Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya ikan dan udang secara intensif ialah kegiatan yang pemeliharaan ikan
dengan padat penebaran yang tinggi serta diikuti pemberian pakan buatan, sehingga
menimbulkan buangan limbah organik dan anorganik yang cukup besar. Hal ini merupakan
salah satu penyebab menurunnya kualitas air seperti penurunan pH , terbatasnya oksigen
terlarut, dan peningkatan bahan bahan organik sehingga akan berdampak pada pertumbuhan
dan kelangsungan hidup ikan.

Banyak jenis ikan dan udang yang sudah lama dibudidayakan.Usaha pemeliharaan ikan dan
udang makin berkembang dengan ditemukannya teknologi pemeliharaan secara intensif
dengan ciri penebaran benih yang tinggi serta pemberian pakan yang secara intensif.
Teknologi ini bertujuan untuk meningkatkan keuntungan dalam budidaya.

Perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan cara filterisasi baik secara mekanik, kimia daan
biologi. Namun salah satu sistem filterisasi yang digunakan yang baik tanpa efek samping
ialah filterisasi biologi atau dikenal Biofilter. Filter biologi yang digunakan dapat
menggunakan bahan organik dan anorganik seperti kerang, rumput laut, bakteri dan ikan jenis
tertentu seperti ikan bandeng (Chanos chanos), ikan belanak () dan ikan nila (Oreochromis
nilotica) (Gunanti dkk., 2013) untuk bahan organik sedangkan bahan annorganik biofilter
dapat menggunakan koral dan tanah. ( Puji., 2006).

Penyaring biologis ini memainkan peranan penting dalam mendaur ulang nutien,
mengkonversi partikel bahan organik hidup atau mati menjadi nutrien anorganik, merangsang
perkembangan fitoplankton, menstabilkan pH, menghilangkan senyawa amoniak dan nitrit
yang tidak toksik, meningkatkan oksigen dalam air serta mengurangi BOD (Biological
Oxygen Demand ) dan COD (Chemical Oxygen Demand).

1
1.2 Rumusan Masalah

Kegiatan budidaya ikan dan udang secara intensif akan menghasilkan limbah organik yang
besar sehingga berdampak pada penurunan kualitas air yang akan mengakibatkan penguunaan
air yang banyak agar kualitas air dapat terjaga. Untuk itu perlu adanya penghematan dengan
cara melakukan filterisasi biologi atau biofilter, karena organisme biofilter jenis tertentu ada
yang bersifat filter feeder yaitu memperoleh makanan dengan cara menyaring bahan organik
tersuspensi serta sedimen dalam air. Dari sifat tersebut penulis mencoba mendiskripsikan
bahan organik dan anorganik biofilter untuk mengetahui seberapa besar laju penyerapan
bahan-bahan organik serta efek terhadap pertumbuhan ikan dan udang.

1.3 Tujuan

Tujuan penulis membuat makalah ini adalah:

1. Menganalisa peran dari bahan-bahan biofilter baik bahan organik dan anorganik
sebagai filterisai biologi pada sistem budidaya ikan dan udang dalam kondisi
terkontrol.
2. Menentukan jenis bahan-bahan biofilter terbaik untuk diaplikasikan pada budidaya
baik ikan maupun udang.
3. Mengukur pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan dan udang serta bahan organik
biofilter.

1.4 Manfaat

Penulis makalah ini berharap bahwa hasil makalah ini dapat bermanfaat sebagai :

1. Rujukan sebagai tambahan ilmu dalam manajemen kualitas air


2. Bahan acuan dalam pengembangan penelitian tentang biofilter

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan air perairan untuk segala kegiatan usaha, dan sering timbulnya wabah penyakit
(udang), memaksa mengurangi pengunaan air luar sedikit mungkin. Salah satu usaha untuk
menjaga dan memperbaiki kualitas air, terutama untuk usaha budidaya adalah dengan sistem
resirkulasi / recycling. Sistem resirkulasi adalah merupakan suatu usaha mendaur ulang air
buangan, baik sebagian atau seluruhnya,sehingga air tersebut menjadi layak untuk digunakan
kembali dalam proses budidaya (Gunanti dkk,. 2013)

Menurut Gunanti dkk (2013) sistem resirkulasi untuk udang dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Sistem resirkulasi tertutup

Sistem ini sering dikenal sistem resirkulasi 100% dimana air yang diperoleh adalah 100%
hasil daur ulang dari air buangan.

2. Sistem resirkulasi semi tertutup

Sistem ini menggunakan air daur ulang sebesar kurang lebih 90% , dan sisanya masih
memperlukan penambahan air dari sumber air yang baik.

