ABSTRAK
Tingginya padat tebar dalam system budidaya tambak udang intensif tentunya
memerlukan pemenuhan pakan buatan yang banyak yang dapat menghasilkan limbah.
Limbah yang dihasilkan dari system budidaya ini berupa sedimen yang berasal dari
sisa pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme udang yang dibudidayakan.
Sisa pakan dan hasil metabolism udang yang mengendap dan berbentuk sedimen
mengandung bahan organic berupa N, P2O5, K2O dan C-Organik, dapat menimbulkan
permasalah berupa penurunan kualitas air, racun dan penyebab sumber penyakit,
bukan hanya di lingkungan budidaya tetapi juga pada sungai/laut sebagai tempat
pembuangan limbah. Oleh karena itu diperlukan adanya solusi dalam penanganan
beban limbah tambak udang intensif tersebut guna mencegah kerusakan lingkungan
akibat dampat negative yang ditimbulkan. Upaya yang dapat dilakukan dalm proses
pengelolan produksi menggunakan system budidaya diantaranya adalah: 1)
meningkatkan efisiensi pakan; 2) pengontrolan feeding program; 3) pemahaman
tentang feeding behavior serta nutritional physiology; 4) meminimalkan jumlah
pakan yang hilang atau tidak termakan; 5) mengalokasikan kolam pengendapan yang
berfungsi sebagai Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL); 6) memanfaatkan peran
ekologi komoditas budidaya; 7) pemanfaatan limbah sedimen sebagai pupuk organic.
Kata Kunci – System Budidaya Intensive, Tambak, Limbah, Sedimen, Lingkungan
PENDAHULUAN
1
Pesatnya pembangunan tambak intensif tidak lepas dari permintaan pasar akan
udang yang tinggi untuk pemenuhan protein hewani. Produksi udang nasional pada
2012 sebesar 415.703 ton atau meningkat 4% dari 2011. Sementara, produksi udang
nasional pada 2013 sebesar 608.000 ton dan tahun 2014 ditargetkan mencapai
699.000 ton (Anonim, 2014 dalam Suwoyo, et al., 2015). Berdasarkan data Shrimp
Club Indonesia (SCI) luas tambak intensif di Indonesia mencapai kurang lebih 30.000
hektar (MAInfo, 2018).
Budidaya udang dengan menerapkan teknik pengelolaan secara intensif degan
pada penebaran tinggi sepenuhnya bergantung pada input pakan berupa yang
menyerap sekitar 60-70% biaya produksi (Atjo,2013). Tingginya padat tebar dalam
system budidaya ini tentunya memerlukan pemenuhan pakan buatan yang banyak.
Padat tebar dan pemberian pakan buatan yang banyak tentu selain menjanjikan hasil
produksi (good output) juga menghasilkan beban limbah (bad output) yang besar
pula. Limbah yang dihasilkan dari system budidaya ini berupa sedimen yang berasal
dari sisa pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme udang yang
dibudidayakan.
Sisa pakan dan hasil metabolism udang yang mengendap dan berbentuk
sedimen mengandung bahan organic berupa N, P2O5, K2O dan C-Organik (Suwoyo et
al., 2016) dapat menimbulkan permasalah dan menurunkan kualitas air bukan hanya
di lingkungan budidaya tetapi juga pada sungai/laut sebagai tempat pembuangan
limbah. Dekomposisi dari sisa pakan tersebut akan menghasilkan racun dan penyebab
timbulnya penyakit (Patang, 2016). Jika limbah tersebut dibuang kelingkungan tanpa
dikelola terlebih dahulu akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Oleh
karena itu diperlukan adanya solusi dalam penanganan beban limbah tambak udang
intensif tersebut guna mencegah kerusakan lingkungan akibat dampat negative yang
ditimbulkan.
2
PEMBAHASAN
Sistem budidaya tambak udang intensif yang dapat digunakan dengan padat
penebaran tinggi memberikan dampak pada beban limbah sebagai hasil sampingan
dari hasil kegiatan produksi. Beban limbah yang dihasilkan berpotensi mempengaruhi
kelayakan lingkungan hidup udang serta lingkungan perikanan secara umum. Adanya
beban limbah disebabkan oleh tingginya pada tebar tinggi dan penggunaan pakan
buatan (pellet) sebagai ciri utama dalam penerapan system budidaya intensif.
Kandungan protein pakan buatan cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, sehingga
proses dari dekomposisi pakan yang tidah termakan akan menghasikan senyawa
nitrogen anorganik berupa NH3-N (amoniak) yang merupakan salah satu senyawa
yang bersifat racun. Limbah buangan (effluent) yang mengandung konsentrasi
nitrogen tinggi berakibat pada penurunan kualitas air baik dalam tambak budidaya
maupun badan air yang dilalui limpasan limbah budidaya intensif (sungai/laut).
