 1:20.
5. Rumput laut dicuci dengan air mengalir selama 5 menit.
6. Ekstraksi dilakukan dengan menambahkan larutan Natrium karbonat (Na2CO3)
7% ke dalam larutan dengan perbandingan 1:20 dan dipanaskan pada suhu 60oC
dengan lama ekstraksi 30 menit.
7. Hasil yang didapat kemudian disaring dan diperas dengan kain saring.
8. Larutan hasil penyaringan kemudian diasamkan dengan menambahkan NaOCl
13% dengan perbandingan 1:1 selama 15 menit.
9. HCL 5% ditambahkan dengan perbandingan 1:20 dan dimasak selama 15 menit.
10. NaOH 2% ditambahkan ke dalam larutan sedikit demi sedikit hingga dicapai pH
larutan berkisar 7.
11. Larutan di tuang ke baki dan dijemur sampai kering.
12. Analisis hasil garam alginat yang didapat kemudian dihitung rendemen.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Rendemen Alginat


Rendemen alginat
Kelompok
R1 R2 R3 R4
1 1,4 0,9 0,03 0
2 0,4 0,4 0,3 0,02
3 0,5 2,5 1,1 1,2
4 0,8 1,7 0,3 4,1
5 0,3 0,4 0,3 -
6 0,2 - - -

Produk akhir rombongan II = 0,9 + 0,4 + 2,5 + 1,7 + 0,4

= 5,9
produk akhir
Hasil rendemen alginat = × 100%
produk awal
Romb II
5,9
= × 100%
100
= 5,9 %

Gambar 3.1 Penambahan Na2CO3 dengan Gambar 3.2 Penyaringan ekstraksi alginat
perbandingan 1:20.

Gambar 3.3 Setelah penambahan NaOCl Gambar 3.4 Penambahan NaOH hingga pH
Dan HCL. Berkisar 7.
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh nilai rendemen alginat sebesar 5,9 %.


