Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No.

1 /Juni 2018 (35-48)

EFEKTIVITAS BERBAGAI MEDIA TANAM


UNTUK MENGURANGI KARBON ORGANIK TOTAL
PADA SISTEM AKUAPONIK DENGAN TANAMAN SELADA
Muhamad Rakhman Firdaus, Zahidah Hasan,Iwang Gumilar dan Ujang Subhan
Universitas Padjadjaran

Abstrak
Akuaponik adalah konsep pengembangan bio-integrated farming system, yaitu suatu rangkaian
teknologi yang memadukan antara teknik budidaya perikanan dan teknik pertanian hidroponik. Air dari proses
budidaya ikan yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan tanaman akan digunakan kembali sebagai sumber air
pada proses budidaya ikan. Air tersebut mengandung banyak bahan organik sehingga perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kualitas air budidaya. Karbon merupakan penyusun utama bahan organik. Bahan organik tersebut
dapat diukur menggunakan pendekatan uji karbon organik total. Penelitian ini dilakukan di Greenhouse,
Komplek Kolam Percobaan Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran,
Jatinangor selama empat minggu. Percobaan dilakukan untuk menetapkan efisiensi media tanam terbaik dalam
menurunkan konsentrasi karbon organik total di media air budidaya dan membuat pertumbuhan tanaman selada
lebih baik. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri
dari empat perlakuan dan empat kelompok. Media tanam yang diuji adalah batu apung dan arang sekam dengan
perbandingan 3:1, batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 1:3, seluruhnya batu apung, serta
seluruhnya arang sekam. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-0, 1, 2, 3 dan 4 selama empat minggu.
Parameter yang diamati meliputi konsentrasi karbon organik total, amonia total, oksigen terlarut, pH, suhu,
tinggi tanaman dan bobotnya, serta panjang ikan dan bobotnya. Hasil penelitian disimpulkan bahwa media
tanam seluruhnya arang sekam memberikan hasil penurunan karbon organik total yang lebih baik dibandingkan
seluruhnya batu apung hingga minggu kedua penelitian dan media tanam ini perlu diganti setiap dua atau tiga
minggu sekali sejak penyemaian untuk mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi. Media tanam
seluruhnya arang sekam memberikan pertambahan tinggi dan bobot selada terbaik yaitu masing-masing sebesar
18,6 cm dan 115,2 gram.

Kata kunci:Amonia, ikan, karbon, media tanam.

Abstract
Aquaponic is the concept of the development of the bio-integrated farming systems, which is a series of
technology that combines the techniques of aquaculture and hydroponics farming techniques. The water from
the fish farming process that goes into a container of plant maintenance will be reused as water sources in the
process of fish farming. The water contains a lot of organic material so that it should be observe in the
management of aquaculture water quality. Carbon is the main constituent of organic materials. The organic
material can be measured by using total organic carbon test method. This research was conducted in a
Greenhouse at the Outdoor Experimental Ponds Ciparanje, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University
of Padjadjaran, Jatinangor for four weeks. An experiment was conducted to determine the best growing media
efficiency in lowering the total organic carbon concentrations in aquatic media of the cultivation and make the
growth of lettuce plant more better. Methods used is a experimental methods with a randomized block design
that consists of four experimental groups and four control groups. The growing medium being tested is a pumice
stone and husk charcoal 3:1 by comparison, pumice stone and husk charcoal 1:3 by comparison, pumice only
and husk charcoal only. The observation is done at week 0, 1, 2, 3 and 4 for four weeks. The observed
parameters includes total of organic carbon concentrations, total of ammonia, dissolved oxygen, pH,
temperature, plant height and weight, and the length and weight of the fish. Results of the study was concluded
that the growing medium of husk charcoal only shows a decrease in the total organic carbon better than pumice
stone only , until the second week of the research. These growing media need to be replaced every two or three
weeks from the first seeding to obtain high crop productivity. The growing medium of husk charcoal only shows
increase in height and weight of the lettuce which is 18.6 cm and 115.2 gr.

Keywords: Ammonia, carbon, fish, planting media.

35
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

PENDAHULUAN Nutrien tersebut merupakan bahan


Budidaya ikan adalah berbagai cara organik yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan ikan dengan tujuan untuk pengelolaan kualitas air budidaya (Effendi
memperbanyak dan memperoleh keuntungan 2003). Tingginya bahan organik dalam media
secara ekonomi (Rukmana 1997). Ikan nila air budidaya dapat menjadi sumber penyakit
termasuk komoditas unggulan dan sering yang akan berpengaruh terhadap kesehatan
dibudidayakan oleh masyarakat. Produksi ikan ikan yang dibudidaya. Menurut Afrianto dkk.
nila dari Tahun 2010 hingga Tahun 2013 (2015) bahwa bakteri patogen hidup di bahan
mengalami peningkatan yang cukup signifikan organik yang telah mati seperti tanaman,
dengan rata-rata kenaikan 34,85% (Direktorat hewan, dan kotoran (feses) seperti Aeromonas
Jenderal Perikanan Budidaya 2014). Masalah hydrophilia, Pseudomonas dan Vibrio serta
yang sering dihadapi pembudidaya adalah populasinya akan meningkat jika konsentrasi
terbatasnya lahan budidaya dan terus bahan organik di media budidaya meningkat.
bertambahnya jumlah penduduk sehingga Bahan organik ini selanjutnya akan dirombak
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proses oksidasi secara aerob maupun
akan ikan. anaerob. Produk akhir dari dekomposisi atau
Dengan semakin bertambahnya oksidasi bahan organik pada kondisi aerob
jumlah penduduk dan keterbatasan lahan adalah senyawa-senyawa stabil; sedangkan
budidaya maka dibutuhkan suatu teknologi produk akhir dari dekomposisi pada kondisi
budidaya ikan pada lahan yang terbatas dan anaerob selain karbondioksida dan air juga
produktivitas tinggi untuk memenuhi berupa senyawa-senyawa yang tidak stabil dan
kebutuhan pangan (Gusrina 2008). Salah satu bersifat toksik seperti amonia, metana dan
solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi hidrogen sulfida (Effendi 2003). Kondisi ini
masalah tersebut adalah melakukan budidaya dapat menyebabkan kandungan oksigen
ikan dengan sistem akuaponik. terlarut dalam air media budidaya menurun
Teknologi akuaponik merupakan secara drastis karena digunakan untuk
gabungan teknologi akuakultur dengan mendekomposisi bahan organik sehingga perlu
teknologi hidroponik dalam satu sistem untuk dilakukan pencegahan. Dengan
mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai mengintegrasikan tanaman dengan kolam
media pemeliharaan. Prinsip dasar yang pemeliharaan ikan dapat mengurangi
bermanfaat bagi budidaya perairan adalah sisa kandungan bahan organik. Mikroba
pakan dan kotoran ikan yang berpotensi pendekomposisi bahan organik dapat
memperburuk kualitas air, akan dimanfaatkan menjadikan media tanam tempat tumbuhnya
sebagai pupuk bagi tanaman air (Nugraha tanaman sebagai substrat media hidupnya.
2012). Penentuan masing-masing bahan
Ikanmerupakan salah satu organik tersebut cukup sulit karena sangat
jenisorganisme air sumber pangan kompleks. Oleh karena itu ditentukan
bagimanusia yang banyak kandungan bahan organik menggunakan
mengandungprotein. Agar dapat metode uji Karbon Organik Total karena
dibudidayakandalam waktu yang relatif tidak penyusun utama dari bahan organik adalah
terlalulama maka dalam karbon selain itu karbon merupakan
prosespembudidayaannya selainmenggunakan elemen/unsur yang melimpah pada semua
pakan alami jugamemberikan pakan buatan. makhluk hidup. Pada penentuan nilai KOT,
Pakanbuatan yang diberikan pada ikanharus bahan organik dioksidasi menjadi
mengandung zat gizi yangsesuai dengan karbondioksida yang diukur dengan non-
kebutuhan ikantersebut. Saat ini dengan dispersive infrared analyzer. Pengukuran KOT
semakinmeningkatnya ilmu relatif lebih cepat daripada pengukuran BOD
pengetahuantentang nutrisi ikan maka dan COD (Effendi 2003). Agar keberadaan
pabrikpakan buatan ikan menyusunformulasi bahan organik dalam kolam budidaya ikan
pakan sesuai dengankebutuhan gizi setiap jenis tidak melebihi ambang batas maka perlu
ikan yangakan dibudidayakan. Nutrien yang diketahui media tanam yang tepat untuk
harus terdapat pada pakan ikan yaitu protein, mengurangi bahan organik. Media tanam yang
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dapat digunakan yaitu arang sekam dan batu
(Gusrina 2008). apung.