Adanya akumulasi bahan organic (nitrogen, posfor) dapat mengakibatkan pada
penurunan oksigen terlarut dalam air karena terjadi eutrofikasi (Bayu et al., 2016).
Sisa pakan akan menghasilkan limbah berbentuk sedimen yang terdiri atas
bahan organik dan anorganik sebagai bahan penyusunnya. Bahan organik dapat
berupa protein, karbohidrat dan lemak sedangkan bahan anorganik terdiri atas partikel
lumpur. Seiring dengan pertumbuhan udang maka presentase pemberian pakan akan
semakin bertambah sehingga sisa pakan juga akan bertambah. Penumpukan limbah
sedimen yang mengendap di dasar akan mengalami proses penguraian (dekomposisi)
yang menghasilkan nitrat, nitrit, amonia, karbondioksida dan hidrogen sulfida.
Kandungan tersebut apabila berada diatas ambang batas akan mempengaruhi kualitas
air dan membahayakan lingkungan dan berdampak pada sintasan udang yang
dibudidayakan (Suwoyo et al., 2015).
Bahan organic berupa total Nitrogen (TN) dan total Phospat (TP) yang
bersumber dari sisa pakan tentu memiliki beban limbah yang dapat ditorelir oleh
3
kapasitas daya dukung lingkungan. Semakin padat tingkat penebaran maka beban
limbah yang dihasilkan juga semakin besar, sebagai contoh yang diperlihatkan pada
Table 1.
4
Table. 1 menunjukkan bahwa beban limbah budidaya udang vaname
superintensif yang terbuang ke lingkungan perairan sebanyak 43,09-50,12 kgTN/ton
produksi udang dan 14,21-15,73 kgTP/ton produksi udang. Mengacu pada batasan
beban limbah N, P, dan C, maka beban limbah tambak udang vaname superintensif
pada tingkat produktivitas 6-8 ton/1.000 m2/mt, telah melebihi standar beban limbah
tambak yang diperkenankan sehingga berpotensi menimbulkan dampak terhadap
kemunduran kualitas lingkungan perairan. Tingginya beban limbah yang demikan
diatas maka diperlukan adanya solusi ataupun penanganan dalam pengelolaan limbah
tambak intensif.
5
terintegrasi di perairan pesisir dalam upaya meminimasi potensi limbah nutrien dari
budidaya.
Selain dalam proses budidaya penanganan limbah hasil budidaya juga dapat
dilakukan melalui pemanfaat sedimen limbah tersebut. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Suwoyo et al. (2016) limbah padat sedimen tambak udang super
intensif memiliki kandungan nutrien (unsur hara) yang cukup tinggi seperti N total
0,67%, P2O5 4,78%, K2O 1%, C-Organik 17,84% dan pH 6,25 yang berpotensi
dijadikan pupuk tambak seperti yang telah dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri
Pertanian (Table. 2).
Tabel 2. Karakteristik Pupuk Jenis Urea, SP-36, Pupuk Organik Komersil dan
Pupuk Limbah Tambak
PERMENTAN
Variabel Urea SP-36 Pupuk Limbah Tambak
No. 70/Permentan/SR.140/10/2011
N-Total (%) 46 - 0,68
pH - - 6,25 4-9
C-organik - - 17,84 Minimal 15
Kadar air - - 15,6 15-25
C/N - - 26 15-25
Cd (mg/L) - - 4 Maksimum 2
6
Penelitian yang juga telah dilakukan oleh Suwoyo et al. (2016) yang bertujuan
untuk mengevaluasi respon pertumbuhan kelekap dan nener ikan bandeng yang
diberikan pupuk organik limbah tambak udang super intensif (POLTASI) yang
dibandingkan dengan pupuk organik komersil, menunjukkan bahwa rata-rata
produksi biomassa kelekap yang dihasilkan dari POLTASI sebesar 3,94 g/100 cm2.
Kelas plankton yang dominan sebagai penyusun kelekap adalah kelas Cyanophyceae
dan Bacillariophyceae. Aplikasi POLTASI secara tunggal dan kombinasinya dengan
pupuk anorganik menghasilkan sintasan nener yang tidak berbeda nyata dengan
pupuk organik komersil, namun pertumbuhan nener cenderung lebih baik khususnya
pada kombinasi POLTASI dengan pupuk anorganik. Hal ini membuktikan bahwa
limbah tambak intensif berpotensi dijadikan pupuk dalam hal penumbuhan pakan
alami.
KESIMPULAN
SARAN
7
DAFTAR PUSTAKA