Menurut Taylor (1979) semakin lama ekstraksi semakin tinggi pula rendemen yang
didapat, hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman talus dengan
HCl, nilai rendemen alginat dari ekstraksi alginat meningkat karena HCl akan
memecah dinding sel rumput laut. Kandungan alginat dari rumput laut coklat
tergantung dari umur, spesies dan habitat, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor, salah satu diantaranya yaitu karena kerusakan garam alginat pada
waktu proses pemucatan. Proses pemucatan menyebabkan pigmen teroksidasi dan
terdegradasi. Rendemen alginat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti
spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu pemanenan, dan lokasi budidaya (Sukri,
2006).
Alginat pertama kali diekstraksi oleh Stanford pada tahun 1881 dari rumput
laut coklat. Modifikasi metode ekstraksi Stanford dilakukan dengan proses green
cold dan telah diterapkan di beberapa industri. Menurut Istiani (2006), tahapan
ekstraksi meliputi:
1. Sebelum diolah rumput laut dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti pasir
dan pecahan-pecahan batu karang. Pencucian dilakukan dengan
menyemprotkan air. Supaya bisa disimpan agak lama, rumput laut perlu
dikeringkan. Pengeringan dapat menggunakan sinar matahari atau alat-alat
pengering misalnya drum dryer, kemudian disimpan dalam gudang. Bila
kontinuitasnya terjamin, rumput laut dapat langsung diolah tanpa dikeringkan
dahulu.
2. Rumput laut kering dari gudang penyimpanan sebelum diolah lebih lanjut
dicuci kembali dangan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
mungkin terikut selama penyim-panan dan transportasi.
3. Untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang larut dalam alkali, rumput laut
direndam dalam larutan 0,5% NaOH pada 50–60°C selama 30 menit.
4. Kemudian direndam dalam 0,5% HCL pada temperatur ruang selama 30
menit untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang larut dalam asam dan juga
untuk merubah garam-garam alginat dalam rumput laut menjadi asam alginat.
5. Setelah dicuci dengan air panas 45°C selama 30–60 menit, rumput laut
dipotong-potong untuk kemudian diekstraksi.
6. Ekstraksi dilakukan pada 60–70°C selama 60 menit dengan larutan Na2CO3
12–13%. Untuk mempermudah pemisahan larutan alginat dengan residu,
biasanya ditambahkan air sebanyak empat kali volumenya.
7. Larutan alginat dipisahkan dari residu dengan floating tank, kemudian untuk
memisahkan kotoran-kotoran yang terikut larutan dimasukkan kedalam
pemisah centrifugal.
8. Larutan dibersihkan dalam Bleaching tank dengan menambahkan larutan
12% NaOH e sebanyak 1/10 volume larutan.
9. Pembentukan gel asam alginat dilakukan dengan menambahkan larutan 10%
H2SO4 sebanyak 1/10 volume larutan alginat dan dimasukkan bersama-sama
kedalam tangki coagulasi.
10. Gel asam alginat dipisahkan dari larutan dengan filtrasi atau pemisah
Centrifugal.
11. Asam alginat dirubah menjadi sodium alginat dengan menambahkan bubuk
Na2CO3 dan metyl alkohol.
12. Sodium alginat kemudian dipisahkan dari larutan dengan filtrasi. Metyl
alkohol dalam filtrat dapat diambil kembali dengan distilasi.
13. Sodium alginat dikeringkan dan dihaluskan menjadi bubuk 80–100 mesh.
Menurut Aslan (1999), fungsi beberapa larutan yang dipakai dalam ekstraksi
karaginan:
 NaOH 0,5% berfungsi untuk membentuk natrium alginat dari asam alginat.
 HCl 0,5% berfungsi untuk menurunkan asam atau demineralisasi.
 Na2CO3 7% berfungsi untuk mengekstrak kandungan alginat dalam talus rumput
laut Phaeopyceae.
 CaCl2 1% berfungsi untuk memecah dinding sel.
 Akuades juga dibutuhkan dalam proses ini yaitu sebagai pelarut.
Kandungan alginat dan komposisi penyusun alginat dari masing-masing
rumput laut sangat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1. Spesies daerah dan iklim asal rumput laut
2. Umur rumput laut
3. Bagian tanaman rumput laut
4. Kondisi lingkungan dimana rumput laut tersebut tumbuh.
5. Waktu perendaman.
Karakteristik Asam Garam
alginat alginat
Kemurnian (% berat 91-104% 90.8-106%
kering)
Rendemen >20% >18%
Kadar CO2 <23% <21%
Kadar As <3 ppm <3 ppm
Kadar Pb <0.004% <0.004%
Kadar Abu <4% 18-27%
Susut pengeringan <15% <15%
Tabel 2. Standar mutu asam alginat dan garam alginat
Menurut Food Chemical Codex (1981) diacu dalam Yunizal (2004), rumus
molekul dari asam alginat adalah (C6H706Na)n. Garam natrium dari asam alginat
berwarna putih samai kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau
dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam larutan
hidrokoloid dengan kandungan alkohol lebih dari 20%, dan tidak larut dalam
kloroform, eter, dan asam dengan pH kurang dari 3.
Penelitian terbaru tentang alginate dilakukan oleh Dyah Koesoemawardani dan
Mahrus ali pada tahun 2016 tentang alginat yang ditambahkan ke rusip sebagai
bumbu. Rusip adalah makanan fermentasi dari ikan yang beraroma khas sehingga
potensial untuk dikembangkan menjadi bumbu instan. Penelitian ini bertujuan
melakukan optimasi proses pembuatan rusip bubuk dengan penambahan alginat.
Konsentrasi alginat yang diberikan yakni sebanyak 5%,10%,15%, 20% (b/b) dan
suhu pemanasan yakni 50o C, 60o C, 70o C dan 80o C. Analisis data menggunakan
uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rusip bubuk yang terbaik menggunakan penambahan alginat sebesar 5% pada
pemanasan suhu 50o C dan 70o C. Adapun masing-masing karakternya yaitu kadar
air 5,98% dan 7,57%, pH 5,69 dan 5,85, kadar garam 7,77% dan 8,77%, kadar
protein 28% dan 27,65%. Penelitian ini dapat membuktikan bahwa penambahan
alginat sebanyak 5% (b/b) dengan pemanasan pada suhu 50o C dan 70o C dapat
memerangkap senyawa volatil yang terbentuk selama fermentasi pada pengolahan
rusip menjadi bubuk (Koesoemawardani & Ali, 2016).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :
1. Hasil perhitungan rendemen ekstrak alginat pada rumput laut Sargassum sp.
adalah 7.3%
2. Proses ekstraksi alginat yaitu dengan pencucian, penjemuran, pelembutan,
ditambahkah CaCl2 1%, Na2CO3 7%, HCl 0.5% dan 15%, NaOH 0.5% dan
H2O2 6% sambil dipanaskan, disaring kemudian dituang ke nampan,
penjemuran dan terakhir perhitungan kadar rendemen.

