ABSTRACT
Fish farming waste contains hazardous organic materials such as ammonia, nitrogen and
phosphorus. High levels of ammonia and the presence of waste can reduce dissolved oxygen levels,
decrease growth rate, fecundity, and immunity of fish. Efforts to reduce aquaculture waste can be done by
using a biological filter system, namely the phytoremediation method. This study aims to observe several
parameters of water quality in rearing tilapia (Oreochromis niloticus) using a biological filter using the
phytoremediation method with butterfly plants (Pistia stratiotes). The experiment took place at the
Aquaculture Environmental Laboratory, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine
Sciences, Bogor Agricultural University. Research procedures include preparing containers, stocking
seeds, feeding, and managing water quality. The research parameters observed were survival rates and
water quality parameter values. The use of apu-apu as a filter is less effective in pH regulation,
maintaining DO content, reducing turbidity, TDS and TAN.
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Materi Uji 3
Alat dan Bahan 3
Prosedur Penelitian 3
Parameter Uji 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasan 13
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam fitoremediasi yaitu apu-apu (Pistia
stratiotes). Apu-apu merupakan tanaman yang mampu berkembang biak dengan cepat
serta mampu mengelola berbagai jenis limbah perairan seperti logam berat, senyawa
organik dan anorganik. Tanaman apu-apu melakukan proses pengolahan limbah dibantu
oleh bakteri aktif rhizosfer. Rhizosfer merupakan bakteri yang hidup dan bersimbiosis
pada akar tanaman. Rhizosfer ini memiliki kemampuan dalam mengurai senyawa
organik dan anorganik yang berbahaya menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi
tanaman serta ikan (Rubianti dan Amir 2022). Tingkat keefektifan tanaman apu-apu
dalam menyerap senyawa organik dan anorganik pada budidaya ikan nila perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengamati beberapa parameter kualitas air pada
pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus) menggunakan filter biologi metode
fitoremediasi dengan tanaman apu-apu (Pistia stratiotes).
Manfaat Penelitian
Materi Uji
Ikan uji yang digunakan yaitu ikan nila merah (Oreochromis niloticus) sebanyak
10 ekor dengan bobot total 130 g yang berasal dari akuarium di Laboratorium
Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan adalah akuarium, selang aerator, batu aerasi, lampu
aquarium, DO meter, pH meter. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu tanaman
apu-apu, ikan nila merah, air, dan pakan pelet.
Prosedur Penelitian
Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium yang berukuran 30
x 30 cm. Akuarium tersebut dicuci hingga bersih terlebih dahulu dengan air bersih,
kemudian dilakukan pengeringan, dan akuarium diisi air bersih yang berasal dari lab
dengan ketinggian air 25 cm pada setiap akuarium dan menggunakan filter biologi
berupa tanaman apu-apu
Penebaran Benih
Benih yang akan ditebar berukuran korek kemudian dipelihara dalam wadah
pemeliharaan dengan padat tebar 10 ekor setiap wadah. Benih ikan nila berasal dari
kolam pembenihan departemen budidaya perairan. Penebaran dilakukan pada siang hari
dengan bobot dan panjang yang sama untuk mengetahui ukuran awal penebaran.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pagi jam 09.00, siang jam
13.00 dan sore jam 17.30. Pemberian pakan menggunakan metode ad libitum yaitu
teknik pemberian pakan yang sesuai dengan biomassa ikan dengan dosis 5% dari
biomassa ikan.
4
pH
Buka alat pH meter kemudian bersihkan ujung alat menggunakan akuades.
kemudian masukkan pH meter kedalam akuarium lalu didiamkan hingga angka pada
alat tidak berubah atau tetap.
DO
Alat ukur DO meter disiapkan kemudian tekan tombol power on/off hingga
menyala, kemudian buka penutup ujung alat lalu dibersihkan ujungnya menggunakan
tisu atau akuades. masukkan alat ke dalam akuarium lalu didiamkan hingga angka pada
alat tidak berubah atau tetap.
