Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REVIEW JURNAL

ANALISA KANDUNGAN BIOFLOK DENGAN SUMBER KARBON YANG


BERBEDA PADA BUDIDAYA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy)
DENGAN UJI GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRI (GC-
MS)

Dikutip dari Artikel Skripsi : Beny Setyawan


Mahasiswa pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Kualitas Air Budidaya


Dosen Pengampu Ir. Sri Oetami Madyowati,M.Kes.

Oleh:
Nama : Rudi Hartanta
Nim : 202042120043

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DR. SOETOMO
SURABAYA
2021
ANALISA KANDUNGAN BIOFLOK DENGAN SUMBER KARBON YANG BERBEDA PADA
BUDIDAYA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DENGAN UJI GAS
CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRI (GC-MS)

Beny Setyawan(1) , Sri Andayani,(2), dan M. Fadjar(2)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bioflok dari sumber karbon tepung sagu,
tepung tapioka dan campuran tepung sagu dan tapioka pada budidaya ikan gurame dengan uji GC-MS
(Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksperimental dimana penelitian dilakukan secara eksperimen dan hasilnya dianalisa secara deskriptif.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali
ulangan, dimana perlakuan tersebut meliputi perlakuan (A) dengan sumber karbon tepung sagu,
perlakuan (B) dengan sumber karbon campuran, perlakuan (C) dengan sumber karbon tepung tapioca
dan perlakuan (K) tanpa pemberian sumber karbon. Parameter utama yang diamati yaitu kandungan
senyawa bioflok, sedangkan parameter penunjang meliputi alju pertumbuhan spesifik (SGR), volume flok
dan kualitas air media (pH, suhu dan DO). Hasil uji GC-MS menunjukkan adanya senyawa asam lemak
tak jenuh yang dominan, senyawa tersebut meliputi 10-Octadecenoic acid, methyl ester dan 9-
Octadecenoic acid (Z)-, methyl ester (CAS) $$ Methyl oleate. Senyawa ini tergolong kedalam asam oleat
yang mana senyawa ini dibutuhkan oleh ikan untuk meyediakan energi dan penunjang proses
pertumbuhan ikan. Laju pertumbuhan tertinggi didapatkan pada perlakuan (C) dengan nilai 0,49±0,04.
Nilai volume flok pada setiap perlakuan mengalami peningkatan, rata-rata nilai volume flok tertinggi pada
perlakuan (A) sebesar 97,78±33,55. Parameter kualitas air tidak menunjukkan adanya pengaruh yang
nyata, dimana nilai tersebut masih dalam kisaran optimal untuk budidaya ikan gurame dan pertumbuhan
flok.

Kata Kunci: Bioflok, Osphronemus gouramy, Gas Chromatography-Mass Spectrometri (GC-MS)

1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya


2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

BIOFLOC CONTENT ANALYSIS OF DIFFERENT CARBON SOURCE IN GURAME(Osphronemus


gouramy) USING THE GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRI ( GC-MS )

Beny Setyawan(1) , Sri Andayani,(2), dan M. Fadjar(2)

Abstract
The research was aimed to determine the content of biofloc source carbon using sago starch,
tapioca starch and sago and tapioca flour mixture to the cultivation of gouramy with GC-MS (Gas
Chromatography-Mass Spectrometry). The method used in the research was descriptive experimental.
The design used was a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 replications, which
is treatment (A). sago starch carbon source, treatment (B) a mixture of carbon sources, treatment (C) a
carbon source tapioca starch and treatment (K) without carbon source. The main parameters observed
was biofloc compounds and include the specific growth rate (SGR), floc volume and water quality (pH,
temperature and DO). The results indicated the presence of unsaturated fatty acid compounds were
dominant, the compounds include 10-octadecenoic acid, methyl ester and 9-octadecenoic acid (Z) -,
methyl ester (CAS). These compounds were classified into oleic acid which was needed by fish for
providing energy and growth of fish. The highest growth rate obtained was on treatment (C) with a value
of 0.49 ± 0.04. Floc volume values at each treatment has increased, on average, the highest value in the
treatment of floc volume (A) of 97.78 ± 33.55. Water quality parameters showed no significant effects,
where the value was still in the the optimal range for the cultivation of of gouramy and floc growth.

Key word:Biofloc, Osphronemus gouramy, Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