Gunanti dkk (2013) berpendapat bahwa sistem resirkulasi ini dapat diterapkan untuk budidaya
dengan sistem intensif dengan kondisi lingkungan seperti :

1. Perairan di sekitar budidaya perairan tersebut tercemar.


2. Sumber air terbatas
3. Kualitas air tidak stabil.
4. Lahan pyrite berat.
5. Menjaga kondisi perairan umum.

Secara keseluruhan dalam sistem resirkulasi memerlukan komponen seperti sumber air, kolam
karantina, kolam pengelolahan dengan filter biologis serta saluran pemasukan dan
pengeluaran. (Gunanti dkk ,. 2013)

3
2.1 Parameter Kualitas Air dan Pendugaan Pencemaran

Kualitas air memegang peranan utama dalam budidaya karena sangat berpengaruh dalam
kelangsungan hidup ikan, udang serta biota air lainya. Secara teknik air juga menjadi media
pakan alami pada proses pemeliharan seperti artemia yang membutuhkan kualitas air yang
bagus untuk mengembangbiakan organisme tersebut.

Menurut Wardoyo (1994) kualitas air bagi perikanan adalah sifat atau karakteristik fisika,
kimia dan biologi air yang berkesesuaian dan mendukung hidup dan kehidupan sumber daya
ikan ( semua jenis ikan dan organisme air), sedangkan pengelolaan kualitas air bagi perikanan
adalah upaya manusia untuk mengatur dan mengendalikan kualitas air agar layak bagi hidup
ikan dan kehidupan sumberdaya ikan serta mendukung kegiatan perikanan. Selanjutnya beliau
membuat parameter kualitas air yang sesuai keperluan budidaya

Tabel 1 Parameter Kualitas Air Bagi Keperluan Perikanan (Budidaya)

Status Parameter Fungsional


Kunci Penunjang Pelengkap
( Key Parameters) (Suplement (Suplement
Parameters) Parameters)
Parameter Pembatas Oksigen terlarut Senyawa beracun Logam berat
Parameter Suhu air Intensitas cahaya -
Pengendali
Masking Parameter * Salinitas pH, kecerahan, bahan Kekeruhan, DHL dan
organik alkalinitas
Derivatives Plankton, Benthos, Bakteri, amonia, Silikat, nitrit, fenol,
Parameter ** BOD dan TOM sulfida dan phospat biota hama/ parasit/
kompetitor
Sumber: Wardoyo (1994)

Catatan : * parameter yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh parameter lain

** parameter turunan dari parameter lainnya

Sedangkan menurut Hamsiah (2000) parameter penduga pencemaran yang sering digunakan
khususnya di perairan tambak ialah padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid / TSS),

4
oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO), bahan organik total (Total Organic Metter / TOM),
nitrogen serta bakteri.

2.1.1 Tersuspensi Total ( Total Suspended Solid / TSS)

Pencemaran dalam perairan secara fisik ialah pencemar tersuspensi dan terlarut dalam
perairan. Pencemaran tersuspensi dapat mengakibatkan kematian biota air jika kadarnya
berlebihan karena dapat mengganggu proses metabolisme.

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid / TSS) adalah bahan tersuspensi dan tidak
larut dalam air. Bahan ini hanya dapat disaring oleh kertas millpore dengan ukuran pori pori
0,45 m (Hariyadi, Suryadiputra, dan Widigdo ,. 1992). Padatan ini dapat menggangu proses
fotosintesa karena padatan ini mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Padatan
tersuspensi dalam air terdiri dari plankton, kotoran (berasal manusia dan hewan), lumpur, dan
limbah lainnya.

Kisaran kadar padatan tersuspensi yang layak bagi budidaya ikan dan udang baik untuk
pembenihan dan pemeliharan ada berbagai pendapat dari para ahli. Menurut Wardoyo (1994)
untuk pembenihan kadarnya 5 - 24 mg/l (optimum < 12,5 mg/l) dan pembesaran 25 – 40 mg/l
(optimum < 25mg/l). Sedangkan menurut Pescod (1973) dalam Backtiar (1994) kandungan
tersuspensi harus kurang dari 1000 mg/l. Menurut penelitian yang dilakukan NTAC (1968)
kandungan padatan tersuspensi berkisar kurang dari 400 mg/l).

2.1.2 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen / DO)

Oksigen terlarut merupakan unsur yang sangat vital dalam proses metabolisme ikan
khususnya dalam proses respirasi. Oksigen terlarut dalam air berasal dari proses difusi osigen
dari udara (atmosfir) ke dalam air dan merupakan hasil dari proses fotosintesa biota yang
mempunyai sel hijau daun (klorofil). Oksigen ini akan dikonsumsi oleh semua biota air, oleh
unsur dan senyawa yang bersifat reduktif serta terdifusi kembali ke udara. fungsi untuk
pengukuran oksigen terlarut ialah menera daya dukung perairan bagi biota air serta menerima
limbah bahan organik mudah terurai dan bersifat reduktif (Wardoyo,.1994).