Suhu
Alat ukur termometer disiapkan terlebih dahulu kemudian ujung alat
dimasukkan ke dalam akuarium lalu didiamkan hingga angka pada alat tidak berubah
atau tetap.
Nitrit
Ambil sampel menggunakan pipet sebanyak 10 ml kemudian masukkan ke
dalam tabung untuk sampelnya. Masukkan 2 tetes cairan sulfanilamide kemudian di
kocok (homogenkan) masukkan 2 tetes cairan NED kemudian di kocok (homogenkan),
lalu beri label pada sampel dan tunggu 10 menit di spektro dengan kekuatan 543.
Catatan : setiap 5 ml sampel dimasukkan 1 tetes sulfanilamide dan NED.
Nitrat
Ambil sampel menggunakan pipet sebanyak 25 ml kemudian masukkan ke
dalam tabung uji dan tambahkan brucine sebanyak 0,5 ml. Setelah itu tambahkan asam
sulfat pekat (H2SO4) sebanyak 5 ml dan diamkan selama 15 menit kemudian lakukan
spektrofotometri dengan panjang gelombang 410 nm.
Kesadahan
Siapkan sampel yang sebanyak 25 ml dalam gelas ukur, masukkan sampel 25 ml
kedalam tabung. Kemudian tambahkan buffer hardness sebanyak 1 ml kedalam tabung,
lalu tambahkan 3 tetes EBT, homogenkan sehingga warna sampel menjadi ungu.
Kemudian titrasi sampel dengan EDTA 0.01 N, homogenkan hingga warna berubah
menjadi biru kehijauan. Diketahui 1,5 EDTA 0,01 N digunakan selama proses titrasi.
Kekeruhan
Ambil tutup tabung di alat turbidimeter lalu ambil tabung yg ada di alat
turbidimeter kemudian bilas tabung menggunakan sampel. Lalu masukkan sampel
kedalam tabung lalu tabung tersebut dibersihkan/dilap supaya tidak terdeteksi sidik jari
Dilihat hasilnya. Satuan kekeruhan NTU.
TAN
Ambil sampel sebanyak 10 ml. Kemudian masukkan kedalam tabung reaksi.
Lalu ditambahkan MnSO4 sebanyak 1 tetes. Selanjutnya, dimasukkan clorox sebanyak
0.5 ml . Lalu ditambahkan phenate sebanyak 0.6 ml. Kemudian, dihomogenkan. Setelah
dihomogenkan, diamkan selama 15 menit. Terakhir, ukur sampel menggunakan
spektrometer menggunakan panjang gelombang sebanyak 630 nm.
TDS
Siapkan TDS meter, sampel dan akuades, lalu kalibrasi TDS meter dengan
akuades dan dibilas TDS dengan sampel. Kemudian nyalakan TDS meter lalu masukan
TDS meter ke air sample. Tunggu alat pengukuran ke angka yang tidak berubah lagi dan
masukan TDS meter ke akuades. Catatan nama alat TDS Meter dan nilai TDS 146 ppm
= 146 mg/L.
Alkalinitas
Tuangkan sampel air sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer lalu teteskan
sebanyak 3 tetes BCG/MR. Setelah ditetesi BCG/MR maka lakukan titrasi
menggunakan HCl dari warna biru menjadi merah kebiruan lalu catat berapa ml yang
diperlukan dalam titran.
Parameter Uji
Keterangan:
TKH : Tingkat kelangsungan hidup
N0 : Jumlah ikan awal pemeliharaan (ekor)
Nt : Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)
pH - pH meter Harian
Hasil
Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup pemeliharaan ikan nila merah dengan perlakuan
filter karbon aktif dapat dilihat dalam grafik 1 berikut:
Dissolved Oxygen 5,7 - 7.9 ppm > 3 ppm (Wijayanti et al. 2019)
8
Berdasarkan Tabel 2 di atas, nilai kisaran harian menunjukan nilai suhu, pH, DO
sudah dalam dengan nilai optimal. Pengukuran suhu dilakukan pada pagi dan sore hari
dengan nilai rata-rata diantara 25,6 - 27,3 °C, hal ini menunjukkan nilai suhu pada
perlakuan apu-apu sudah bernilai optimal yang berkisar antara 25-30°C (Azhari dan
Tomosoa 2018). Nilai pH selama masa pengukuran yaitu 6,2 - 8,1, nilai ini termasuk
dalam nilai kisaran optimal untuk pH yaitu 6-9 (Pratama et al. 2021). Nilai DO sudah
tergolong baik yaitu dengan nilai 5,7 - 7,9 ppm, dan nilai optimal yang menjadi acuan
yaitu > 3 ppm (Wijayanti et al. 2019).