1) Student of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University


2) Lecturer of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University1
1. PENDAHULUAN media pemeliharaan untuk merangsang
pertumbuhan bakteri heterotrof dan meningkatkan
1.1 Latar Belakang rasio C/N (Crab, Avnimelech, Defoirdt, Bossier,
Perkembangan budidaya perikanan global dan Verstraete 2007). Menurut Crab (2010),
termasuk di Indonesia mengalami peningkatan sumber karbon yang digunakan biasanya berasal
yang signifikan dari tahun ke tahun. Menurut data dari hasil limbah produksi industri pertanian yang
statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan, bernilai rendah (low-valueproduct). Beberapa hal
pada tahun 2014 ini indonesia mengalami yang menjadi pertimbangan dalam memilih
peningkatan produksi perikanan budidaya dengan sumber karbohirat antara lain adalah ketersediaan,
kenaikan sebesar 335 persen. Departemen harga, biodegradabilitas, dan efisiensi asimilasi
Kelautan dan Perikanan (DKP) menangkap situasi bakteri. Oleh karena itu, pemilihan sumber
ini sebagai sebuah peluang untuk meningkatkan karbohirat yang berbeda akan berpengaruh
produktifitas perikanan budidaya sebagai tumpuan terhadap pertumbuhan volume, biomassa dan
utama dalam meningkatkan produksi perikanan komposisi flok sehingga pada akhirnya akan
budidaya selama 5 tahun ke depan. DKP telah berpengaruh terhadap produktifitas budidaya
menargetkan peningkatan produksi perikanan (Emerenciano, Ballester, Cavalli dan Wasielesky
budidaya nasional sebesar 300 persen selama 5 2011).
tahun ke depan (Kohar dan Bambang, 2014). Sumber karbon organik yang dapat
Salah satu upaya untuk meningkatkan digunakan meliputi gula, sagu, bahan berserat
produksi budidaya perikanan adalah budidaya (fiber) dan berbagai macam bahan yang
intensif. Budidaya intensif merupakan suatu mengandung karbohidrat (karbon). Karbohidrat
kegiatan budidaya dimana seluruh kegiatannya terbagi atas karbohidrat kompleks, pati dan
dalam kondisi terkontrol. Berbagai upaya untuk karbohidrat sederhana (Suprapto dan Samtasir,
mengembangkan sistem budidaya intensif hingga 2013). Karbohidrat kompleks seperti tepung
kini masih terus dilakukan mengingat sistem ini jagung, sagu dan tepung tapioka memiliki
masih terkendala oleh berbagai masalah. Salah keunggulan dalam menyediakan partikel-partikel
satu kendala yang dihadapi dalam budidaya yang dapat dijadikan tempat menempel bakteri.
intensif adalah penurunan kualitas air. Penurunan Karbohidrat sederhana seperti gula dan molase
kualitas air tersebut diakibatkan oleh adanya dapat memudahkan proses pelepasan karbon
akumulasi bahan organik baik yang berasal dari organik dikarenakan bahan tersebut dapat larut
limbah metabolisme, sisa-sisa pakan, dan bahan dalam air. Sedangkan karbohidrat dalam golongan
organik lainnya. De Schryver, Crab, Defoirdt, Boon pati seperti tepung terigu dan tepung beras berada
dan Verstraete (2008) menyatakan bahwa ikan diantara karbohidrat kompleks dan karbohidrat
hanya menyerap sekitar 25% pakan yang sederhana.
diberikan, sedangkan 75% sisanya menetap Perbedaan sumber karbon yang
sebagai limbah didalam air. Limbah dari pakan ditambahkan akan mempengaruhi komposisi
tersebut akan dimineralisasi oleh bakteri menjadi nutrisi yang ada di dalam bioflok. Untuk
ammonia. Akumulasi amonia dapat mencemari mengetahui komposisi nutrisi yang ada dalam
media budidaya bahkan dapat menyebabkan bioflok pada budidaya ikan gurame menggunakan
terjadinya kematian ikan (Avnimelech, 1999). metode GC-MS (Gas Chromatography - Mass
Berdasarkan permasalahan tersebut Spectrometry). Menurut Harvey (2000), GC-MS
teknologi bioflok merupakan alternatif untuk merupakan perpaduan dari kromatografi gas dan
mengatasi permasalahan yang ada di dalam spektroskopi massa. Kromatografi gas adalah
perairan budidaya. Teknologi ini, sering digunakan suatu proses pemisahan campuran menjadi
dalam budidaya intensif dengan sirkulasi tinggi komponen-komponennya oleh fase gas yang
yang memungkinkan kondisi aerobik untuk proses bergerak melalui suatu lapisan serapan (sorben)
dekomposisi bahan organik dan menjaga suspensi yang stasioner (Gritter, 1981). Spektrometer
flok tetap stabil. Prinsip dasar dalam teknologi massa adalah suatu instrument yang dapat
bioflok adalah pemanfaatan bakteri heterotrof menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan
dalam mengasimilasi nitrogen baik organik berdasarkan massa atau beratnya (Khopkar,
maupun anorganik di perairan, sehingga dapat 2010). Keuntungan dari metode GC-MS adalah
dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai waktu identifikasi yang cepat, sensitivitas tinggi,
sumber makanan (Avnimelech, 2007). Mekanisme alat dapat dipakai dalam waktu lama dan
pembentukan flok oleh bakteri heterotrof tersebut pemisahan yang baik (Sastrohamidjojo, 1985).
melalui berbagai macam proses yang kompleks
dan merupakan kombinasi berbagai fenomena
fisika, kimia dan biologis seperti interaksi 2. Bahan dan Metode
permukaan bakteri secara fisik dan kimiawi, dan
quorum sensing sebagai kontrol biologis (De 2.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian
Schryver et al., 2008). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Bioflok tersusun atas berbagai jenis mikro- Reproduksi Ikan, Pembenihan dan Pemuliaan Ikan
organisme (bakteri pembentuk flok, bakteri Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, Brawijaya, Malang dan Laboratorium Forensik
berbagai koloid dan polimer organik, berbagai Kepolisian Daerah (POLDA) Jawa Timur yang
kation dan sel-sel mati. Komposisi organisme bertempat di Surabaya pada bulan Juli - Agustus
dalam flok akan mempengaruhi struktur bioflok 2014.
dan kandungan nutrisi bioflok (Ekasari, 2009).
Menurut Ju, Forster, Conquest, Dominy, Kuo dan 2.2 Prosedur Penelitian
Horgen (2008), melaporkan bahwa bioflok yang Prosedur penelitian meliputi persiapan
didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau penelitian, persiapan hewan uji dan penumbuhan
mengandung protein yang lebih tinggi (38 dan flok. Proses penumbuhan flok dilakukan selama 1
42% protein) dari pada bioflok yang didominasi minggu dimulai dengan pengisian air sebanyak 10
oleh diatom (26% protein). liter ke dalam wadah penelitian, kemudian diberi
Teknologi bioflok dilakukan dengan aerasi pada dua titik sebagai penyuplai oksigen
menambahkan sumber karbon organik ke dalam
dan pengaduk partikel organik setelah flok Steffens (1989) dalam Sulardiono et al.,
tumbuh. Proses penumbuhan flok dilakukan (2013) menyatakan laju pertumbuhan merupakan
dengan cara penambahan sumber karbon berupa parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat
tepung sagu dan tepung tapioka yang telah pertumbuhan pada ikan selama pemeliharaan.
ditentukan jumlah pemakaiannya. Selama Metode perhitungan sebagai berikut:
penumbuhan flok, pemberian sumber karbon SGR = x 100%
dilakukan setiap hari dengan dilakukan Keterangan:
penambahan probiotik pembentuk flok yang SGR : Laju Pertumbuhan Spesifik (% per hari)
didalamnya terdapat bakteri-bakteri (Lactobacillus Wt : Bobot biomassa pada akhir pemeliharaan
sp., Acetobacter sp., Bacillus sp., Rhodo (gram)
pseudomonas sp., Nitrobacter sp., Wo : Bobot biomassa pada awal pemeliharaan
Saccharomyces sp., Actinomycetes sp.) yang (gram)
dapat mempercepat penumbuhan flok. Pemberian t1 : Waktu akhir penelitian (hari)