36
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

Arang sekam merupakan media yang


baik dalam mengikat larutan nutrisi sehingga Prosedur Penelitian
berpengaruh pada ketersediaan hara dalam Metode penelitian yang digunakan
media. Ketersediaan hara yang rendah akan adalah metode eksperimental yaitu melakukan
menghambat proses fisiologis tanaman (Junita uji coba penggunaan dua media tanam dengan
dkk. 2002) sedangkan media tanam batu apung
perlakuan yang berbeda. Perlakuan terdiri dari
dapat memengaruhi proses nitrifikasi karena
bakteri nitrifikasi menggunakannya sebagai empat perlakuan dengan empat kali ulangan
substrat untuk tempat hidupnya (Rakocy et al. (Lampiran 4). Rancangan percobaan yang
2005). Merujuk pada hal tersebut maka perlu digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
dilakukan studi tentang peran media tanam (RAK). Perlakuan yang digunakan meliputi:
dalam penurunan karbon organik total pada Perlakuan A: batu apung dan arang sekam
sistem akuaponik. dengan perbandingan 3:1
Penelitian ini bertujuan untuk
Perlakuan B: batu apung dan arang sekam
menetapkan media tanam terbaik dalam
menurunkan konsentrasi karbon organik total dengan perbandingan 1:3
di media air budidaya dan untuk mendapatkan Perlakuan C: seluruhnya batu apung
pertumbuhan tanaman selada yang lebih baik. Perlakuan D: seluruhnya arang sekam
Prosedur penelitian dibagi menjadi
BAHAN DAN METODE tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap
Waktu dan Tempat pelaksanaan dan tahap pengamatan. Tahap
Penelitian ini dilaksanakan pada persiapan meliputi persiapan wadah tanam,
tanggal 8 Mei 2017 sampai dengan 5 Juni pembuatan rangka, penebaran ikan dan
2017 selama 28 hari, bertempat di Greenhouse penyemaian tanaman uji. Persiapan wadah
Komplek Kolam Percobaan Ciparanje, tanam yaitu pipa dengan diameter 4 inch dan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan panjang 4 meter diberi lubang sebagai tempat
Universitas Padjadjaran, Jatinangor. meletakkan wadah tanam sepanjang pipa
Penelitian dilakukan secara insitu dan sebanyak 19 lubang. Jarak antar lubang
exsitu. Secara insitu dilakukan di greenhouse sepanjang 20 cm sedangkan diameter lubang
yaitu pengukuran kualitas air media budidaya tanamnya adalah 7,5 cm. Pembuatan rangka
sistem akuaponik berupa suhu, oksigen terlarut yaitu besi siku dipotong-potong menggunakan
(DO), dan pH serta pengamatan ikan berupa hingga membentuk rangka persegi panjang
bobot dan panjang tubuh sedangkan tanaman dengan panjang 3 meter, lebar 1 meter, dan
selada diukur tinggi dan bobotnya. Secara tinggi 2 meter. ikan nila yang telah
exsitu berupa pengamatan kandungan amonia dipersiapkan di aklimatisasi dahulu dalam bak
dan karbon organik terlarut pada sampel air pemeliharaan agar ikan dapat menyesuaikan
yang dilakukan di Pusat Penelitian dan dengan kondisi air yang ada. Jika rangka telah
Pengembangan Sumberdaya Alam dan siap maka tinggal dilakukan penyemaian
Lingkungan (PPSDAL LPPM UNPAD). selada selama tujuh hari sebelum penelitian
dilakukan.
Alat dan Bahan Tahap pelaksanaan meliputi
Alat yang digunakan dalam penelitian penanaman tanaman uji, penyatuan rangka
ini adalah sebagai berikut: bak fiber, pompa dengan bak, pemeliharaan dan pengecekan.
air, aerator, gelas plastik, penggaris, DO Penanaman tanaman uji yaitu memindahkan
meter, pH meter, spektrofotometer, KOT tanaman hasil penyemaian berumur 7 hari
meter, termometer, coolbox, pipa dan kedalam wadah tanam pada pipa pemelihara
timbangan. tanaman. Penyatuan rangka dengan bak yaitu
Bahan yang digunakan selama bak pemeliharaan ikan disatukan dengan pipa
penelitian adalah tanaman selada berumur pemelihara tanaman yang telah ditanam
tujuh hari, arang sekam, batu apung, rockwool, selada. Pemeliharaan dilakukan selama 28 hari
ikan nila berukuran 3-5 cm dengan padat tebar sedangkan jika ada ikan atau tanaman yang
133 ekor sesuai SNI 01-6139-1999 dan pakan mati langsung diganti dengan ikan atau
yang diberikan sebanyak 4% dari biomassa tanaman stok.
selama 2 kali sehari.