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah semua kelompok dapat mencoba untuk
mengekstraksi sendiri.
DAFTAR REFERENSI

Anggadireja, J.T., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istini, S. 2008. Rumput Laut
Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan
Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aslan, L. M., 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius.
Dahuri, R., 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan.
Bogor: Institut Pertanian.
Deguchi., 2006. Implantation Of a New Porous Gelatin–Siloxane Hybrid into a Brain
Lesion as a Potential Scaffold For Tissue Regeneration. Journal of Cerebral
Blood Flow and Metabolism, 26(1), pp.1263–1273.
Isnansetyo, Alim., Irpani, H. M., Wulansari, T. A., & Kasanah, Noer. 2014. Oral
Administration of Alginate from A Tropical Brown Seaweed, Sargassum sp.
to Enhance Non-Spesific Defense in Walking Catfish (Clarias sp.).
Aquacultura Indonesiana Journal, Vol. 15 (1). pp. 14-20.
Jayanudin., Lestari, A. Z., Nurbayanti, Feni. 2014. Pengaruh Suhu Dan Rasio Pelarut
Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Viskositas Natrium Alginat Dari
Rumput Laut Cokelat (Sargassum sp.). Jurnal Integrasi Proses, Vol.5 (1).
pp. 51-55.
Kadi, A. 2008. Beberapa catatan kehadiran marga Sargassum di perairan indonesia.
Jurnal Oseana, 6(4), pp.19-29.
King, H.K. 1983. Brown Seaweed Extract (Alginates). In Glicksman M (ed). Food
Hydrocolloids. Florida: CRC Press Inc.
Koesoemawardani, Dyah., & Mahrus, Ali. 2016. Rusip dengan Penambahan Alginat
Sebagai Bumbu. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, Vol. 19
(3). pp. 277-287.
Maharani, M. A. & R. Widyayanti. 2009. Pembuatan Rumput Laut Untuk
Menghasilkan Produk dengan Rendemen dan Viskositas Tinggi. Semarang:
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Mustapha, S., Chandar, H., Abidin, Z. Z., Saghravani, R., & Harun, M. Y., 2011.
Production of Semi-Refined Carrageenan from Eucheuma cottonii. Journal of
Scientific and Industrial Research.
Rifandi, Raditya, A., Gunawan, W. S. & Ali, R. 2014. Pengaruh Konsentrasi Asam
Klorida (HCl) Terhadap Mutu Alginat Rumput Laut Coklat Sargassum Sp.
Dari Perairan Teluk Awur Kab.Jepara Dan Poktunggal Kab. Gunungkidul.
Journal Of Marine Research, 3(4), pp.676-684.
Sastry and Rao. 1994. Antibacterial Substance From Marine Algae. Successive
Extraction Using Benzene, Chloroform and Methanol. Department of
Biochemistry, Institute of Medical Science, Banaras Hindu University.
India.
Sugiarto, A., dkk, 1978. Rumput Laut (Algae), manfaat, Potensial dan Usaha
Budidayanya. Jakarta: LON - LIPI.
Sulistijo. 2002. Penelitian Budidaya Rumput Laut (Algae Makro/Seaweed) di
Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian Utama Bidang Akuakultur,
Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Jakarta.
Wandrey, C., 2004, Hydrogels and Hydrocolloids: Alginates and Other Biopolymers,
7th Worlds Biomaterials Congress, Sydney.
Wang, Qun., Du, Yumin., Hu, Xianwen., Yang, Jianhong., Fan, Lihong., Feng, Tao.
2006. Preparation of alginate/soy protein isolate blend fibers through a
novel coagulating bath. Journal of Applied Polymer Science, Vol 101 (1).
pp. 425-431.
Widyastuti, Sri. 2008. Kadar Alginat Rumput Laut Kadar yang Tumbuh di Perairan
Laut Lombok yang Diekstrak dengan Dua Metode Ekstraksi. Jurnal
Teknologi Pertanian, Vol. 10 (3). pp. 144-152.
Sukri, N., 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari
rumput laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda. Skripsi.
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Taylor, W.R. 1979. Marine Algae of The Eastern Tropical and Subtropical Coasts of
the American. Amerika: The University of Michigan Press.

Anda mungkin juga menyukai