probiotik ke dalam media diberikan secara berkala t0 : Waktu awal penelitian (hari)
sebanyak 2 ml/L air selama 3 hari sekali. Hal ini  Uji kandungan Bioflok
sesuai dengan aturan pakai yang tertera.
Pada akhir pemeliharaan (hari ke-30)
2.3 Pelaksanaan Penelitian dilakukan sampling panjang dan berat, serta
dilakukan perhitungan pertumbuhan ikan gurame
 Perlakuan hewan Uji (O. gouramy), kemudian dianalisa kandungan
Perlakuan hewan uji dimulai dengan bioflok pada alat Gas Chromatography-Mass
penimbangan bobot ikan menggunakan timbangan Spectrometri (GC-MS) yang bertempat di
digital ketelitian 10-2 dan dicatat sebagai berat Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah
awal (W0) serta dilakukan pula pengukuran (POLDA) Jawa Timur di Surabaya. Tahapan
panjang ikan dengan menggunakan kertas dalam uji kandungan GC-MS pada bioflok tersebut
milimeter blok dan dicatat sebagai panjang awal adalah sebagai berikut :
ikan (L0). Kemudian ikan gurame (O. gouramy)  Pengambilan sampel Flok
ditebar ke dalam media perlakuan bioflok dengan
kepadatan 1 ekor/L. Hal ini sesuai dengan Pengambilan sampel bioflok dilakukan pada
pernyataan Effendi et al., (2006), kepadatan akhir pemeliharaan yaitu pada hari ke-30.
optimal untuk kelangsungan hidup ikan gurame Pengambilan sampel bioflok dilakukan dengan
adalah 6 ekor/L dengan ukuran ± 2 cm. Pakan mengambil air media budidaya menggunakan
yang diberikan berupa pellet dengan frekuensi gelas ukur dengan cara dilakukan pengadukan
pemberian pakan 2 kali sehari sebanyak 5% dari terlebih dahulu yang diharapkan sampel bioflok
bobot biomassa ikan. Hal ini sesuai dengan yang terangkat telah homogen. Sampel flok
pendapat Kordi (2009), Ikan gurame muda kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca gelap.
berumur 1-4 bulan membutuhkan pakan 5-7% dari
bobot total. Sampling bobot ikan dan panjang ikan  Ektraksi
dilakukan per-10 hari diikuti dengan penurunan
nilai feeding rate sebanyak 1%. Sampel flok disaring menggunakan kertas
saring untuk memisahkan flok dengan air. Flok
 Prosedur penambahan Sumber karbon yang sudah tersaring diuapkan dalam oven
dengan suhu 40oC untuk menguapkan air yang
Sumber karbon yang digunakan pada masih tersisa dalam flok, setelah didapat flok
penelitian ini berupa tepung sagu, tepung tapioka kering dilakukan penimbangan flok sejumlah 5
serta campuran tepung sagu dan tapioka. Jumlah gram dan dimasukkan ke dalam botol kaca,
karbon yang ditambahkan pada media budidaya kemudian ditambahkan metanol 96% sampai
sesuai dengan perlakuan yang telah dilakukan volume 200 ml. Ekstraksi dilakukan menggunakan
oleh Avnimelech (1999) : metanol dengan perbandingan sampel dan larutan
ΔCH= adalah 1:40. Sampel kemudian dimasukkan ke
Keterangan : dalam inkubator dengan suhu 28oC dan dibiarkan
[C/N]mik : rasio [C/N] bakteri selama 24 jam, dalam selang waktu penyimpanan
ΔCH : jumlah karbon yang harus ditambahkan flok dilakukan pengocokan setiap 6 jam sekali
%C : kandungan karbon dari sumber karbon yang yang tujuannya untuk mempercepat proses
ditambahkan pelarutan. Setelah itu campuran disaring dengan
E : efisiensi konversi mikroba kertas whatmann no. 40 dan diambil larutan
Pakan : jumlah pakan yang diberikan bening untuk diuapkan dengan rotary vacuum
%N pakan : kandungan N dalam pakan evaporator pada suhu 45oC sampai seluruh
%N ekskresi : kandungan N yang dikeluarkan oleh pelarut menguap. Ekstrak yang diperoleh
tubuh ikan kemudian dimasukkan ke dalam avendof dan
 Pengukuran Volume flok disimpan dalam refrigerator dengan suhu 10oC
sebelum dianalisis.
Volume flok dapat dihitung dari perbndingan  Uji kandungan bioflok sumber karbon
jumlah volume air sampel dan jumlah volume tepung sagu, campuran dan tepung
endapan (Effendi, 2003) dengan menggunakan tapioka dengan uji GC-MS
rumus:
Pengujian sampel bioflok dengan GC-MS
 Pengukuran Kualitas Air (Gas Chromatography-Mass Spectrometri)
dilakukan di Laboratorium Forensik Kepolisian
Pengukuran kualitas air dilakukan dua kali Daerah (POLDA) Jawa Timur di Surabaya.
sehari (DO, pH dan suhu) pada pukul 09.00 WIB Persiapan sebelum analisis, terlebih dahulu
dan 16.00 WIB. dilakukan optimasi alat GC-MS untuk memperoleh
 Laju pertumbuhan kromatogram dengan puncak (peak) yang terpisah
dengan baik. Beberapa kondisi analisis yang
dioptimasi antara lain adalah split ratio, laju alir
gas sebagai fase gerak (flow rate). Ekstrak flok berupa tepung sagu dan tepung tapioka kedalam
diambil menggunakan syring dan disuntikkan pada media pemeliharaan.
GC-MS dengan kondisi optimal. Identitas senyawa Asam lemak tak jenuh terbagi pula kedalam asam
dengan m/z tertentu, ditentukan dengan lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh
menggunakan data base kromatogram yang jamak. Asam Lemak tak jenuh tunggal (Mono
terdapat dalam instrument GC-MS Agilent 5890 Unsaturated Fatty Acid/ MUFA) merupakan jenis
series II Plus. Data base yang digunakan adalah asam lemak yang mempunyai 1 (satu) ikatan
data base spectrum Wiley 275.L. Hasil rangkap pada rantai atom karbon. Asam lemak ini
kromatogram dari seluruh sampel flok, kemudian tergolong dalam asam lemak rantai panjang
dianalisis dengan menggunakan PCA (Principal (LCFA), yang kebanyakan ditemukan dalam
Component Analysis) dengan software CAMO The minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kacang
Unscrambler v9.7 untuk melihat pengelompokan tanah, minyak biji kapas, dan kanola. Asam Lemak
kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty
sampel flok. Acid/PUFA) adalah asam lemak yang
mengandung dua atau lebih ikatan rangkap,
bersifat cair pada suhu kamar bahkan tetap cair
2.4 Analisa Data pada suhu dingin, karena titik lelehnya lebih
rendah dibandingkan dengan MUFA atau SFA.
Analisa data untuk mendapatkan data Asam lemak ini banyak ditemukan pada minyak
kandungan bioflok dengan uji GC-MS ikan dan nabati seperti saflower, jagung dan biji
menggunakan data diskriptif, sedangan untuk data matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi
volume flok, kualitas air (pH, suhu dan DO) dan kesehatan adalah kacang-kacangan dan biji-bijian
pertumbuhan mutlak menggunakan analisa data (Sartika, 2008).
eksperimen. Data yang diperoleh dari hasil Asam lemak tak jenuh berpengaruh
penelitian dianalisa secara statistik dengan terhadap laju metabolisme ikan sehingga akan
menggunakan analisa keragaman (ANOVA) berpengaruh pula terhadap pertumbuhan ikan.
sesuai dengan rancangan yang digunakan yaitu Selain untuk pertumbuhan ikan, asam lemak tak
rancangan acak lengkap (RAL). Apabila dari data jenuh dibutuhkan untuk proses peningkatan sistem
sidik ragam diketahui bahwa perlakuan kekebalan tubuh ikan. Ikan hanya membutuhkan
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata asam lemak tak jenuh sebesar 0,5-1,5%
(significant) atau berbeda sangat nyata (highly (Pangkey, 2011), sementara kandungan asam
significant), maka untuk membandingkan nilai lemak tak jenuh pada tepung sagu dan tepung
antar perlakuan dilanjutkan dengan uji BNT (beda tapioka berkisar antara 20-30% (Hilditch, 1956)
nyata terkecil) dan regresi. Dari uji ini dilanjutkan maka sisa dari asam lemak tak jenuh yang tidak
dengan analisis polinomial orthogonal untuk termanfaatkan oleh ikan tersebut akan diasimilasi
mengetahui uji respon. oleh mikroorganisme pembentuk flok untuk proses
pertumbuhan, sehingga akan mempercepat
proses pembentukan flok.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.2 Volume Flok