37
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

Tahap pengamatan meliputi kualitas Karbon Organik Total (KOT)


air, tanaman dan ikan. Pengamatan kualitas air merupakan bentuk karbon organik yang
dilakukan satu minggu sekali untuk berasal dari tumbuhan atau biota akuatik, baik
mengetahui pengaruh perbedaan media tanam yang hidup atau mati dan menjadi detritus;
terhadap kandungan Karbon Organik Total. maupun karbon yang terdapat pada bahan
Adapun parameter kualitas air yang diamati organik yang berasal dari limbah industri dan
yaitu pH, suhu, oksigen terlarut, amonia dan domestik (Effendi 2003). Berdasarkan hasil
karbon organik total. Sampel air pada pipa pengukuran konsentrasi KOT yang diperoleh
penyalur air di rangka penyangga tanaman berkisar antara 2,7 – 14,7 mg/L.
diambil dari keran yang terdapat di ujung- Karbon Organik Total ini
ujung outletnya. Parameter pH, suhu dan menggambarkan konsentrasi bahan organik
oksigen terlarut diukur langsung di tempat dalam perairan dan mikroba memanfaatkannya
penelitian menggunakan pH meter, sebagai sumber bahan makanan dari suatu
termometer dan DO meter sedangkan amonia rangkaian reaksi biokimia yang kompleks pada
dan total organik karbon diuji di laboratorium proses dekomposisis bahan organik (Effendi
menggunakan spektrofotometer dan KOT 2003). Konsentrasi KOT pada seluruh
meter. perlakuan mengalami penurunan dari minggu
Pengamatan terhadap tanaman ke-0 hingga minggu ke-2 kemudian meningkat
dilakukan setiap satu minggu sekali dengan kembali dari minggu ke-2 ke minggu ke-4
mengukur tinggi dan bobot tanaman. Tinggi (Gambar 1). Pada minggu ke-4, konsentrasi
tanaman diukur menggunakan penggaris tertinggi diperoleh pada perlakuan D sekam
dengan cara menegakkan posisi tanaman sedangkan pada konsentrasi terendah
kemudian diukur dari permukaan media tanam diperoleh pada perlakuan C. Konsentrasi KOT
hingga ujung daun sedangkan bobot tanaman pada perlakuan A dan perlakuan B memiliki
diukur dengan menimbang seluruh tanaman nilai yang tidak jauh berbeda yaitu masing-
dari setiap perlakuan. Penimbangan bobot masing sebesar 10,3 mg/L dan 10,4 mg/L.
tanaman hanya dilakukan di awal penelitian Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
sebelum tanaman dipindahkan ke sistem semakin banyak komposisi arang sekam dalam
akuaponik dan di akhir penelitian saat media tanam maka konsentrasi KOT yang
pemanenan. diperoleh semakin tinggi sedangkan semakin
Ikan diamati selama penelitian dengan banyak komposisi batu apung dalam media
mengukur panjang total dan menimbang bobot tanam maka konsentrasi KOT yang diperoleh
ikan. Pengamatan dilakukan setiap satu lebih rendah.Konsentrasi KOT selama
minggu sekali. Pengukuran panjang dilakukan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
dengan menggunakan penggaris sedangkan Berdasarkan hasil analisis statistik
penimbangan bobot ikan digunakan timbangan menggunakan uji BNJ dengan taraf 5%
analitis. memperlihatkan bahwa penggunaan
Data yang didapat dari hasil penelitian seluruhnya arang sekam sebagai media tanam
kemudian diolah dalam tabel analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(ANOVA) dan diuji dengan uji F pada taraf terhadap penurunan KOT dibandingkan ketiga
kepercayaan 95%. Hasil uji F yang berbeda perlakuan lainnya, kemudian penggunaan batu
nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Beda apung dan arang sekam dengan perbandingan
Nyata Jujur (BNJ). Data hasil perhitungan 3:1, batu apung dan arang sekam dengan
kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan perbandingan 1:3 serta seluruhnya batu apung
tabel. sebagai media tanam memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata terhadap penurunan
HASIL DAN PEMBAHASAN KOT (Tabel 1). Penurunan KOT pada setiap
perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Karbon Organik Total

38
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

16,0
Konsentrasi KOT (mg/L) 14,0

12,0

10,0

8,0 Perlakuan A
Perlakuan B
6,0
Perlakuan C
4,0 Perlakuan D
2,0

0,0
0 1 2 3 4
Waktu Pengamatan (Minggu ke-)

Gambar 1. Konsentrasi KOT Selama Penelitian

Tabel1. Penurunan KOT Setiap Perlakuan


Perlakuan KOT (mg/L)
A (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 3:1) 0,9 ± 0,97 b
B (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 1:3) 0,8 ± 0,29 b
C (seluruhnya batu apung) 1,4 ± 0,50 b
D (seluruhnya arang sekam) -3,5 ± 0,33 a
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada
taraf kepercayaan 95%

Pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa batu apung sebagai tempat hidupnya.


penggunaan media tanam seluruhnya batu Sedangkan rendahnya penurunan KOT pada
apung menghasilkan penurunan KOT tertinggi perlakuan seluruhnya arang sekam disebabkan
dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar tingginya konsentrasi karbon pada arang
1,4 mg/L sedangkan perolehan penurunan sekam selain itu banyaknya arang sekam yang
KOT terendah terdapat pada penggunaan luruh kedalam wadah pemeliharaan tanaman
media tanam seluruhnya arang sekam yaitu turut menambah konsentrasi KOT.
sebesar -3,5 mg/L. Pada perlakuan media Media tanam batu apung dapat
tanam batu apung dan arang sekam dengan memengaruhi proses nitrifikasi karena bakteri
perbandingan 3:1 serta batu apung dan arang nitrifikasi menggunakannya sebagai substrat
sekam dengan perbandingan 1:3 menghasilkan untuk tempat hidupnya (Rakocy et al. 2005).
penurunan KOT yang tidak berbeda jauh yaitu Dari hasil penelitian Agustin dkk. (2014)
masing-masing sebesar 0,9 mg/L dan 0,8 menyatakan arang sekam mengandung
mg/L. Nilai penurunan yang ditampilkan pada konsentrasi karbon yang tinggi karena arang
Tabel 1 merupakan hasil pengurangan sekam padi sudah melalui hasil pembakaran.
konsentrasi awal dengan konsentrasi akhir.
Nilai negatif yang diperoleh pada perlakuan D Amonia Total
menandakan bahwa konsentrasi awal lebih Amonia yang terukur di perairan
besar dari konsentrasi akhir. berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia
Tingginya penurunan KOT pada bebas (NH3) yang tidak terionisasi (unionized)
perlakuan seluruhnya batu apung disebabkan bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Di
mikroba yang berperan dalam perairan alami, pada suhu dan tekanan normal
mendekomposisi bahan organik menggunakan amonia berada dalam bentuk gas dan
39
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

membentuk kesetimbangan dengan gas konsentrasi amonia total dari minggu ke-0
amonium. Kesetimbangan antara gas amonia hingga minggu ke-2 belum stabil namun dari
dan gas amonium ditunjukkan dalam minggu ke-3 hingga minggu ke-4 konsentrasi
persamaan reaksi berikut (Effendi 2003): amonia mulai stabil karena memiliki nilai
NH3 + H2O ⇆ NH4+ + OH- yang tidak berbeda jauh pada masing-masing
Amonia bebas tidak dapat terionisasi, perlakuan.
sedangkan amonium (NH4+) dapat terionisasi.
Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
(unionized) bersifat toksik terhadap organisme Oksigen merupakan salah satu faktor
akuatik. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat pembatas, sehingga bila ketersediannya di
menjadi indikasi adanya pencemaran bahan dalam air tidak mencukup kebutuhan biota
organik yang berasal dari limbah domestik, budidaya, maka segala aktivitas biota akan
industri, dan limpasan (run-off) pupuk terhambat (Kordi dan Tancung). Konsentrasi
pertanian (Effendi 2003). oksigen terlarut selama penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.
0,06
Amonia Total