Kesadahan
Kesadahan yang diperoleh dari pengukuran kualitas media air pemeliharaan
selama tiga minggu menunjukkan hasil yang bervariasi. Nilai kesadahan didapat dari
penambahan buffer hardnest dan EBT kemudian diukur menggunakan metode titrasi
dengan indikator EDTA. Hasil pengukuran kesadahan dapat dilihat di gambar 2 berikut
ini:
Alkalinitas
Alkalinitas yang diperoleh dari pengukuran kualitas media air pemeliharaan selama tiga
minggu menunjukkan hasil yang bervariasi. Titrasi dengan indikator karbonat. Hasil
pengukuran alkalinitas dapat dilihat di gambar 3 berikut ini:
Gambar 3 Grafik hasil pengukuran nilai alkalinitas
TAN
Hasil pengukuran kadar TAN yang terkandung dalam air pemeliharaan ikan nila
selama 3 minggu disajikan dalam bentuk grafik. Nilai TAN dapat diukur menggunakan
spektrofotometer. Perlakuan filter yang digunakan yaitu kontrol, batu zeolit, arang,
karang jahe, karbon aktif, dan campuran beberapa filter kimia. Berikut Gambar 4 berisi
grafik pengukuran nilai TAN pada air pemeliharaan ikan nila dengan filter berbeda :
Berdasarkan grafik terlihat terjadinya ketidakstabilan nilai TAN dari minggu awal
hingga akhir pada perlakuan apu-apu. Kemudian pada minggu ke-2 menalami kenaikan
TAN , sedangkan pada minggu ke-3 mengalami penurunan. Kadar TAN pada perlakuan
Apu-apu menghasilkan data pada minggu 1,2, dan 3 berturut-turut sebesar 0.057 mg/L,
0.112 mg/L, dan 0.055 mg/L. Kadar TAN tertinggi terdapat pada bioring di minggu ke-1
yaitu sebesar 0.819 mg/L dan terendah ada pada perlakuan apu-apu yaitu sebesar 0.055
mg/L.
Nitrit
Kadar nitrit diperoleh dari pengukuran air pemeliharaan ikan nila menggunakan
filter yang berbeda selama 3 minggu. Hasil pengukuran kadar nitrit disajikan dalam
bentuk grafik. Berikut Gambar 3 menunjukkan grafik hasil pengukuran kadar nitrit :
Nitrat
Kadar nitrat diperoleh dari pengukuran air pemeliharaan ikan nila menggunakan
filter yang berbeda selama 3 minggu. Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk grafik.
Berikut Gambar 4 menunjukkan grafik hasil pengukuran kadar nitrat :
Gambar 6 Grafik hasil pengukuran nilai nitrit
TDS
Nilai TDS (Total Dissolved Solid) diperoleh dari pengukuran kadar air dalam
media pemeliharaan selama 3 minggu disajikan pada Gambar 7.
Kekeruhan
Hasil kekeruhan yang diperoleh dari pengukuran kadar air dalam media
pemeliharaan selama 3 minggu disajikan pada Gambar 8 berikut.
Pembahasan
Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes L.) merupakan tanaman air yang biasanya
dianggap gulma oleh masyarakat. Namun, tumbuhan tersebut dapat memberikan
keuntungan bagi perairan yang tercemar. Tanaman apu-apu merupakan jenis gulma air
yang sangat cepat tumbuh dan mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan baru.