3.1 Analisis Hasil Uji Kandungan Bioflok


Hasil identifikasi senyawa yang Volume flok merupakan indikator dimana
terkandung dalam bioflok menunjukkan adanya suatu media pemeliharaan telah tumbuh
kandungan asam lemak esensial yang lebih sekumpulan organisme yang disebut flok. Pada
dominan. Kandungan senyawa tersebut dapat penelitian ini, volume flok dengan sumber karbon
dilihat pada Tabel 1.
tepung sagu, tepung sagu dan tepung tapioka
Tabel 1. Sumber Kandungan Senyawasenyawa dominan
Perlakuan Karbon serta tepung tapioka dengan teknik bioflok
A Tepung 10-Octadecenoic acid mengalami perubahan volume selama masa
sagu budidaya berlangsung. Semakin lama
B Campuran 9-Octadecenoic acid pemeliharaan ikan dengan teknologi bioflok maka
C Tepung 9-Octadecenoic acid akan semakin bertambah pula flok dalam media
tapioka budidaya. Bertambahnya jumlah flok dipengaruhi
dengan penambahan sumber karbon dan
pemberian pakan selama pemeliharaan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui
senyawa yang terkandung dalam masing – masing Pengamatan pertumbuhan volume flok dapat
perlakuan merupakan senyawa asam lemak tak dilihat pada Tabel 2.
jenuh dikarenakan pada struktur asam lemak
tersebut memiliki ikatan diantara atom – atom Tabel 2. Pertumbuhan rata-rata volume flok
penyusun karbonnya melebihi dari satu. Hal ini
sesuai dengan Subandiyono (2009) yang
menyatakan bahwa asam lemak tak jenuh memiliki
paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom –
atom penyusunnya. Sedangkan asam lemak jenuh
hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom
karbon penyusunnya. Hartono (2006),
menambahkan bahwa asam lemak tak jenuh
(asam oleat) tidak dapat diproduksi oleh
organisme, akan tetapi asam lemak tersebut
hanya bisa didapat dari sumber makanan.
Kandungan asam lemak yang terdapat dalam
bioflok diperoleh dari pemberian sumber karbon
Hari ke- Jumlah Rata-rata
Total Volume Flok
Perlakuan Volume (ml/L) ± SD
Karbon 10 20 30 Flok (ml/L)
A : Tepung
Sagu 60,00 103,33 130,00 293,33 97,78 ± 33,55
B : Tepung sagu 46,67 63,33 83,33 193,33 64,44 ± 7,69
+ Tapioka
C : Tepung 76,67 70,00 83,33 230,00 76,67 ± 23,09
tapioka

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui Jumlah db Kuadrat F Sig.