6,0
Konsentrasi

0,04 Perlakuan

Konsentrasi Oksigen
Perlakuan
(mg/L)

A 5,5

Terlarut (mg/L)
A
0,02
Perlakuan 5,0 Perlakuan
0,00 B B
4,5
01234 Perlakuan Perlakuan
4,0
C C
Waktu Pengamatan (Minggu ke-) 0 1 2 3 4
Perlakuan
Gambar 2. Konsentrasi Amonia Total Waktu Pengamatan (Minggu ke-) D
Selama Periode Pengamatan
Gambar 3. Konsentrasi Oksigen Terlarut
Konsentrasi amonia total yang Selama Periode Pengamatan
diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara
0,01 – 0,06 mg/L dengan konsentrasi terendah Konsentrasi oksigen terlarut yang
pada perlakuan C di minggu ke-4 sedangkan diperoleh selama penelitian berkisar antara 4,8
konsentrasi tertinggi diperoleh pada perlakuan – 5,7 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut
B di minggu ke-2. Konsentrasi amonia total selama penelitian masih dalam kisaran yang
selama penelitian disajikan pada Gambar 2. memenuhi kebutuhan oksigen terlarut ikan
Pada minggu ke-0 hingga minggu nila. Menurut SNI 01-6138-1999, kandungan
pertama terjadi peningkatan konsentrasi oksigen terlarut yang dibutuhkan ikan nila
amonia total di seluruh perlakuan. Perlakuan A minimal sebesar 5 mg/L.
dan B mengalami peningkatan yang lebih
tinggi dari perlakuan C dan D. Pada minggu Derajat Keasaman (pH)
ke-1 hingga minggu ke-2 perlakuan B, C dan Nilai pH menyatakan konsentrasi ion
D mengalami peningkatan konsentrasi amonia hidrogen (H+) dalam larutan mencirikan
total sedangkan perlakuan A mengalami keseimbangan antara asam dan basa dalam air.
penurunan. Pada minggu ke-2 hingga minggu Ion hidrogen (H+) adalah jumlah ion hidrogen
konsentrasi amonia total di perlakuan B, C dan dalam mol per liter larutan. Kemampuan air
D mengalami penurunan sedangkan di untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion
perlakuan A mengalami sedikit kenaikan. Dari hidrogen akan menunjukkan apakah larutan
minggu ke-3 hingga minggu ke-4 seluruh tersebut bersifat asam atau basa. Dalam air
perlakuan mengalami penurunan. Seluruh yang bersih, jumlah konsentrasi ion H+ dan
media tanam pada masing-masing perlakuan OH-berada dalam keseimbangan atau dikenal
memiliki kemampuan menurunkan konsentrasi dengan pH = 7 (Indriyanto dan Saepullah
amonia total sehingga dapat digunakan sebagai 2015). Nilai pH yang diperoleh selama
media tanam dalam sistem akuaponik. penelitian berkisar antara 6,5 – 8,2 dengan
Berdasarkan hasil pengukuran terlihat bahwa nilai pH terendah terdapat pada seluruh
perlakuan di minggu ke-0 sedangkan nilai pH
40
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

tertinggi terdapat pada perlakuan A di minggu konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan
ke-2. selera makan berkurang. Usaha budidaya
Nilai pH dari minggu ke-0 hingga perairan akan berhasil baik dengan pH 6,5-9,0
minggu ke-2 terus meningkat pada seluruh dan kisaran optimal adalah pH 7,5-8,7
perlakuan. Semakin tinggi konsentrasi ion (Indriyanto dan Saepullah 2015).
hidrogen (H+) maka semakin masam media
tanam tersebut demikian sebaliknya. Jika Suhu
konsentrasi ion H+ sama dengan konsentrasi Suhu merupakan faktor fisik yang
ion OH- maka media tanam tersebut memiliki sangat penting dalam kualitas air, karena
pH yang netral. bersama-sama dengan zat/unsur yang
terkandung didalamnya akan menentukan
10,0 massa jenis air, dan bersama-sama dengan
Perlakuan tekanan dapat digunakan untuk menentukan
8,0
Nilai pH

A
6,0 densitas air (Indriyanto dan Saepullah 2015).
4,0 Perlakuan Berdasarkan pengukuran secara insitu, suhu
B yang diperoleh berkisar antara 21,3 – 26,5 oC
2,0
0,0 Perlakuan (Gambar 13) dengan suhu terendah diperoleh
C pada perlakuan A di minggu ke-3 sebesar 21,3
0 1 2 3 4 o
Perlakuan C sedangkan suhu tertinggi diperoleh pada
Waktu Pengamatan (Minggu ke-) D perlakuan B di minggu ke-1 sebesar 26,5 oC.
Nilai suhu yang diperoleh dari setiap
Gambar 4. Nilai pH Selama Periode pengukurannya memiliki nilai yang tidak jauh
Pengamatan berbeda pada masing-masing perlakuan.
Kisaran suhu yang optimal untuk
Meningkatnya nilai pH juga dapat pemeliharaan ikan nila sesuai dengan SNI 01-
disebabkan oleh konsentrasi karbondioksida 6138-1999 adalah antara 25 oC – 30 oC.
dalam perairan. Perairan dengan segala Terjadi kenaikan suhu dari minggu ke-
aktivitas fotosintesis dan respirasi organisem 0 hingga minggu ke-1. Hal ini disebabkan
yang hidup di dalamnya membentuk reaksi intensitas cahaya matahari yang tinggi.
berantai karbonat-karbonat sebagai berikut Kenaikan suhu tidak sampai 10 oC sehingga
(Kordi dan Tancung 2007): masih aman untuk ikan yang dipelihara.
Effendi (2003) menyatakan peningkatan suhu
CO2+ H2O ⇆ H2CO3⇆ H++ HCO3⇆ 2H++ perairan sebesar 10 oC akan menyebabkan
CO32- terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat. Jika
Semakin banyak CO2 yang dihasilkan terjadi peningkatan suhu maka akan
dari hasil respirasi, reaksi bergerak ke kanan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dan
dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang pada batas tertentu tidak dapat memenuhi
menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme
terjadi dengan aktivitas fotosintesis yang serta respirasi. Selain itu adanya peningkatan
membutuhkan banyak ion CO2, menyebabkan suhu pun dapat menyebabkan terjadinya
pH air naik (Kordi dan Tancung 2007).Nilai peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
pH selama penelitian dapat dilihat pada mikroba.
Gambar 4. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3 terjadi
Pada minggu ke-2 hingga minggu ke-3 penurunan suhu air. Hal ini disebabkan ketika
nilai pH cenderung stabil di seluruh perlakuan penelitian berlangsung sedang terjadi musim
dan tidak terjadi kenaikan maupun penurunan hujan. Suhu air pada suatu perairan dapat
yang signifikan. Pada minggu ke-3 hingga dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
minggu ke-4 terdapat penurunan nilai pH yang ketinggian dari permukaan laut (altitude),
terjadi di seluruh perlakuan (Gambar 4). waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran
Perairan asam akan kurang produktif dan dan kedalaman air (Gusrina 2008). Nilai suhu
dapat membunuh organisme akuatik. Pada pH selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
rendah (keasaman tinggi), kandungan oksigen
terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya
41
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