5
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam budidaya adalah kelarutan oksigen dan sering
sebagai faktor pembatas utama bagi kehidupan biota. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh
suhu yang dimana semakin tinggi suhu di perairan semakin berkurang oksigen terlarut karena
sejalan dengan semakin cepatnya proses metabolisme organisme berlangsung. (Wheaton et
al,.1994)

Menurut Eckenfelder dan O`Connor (1961) peningkatan bahan organik dalam perairan akan
diikuti dengan peningkatan pemakaian oksigen oleh mikroorganisme, misal bakteri untuk
proses mineralisasi.

Menurut Lee et al. (1973) dalam Sudibyaningsih (1983), konsentrasi oksigen terlarut dapat
dijadikan indikator tentang adanya pencemaran bahan organik. Berikut tabel tingkatan
pencemaran oleh bahan organik berdasarkan kelarutan oksigen di suatu perairan.

Tabel 2 Kriteria Tingkat Pencemaran Perairan Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut

Kandungan Oksigen Terlarut (ppm) Kriteria Kualitas Air


>6,5 ppm Tidak Tercemar
4,5 – 6,5 ppm Tercemar Ringan
2,2 – 4,4 ppm Tercemar Sedang
<2,0 ppm Tercemar Berat
Sumber : Lee et al (1973) dalam Sudibyaningsih (1983).

Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand / BOD) ialah banyaknya


pemakaian oksigen oleh mikroba untuk merombak bahan organik di air. Menurut Abel
(1989), nilai BOD merupakan ukuran yang digunakan sebagai kandungan bahan organik
diperairan dengan asumsi bahwa oksigen dikonsumsi oleh mikroorganisme selama masa
penguraian bahan organik. Keberadaan BOD akan mempengaruhi ketersediaan oksigen
terlarut dalam perairan karena dalam proses oksidasi limbah organik, oksigen terlarut yang
tersedia akan cepat dikonsumsi untuk proses metabolisme bakteri (Hamsiah,.2000).

Lee et al. (1973) dalam Sudibyaningsih (1983) menggolongkan tingkat kualitas air
bedasarkan nilai BOD5 seperti pada Tabel 3 berikut ini

6
Tabel 3 Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5

Kisaran Konsentrasi BOD5 Kriteria Kualitas Air


<2,9 ppm Tidak tercemar
3,0 – 4,9 ppm Tercemar ringan
5,0 – 14,9 ppm Tercemar sedang
>15,0 ppm Tercemar berat
Sumber : Lee et al (1973) dalam Sudibyaningsih (1983).

2.1.3 Bahan Organik Total (Total Organic Metter / TOM)

Bahan organik total ialah kandungan bahan organik total dalam suatau perairan yang terdiri
dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid (Hariyadi et al,. 1992 ). Bahan
organik yang ada dalam suatu perairan berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme, pupuk,
plankton yang mati dan berbagai sumber lainnya.

Dalam perairan bahan organik dapat berpengaruh pada organisme budidaya karena bahan
organik dapat mempengaruhi parameter – parameter kimia air lainnya sebagai bahan yang
akan terdekomposisi baik secara aerob dan anaerob. Selain itu bahan organik merupakan salah
satu penyebab timbulnya jamur dan bakteri pantogen.

Kadar kandungan bahan organik total dalam media air tambak adalah ialah kurang dari 26
ppm (Atmomarsono,. 1992).

2.1.4 Nitrogen

Didalam perairan nitrogen berbentuk senyawa amoniak, nitrit, nitrat dan senyawa lain yang
berasal dari limbah pertanian, permukiman dan industri (Goldman and Home ,. 1983).
Menurut Sutton (1974), keberadaan nitrogen amoniak dalam air merupakan indikasi tentang
adanya pencemaran yang masih baru, sedangkan senyawa nitrat merupakan indikasi tentang
pencemaran yang telah berlangsung agak lama. Air buangan tambak pada umumnya
mengandung kadar amoniak yang sangat tinggi yang berasal dari hasil urai bahan organik
yang berkadar protein (kotoran ikan, sisa pakan, pupuk organaik, biota- biota yang mati dan
tenggelam di dasar tambak (Wardoyo dan Djokosetiyanto,. 1988).

7
Amonia dalam suatu perairan mengalami proses nitrifikasi dimana nitrifikasi ialah oksidasi
amonia secara biologis menjadi nitrit dan nitrat. Secara alami proses penguraian menjadi nitrit
dapat terjadi apabila bakteri yang diperlukan untuk nitrifikasi dalam jumlah yang cukup.
Proses pengubahan amonia menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas adalah :

Pengaruh utama nitrit padda ikan ialah mampu menimbulkan methemogoblin (proses
pengikatan NO2 oleh haemoglobin sehingga proses pengikatan O2 terhambat). Menurut Smith
dan Russo (1975) nitrit beracun pada ikan karena mengoksidasi Fe pada haemoglobin dan
pada udang darahnya mengandung Cu pada haemoglobin.