jumlah pertumbuhan rata-rata volume flok tertinggi kuadrat Tengah
selama penelitian yaitu pada perlakuan sumber 1668,222 2 834,111 1,45 ,306
Perlakuan
karbon berupa tepung sagu dengan nilai sebesar 0
97,78 ml/L, sedangkan nilai rata-rata volume flok Acak 3452,000 6 575,333
terendah terdapat pada perlakuan campuran Total 5120,222 8
tepung sagu dan tapioka dengan nilai 64,44 ml/L.
Jumlah volume flok akan terus meningkat Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui
seiring dengan pemberian pakan dan nilai signifikan menunjukkan angka 0,306 yang
penambahan sumber karbon, dikarenakan artinya pada perlakuan bioflok dengan sumber
penambahan unsur C (Penambahan karbon) dan karbon berupa tepung sagu, campuran tepung
N (pakan) ke dalam perairan akan dimanfaatkan sagu dan tapioka serta tepung tapioka
oleh organisme dalam proses pembentukan flok, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
sehingga volume flok seiring waktu pemeliharaan Dimana nilai lebih besar dari 0,05 maka perlakuan
terus bertambah. Menurut De Schryver et al., sumber karbon berbeda tidak mempengaruhi nilai
(2008), nilai volume flok meningkat bersamaan pertumbuhan flok. Hal ini dikarenakan pada
dengan peningkatan pemberian sumber karbon perlakuan sumber karbon yang berbeda berupa
pada media pemeliharaan ikan. Volume flok tepung sagu, campuran sagu dan tapioka serta
dijadikan sebagai parameter penting pada sistem tepung tapioka merupakan karbohidrat kompleks.
budidaya teknologi bioflok.
Tepung sagu dan tepung tapioka 3.3. Suhu
merupakan karbohidrat komplek yang dapat
menyediakan substrat berupa partikel-partikel Suhu merupakan parameter kualitas air
yang digunakan untuk menempelnya bakteri yang perlu diketahui dalam setiap kegiatan
pembentuk flok. Menurut Chamberlain et al., budidaya, karena pada dasarnya suhu dapat
(2001) dalam Yuniasari (2009), sagu termasuk mempengaruhi aktivitas metabolisme pada ikan.
karbohidrat kompleks yang memiliki keunggulan Pada pengamatan parameter penunjang selama
dapat menyediakan partikel-partikel yang dapat penelitian, didapatkan hasil nilai suhu dari
dijadikan tempat menempel bakteri. Partikel perlakuan kontrol dan sumber karbon yang
tersebut juga akan memudahkan proses berbeda, dimana nilai suhu mengalami perubahan
pelepasan karbon organik. Dekomposisi dengan diamati melalui rata-rata nilai suhu setiap
karbohidrat komplek menggunakan enzim yang 10 hari selama 30 hari pemeliharaan.
cocok dari bakteri akan meningkatkan proses
pencernaan spesies akuakultur. Tabel 4. Rata-rata nilai suhu setiap 10 hari
Dengan adanya peningkatan jumlah rata-
rata volume flok selama penelitian. Maka untuk Hari ke- Rata-
menghindari adanya dominasi oksigen yang Perlakua Juml rata ±
mengakibatkan organisme dalam media n 10 20 30 ah SD
kekurangan oksigen dianjurkan adanya pergantian K: 23,0 23,3 23,2 23,20 ±
air karena kepadatan yang tinggi maka jumlah Kontrol 0 3 9 69,62 0,174
oksigen yang diperlukan juga akan meningkat. Hal A:
ini sesuai dengan pernyataan Budiardi (2008), Tepung 23,0 23,4 23,3 23,27 ±
semakin besarnya jumlah bahan organik maka sagu 0 7 6 69,83 0,223
jumlah oksigen yang diperlukan juga akan B:
meningkat. Campura 23,2 23,0 23,3 23,22 ±
Oleh karena itu pemberian aerasi n 8 0 8 69,66 0,213
diperlukan karena untuk menjaga kestabilan C:
kandungan oksigen di dalam media pemeliharan Tepung 23,5 23,6 23,2 23,47 ±
serta untuk mencegah adanya endapan dalam tapioka 1 3 8 70,42 0,158
media pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan
prenyataan Aiyushirota, (2009) dalam Riani et al., Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat
(2012), bahwa aerasi diperlukan dalam sistem diketahui nilai suhu rata-rata tertinggi selama
bioflok untuk menjaga pergerakan air, sehingga penelitian yaitu pada perlakuan C dengan sumber
daerah mati tidak terlalu luas dan memungkinkan karbon tepung tapioka sebesar 23,47°C,
bioflok mengendap relatif sedikit. sedangkan nilai rata-rata suhu terendah selama
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penelitian terdapat pada perlakuan kontrol dengan
pemberian karbon yang berbeda terhadap kisaran rata-rata 23,20°C. Perbedaan nilai suhu
pertumbuhan flok, maka dilakukan uji analisa selama 30 hari masa pemeliharaan dipengaruhi
keragaman. Adapun pengaruh pemberian karbon oleh adanya faktor alam dan lingkungan sekitar,
yang berbeda terhadap pertumbuhan flok, maka akan tetapi nilai suhu di atas masih dalam kisaran
dilakukan uji analisa keragaman yang dapat dilihat optimal bagi pertumbuhan ikan gurame dan proses
pada Tabel 3. pembentukan flok.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Tirta
(2011), Suhu optimal untuk larva/benih Gurame ,
suhu yang ideal adalah 25-30 °C. Hal ini juga
diperkuat dengan pernyataan dari Schryver
(2008), bahwa pada suhu rendah dibawah 4°C flok dalam media pemeliharaan bioflok, sehingga
akan sulit terbentuk, namun apabila pada suhu mengakibatkan pH air meningkat. pH sangat
sedang yang berkisar antara 20-25°C flok yang berperan dalam menunjang proses
terbentuk akan semakin besar dan relatif lebih pendekomposisian bahan organik khusus nya
stabil. Hepher dan Pruginin (1981) menambahkan aktifitas bakteri dalam proses pembentukan flok.
pengaruh suhu pada kolam bioflok relatif lebih Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan
komplek, selain berpengaruh terhadap laju oleh Azim et al., 2007 bahwa tingginya aktivitas
metabolisme bakteri, suhu juga mempengaruhi respirasi mikroba dalam sistem bioflok akan
kelarutan oksigen dalam air, semakin menyebabkan terjadinya fluktuasi dan tingginya
meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen akan konsentrasi pada pH dan alkalinitas.
semakin menurun. Tingkat konsentrasi nilai pH selama
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh penelitian masih dalam kondisi baik bagi ikan
pemberian karbon yang berbeda terhadap nilai gurame dan bakteri nitrifikasi dalam proses
suhu, maka dilakukan uji analisa keragaman yang pengoksidasian bahan organik dengan berjalanya
dapat dilihat pada Tabel 5. penambahan sumber karbon. Hal ini juga
dikemukakan oleh Yuniasari (2009) bahwa
Tabel 5. Hasil Analisa Keragaman Suhu konsentrasi nilai pH yang ideal untuk bakteri
nitrifikasi adalah berkisar antara 7,5 – 8,5, akan
Jumlah D Kuadrat Sig tetapi bakteri juga masih dapat beradaptasi pada
Kuadrat B Tengah F . pH diluar kisaran tersebut. Disisi lain Suprapto
Perlak 1,1 0,3 (2013) menambahkan bahwa nilai pH dalam
0,135 3 0,045 perairan memiliki pengaruh terhadap kestabilan
uan 93 72
flok dengan adanya penambahan bahan yang
0,302 8 0,038 bersifat asam atau basa. Adapun menurut Tirta
Acak
1 (2011), Derajat keasaman (pH) air yang sesuai
0,437 untuk benih ikan Gurame berkisar pada angka 6,5
Total 1
– 7,5.
Hasil di atas dapat diketahui nilai sig. sebesar Untuk mengetahui apakah ada pengaruh
0,372 dimana artinya tidak berbeda nyata karena pemberian karbon yang berbeda terhadap nilai pH,
nilai sig. di atas 0,005. Dengan demikian maka dilakukan uji analisa keragaman yang dapat
perlakuan pemberian bioflok pada kualitas air dilihat pada Tabel 7.
benih ikan Gurame (O. gouramy) berpengaruh
sangat berbeda nyata terhadap nilai suhu pada Tabel 7. Hasil Analisa Keragaman pH
benih ikan Gurame (O. gouramy) selama
penelitian. Jumlah D Kuadrat
3.4. Derajat Keasaman (pH) Kuadrat B Tengah F Sig.
Perlak 2,6 0,1
0,008 3 0,003
uan 53 20
pH merupakan Gambaran kondisi asam-
basa suatu perairan dimana pH menunjukkan Acak 0,008 8 0,001
keseimbangan antara asam dan basa air. Data 1
0,011
hasil pengukuran pH selama penelitian didapatkan Total 1
dari perlakuan kontrol dan sumber karbon yang
berbeda. Hasil di atas dapat diketahui bahwa nilai
Perubahan nilai pH diamati melalui rata-rata nilai signifikan yang didapatkan sebesar 0,120 lebih
pH setiap 10 hari yang dapat dilihat pada Tabel 6. besar dari 0,005. Dengan demikian teknik
Adapun data selengkapnya pada Lampiran 6 . pemeliharaan bioflok dengan sumber karbon yang
berbeda terhadap nilai pH tidak berbeda nyata
Tabel 6. Rata-rata nilai pH setiap 10 hari selama penelitian.