30,0 sebesar 23,2 cm sedangkan tinggi tanaman


Nilai Suhu (oC) Perlakuan terendah diperoleh pada perlakuan C sebesar
20,0 A 18,1 cm. Pada Gambar 6 terlihat bahwa
Perlakuan semakin banyak komposisi arang sekam dalam
10,0 B perlakuan maka tinggi tanaman yang diperoleh
Perlakuan semakin tinggi. Tingginya tanaman selada
0,0 pada perlakuan D dengan media tanam
C
0 1 2 3 4 seluruhnya arang sekam disebabkan arang
Perlakuan
D
sekam memiliki kemampuan yang baik dalam
Waktu Pengamatan (Minggu ke-)
mengikat unsur hara sehingga mendukung
pertumbuhan tanaman.
Gambar 5. Nilai Suhu Selama Periode Arang sekam merupakan media yang baik
Pengamatan dalam mengikat larutan nutrisi sehingga
berpengaruh pada ketersediaan hara dalam
Pada minggu ke-3 hingga minggu ke-4 media (Junita dkk. 2002). Hara dan air
suhu meningkat kembali namun tidak terlalu memegang peranan penting dalam
signifikan. Kenaikan suhu ini dapat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
memengaruhi kecepatan pertumbuhan maupun Salah satu fungsi dari kedua bahan ini adalah
sifat dan struktur tanaman selain itu dapat sebagai bahan pembanguntubuh makhluk
berpengaruh terhadap laju serapan hara. hidup. Bahan baku pada proses fotosintesis
Dimana laju serapan hara akan meningkat adalah hara dan air yang nantinya akan diubah
seiring peningkatan suhu selain itu enzim- tanaman menjadi makanan. Tanpa kedua
enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis bahan ini pertumbuhan tidak akan
hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. berlangsung. Hara dan air umumnya diambil
Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring tanaman dari dalam tanah dalam bentuk ion
dengan meningkatnya suhu hingga batas (Hanum 2008). Rosliani dkk. (2014)
toleransi enzim. Energi dari hasil fotosintesis menyatakan media tumbuh dengan porositas
akan digunakan untuk menjalankan proses yang tinggi seperti arang sekam dapat
respirasi (Hanum 2008). mempermudah perkecambahan biji. Semakin
tinggi porositas media tanam maka semakin
Tinggi Tanaman tinggi daya tumbuh tanaman.
Pertumbuhan merupakan hasil Semakin tinggi tanaman maka pertumbuhan
interaksi antara faktor dalam dan luar serta dan perkembangan tanaman pun akan semakin
merupakan proses yang irreversibel artinya baik karena semakin tinggi tanaman maka
tidak dapat balik (Hanum 2008). Tinggi semakin banyak pula daun yang terbentuk.
tanaman pada masing-masing perlakuan terus Pada daun tersebut terjadi proses fotosintesis
bertambah setiap minggunya. Kisaran tinggi dimana hasil fotosintesisnya akan
tanaman dari minggu ke-1 sampai minggu ke- dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya.
4 adalah 8,5 – 23,2 cm di seluruh perlakuan. Pertumbuhan tinggi tanaman selama penelitian
Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan D dapat dilihat pada Gambar 6.

Tabel 2. Pertambahan Tinggi Selada Setiap Perlakuan


Perlakuan Tinggi Selada (cm)
A (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 3:1) 16,7 ± 0,81 a
B (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 1:3) 16,6 ± 2,85 a
C (seluruhnya batu apung) 13,6 ± 1,57 a
D (seluruhnya arang sekam) 18,6 ± 1,07 b
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf
kepercayaan 95%

42
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

25,0 Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa


Tinggi Tanaman Perlakuan penggunaan media tanam seluruhnya arang
20,0
Selada (cm) A sekam menghasilkan pertambahan tinggi
15,0
Perlakuan tanaman tertinggi yaitu sebesar 18,6 cm
10,0
B sedangkan pertambahan tinggi terendah
5,0
Perlakuan diperoleh pada tanaman dengan media tanam
0,0
C seluruhnya batu apung yaitu sebesar 13,6 cm.
0 1 2 3 4 Tanaman selada pada media tanam batu apung
Perlakuan
D
dan arang sekam dengan perbandingan 3:1
Waktu Pengamatan (Minggu ke-) menghasilkan pertambahan tinggi tanaman
Gambar 6. Pertumbuhan Tinggi Tanaman selada yang tidak berbeda jauh dengan
Selama Periode Pengamatan tanaman pada media tanam batu apung dan
arang sekam dengan perbandingan 1:3 yaitu
Berdasarkan hasil analisis statistik masing-masing sebesar 16,7 cm dan 16,6 cm.
menggunakan uji BNJ dengan taraf 5%
memperlihatkan bahwa penggunaan Bobot Tanaman
seluruhnya arang sekam sebagai media tanam Bobot tanaman merupakan gabungan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata dari perkembangan dan pertambahan jaringan
terhadap pertambahan tinggi selada tanaman seperti jumlah daun, luas daun dan
dibandingkan ketiga perlakuan lainnya, tinggi tanaman yang dipengaruhi oleh kadar
kemudian penggunaan batu apung dan arang air dan kandungan unsur hara yang ada di
sekam dengan perbandingan 3:1, batu apung dalam sel-sel jaringan tanaman. Bobot
dan arang sekam dengan perbandingan 1:3 tanaman menjadi parameter pertumbuhan dan
serta seluruhnya batu apung sebagai media berperan dalam menentukan kualitas hasil
tanam memberikan pengaruh yang tidak secara ekonomis terutama pada produk
berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman sayuran seperti selada (Manuhuttu
selada (Tabel 2). Pertambahan tinggi tanaman dkk. 2014). Pertumbuhan bobot tanaman
selada disajikan pada Tabel 2. selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 7.

140,0
Bobot Tanaman Selada

120,0
100,0
80,0 Perlakuan A
(gram)

60,0
40,0 Perlakuan B
20,0 Perlakuan C
0,0 Perlakuan D
Awal Akhir
Waktu Pengamatan

Gambar 7. Pertumbuhan Bobot Tanaman Selama Periode Pengamatan

Tabel 3. Pertambahan Bobot Selada Setiap Perlakuan


Perlakuan Bobot Selada (gram)
A (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 3:1) 78,4 ± 17,19 b
B (batu apung dan arang sekam dengan perbandingan 1:3) 80,3 ± 25,22 b
C (seluruhnya batu apung) 44,2 ± 22,12 a
D (seluruhnya arang sekam) 115,2 ± 42,31 c
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada
taraf kepercayaan 95%
43
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