Berdasarkan grafik 1 menunjukkan perlakuan pemeliharaan dengan tanaman apu-apu
mneunjukkan hasil yang sangat baik. SR yang didapatkan memiliki nilai 100%. Kualitas
lingkungan yang baik sangat menentukan pertumbuhan ikan serta kelangsungan
hidupnya (Suparlan et al. 2020). Tingginya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan
tanaman apu-apu dikarenakan tanaman air ini mampu menyerap bahan organik dalam
air limbah. Kemampuan akar tumbuhan apu-apu yang dapat melakukan pemisahan
terhadap zat yang tersuspensi semakin memudahkan bagi mikroba perombak untuk
mendegradasi bahan organik pada limbah cair yang nantinya hasil perombakannya
dapat digunakan sebagai nutrisi bagi pertumbuhan apu-apu (Ni’ma dan Widyorini
2014).
Nilai parameter harian mengalami fluktuasi dari hari pertama sampai hari terakhir
Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 2. Suhu pada pemeliharaan
benih ikan nila dengan perlakuan menggunakan tanaman apu-apu menunjukkan suhu
dalam kisaran optimal yaitu sebesar 25,6 - 27,3 °C. Sedangkan nilai ph pada perlakuan
ini menunjukkan nilai kisaran diantara 6,2 - 8,1. Nilai DO selama masa pemeliharaan
yaitu berkisar diantara 6,2 - 8,1. Semua nilai mulai dari suhu, pH, dan DO menunjukkan
nilai yang optimal. Nilai parameter harian yang fluktuatif disebabkan karena terdapat
beberapa bagian tanaman apu-apu dan menguning, hal ini akan terjadi proses
penguraian bahan organik dan mempengaruhi nilai parameter harian. Aktivitas
mikroorganisme pendegradasi memungkinkan terjadi penurunan pH karena
senyawa-senyawa organik telah terurai menjadi asam organik (Ibrahim 2017).
Kesadahan di suatu perairan disebabkan oleh jumlah kation yang terlalu tinggi
yaitu berupa logam-logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca
dan Mg, tetapi penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium
(Mg). Nilai kesadahan semua filter rata-rata mengalami peningkatan pada minggu ke-2
, perlakuan filter apu-apu mengalami peningkatan dari minggu ke-1 hingga minggu
ke-2 dan mengalami penurunan kembali pada minggu ke-3. Tingginya nilai kesadahan
disebabkan karena sumber air yang digunakan mengandung senyawa logam akibat
kontak langsung melewati batuan kapur. Kesadahan dalam air menyebabkan warna air
berubah menjadi kuning-coklat dan menimbulkan bercak pada wadah (Tambunan
2018). Semakin lama kontak langsung apu-apu dengan media pemeliharaan akan
menghasilkan penurunan kesadahan yang semakin besar. Nilai maksimum kesadahan
untuk kehidupan ikan yaitu 300 mg/L apabila terlalu tinggi dapat menempel membentuk
kerak pada insang sehingga menyebabkan kesulitan dalam mengambil O2 dalam air
bahkan mengalami kematian (Dewi et al. 2014).
Alkalinitas mempunyai hubungan erat dengan perubahan pH, apabila alkalinitas
rendah maka air akan menjadi asam dengan pH sekitar 5,8-7,12 (Cavalcante et al.
2012). Hasil pengukuran nilai alkalinitas berdasarkan Gambar 3 menunjukan hasil yang
berbeda setiap perlakuan yang diberikan selama tiga minggu masa pemeliharaan.
rata-rata di semua perlakuan mengalami penurunan pada minggu ke-2 dan sedikit
meningkat pada minggu ke-3, kecuali pada perlakuan frogbit. Penggunaan apu-apu
sebagai filter mampu menurunkan alkalinitas yang cukup besar di minggu ke-2 dan
sedikit naik pada minggu ke-3. Kadar alkalinitas disebabkan akumulasi oksigen, hasil
metabolisme, dan sisa pakan sehingga air menjadi asam dan perubahan pH menurun
menyebabkan alkalinitas menurun. Alkalinitas penting bagi kehidupan ikan ketika
terjadi perubahan pH yang sangat cepat nilai alkalinitas yang baik yaitu antara 80-125
ppm, alkalinitas yang tinggi pada air juga menyebabkan tingginya nilai kesadahan
(Afdal et al. 2012).