Rata- 3.5. DO (Disolved Oxygen)


Hari ke-
Perlakua Jumla rata ±
n 10 20 30 h SD
K: 7,3 7,4 7,6 7,48 ± Hasil pengukuran DO (Disolved Oxygen)
Kontrol 6 5 3 22,44 0,042 selama penelitian didapatkan dari perlakuan
A: kontrol dan sumber karbon yang berbeda, dimana
Tepung 7,4 7,4 7,6 7,50 ± nilai DO (Disolved Oxygen) mengalami perubahan
sagu 2 6 4 22,52 0,020 dengan diamati melalui rata-rata nilai DO
B: (Disolved Oxygen) sebagai berikut pada Tabel 8.
Campura 7,4 7,4 7,6 7,54 ±
n 6 7 9 22,63 0,011 Hari ke Rata-
Perlakua
Jumlah rata ±
C: n
10 20 30 SD
Tepung 7,4 7,5 7,6 7,54 ± K: 7,75 ±
Tapioka 3 1 9 22,63 0,018 Kontrol 7,66 7,71 7,88 23,24 0,134
7,84 ±
Berdasarkan pada Tabel 6 di atas dapat A : Sagu 7,70 7,86 7,94 23,51 0,152
diketahui nilai rata-rata pH selama 30 hari masa B : Sagu
7,64 ±
pemeliharaan tertinggi pada perlakuan B dan dan
0,093
perlakuan C yaitu sebesar 7,54, sedangkan nilai tapioka 7,52 7,64 7,76 22,92
rata-rata pH terendah terdapat pada perlakuan C: 7,67 ±
kontrol sebesar 7,48. Nilai rata-rata pengukuran Tapioka 7,53 7,69 7,79 23,02 0,03
pH tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara perlakuan. Peningkatan nilai pH Berdasarkan pada Tabel 8 di atas dapat
dipengaruhi oleh adanya aktivitas fotosintesis diketahui nilai rata-rata DO selama 30 hari
fitoplankton dan respirasi mikroba yang ada di penelitian yang tertinggi pada perlakuan A yaitu
sebesar 7,84 mg/L dan nilai rata-rata DO terendah perairan yang terjaga dengan baik memungkinkan
pada perlakuan B sebesar 7,64 mg/L. Nilai rata- ikan untuk bertahan hidup. Menurut Ekasari
rata DO setiap 10 hari hingga ke-30 tidak (2009), pembentukan bioflok oleh bakteri hetrotrof
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. mampu meningkatkan pemanfaatan nutrien dan
Nilai konsentrasi oksigen terlarut dari perlakuan menghindari stress lingkungan.
kontrol maupun perlakuan penambahan sumber Untuk mengetahui apakah ada pengaruh
karbon memiliki nilai relatif sama, hal ini pemberian karbon yang berbeda terhadap laju
dikarenakan adanya pemberian aerasi dimana pertumbuhan benih ikan gurame maka dilakukan
terdapat dua titik aerasi diwadah penelitian, uji analisa keragaman yang hasilnya dapat dilihat
sehingga penyebaran oksigen menjadi sempurna. pada Tabel 10.
Nilai konsentrasi oksigen ini masih dalam
kondisi baik untuk proses pengoksidasian bahan Tabel 10. Hasil Analisa Keragaman Laju
organik oleh bakteri nitrifikasi dan pembentukan Pertumbuhan
flok. Sesuai dengan pendapat Aiushirota (2009)
bahwa kondisi optimum dari oksigen terlarut untuk Jumlah D Kuadra F Sig.
proses pengoksidasian bahan organik yaitu Kuadra B t
berkisar antara 4-5 ppm (mg/L), pergerakan air t tengah
harus terus berjalan sehingga daerah mati arus Perlakua 65,772 3 21,924 3.716* 0,00
tidak terlalu luas yang nantinya dapat n * 0
mengakibatkan bioflok jatuh dan mengendap. Acak 0,047 8 0,006
Kordi (2009), menambahkan ikan Gurame dapat Total 65,819 11
tumbuh optimal pada perairan yang kandungan
oksigennya 3-5 ppm (mg/L), pada kandungan Hasil di atas diketahui nilai sig. sebesar
oksigen dibawah 3 ppm ikan Gurame mampu 0,000 dimana artinya sangat berbeda nyata
berkembang dengan baik karena mampu karena nilai sig. dibawah 0,001. Dengan demikian
mengambil oksigen langsung dari udara. perlakuan pemberian bioflok dengan sumber
karbon yang berbeda memberikan pengaruh
3.6 Laju Pertumbuhan / Spesific Growth Rate sangat berbeda nyata terhadap nilai laju
(SGR) pertumbuhan benih ikan gurame (O. gouramy)
selama penelitian
Laju pertumbuhan / Survival Growth Rate Bioflok mengandung protein dan lemak
(SGR) merupakan korelasi antara pertambahan yang tinggi, sehingga cocok digunakan sebagai
bobot tubuh panjang dan volume pada waktu alternatif pakan tambahan untuk ikan. Selain itu
tertentu. Hasil dari penelitian pemeliharaan benih kandungan senyawa asam lemak, baik esensial
ikan gurame (O. gouramy) menggunakan teknik maupun non-esensial banyak terdapat di bioflok.
pemeliharaan bioflok dengan sumber karbon yang Keberadaan asam lemak dalam bioflok tidak lepas
berbeda pada masing-masing perlakuan dari adanya pemberian sumber karbon. Asam
menghasilkan presentase laju pertumbuhan yang oleat merupakan salah satu kandungan yang
berbeda setelah 30 hari masa pemeliharaan, terdapat didalam bioflok.
seperti yang terlihat pada Tabel 9
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Ulangan Rata-
Perlakua
Jumlah Rata ±
n 1 2 3 SD 4. 1 Kesimpulan
0,0 0,0 0,00 ±
K 0,00 0,00 Berdasarkan hasil penelitian, analisa
0 0 0,00
0,3 0,2 0,31 ± kandungan bioflok dengan sumber karbon yang
A 0,31 0,92 berbeda pada budidaya ikan gurame
5 6 0,04
0,3 0,3 0,34 ± (Osphronemus gouramy) dengan uji gas
B 0,34 1,02
1 6 0,02 chromatography-mass spectrometri (GC-MS)
0,4 0,4 0,49 ± didapatkan senyawa dominan berupa 10-
C 0,53 1,46
7 6 0,04 Octadecenoic acid dan 9-octadecenoic acid.
Senyawa ini tergolong asam lemak tak jenuh
Berdasarkan Tabel 9. dapat dilihat data (asam oleat). Volume dan komposisi bioflok
hasil laju pertumbuhan benih ikan gurame (O. tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap
gouramy) pada masing-masing perlakuan yaitu parameter kualitas air yang meliputi pH, suhu dan
pada kontrol dengan rata – rata 0 %, perlakuan A DO.
dengan sumber karbon tepung sagu dengan rata-
rata 0,31 %, Perlakuan B dengan sumber karbon 4.2 Saran
campuran dari tepung sagu dan tepung tapioka
dengan rata 0,34%, perlakuan C dengan sumber Berdasarkan hasil penelitian ini
karbon dari tepung tapioka dengan rata-rata disarankan untuk menggunakan tepung tapioka
0,49%. Sehingga dapat disimpulakan bahwa sebagai sumber karbon untuk budidaya benih
perlakuan C dengan menggunakan sumber karbon gurame dengan teknik bioflok, dimana pada
tepung tapioka memiliki tingkat laju pertumbuhan perlakuan tepung tapioka memberikan pengaruh
tertinggi sebesar 0,49% dibanding perlakuan yang sangat berbeda nyata terhadap nilai pertumbuhan
lain, sedangkan perlakuan K sebagai kontrol benih ikan gurame, manajemen pengawasan
memiliki tingkat laju pertumbuhan terendah karena harus ditingkatkan untuk menjaga kualitas perairan
pada perlakuan K tidak terdapat ikan yang hidup dalam sistem bioflok dan disarankan pula untuk
sampai 30 hari masa pemeliharaan. Hal ini melakukan penelitian lanjutan guna mengetahui
menunjukkan adanya kemampuan menjaga komposisi sumber karbon terbaik untuk proses
kualitas air dari masing-masing perlakuan dengan pertumbuhan dan kelulushidupan benih ikan
penggunaan bioflok dibandingkan dengan kontrol. gurame.
Karena pada dasarnya bakteri bioflok mampu
untuk menjaga kondisi perairan yang ada. Kondisi
DAFTAR PUSTAKA Removal Techniques in Aquaculture
for Sustainable Production.
Aquaculture, 270: 1-14.