Kandungan amoniak dalam air sebaiknya tidak lebih 3 ppm untuk ikan, sedangkan untuk
udang konsentrasi yang aman ialah dibawah 0,1 ppm (Taufik,. 1988). Namun pendapat ini
berbeda dengan hasil penelitian Bucher dan ismail (1993), udang masih tahan hidup pada
kisaran konsentrasi amonia 1,8 – 4,0 ppm dengan menunjukkan morfologi yang belum terlihat
dalam kondisi buruk atau stress. Untuk kandungan nitrit pada tambak harus dibawah 8,0 ppm
(Tiensongrusmee,. 1980).

2.1.5 Bakteri

Peningkatan bahan organik dalam tambak dapat menyebabkan meningkatnya populasi bakteri
karena bahan organik akan digunakan oleh bakteri sebagai sumber makanan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bakteri tersebut (Ginting,. 1998).

Jenis bakteri pencemar antara lain Vibrio sp, Salmonella sp, Escheria coli dan Aeromonas
spp. Menurut Muliani, Atmomarsono dan Madeali (1998), bakteri patogen tersebut ( Vibrio
sp dan Aeromonas spp ) dapat menimbulkan kematian pada udang baik di kolam pembenihan
maupun di tambak. Jenis bakteri tersebut pada umumnya ditemukan di perairan laut dan
pantai bahkan dapat ditemukan di dalam saluran pencernaan udang itu sendiri. Bakteri ini
muncul akibat dari pemupukan bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan
dan udang.

2.2 Bahan – Bahan Biofilter

Biofilter adalah reaktor dengan material padat sebagai bahan pengisi dimana mikroba terjerat
secara alami didalamnya membentuk biolayer (lapisan tipis)(Cheng dan Chou,. 1997).

8
Senyawa dan gas-gas berbahaya yang melaui biofilter akan terseerap kedalam lapisan biolayer
dan akan diuraikan oleh mikroba yang ada (Ottenggraf,.1986).

Metode biofilter baik dikembangkan karena biaya investasi dan operasional rendah, stabil
dalam waktu yang relatif lama dan memiliki daya penguraian yang tinggi jika dibandingkan
dengan metode pengelolahan yang dipakai saat ini (Andrew dan Noah ,. 1995). Bahan
tersebut dibagai menjadi 2 bahan biofilter anorganik dan bahan biofilter organik. Contoh
bahan biofilter anorganik seperti Koral sedangkan untuk bahan biofilter organik seperti tanah,
bakteri, rumput laut, kijing, ikan belanak, ikan bandeng , ikan nila.

Menurut Ottenggraf (1986), kinerja biofilter dinilai berdasarkan beberapa hal berikut :

1. Laju atau kapasitas penghilangan maksimum (senyawa polutan).


2. Kecepatan terjadinya proses aklimatisasi mikroba. Parameter ini akan menunjukkan
kinerja dari bioavailabilitas konsorsium mikroba yang dikembangkan untuk
pendegradasian polutan target. Semakin cepat masa adaptasi (lag phase), maka kinerja
biofilter semakin baik.
3. Kemampuan mempertahankan rasio penghilangan polutan senyawa dari biofilter
umumnya diatas 95% dalam waktu relatif lama.
4. Kemampuan bahan pengurai dalam mempertahankan kondisi pH, suhu, dan kadar air.
Kemampuan ini menggambarkan kinerja biofilter terhadap fluktuasi beban polutan
senyawa yang tinggi, kurangnya humidifikasi dan masa tidak terpakainya biofilter
akibat fluktuasi proses produksi tambak.

Berikut penjabaran bahan bahan biofilter

2.2.1 Koral

Terumbu karang dapat berkembang biak di daerah tropis, berfungsi untuk kolam penampung
untuk menahan nutriendan segala masukan dari luar. Tiap nutrien yang dihasilkan dapat
digunakan langsung oleh tumbuhan air tanpa mengedarkannya terlebih dahulu ke perairan
(Nybakken,.1992). Koral merupakan penyusun utama dari terumbu karang. Berikut klasifikasi
tentang koral

Filum : Cnidaria

9
Class : Anthozoa

Ordo : Madreporaria atau Scleractnia

Koral memiliki kerangka luar dari CaCO3 (kalsium karbonat). Secara umum karang hidup
secara koloni. Koloni karang dengan struktur kerangka – kerangka yang padat dan keras dari
CaCO3 sehingga membuat koral tidak mudah rusak oleh arus gelombang yang kuat. Karang
akan mati apabila berada teralu lama di udara terbuka (Nybakken,.1992). Menurut
Simangunsong (2004) koral dapat mengurangi senyawa polutan Hidrogen sulfida diperairan
bebas sedangkan Prasetiati (2004) menemukan bahwa senyawa di koral dapat mengurangi
emisi gas Sulfur dioksida baik di udara maupun di perairan.