14
Berdasarkan yang tertera pada Gambar 4, hasil TAN yang di peroleh pada
minggu ke-2 menunjukkan adanya kenaikan dibandingkan dengan minggu sebelumnya
yaitu dengan nilai 0,112 mg/L. Sedangkan pada minggu ke-3 mengalami penurunan
menjadi 0,055 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa biofilter apu-apu membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mencapai kinerja efektifnya dalam menurunkan kadar
total amonia nitrogen (TAN). Apu-apu juga memiliki masa optimal untuk menyerap
kadar TAN. Masa optimal tersebut bergantung pada kondisi eksternal seperti intensitas
cahaya matahari yang ditangkap. Menurut Wahyuningsih dan Gitarama (2020),
kesetimbangan kadar TAN dipengaruhi oleh pH dan suhu. Nilai pH >7 menyebabkan
kadar amonia (NH3) lebih dominan dari nitrogen atau ammonium (NH4+), begitu pula
sebaliknya. Amonia bersifat racun bagi komoditas akuakultur. Efek yang ditimbulkan
diantaranya kehilangan nafsu makan, kesulitan bernafas, kerusakan insang, sampai
dengan kematian.
Kadar nitrit mengalami fluktuasi yang cukup tinggi selama praktikum
berlansung. Perlakuan apu-apu pasca tujuh hari pertama pemeliharaan berada pada nilai
0,277 mg/L dan menurun pada hari ke-14 pasca pemeliharaan yaitu 0,13 mg/L dan
mengalami peningkatan pada minggu ke-3 pasca pemeliharaan menjadi 1,006 mg/L.
Konsentrasi nitrit pada perlakuan apu-apu selama pemeliharaan berada pada nilai yang
melebihi batas ambang baku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
terkait baku mutu air kelas III dalam kegiatan budidaya perikanan menyatakan bahwa
kadar maksimal parameter nitrit dalam air pemeliharaan budidaya berada pada nilai 0,06
mg/L. Hal ini didukung oleh Athirat et al. (2013) yang menyatakan bahwa kandungan
nitrit >0,06 mg/L– 0,3 mg/L tergolong cukup tinggi namun masih mendukung untuk
perkembangan dan pertumbuhan ikan. Tingginya kadar nitrit selama pemeliharaan
dipengaruhi oleh tingginya kadar ammonia, hal ini dikarenakan nitrit sebagai senyawa
intermediet antara ammonia dan nitrat yang memiliki korelasi positif, sehingga apabila
kadar amonia yang berasal dari sisa pakan dan hasil metabolisme tinggi maka nilai dari
nitrit akan tinggi.
Kadar nitrat mengalami fluktuasi yang cukup tinggi selama praktikum
berlangsung. Namun, kandungan nitrat yang terlalu tinggi dapat mengindikasikan
adanya pencemaran pada air seperti mencapai nilai 5 mg/L (Astuti et al.
2016).Berdasarkan hasil yang didapatkan kadar nitrat perairan berkisar 0,318-0,627
mg/L merupakan hasil yang cukup baik dan masih dibawah nilai rawan. Tanaman
apu-apu merupakan salah satu media untuk melakukan fitoremediasi dan filtrasi air. Hal
ini membuat apu-apu mampu untuk menetralisir kandungan nitrat yang ada dalam air
dengan bantuan proses nitrifikasi amonia oleh bakteri. Namun, adanya peningkatan
konsentrasi nitrat selama pemeliharaan dapat diindikasikan adanya proses nitrifikasi
yang tidak dimanfaatkan seutuhnya oleh tumbuhan. Hal ini menyebabkan tanaman
apu-apu tidak dapat mendekomposisi bahan organik secara efektif. Sehingga bahan
tidak mampu diserap oleh tanaman (Audiyanti et al 2019).