Berdasarkan hasil analisis statistik paling baik. Sedangkan pada media tanam
menggunakan uji BNJ dengan taraf 5% yang sedikit kandungan bahan organiknya
memperlihatkan bahwa penggunaan menghasilkan pertumbuhan tanaman selada
seluruhnya arang sekam sebagai media tanam yang paling rendah. Arang sekam merupakan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata media tanam yang mengandung bahan organik
terhadap bobot selada dibandingkan dengan tertinggi dibandingkan media tanam batu
ketiga perlakuan lainnya, kemudian apung. Nilai parameter kualitas air dan
penggunaan batu apung dan arang sekam pertumbuhan selada selama penelitian
dengan perbandingan 3:1 serta batu apung dan ditunjukkan pada Tabel 7.
arang sekam dengan perbandingan 1:3 sebagai Pada Tabel 4 terlihat bahwa
media tanam memberikan pengaruh yang tidak pertumbuhan tanaman selada terbaik diperoleh
berbeda nyata terhadap pertambahan bobot pada perlakuan dengan media tanam
selada. Pertambahan bobot selada setiap seluruhnya arang sekam. Namun penurunan
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. konsentrasi KOT yang diperoleh
Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa menghasilkan nilai yang paling rendah bahkan
penggunaan media tanam seluruhnya arang bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa
sekam menghasilkan pertambahan bobot konsentrasi KOT pada akhir penelitian lebih
selada terbesar dibandingkan perlakuan tinggi daripada konsentrasi pada awal
lainnya yaitu sebesar 115,2 gram sedangkan penelitian. Tingginya konsentrasi KOT
perolehan pertambahan bobot terkecil terdapat disebabkan banyaknya arang sekam yang
pada penggunaan media tanam seluruhnya luruh ke tempat pemeliharaan tanaman
batu apung yaitu sebesar 44,2 gram. Pada sehingga turut menambah konsentrasi KOT
perlakuan media tanam batu apung dan arang yang terukur. Perlakuan dengan media tanam
sekam dengan perbandingan 3:1 serta batu seluruhnya batu apung menghasilkan
apung dan arang sekam dengan perbandingan penurunan KOT paling tinggi dibandingkan
1:3 menghasilkan pertambahan bobot selada ketiga perlakuan lainnya namun pertumbuhan
yang tidak berbeda jauh yaitu masing-masing seladanya paling rendah. Pada perlakuan batu
sebesar 78,4 gram dan 80,3 gram. apung dan arang sekam dengan perbandingan
Berdasarkan hasil pengukuran 3:1 serta batu apung dan arang sekam dengan
memperlihatkan bahwa media tanam yang perbandingan 1:3 menghasilkan nilai
mengandung bahan organik tinggi penurunan KOT dan pertumbuhan selada yang
menghasilkan pertumbuhan tanaman selada tidak berbeda jauh.

Tabel 4. Nilai Parameter Kualitas Air dan Pertumbuhan Selada


Parameter Kualitas Air Parameter Pertumbuhan Tanaman
Perlakuan
KOT (mg/L) Tinggi Tanaman (cm) Bobot Tanaman (gram)
A 0,9 ± 0,97 16,7 ± 0,81 78,4 ± 17,19
B 0,8 ± 0,29 16,6 ± 2,85 80,3 ± 25,22
C 1,4 ± 0,5 13,6 ± 1,57 44,2 ± 22,12
D -3,5 ± 0,33 18,6 ± 1,07 115,2 ± 42,31

Selada dipanen pada usia tiga minggu selada yang baik. Maka perlakuan dengan
sejak penyemaian sehingga pada pemanenan media tanam seluruhnya arang sekam adalah
tersebut media tanam dapat dibongkar dan perlakuan terbaik jika dipanen sesuai dengan
diganti dengan media tanam baru. Dengan usia pemanenannya.
penggantian media tanam tersebut maka Pemanenan secara destruktif yaitu
konsentrasi KOT dapat ditekan agar tidak mengambil seluruh bagian tanaman (Gatari
meningkat kembali sehingga tidak dan Melati 2014). Arang sekam lebih mudah
menurunkan kualitas air media pemeliharaan terdekomposisi karena memiliki kandungan
ikan. Selain itu akan diperoleh pertumbuhan lignin yang rendah sehingga cepat membusuk
44
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

(Agustin dkk. 2014). Penggunaan arang sekam diambang batas toleransi ikan sehinga tidak
lebih dari satu kali periode tanam mengganggu pertumbuhannya.
dikhawatirkan dapat membawa penyakit yang Pertumbuhan terjadi apabila ada
bisa menular ke tanaman yang sama. Selain itu kelebihan energi bebas setelah energi yang
kemampuan higroskopisnya akan menurun tersedia dipakan untuk metabolisme standar,
akibat permukaannya tertutup oleh mineral, energi untuk proses pencernaan dan energi
sehingga tidak dapat menyerap hara secara untuk aktivitas (Gusrina 2008). Tingginya
optimal (Kholifah dkk. 2014). bahan organik dalam media air budidaya dapat
berpengaruh terhadap ikan yang dibudidaya
Panjang Tubuh Ikan karena ketika dirombak secara anaerob akan
Pertumbuhan dapat didefinisikan dihasilkan senyawa-senyawa yang tidak stabil
sebagai perubahan ukuran (panjang, berat) dan bersifat toksik seperti amonia, metana dan
ikan pada waktu tertentu atau perubahan kalori hidrogen sulfida (Effendi 2003).
yang tersimpan menjadi jaringan somatik dan
reproduksi (Wahyuningsih dan Barus Bobot Tubuh Ikan
2006).Ikan nila dalam sistem akuaponik Parameter lain yang diukur selain
tumbuh dengan baik karena bobot dan panjang panjang tubuh ikan nila adalah bobot tubuh.
tubuhnya terus meningkat di setiap Rata-rata bobot tubuh ikan nila selama
minggunya. Kisaran panjang tubuh ikan nila penelitian berkisar antara 5,8 – 8,6 gram
selama penelitian adalah 3,6 – 5,4 cm (Gambar (Gambar 8). Bobot ikan terus bertambah setiap
8). Panjang tubuh ikan yang terus bertambah minggunya. Hal ini menandakan bahwa ikan
setiap minggunya disebabkan adanya tumbuh baik dalam media pemeliharaan. Nilai
kelebihan energi dari pakan yang diberikan. panjang dan bobot tubuh ikan nila selama
Selain itu bahan organik yang terkandung penelitian ditunjukkan pada Gambar 8.
dalam air media pemeliharaan masih

10 8,6 10
7,8

Bobot Tubuh (gram)


Panjang Tubuh (cm)

9 7,2 9
8 6,4 8
7 5,8 5,4 7
6 4,4 4,8 6
5 3,6 4 5
4 4
3 3
2 2
1 1
0 0
0 1 2 3 4
Waktu Pengamatan (Minggu ke-)