2.2.2 Tanah

Menurut Devinny et al,. (1999) tanah dapat digunakan sebagai bahan biofilter sebab bahan
mudah didapat, tersedia dalam jumlah yang melimpah, serta mengandung populasi mikroba
yang sangat tinggi. Tanah bersifat hidrofilik dan kemampuan untuk menahan air yang sangat
tinggi. Namun kekurangan tanah sebagai bahan biofilter adalahmempunyai daya penurunan
tekanan yang besar dan mudah terbentuk celah untuk aliran udara, karena tanah mempunyai
permeabilitas yang rendah terhadap gas ( Puji ,. 2006).

Tanah mengandung komponen biotik maupun abiotik yang diperlukan oleh organisme
termasuk aktifitas organik. Pengaruh fisik yang lain bahwa bahan organik bersama tanah
membentuk koloid yang dapat mengikat ion – ion hara tanaman sehingga tidak mudah tercuci
oleh air pengairan. Keadaan sebaliknya apabila tanah akan cepat mengeras dan mengering,
dimana keadaan tersebut sudah tentu tidak dihendaki oleh tanaman (Hadmadi,.1977).

2.2.3 Bakteri

Bakteri dapat mengoksidasi amoniak dengan proses nitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses
oksidasi terhadap amoniak menjai nitrat. Proses ini melibatkan dua jenis bakteri yaitu bakteri
pengoksidasi amoniak menjadi nitrit serta bakteri pengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Menurut
Kuenen et al (1994) bakteri pengoksidasi amoniak menjadi nitrit dibedakan menjadi 3 macam
yaitu :

10
1. Bakteri pengoksidasi amoniak litotrof, yaitu bakteri jenis gram negatif yang melepaskan
energi bebas untuk metabolismenya dari oksidasi amoniak menjadi nitrit dan
mendapatkan karbon untuk pertumbuhan dengan asimilasi karbon dioksida. Reaksi
nitrifikasi secara autotrofik adalah seperti gambar berikut

Gambar 1. Proses oksidasi bakteri pengoksidasi amoniak litotrof.

2. Bakteri nitrifikasi heterotrof, campuran nitrogen organik dan anorganik (seperti amoniak)
dan campuran nitro organik dioksidasi menjadi bahan organik dan anorganik seperti nitrat
(NO3-), nitrit (NO2-), hidroksilamin (NH2OH) dan asam trihidroksamik. Proses nitrifikasi
heterotrof hanya terjadi jika terdapat sumer energi eksternal yang mencukupi. Adapun
nitrifikasi heterotrof juga membutuhkan NADH yang berasal dari bahan bahan organik,
tapi tidak menghasilkan ATP. Gambar reaksi nitrifikasi secara heterotrofik

Gambar 2. Proses oksidasi bakteri nitrifikasi heterotrof


3. Bakteri nitrifikasi yang mengoksidasi amoniak secara anaerobik. Mikroorganisme yang
dapat mengoksidasi amoniak secara anaerob adalah Planctomycete. Bakteri ini dapat
mengoksidasi pasangan amoniak untuk direduksi menjadi nitrit dan menghasilkan N2.

Menurut Stewart (1980) bakteri nitrosomonas mengubah amoniak menjadi nitrit, sedangkan
nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat . sedangkan menurut Jenie dan Rahayu (2004) ada
berbagai macam bakteri kemoautrotrof pengoksidasi senyawaan nitrogen. Berikut daftar
bakteri pengoksidasi senyawaan nitrogen.

11
Tabel 4. Daftar bakteri pengoksidasi senyawaan nitrogen

Menurut Woon (2007) pertumbuhan bakteri heterotrof mempengaruhi jumlah nitrogen dalam
perairan melalui 3 hal, yaitu : (1) proses asimilasi nitrogen menjadi sel; (2) diasimiliasi
nitrogen melalui proses respirasi; dan (3) denitrifikasi nitrat dan nitrit.

Beberapa proses mikrobial akan bereaksi untuk menghilangkan atau menambah amonia pada
kolam budidaya konvensional. Proses-proses mikrobial tersebut, diantaranya nitrifikasi,
denitrifikasi, fotosisntesis, dan heterotrof. Tiga proses mikrobial yang mendominasi kualitas
air pada kolam budidaya menurut Brune et al., (2003), yaitu :

Gambar 3. Proses – proses mikrobial dalam kolam

12
Beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrof ini menurut McIntosh (2000) yaitu :
(1) kepadatan yang tinggi; (2) aerasi yang cukup bagi pergerakan air untuk menjaga padatan
tetap terlarut dan tingkat oksigen mencukupi bagi kesehatan udang; (3) input bahan organik
yang tinggi, sebagai sumber makanan baik bagi udang maupun bakteri. Selain itu perlu
diperhatikan juga mengenai keseimbangan nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri, seperti
karbon dan nitrogen.