TDS (Total Dissolved Solid) atau total padatan terlarut adalah zat terlarut
organik maupun anorganik dalam suatu larutan. Terbentuknya TDS dikarenakan adanya
bahan anorganik berupa ion-ion yang umum ditemukan di perairan. Zat terlarut ini
mampu melewati filter fisik yang berukuran diameter 2 mikrometer dan tidak akan
tersaring dengan menggunakan kertas saring milipore ukuran pori 0,45 mikrometer.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar TDS dalam air pemeliharaan ikan nila, dapat
dilihat bahwa terjadi perubahan setelah dilakukan perlakuan pemberian filter biologi
berupa tanaman apu-apu pada wadah pemeliharaan yakni terjadi penurunan secara
drastis nilai TDS pada minggu pertama sebesar 199 ppm menjadi 157 ppm pada
minggu ke-2 pengukuran. Menurut penelitian Wijayanti et al. (2019) menyatakan
bahwa nilai TDS pada pemeliharaan ikan nila adalah sebesar 11 - 135 mg/L. Hal ini
membuktikan bahwa hasil pengukuran telah sesuai dengan batas maksimum TDS yakni
sebesar ≤1000 mg/L. Jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol, nilai TDS pada
pengukuran minggu ke-3 jauh lebih tinggi sebesar 454 ppm, hal tersebut sesuai dengan
pengamatan yang kami amati selama praktikum, dimana nilai TDS pada minggu ke-3
mengalami peningkatan yang artinya tanaman apu-apu tidak begitu mampu dalam
menurunkan nilai TDS.
Tingkat kekeruhan dalam media budidaya sangat mempengaruhi kelangsungan
hidup ikan nila. Kekeruhan menunjukkan banyaknya bahan-bahan terlarut dalam air
seperti lumpur, alga maupun kotoran lainnya. Pada akuarium, nilai kekeruhan yang
tinggi mampu menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang akibat bahan-bahan
terlarut yang menyerap panas (Urbasa et al. 2015). Nilai kekeruhan pada perlakuan
tanaman apu-apu yang dihasilkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu
berkisar 11-12,1 NTU. Nilai kekeruhan ini mengalami penurunan disetiap minggunya.
Nilai kekeruhan tersebut telah memenuhi batas standar menurut penelitian Pulungan et
al. (2020) yang menyatakan bahwa dalam pemeliharaan ikan nila memiliki batas
maksimum kekeruhan yaitu sebesar 50 NTU. Jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol, tingkat kekeruhan menggunakan filter apu-apu lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan kontrol. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa filter Apu-apu
mampu menurunkan tingkat kekeruhan dalam wadah budidaya (Nurfitriana 2019).
16
Simpulan
Pratama MA, Arthana IW, Kartika GRA. 2021. Fluktuasi kualitas air budidaya ikan nila
(Oreochromis niloticus) dengan beberapa variasi sistem resirkulasi. Current Trends in
Aquatic Science. 4(1):102-107.
Rubianti I, Amir A. 2022. Pemanfaatan kayu apu (Pistia stratiotes) untuk mengukur kadar
fosfat dan COD pada limbah cair. Jurnal Sains dan Terapan. 1(1): 1-7.
Saputra I, Almuqarramah TMH, Mustaqim, Nurhayati. 2021. Efektivitas fitoremediasi terhadap
kadar amoniak pada air limbah budidaya ikan lele. Jurnal Tilapia. 2(2): 27-33.
Urbasa PA, Undap SL, Rompas RJ. 2015. Dampak kualitas air pada budidaya ikan dengan
jaring tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. Jurnal Budidaya Perairan. 3(1):
59-67.
Wahyuningsih S, Gitarama AM. 2020. Amonia pada sistem budidaya ikan. Jurnal Ilmiah
Indonesia. 5(2): 112-125.
Wijayanti M, Khotimah H, Sasanti AD, Dwinanti SH, Rarassari MA. 2019. Pemeliharaan ikan
nila (Oreochromis niloticus) dengan sistem akuaponik di Desa Karang Endah, Kecamatan
Gelumbang, Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Journal of Aquaculture and Fish
Health. 8(3): 139-148.
LAMPIRAN