Abdul Kohar M, dan Bambang Argo Wibowo.2014. _______ 2010.The application of bioflocs
Dampak Pengembangan Perikanan technology to protect brine shrimp
Budidaya terhadap Penurunan (Artemia franciscana) from pathogenic
Kemiskinan, Peningkatan Pendapatan Vibrio harveyi. Journal of Applied
dan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Microbiology 109, 1643–1649
Tengah. Hal 1-13
De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N.,
Akbar, F. 2014. Pengaruh Variasi Karbon Yang Verstraete, W., 2008. The basics of bio-
Berbeda Terhadap Pertumbuhan flocs technology: the added value for
Bioflok Pada Budidaya Sidat (Anguila aquaculture. Aquaculture 277, 125–137.
sp.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Brawijaya. Malang. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi
Hal 36-37 Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima.
Aiyushirota, I. 2009. Konsep Budidaya Udang Kanisius:Yogyakarta. 257 Hal.
Sistem Bakteri Heterotrop dengan
Bioflocs. Aiyushirotabiota. Indonesia pp. Ekasari, J. 2008. Bioflocs technology: the effect
Hal 1-15 of different carbon source, salinity and
the addition of probiotics on the
Asaduzzaman, M., M.A. Wahab, M.C.J. primary nutritional value of the
Verdegem, S. Huque, M.A. Salam, and bioflocs. Thesis. Faculty of Bioscience
M.E. Azim. 2008. C/N Ratio Control and Engineering. Ghent University. Belgium.
Substrate Addition for Periphyton
Development Jointly Enhance _________ 2009. Teknologi Bioflok: Teori dan
Freswater Prawn Macrobrachium Aplikasi dalam Perikanan Budidaya
rosenbergii Production in Ponds. Sistem Intensif. Jumal Akuakultur
Aquaculture, 280: 117 – 123. Indonesia, 8(2): 117- 126 (2009).

Avnimelech, Y. 1999. C/N Ratio As a Control Emerenciano, M., E.L.C. Ballester., R.O. Cavalli.,
Element in Aquaculture SysteMS. and W. Wasielesky. 2011. Biofloc
Aquaculture, 176: 227-235. Technology Application As A Food
Source in A Limited Water Exchange
_____________ 2005. Tilapia harvest microbial Nursery System for Pink Shrimp
floes in active suspension research Farfantepenaeus brasiliensis (Latreille,
pond. Glob. Aquac. Advocate, October 1817). Aquaculture Research. 2011: Hal :
2005 1-11.

_____________ 2006. Bio-Filters: The need for Endang, P. 2008. Lemak Kawan yang Bisa Jadi
an New Comprehensive Approach. Lawan. http://benih.net/lemak-kawan-
Aquaculture Engineering, 34(3) : 172-178 yang-bisa-jadi-lawan. 16 November 2014.