Gambar 4. Proses mikrobial di tambak udang

2.2.4 Rumput Laut

Intergrasi rumput laut dalam upaya pemulihan kualitas air, akibat pencemaran ekosistem
perairan payau, khususnya di perairan dapat menggunakan rumput laut Gracilaria sp sebagai
biofilter. Pemanfaatan Gracilaria sp sebagai biofilter karena dapat menyerap nutrient seperti
amoniak, nitrat, dan nitrit melalui dinding thallusnya. Menurut beberapa penelitian rumput
laut Gracilaria sp mengandung senyawa anti bakteri yang berpotensi menghambat dan

13
membatasi pertumbuhan bakteri baik bakteri gram positif maupun gram negatif (Tuney dkk
,.2006).

Gracillaria sp merupakan algae bentik yaitu algae yang tumbuh menancap atau melekat
pada subtrat. Bentuk thallus menyerupai silinder, licin, berwarna coklat atau kuning hijau,
percabangan tidak beraturan, memusat di bagian pangkal, cabang-cabang lateral memanjang
menyerupai rambut dengan ukuran panjang berkisar 15-30 cm (Ditjenkanbud, 2005).

Gambar 5. Gracillaria sp

Rumput laut Gracil Gracilaria sp. dapat diklasifikasikan Menurut Stentoft et al( 1997)

sebagai berikut :

Domain : Eukaryota

(unranked) : Archaeplastida

Phylum : Rhodophyta

Class : Florideophyceae

Order : Gracillariales

Family : Gracillariaceae

Genus : Gracillaria

Species : Gracillaria sp

2.2.5 Keong Bakau

14
Salah satu cara pengelolahan kualitas air adalah cara biologi dengan menggunakan keong
bakau yang bersifat detritus feeder yang dapat memanfaatkan bahan organik terutama dalam
bentuk partikulat yang terdapat dalam air limbah. Keong bakau yang dipakai sejenis
Telescoplum telescopium yang banyak hidup dan ditemukan di air payau atau hutan
mangrove yang didominasi oleh pohon bakau (Rhizophora sp).

Gambar 6. Morfologi Keong Bakau (T. Telescopium)

Keong bakau Telescoplum telescopium dapat diklasifikasikan Menurut Dharma (1988)

sebagai berikut :

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Order : Mesogastropoda

Family : Potamididae

Genus : Telescopium

Species : Telescoplum telescopium

15
2.2.6 Kijing Taiwan

Kijing taiwan (Anodonta woodiana. Lea) merupakan salah satu jenis mollusca yang hidup
diperairan tawar. Kijing ini berasal dari Taiwan dan masuk ke Indonesia tanpa sengaja pada
saat Indonesia mengimport ikan Mola (Hypophtalmichtys molitrix) dari taiwan pada tahun
1969 (suwignyo, 1969). Kijing taiwan dikenal sebagai filter feeder, daya tahan hidupnya yang
tinggi dan dalam jumlah yang berlimpah kijing taiwan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi
pencemaran perairan akibat polutan termasuk logam berat .

Berikut ini adalah klasifikasi kijing taiwan (Anodonta woodiana. Lea) menurut Pennak (1978)
:

Phylum : Mollusca

Class : Pelecypoda

Order : Schizodonta

Family : Unionidae

Genus : Anodonta

Species : Anodonta woodiana. Lea

Gambar 7. Anodonta woodiana. Lea

16
III. PEMBAHASAN

Bahan- bahan biofilter yang digunakan sangat menentukan kinerja biofilter. Hal ini terkait
dengan sifat fisik dan kimia bahan bahan biofilter tersebut. Sifat fisik berpengaruh pada
penyerapan secara fisik polutan ke bahan pengabsorb. Menurut Devinny et al., (1999)
absorbsi menghilangkan polutan dengan mengubahnya dari fasa gas menjadi fasa cair.

Berikut rangkuman tingkat keefektifitas bahan bahan biofilter baik organik maupun non
organik .

3.1 Biofilter Koral

Bahan biofilter koral merupakan bahan anorganik dengan komponen utama penyusunnya
adalah kapur karbonat, sedangkan kapur karbonat adalah hasil ekskresi batu koral saat masih
hidup. Karakteristik ini mempengaruhi koral yang cenderung memiliki sifat buffer asam yang
kuat dan mempengaruhi nilai pH kolom.