Panjang Tubuh Ikan Bobot Tubuh Ikan

Gambar 8. Nilai Panjang dan Bobot Tubuh Ikan Nila Selama Penelitian

Faktor-faktor yang memengaruhi air sehingga konsentrasi karbon organik total


dalam pertumbuhan ikan adalah dari ikan itu dalam air dapat berubah. Konsentrasi oksigen
sendiri, lingkungan dan makanan yang terlarut dalam air media budidaya harus dijaga
diberikan. Pengaruh dari ikan berhubungan agar tetap mencukupi kebutuhan ikan yang
dengan kemampuan ikan untuk mencerna dipelihara. Pengaruh makanan yang diberikan
makanan dalam setiap tahap pertumbuhannya meliputi komposisi, formulasi, tipe makanan,
sedangkan pengaruh dari lingkungan meliputi bentuk makanan dan feedinglevel/tingkat
oksigen, suhu, dan amonia. Konsentrasi pemberian makan serta frekuensi pemberian
oksigen, suhu, dan amonia ini akan makan yang dalam hal ini memengaruhi
memengaruhi kandungan bahan organik dalam kemampuan ikan untuk mencerna dan

45
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

memanfaatkannya (Handajani dan Widodo lainnya. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi


2010). Putri dkk. (2012) menyatakan pakan oleh faktor internal dan eksternal.
yang bermutu baik dengan kandungan nutrisi Faktor internal yang memengaruhi
(protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan yaitu resistensi terhadap penyakit, pakan dan
mineral) dalam komposisi yang tepat dan umur. Faktor eksternal yang memengaruhi
seimbang dapat membuat ikan memanfaatkan yaitu padat tebar, penyakit serta kualitas air
pakan tersebut dengan baik. (Affandi 2002). Kualitas air merupakan aspek
Selain itu semakin bertambah bobot yang penting untuk diperhatikan karena
ikan maka semakin tinggi pula oksigen yang mengandung berbagai bahan kimia yang larut
dikonsumsi. Jika bobot ikan bertambah maka maupun dalam bentuk partikel sehingga dapat
sisa pakan dan kotoran yang dihasilkannya memengaruhi ikan yang sedang dibudidayakan
pun akan bertambah pula sehingga proses (Zonneveld dkk. 1991). Zonneveld dkk.
nitrifikasi akan meningkat. Bakteri nitrifikasi (1991) menyatakan organ yang terinfeksi
memerlukan oksigen untuk mengubah amonia jamur akan membentuk semacam kapas dan
menjadi nitrat. Oleh karena itu masa mengelilingi bagian tersebut. Erlania dkk.
pemeliharaan ikan selama empat minggu (2010) menyatakan faktor yang memengaruhi
merupakan masa optimum ikan untuk tumbuh kelangsungan hidup ikan yaitu kualitas benih
karena semakin lama dipelihara maka yang digunakan, transportasi dan penanganan
pertumbuhan ikan pun terus bertambah. Jika benih, kualitas lingkungan serta penyakit.
ikan dipelihara pada tempat yang sama maka Laju pertumbuhan spesifik ikan nila
pada usia tertentu ikan perlu disortasi selama penelitian sebesar 10% (Tabel 5). Pada
berdasarkan ukuran karena akan membatasi umumnya, ikan mengalami pertumbuhan
ruang gerak ikan sehingga dapat menghambat secara terus menerus sepanjang hidupnya.
pertumbuhannya. Pertumbuhan dalam individu ialah
Semakin tinggi padat tebar ikan maka pertumbuhan jaringan akibat dari pembelahan
mortalitasnya pun semakin tinggi akibat sel secara litosis. Hal ini terjadi apabila ada
berdesak-desakkan terutama saat berebut kelebihan input energi dan asam amino
makanan selain itu buangan metabolit dan sisa (protein) berasal dari makanan. Laju
pakan dalam sistem budidaya akan meningkat pertumbuhan ikan ini menunjukkan bahwa
(Nugroho et al. 2013). ikan dapat memanfaatkan nutrien yang
terdapat dalam pakan untuk diubah menjadi
Performa Ikan Nila daging dan digunakan sebagai sumber energi.
Performa pertumbuhan ikan nila dapat Variasi laju pertumbuhan ikan dipengaruhi
dilihat dari tingkat kelangsungan hidup dan faktor luar dan faktor dalam. Faktor-faktor ini
laju pertumbuhan spesifiknya. Pada akhir ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang
penelitian ikan yang mati berjumlah 18 ekor tidak. Faktor dalam umumnya adalah faktor
sedangkan bobot pada akhir penelitiannya yang sukar dikontrol, diantaranya ialah
adalah 6,9 gram. Performa ikan nila selama keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit.
penelitian disajikan pada Tabel 5. Sedangkan faktor luar yang utama
mempengaruhi pertumbuhan yaitu suhu air,
Tabel 5. Performa Ikan Nila kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas
Parameter Ikan Nila dan fotoperiod. Faktor-faktor tersebut
Survival rate (SR) (%) 77,4 berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama
Specific growth rate (SGR) 10% dengan faktor-faktor lainnya seperti kompetisi,
(%/hari) jumlah dan kualitas makanan, umur dan
tingkat kematian mempengaruhi laju
Pada Tabel 5 terlihat bahwa tingkat pertumbuhan ikan (Andriani dkk 2017).
kelangsungan hidup ikan nila yang dipelihara Berdasarkan hasil pengukuran, kualitas air
selama penelitian sebesar 77,4 %. Hal ini dalam sistem akuaponik di seluruh perlakuan
dapat dipengaruhi oleh ikan itu sendiri dan berada pada kisaran optimum ikan nila sebagai
kondisi lingkungannya. Penyakit yang ikan uji. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ikan
menjangkiti ikan yang mati selama penelitian yang terus meningkat setiap minggunya dan
adalah jamur. Jamur tersebut ada yang performa ikan nila yang diamati.
menutupi organ mata, sirip, dan bagian tubuh
46
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. IX No. 1 /Juni 2018 (35-48)