_____________ 2007. Feeding With Microbial Febrianto, N. A. 2009. Identifikasi Dan Analisa
Flocs By Tilapia In Minimal Discharge Komponen Aroma Pada Lemak Kakao
Bio-Flocs Technology Ponds. Hasil Refermentasi Dengan Metode
Aquaculture 264: 140-147. Spme-GC (Solid Phase Microextraction-
Gas Chromatography).
Azim, M.E., Little, D.C., Bron, .I.E., 2008.
Microbial protein production in activated Firmansyah, Y. 2011. Degradasi Bahan Organik
suspension tanks manipulating C/N ratio dan Pemanfaatan Sebagai Penghasil
in feed and implications for fish culture. Energi Listrik pada Sediment Tambak
Bioresource Technology 99, 3590-3599. Udang Melalui Sediment Microbial Fuel
Cell. Institut Pertanian Bogor. Hal. 1-42
Budiardi, Tatag, 2008, Keterkaitan Produksi
Dengan Beban Masukan Bahan Gritter, R. J. , J. M. Bobbit dan A. E. Schwarting.
Organik Pada Sistem Budidaya 1981. Pengantar kromatografi.
Intensif Udang Vanamei (Litopenaeus Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB.
vannamei Boone 1931), Disertasi, Bandung. 1991.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Hal 5- 20 Gunarto dan Hidayat, S. W. 2011. Produksi
Bioflok dan Nilai Nutrisinya dalam Skala
Crab, R., Y. Avnimelech, T. Defoirdt, P. Bossier, Laboratorium. Prosiding Forum Inovasi
and W. Verstraete. 2007. Nitrogen Teknologi Akuakultur, 1009-1018
Hargreaves, J.A., 2006. Photosynthetic Teknologi Bioflok: Profil Kualitas Air,
suspended-growth sisteMS in Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan.
aquaculture. Aquae. Eng. 34,344-363 Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah
Sakit. EGC: Jakarta. Mukti, I., M. Yuwono dan A. Prawita. 2012.
Gambaran Analisis Barang Bukti Ganja
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Hasil Peredaran Gelap Narkoba di
Mc Graw- Hill, New York Wilayah Hukum Polda Jatim dengan
Metode GC-MS. JBP. 14 (2): 97-105.
Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen.
Edisi kesatu. IKIP Press. Semarang. hal. Padmawinata, K. Pengantar Kromatografi Edisi
219 dan 243. ke Dua. Institut Teknologi Bandung. ITB.
1991. Hal. 42, 44, 47, 49
Hepher, B. Pruginin, Y. 1981. Commercial fish
farming: with special reference to fish Pangkey H., 2011. Kebutuhan Asam Lemak
culture in Israel. New York. Esensial pada Ikan Laut. Jurnal
Perikanan dan Kelautan Tropis., 7(2):
Hilditch, T. P. 1956. The Chemical Constitution 93-102.
of Natural Fats 3rd Edition. Chapman and
Hall LTD, London Purnomo, P. D., 2012. Pengaruh Penambahan
Karbohidrat Pada Media Pemeliharaan
Jangkaru, Z. 2004. Memacu Pertumbuhan Terhadap Produksi Budidaya Intensif
Gurame. Penebar Swadaya: Jakarta. Nila (Oreochromis niloticus). Journal of
Aquaculture Management and Technology
Ju, Z.Y., Forster, 1., Conquest, L., Dominy, W., 2012, vol. 1 No. 1 : 161-179.
Kuo, W.C., Horgen, F.D. 2008.
Determination of microbial community Riani, H. Rita R. dan Walim L. 2012. Efek
structures of shrimp floe cultures by Pengurangan Pakan Terhadap
biomarkers and analysis of floe amino Pertumbuhan Udang Vanname
acid profiles. Aquaculture Research 39, (Litopenaeus vanname) PL-21 Yang
118-133 Diberi Bioflok. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 3 (3) : 207-211.
Junaiyah dan Arifin, Z. 2008. Sintaksis.
Jakarta :Grasindo. 138 hlm Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis.
Edisi Ke I. Cetakan I. Graha Ilmu. Hal.
Kashyap, M. Sanjay, H. Girish, Pandya, D. 217.
Sudheer, Wachasunderdan K. Vivek.
2005. QA/QC aspectsof GC- Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci
MSanalytical instrument for Identifikasi Ikan 1. Penerbit
environmental analysis. Indian Journal of Binacipta.Bogor. 1 hal
ChemicalTechnology.12 :477-487
Sartika, R. A. Dewi. 2008. Pengaruh Asam
Khairuman dan Khairul Amri, M. 2003. Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam
Pembenihan dan Pembesaran Gurame Lemak Trans Terhadap Kesehatan.
secara Intensif. Agromedia Pustaka. Kesmas. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Jakarta Nasional. Vol. 2 No. 4. Hal 2-7.

Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Sastrohamidjojo, H. dan Pranowo, H. D. 1985.


Analitik. Jakarta. Penerbit Universitas Kromatografi. Edisi kesatu. Penerbit
Indonesia. Hal. 216-217. Liberti, Yogyakarta, hal. 6-8, 23, 26, 27,
46, 53-55, 92 dan 97.
Kordi, G. 2009. Budidaya Perairan. PT Citra
Aditya Bakti. Rineka Cipta. Jakarta.103 Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan
hlm. Praktis Bidang Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta.
Liputo. S. A., S. Berhimpon dan Feti . F. 2013.
Analisa Nilai Gizi serta Komponen Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005.
Asam Amino dan Asam Lemak dari Spectrometric Identification of Organic
Nugget Ikan Nike (Awaous Compounds. Seventh edition. New York:
melanocephalus) dengan Penambahan John Willey & Sons, Inc. Hal.95-97
tempe. Program Studi Kimia. Fakultas
Perikanan. Universitas Sam Ratulangi. Subandiyono, 2009. Nutrisi Ikan. Universitas

Maryam, S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Diponegoro. 204 hlm.


Nila Merah Oreochromis sp. Dengan
Sulardiono, B. Supriharyono, R. Susanti. 2013.
Kajian Tentang Laju Pertumbuhan Ikan
Bandeng (Chanos Chanos Forskall)
Pada Tambak Sistem Silvofishery Dan
Non Silvofishery Di Desa Pesantren
Kecamatan Ulujami Kabupaten
Pemalang. Journal Of Management Of
Aquatic Resources. Vol 2. No. 2. Hal 81-
86

Sunarto. Sabariah. 2008. Pengaruh Sumber


Asam Lemak Pakan Berbeda Terhadap
Kinerja Pertumbuhan Ikan Botia Botia
Macracanthus Bleeker. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 7(2): 199–204

Suprapto. L. S. Samtasir. 2013. Rahasia Sukses


Teknologi Budidaya Lele. Agro165.
Jakarta. 225 hal.

Surakhmad, Winarno. 1989. Pengantar


Penelitian – Penelitian Ilmiah, Dasar
MetodeTeknik. Edisi 7. Tarsito. Bandung.
286 hal.

Suryaningrum, D.H. 2012. Knowledge


Management and Performance of Small
and Medium Entities in Indonesia.
International Journal of Innovation,
Management and Technology. Vol. 3 No. 1,
February 2012.

Tirta, S. J, M.H Risky, dan B.W. Prasetya.2011.


Usaha Pembenihan Gurame. Penebar
Swadaya. Jakarta. 116 hlm.

Yuniasari, D., 2009. Pengaruh Pemberian


Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi
Serta Molase dengan C/N Rasio
Berbeda Terhadap Profil Kualitas Air,
Kelangsungan Hidup, dan
Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei).Skripsi. Bogor:
InstitutPertanian Bogor. Hal.1 – 50.

Anda mungkin juga menyukai