Nilai pH kolom pada kondisi ini adalah 8, bakteri Nitrosomonas sp. tidak teridentifikasi,
sehingga oksidasi terhadap amoniak dilakukan oleh bakteri heterotrof. Penurunan pH ini
mengindikasikan tumbuhnya bakteri pengoksidasi amoniak. Amoniak yang bersifat basa akan
dioksidasi menjadi nitrit yang bersifat asam. Asam nitrit ini akan dioksidasi menjadi nitrat
yang bersifat asam pula. Selain itu karena adanya pengaruh bahan biofilter koral yang
mengandung ion Ca dari bahan biofilter koral. Menurut Spotte et al., (1970) jika kapur
CaCO3 ditambahkan ke dalam air akan terjadi reaksi dengan CO2 bebas dan membentuk ion
bikarbonat Ca(HCO3)2 yang merupakan buffer utama serta mampu menetralkan setiap
penambahan CO2. Bear (1917) menambahkan, adanya sistem buffer yang dapat menjaga
terjadinya perubahan pH selama berlangsungnya proses oksidasi limbah organik.

3.2 Biofilter Tanah

Bahan biofilter tanah merupakan bahan organik dengan komponen utama penyusunnya adalah
bahan nutrisi alami, sehingga sifat fisik tanah ini dipengaruhi oleh jumlah bahan organik yang
terkandung dalam tanah.. Karakteristik ini dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
pengoksidasi amoniak, baik Nitrosomonas sp. maupun bakteri heterotrof.

17
Nilai pH sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, dalam hal ini bakteri
pengoksidasi amoniak. Tanah memiliki buffer yang dapat mempertahankan nilai pH, sehingga
pH relatif stabil dan cenderung netral.

3.3 Biofilter Bakteri

Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi nutrien organik di dalam kegiatan
produksi akuakultur dan sedimen tambak (Hargreaves, 1998 dalam Hadi, 2006). Peranan
bakteri dalam sistem akuakultur dapat dilihat pada trofik level berikut :

Gambar 8. Trofik level dalam kolam budidaya

Keberadaan proses nitrifikasi dan denitrifikasi mempengaruhi keberadaan nitrogen dan


bentuk-bentuknya dalam lingkungan budidaya. Nitrifikasi akan merubah amonia menjadi
nitrit dan nitrat. Sedangkan denitrifikasi akan mereduksi nitrat menjadi gas N2 yang akhirnya
akan lepas dari kolom air. Dalam prosesnya nitrifikasi dan denitrifikasi sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (EPA, 2002; Ripple, 2003; Woon, 2007). Faktor lingkungan yang
mempengaruhi proses nitrifikasi dan denitrifikasi, diantaranya adalah pH, DO, dan suhu.

Nilai pH kolom pada kondisi ini adalah cenderung berfluktuatif. Nilai yang berfluktuatif
tersebut diduga sebagai akibat penambahan bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi ke dalam
media pemeliharaan. Nilai DO selama masa pemeliharaan cenderung turun dengan semakin
bertambahnya waktu pemeliharaan. Keadaan ini disebabkan bakteri aerobik akan
menggunakan oksigen dalam media budidaya untuk proses dekomposisi bahan organik.

18
3.4 Biofilter Rumput Laut

Keberadaan rumput laut sebagai bahan filter dalam bak sedimentasi, dimana rumput laut
secara alami berfungsi sebagai penyaring karbon dioksida, yang diserap dan diubah menjadi
oksigen. Maka dilakukan pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada media pemeliharaan
dengan sistem kombinasi biofilter yang dibandingkan dengan media pemeliharaan ikan
kontrol. Hasil menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang cukup baik untuk optimalisasi
kualitas air media pemeliharaan, dimana kadar DO yang ada pada bak ikan uji dengan sistem
filterisasi adalah 5,0 – 6,9 mg/l, sementara pada media ikan kontrol konsentrasi DO
yang dihasilkan adalah : 4,7 – 5,3 mg/l.

Menurut Romi dkk (2010) sebaiknya biofilter rumput laut dikombinasi dengan lumpur aktif
karena dinilai cukup efektif dalam mereduksi unsur-unsur toksik seperti NH3 dan NO2,
dimana kadar ammonia berkurang hingga 80%, sementara untuk kadar NO terjadi
pengurangan hingga 20-60%. Dalam biofilter kombinasi rumput laut dan lumpur aktif cukup
efektif untuk meningkatkan kerjenihan air, karena dapat mereduksi tingkat kekeruhan hingga
75 % - 98% dan dapat mengurangi kepadatan terlarut total sebanyak 15%-73%. Selain itu niai
DO diperairan meningkat hingga 28%.

3.5 Biofilter Keong Bakau

Bahan biofilter Keong bakau merupakan bahan organik yang bersifat detritus feeder yang
dapat hidup pada berbagai substrat maupun tanpa substrat dan dapat memanfaatkan bahan
organik dengan adanya penurunan bahan organik total dan perubahan bobot tubuh.