Hubungan KOT dan Amonia Total DAFTAR PUSTAKA


terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Ikan
Affandi, R. dan U.M. Tang. 2002. Fisiologi
Berdasarkan hasil pengukuran
Hewan Air. UNRI Press, Pekanbaru:
memperlihatkan bahwa konsentrasi KOT
217 hlm.
secara umum menurun dari minggu ke-0
hingga minggu ke-2 namun mengalami Afrianto, E., E. Liviawaty, Z. Jamaris, dan
peningkatan pada minggu ke-2 hingga minggu Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar
ke-4. Sedangkan hasil pengukuran amonia Swadaya, Jakarta: 220 hlm.
total pada minggu ke-0 hingga minggu ke-2 Agustin DA, M. Riniarti, Duryat. 2014.
konsentrasi amonia total mengalami kenaikan Pemanfaatan limbah serbuk gergaji dan
namun pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 arang sekam sebagai media sapih untuk
konsentrasi amonia total menurun. Hal ini cempaka kuning (Michelia champaca),
berbanding terbalik antara konsentrasi KOT Jurnal Sylva Lestari, 2 (3): 49-58.
yang terukur dengan amonia total. Adanya
perbedaan ini disebabkan konsentrasi KOT Andriani, Y., Y. Dahiyat, Z. Hasan, dan I.
yang terukur merupakan bahan organik yang Zidni. 2017. The effect of stocking
belum mengalami oksidasi berupa bahan density ratio of fish on water plant
organik terlarut atau partikulat. Sedangkan productivity in aquaponics culture
amonia total yang terukur merupakan hasil system, Jurnal Nusantara Bioscience, 9
dekomposisi bahan organik yang berasal dari (1): 31-35.
kotoran dan sisa pakan dari air media Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014.
pemeliharaan. Laporan Tahunan Direktorat Produksi
Tahun 2013. Kementrian Kelautan
Perikanan. Jakarta: 45 hlm.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: pengelolaan sumberdaya dan
1. Media tanam seluruhnya arang sekam lingkungan perairan. Kanisius,
memberikan hasil yang terbaik dalam Yogyakarta. 257 hlm.
mengurangi konsentrasi KOT hingga Erlania, Rusmaedi, A. B. Prasetio, dan J.
minggu ke-2 penelitian dan Haryadi. 2010. Dampak Manajemen
menghasilkan pertambahan tinggi Pakan Dari Kegiatan Budidaya Ikan
serta bobot terbaik yaitu masing- Nila (Oreochromis niloticus) Di
masing sebesar 18,6 cm dan 115,2 Keramba Jaring Apung Terhadap
gram dibandingkan menggunakan Kualitas Perairan Danau Maninjau.
media tanam batu apung dan arang Prosiding Forum Inovasi Teknologi
sekam dengan perbandingan 3:1. Akuakultur. 621 – 631.
Pertambahan tinggi dan bobot selada
pada perlakuan batu apung dan arang Gatari, D. D., dan M. Melati. 2014.
sekam dengan perbandingan 3:1 yaitu Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
masing-masing sebesar 16,7 cm dan Tempuyung (Sonchus arvensis L.)
78,4 gram. dengan Komposisi Media Tanam yang
2. Penggunaan media tanam seluruhnya Berbeda, Jurnal Hortikultura Indonesia,
batu apung kurang baik bagi 5 (1): 47-55.
pertumbuhan selada dan perlu Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Untuk SMK.
dikombinasikan dengan media tanam Direktorat Pembinaan Sekolah
yang bersifat organik seperti arang Menengah Kejuruan,Jakarta: 499 hlm.
sekam. Pertambahan tinggi dan bobot
selada pada media tanam seluruhnya Handajani, H. dan W. Widodo. 2010. Nutrisi
batu apung yaitu masing-masing Ikan. Malang: UMM Press.
sebesar 13,6 cm dan 44,2 gram. Handajani, E. P., Rakhmiati, dan Yatmin.
2008. Pengaruh Sumber Air Penyiraman
dan Frekuensi Penyemprotan Insektisida
Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan
47
Muhamad Rakhman Firdaus : Efektivitas Berbagai Media Tanam Untuk Mengurangi...

Timbal (Pb) Pada Tanaman Selada, Aquaculture Management and


Jurnal Tanah dan Lingkungan, 10 (2): Technology, 2 (3): 94 – 100.
66-71.
Putra, S., A. Arianto, E. Efendi, Q. Hasani,
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman dan H. Yulianto. Efektifitas Kijing Air
Jilid 1 Untuk SMK. Direktorat Tawar (Pilsbryoconcha Exilis) Sebagai
Pembinaan Sekolah Menengah Biofilter Dalam Sistem Resirkulasi
Kejuruan, Jakarta: 167 hlm. Terhadap Laju Penyerapan Amoniak
Dan Pertumbuhan Ikan Lele
Hasan, Z., Y. Dhahiyat, Y. Andriani, dan I.
Sangkuriang (Clarias Gariepinus).
Zidni. 2017. Water quality improvement
Jurnal Rekayasa dan Teknologi
of Nile tilapia and catfish polyculture
Budidaya Perairan, 4 (2): 498-506.
inaquaponics system, Jurnal Nusantara
Bioscience, 9 (1): 83-85. Putri, F. S., Z. Hasan, dan K. Haetami. 2012.
Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik
Indriyanto, F. R. dan Saepullah. 2015.
Pada Pelet yang Mengandung Kaliandra
Limnologi Ilmu tentang Perairan Darat.
(Calliandracalothyrsus) Terhadap
Untirta Press. Serang. 168 hlm.
Pertumbuhan Benih Ikan Nila
Junita, F., S. Muhartini dan D. Kastono. 2002. (Oreochromis niloticus). Jurnal
Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Perikanan dan Kelautan, 3 (4): 283-
Takaran Pupuk Kandang Terhadap 291.
Pertumbuhan dan Hasil Pakchoi. Jurnal
Rakocy J., R. L. Nelson, dan G.Wilson. 2005.
Ilmu Pertanian, 9 (1): 37-45.
Aquaponic is the Combination of
Kholifah, F., T. M. Onggo, dan W. Sutari. Aquaculture (Fish Farming) and
2014. Pengaruh berbagai komposisi Hydroponic (Growing Plants without
kompos dalam tiga jenis media Soil). Aquaponics Journal. 4 (1): 8-11.
pembibitan terhadap pertumbuhan bibit
Rosliani, R., Hilman, Y., Hidayat, I.M., dan
asparagus dalam polibeg. Jurnal
Sulastrini, I. 2014. Teknik Produksi
Kultivasi, 13 (1): 15-22.
Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji
Kordi, M. G. H. K., dan A. B. Tancung. 2007. (True Shallot Seed) Dengan Jenis Media
Pengeloaan Kualitas Air Dalam Tanam dan Dosis NPK yang Tepat di
Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Dataran Rendah. Jurnal Hortikulura. 24
Jakarta. 210 hlm. (3): 239-248.
Manuhuttu, A. P., H. Rehatta, dan J. J. G. Rukmana, R. 1997. Ikan Nila Budidaya dan
Kailola. 2014. Pengaruh Konsentrasi Aspek Agribisnis. Kanisius. Deresan,
Pupuk Hayati Bioboost Terhadap Yogyakarta, Indonesia: 84 hlm.
Peningkatan Produksi Tanaman Selada
SNI. 1999. Produksi Benih Ikan Nila Kelas
(Lactuca sativa. L). Jurnal Ilmu
Benih Sebar. Badan Standarisasi
Budidaya Tanaman, 3 (1): 18 - 27.
Nasional. Jakarta: 13 hlm.
Nugraha, R. A., L. T. Pambudi, D.
Wahyuningsih, H. dan T. A. Barus. 2006.
Chilmawati, dan A. H.C. Haditomo.
Buku Ajar Ikhtiologi. Sumatera Utara:
2012. Aplikasi Teknologi Aquaponic
112 hlm.
Pada Budidaya Ikan Air Tawar Untuk
Optimalisasi Kapasitas Produksi. Jurnal Yuningsih, H. D., P. Soedarsono, dan S.
Saintek Perikanan, 8 (1): 46-51. Anggoro. 2014. Hubungan Bahan
Organik Dengan Produktivitas Perairan
Nugroho, A., E. Arini, dan T. Elfitasari. 2013.
Pada Kawasan Tutupan Eceng Gondok,
Pengaruh Kepadatan Yang Berbeda
Perairan Terbuka Dan Keramba Jaring
Terhadap Kelulushidupan dan
Apung Di Rawa Pening Kabupaten
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
Semarang Jawa Tengah. Journal Of
niloticus) Pada Sistem Resirkulasi
Maquares, 3 (1): 37-43.
dengan Filter Arang. Journal of

48

Anda mungkin juga menyukai