Berdasarkan penelitian Hamsiah (2000) biofillter keong bakau dinilai cukup efektif dalam
mereduksi padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) dimana padatan tersuspensi
berkurang dalam kisaran 765 -1251 mg/l, sementara nilai kandungan oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen) berkisar 4,03-6,03 mg/l, sedangkan untuk nilai kebutuhan oksigan
biokimia (Biochemical Oxygen Demand) berkisar 1,04 – 3,4 mg/l. Untuk kadar amoniak
keong bakau dapat mereduksi amoniak sehinnga amoniak total dalam perairan berkisar 0,09 -
0,18 mg/l, sedangkan nilai pH yang dihasilkan biofilter ini berkisar 7,4 – 7,67

19
3.6 Biofilter Kijing Taiwan

Bahan biofilter Keong bakau merupakan bahan organik yang bersifat detritus feeder yang
dapat hidup pada berbagai substrat maupun tanpa substrat dan dapat memanfaatkan bahan
organik.

Berdasarkan penelitian Elizabeth (2010) biofillter kijing taiwan dinilai cukup efektif dalam
mereduksi padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) dimana padatan tersuspensi
berkurang sebesar 99,5% , sementara nilai kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
berkisar 3,5 – 5,8 mg/l. Untuk kadar amoniak kijing taiwan dapat mereduksi amoniak
sehinnga amoniak total dalam perairan berkisar 0,02 mg/l, sedangkan nilai pH yang
dihasilkan biofilter ini berkisar 6,0 – 7,6

20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Jenis bahan biofilter sangat berpengaruh terhadap kinerja biofilter. Bahan organik lebih baik
daripada anorganik, karena bahan organik sudah mengandung nutrisi yang dibutuhkan bakteri
untuk pertumbuhannya, dapat mengurangi tingkat padatan tersuspensi dan amoniak
diperairan, serta dapat meningkatkan oksigen terlarut dan menstabilkan pH.

4.2 Saran
1. Diperlukan adanya penelitian lanjutan dengan penambahan kepadatan ikan dan udang
dalam biofilter dan peranan bakteri selama pemeliharaan
2. Pengkajian lebih lanjut tentang pengadaan skala biofilter.

21
V. DAFTAR PUSTAKA

Mahasri, Gunanti., Shofi Mubarak, A., Amin Alamsjah, M., Manan, Abdul. 2013. Manajemen
Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga – Global Persada Press.
Surabaya.

Mackereth, F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis Freshwater Biological
Association, Cambria, UK. 120 p.

Boyd, C. E. 1989. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Puslitbang
Perikanan. Jakarta

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment
Station. Auburn University Alabama, Alabama.

Palinussa, Elizabeth M. 2010. Pemanfaatan Kijing Taiwan (Anodonta woodiana,Lea) Sebagai


Biofilter Pada Sistem Budidaya Ikan Mas. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor,Bogor.Internet:http://repository.ipb.ac.id_bitstream_heandle_123456789_46804_2010
emp.pdf (tanggal 27-12-2013). 56 hal.

Komarawidjaja, Wage. 2003. Peluang Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Agen Biofiltrasi
Pada Ekosistem Perairan Payau Yang Tercemar. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Yulianto, Bambang., Ario, Raden., Triono, Agung. 2006. Daya Serap Rumput Laut
(Gracilaria sp) Terhadap Logam Berat Tembaga (Cu) Sebagai Biofilter. Jurnal Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro. Semarang Internet : http://journal.undip.ac.id (tanggal 27-12-2013).
7 hal.

Novriadi, Romi dkk. 2010. Kombinasi Biofilter Lumpur Aktif dan Rumput Laut Sebagai
Sarana Perbaikan Pasokan Air Pada Bak pemeliharaan Ikan. Balai Budidaya Laut Batam.
Batam.

Rangka, Nur Ansari., Gunarto. 2012. Pengaruh Penumbuhan Bioflok Pada Budidaya Udang
Vanname Pola Intensif Di Tambak. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 2. Manos

22
Nurcahyani, Puji R. 2006. Kajian Aplikasi Bakteri Nitrosomonas sp Pada Teknik Biofilter
Untuk Menghilangkan Emisi Gas Amoniak. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertania, Institut
Pertanian Bogor. Bogor Internet:

http://repository.ipb.ac.id_bitstream_heandle_123456789_3746_F06prn.pdf (tanggal 27-12-


2013). 121 hal.

Hamsiah. 2000. Peranan Keong Bakau (Telescopium telescopium L) Sebagai Biofilter Dalam
pengelolaan Limbah Budidaya Tambak Intensinsif [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor,Bogor.Internet:

http://repository.ipb.ac.id_bitstream_heandle_123456789_5063_2000ham.pdf (tanggal 27-12-


2013). 91 hal.

23

Anda mungkin juga menyukai