Laporan akhir ini merupakan hasil kerja dari tim pelaksana Pengukuran
Kerusakan Lahan/Tanah Untuk Produksi Biomassa Kecamatan Margasari
Kabupaten Tegal. Dalam laporan akhir ini diuraikan mengenai latar belakang
pekerjaan, metode pelaksanaan pekerjaan, hasil dan analisis. Diharapkan dengan
hasil yang telah tersusun ini akan memberikan gambaran tentang kerusakan lahan
secara ilmiah di Kecamatan Margasari.
..................................................................
NIP............................................................
.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................... I - 1
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran ................................................ I - 4
1.2.1. Maksud....................................................................... I - 4
1.2.2. Tujuan ........................................................................ I - 4
1.2.3. Sasaran ...................................................................... I - 4
1.3. Dasar Hukum ......................................................................... I - 5
1.4. Ruang Lingkup....................................................................... I - 5
1.4.1. Lingkup Wilayah Studi ................................................ I - 5
1.4.2. Lingkup Substansi Studi ............................................. I - 5
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.1 Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi
Air ........................................................................................... I - 6
Tabel 1.2 Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Kering ..................... I - 6
Tabel 3.1. Banyaknya Curah Hujan Rata – rata, Hari Hujan, Kelembaban
dan Tekanan Udara Rata – rata di Kabupaten Tegal Tahun
2016 ........................................................................................ III - 6
Tabel 3.2. Luas Penggunaan Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan
(Ha) di Kabupaten Tegal Tahun 2016 ..................................... III - 6
Tabel 3.3. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah Menurut Kecamatan
di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Ha) ..................................... III - 7
Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio per
Kecamatan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 .......................... III - 8
Tabel 3.5. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Tegal Tahun 2016 ................................................................... III - 8
Tabel 3.6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Jiwa) ..................... III - 9
Tabel 3.7. Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan
menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (1) . III - 11
Tabel 3.8. Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Perkebunan
menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (2) . III - 16
Tabel 3.9. Luas Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Margasari Tahun 2016 (Ha) ................................. III - 19
Tabel 3.10. Luas Penggunaan Lahan Sawah menurut Desa/Kelurahan di
Kecamatan Margasari Tahun 2016 (Ha) ................................. III - 20
Tabel 3.11. Luas Penggunaan Lahan Bukan Sawah menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Margasari Tahun 2016 (Ha) ... III - 21
Tabel 3.12. Jumlah Penduduk (jiwa) Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio
di Kecamatan Margasari Tahun 2016 ...................................... III - 21
Tabel 3.13. Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan
Margasari Tahun 2016 ............................................................ III - 22
Tabel 3.14. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan
Margasari Tahun 2016 ............................................................ III - 22
Tabel 3.15. Luas Tanam, Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi
Sawah menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Margasari
Tahun 2016 ............................................................................. III - 24
Tabel 3.16. Tanaman Kehutanan Rakyat Menurut Jenis dan Luasannya di
Kecamatan Margasari Tahun 2016 .......................................... III - 25
Tabel 4.1. Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Jenis Tanah
(Tingkat Ordo) .......................................................................... IV -` 5
Berat isi/berat volume (BI) atau kerapatan bongkah tanah (bulk density) adalah
perbandingan antara berat bongkah tanah dengan isi/volume total tanah,
diukur dengan metode lilin (bongkah tanah dilapisi lilin). Tanah dikatakan
bermasalah bila BI tanah tersebut >1,4 g/cm³ dimana akar sulit
menembus tanah tersebut.
Biomassa adalah tumbuhan atau bagian – bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun,
ranting, batang, dan akar, termasuk tanaman yang dihasilkan oleh
kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman;
Derajat pelulusan air atau permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh
tanah secara vertikal dengan satuan cm/jam.
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian.
Dalam definisi lain disebutkan irigasi adalah usaha penyediaan,
pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah yang diukur
dengan colony counter. Pada umumnya jumlah mikroba normal adalah
107 cfu/g tanah. Tanah dikatakan rusak bila jumlah tersebut < 102 cfu/g
tanah baik untuk di lahan kering maupun di lahan basah.
Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke lapisan yang
membatasi keleluasaan perkembangan system perakaran. Lapisan
pembatas tersebut meliputi: lapisan padas/batu, lapisan beracun (garam,
logam berat, alumunium, besi), muka air tanah, dan lapisan kontras.
Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik (50 – 2.000
µm) dengan debu dan lempung (< 50 µm). Tanah tidak dapat menyimpan
hara dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Pasir yang
mudah lapuk (vulkanik) yang berwarna gelap tidak termasuk dalam
definisi ini.
Kondisi tanah adalah sifat dasar tanah di tempat dan waktu tertentu yang
menentukan mutu tanah
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda
pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi,
populasi tumbuhan, dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu
dan masa kini, yang bersifat mantap atau mendaur;
Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.
Nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang ada di dalam larutan
tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar kadar ionik
larutan akan semakin besar DHL-nya. DHL dinilai dengan satuan mS/cm
atau µS/cm, pada suhu 25º C. Nilai DHL > 4 mS mengkibatkan akar
membusuk karena terjadi plasmolisis.
Pelayanan dasar bidang lingkungan hidup adalah jenis pelayanan publik yang
mendasar dan mutlak untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang
baik dan sehat secara berkelanjutan
Porositas total tanah adalah persentase ruang pori yang ada dalam tanah terhadap
volume tanah.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya
Sifat dasar tanah adalah sifat dasar fisika, kimia, dan biologi tanah
Status kerusakan tanah adalah kondisi tanah di tempat dan waktu tertentu yang
dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa;
Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi yang
terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik,
kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Tanah di lahan basah (rawa) adalah tanah yang berada dalam lingkungan yang
selalu tergenang air, sehingga lingkungan tersebut senantiasa bersifat
reduktif. Oleh karena karakteristik lingkungan yang demikian maka pada
lahan basah dapat dijumpai tanah gambut.
Tanah di lahan kering adalah tanah yang berada di lingkungan tidak tergenang yang
pada umumnya merupakan tanah mineral (bukan tanah organik).
Tanah gambut adalah tanah yang berkembang dari hasil penumpukan bahan organik
yang diluruhkan oleh produksi biomassa hutan hujan tropika.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan / atau aspek fungsional.
Tanah dan/atau lahan merupakan sumber daya alam yang terbatas dan
senantiasa mendapatkan tekanan yang semakin hari semakin besar. Tekanan ini
merupakan konsekuensi akumulasi aktivitas masyarakat / penduduk (anthropogenic),
di samping adanya tekanan alamiah dari lingkungan itu sendiri (natural aspects),
yang terus mengalami perubahan yang dinamis dan fluktuatif. Dalam konteks inilah
maka untuk meningkatkan produktivitas lahan dilakukan dengan pemberian materi-
materi tambahan, khususnya materi organik untuk peningkatan kesuburan.
Intensifikasi pertanian di wilayah Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal,
bermuara pada upaya untuk terus meningkatkan produktivitas lahan pertanian
dengan penambahan materi-materi organik dan anorganik tersebut. Pada prosesnya
upaya peningkatan produktivitas lahan ini masih mencerminkan kesan ekspliotasi
dan tidak terkendali. Hal ini secara bertahap akan menyebabkan kerusakan lahan
untuk produksi biomassa.pada akhirnya fenomena ekspliotasi produktivitas lahan ini
akan berpengaruh pada kerusakan lahan dan penurunan produksi biomassa.
Tanah merupakan tempat produksi biomassa yang mendukung kehidupaan
manusia dan kehidupan lainya serta berperan penting dalam menjaga kelestarian
sumber daya air dan kelestarian lingkungan hidup. Biomassa merupakan sejumlah
unsur alam (bahan organik) yang dihasilkan dari proses fotosintenstik baik berupa
produk maupun buangan seperti tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah
pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Dimana dari produk-produk
buangan ini terdiri dari beberapa unsur kimiawi seperti karbon, oksigen, nitrogen,
alkali tanah dan logam berat.Produksi biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan
sumber daya tanah untuk menghasilkan biomassa (PP No 150 Tahun 2000). Tanah
merupakan salah satu komponen lahan dan ruang daratan yang memiliki banyak
fungsi dalam kehidupan. Daya dukung tanah sangat menentukan pada tingkat
kehidupan ekosistem di sekitarnya sehingga dalam pemanfaatanya tanah harus
tetep terkendali dan tidakmelibihi ambang batas kerusakan. Kerusakan tanah atau
degradasi akan menganggu proses siklus kehidupan makhluk hidup. Dalam bidang
pertanian, fungsi tanah sangat penting, karena selain sebagai media tanam, tanah
juga berfungsi mengatur tata air, udara, siklus biologi dan unsur hara sehingga tanah
akan menentukan tumbuh dan produksinya tanaman untuk menghasilkan biomassa
Meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah maupun
sumber daya alam lainnya yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan
tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang
pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya.
Tegal melalui Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2018 perlu melakukan kegiatan
kajian kerusakan tanah untuk produksi biomassa di Kecamatan Margasari dengan
mengacu kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa sebagaimana
Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah
untuk Produksi Biomassa dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 7
Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk
Produksi Biomassa.
1.2.2. Tujuan
Tujuan kegiatan ini meliputi :
1. Mengetahui status kerusakan lahan untuk produksi biomassa di wilayah
Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan lahan untuk produksi biomassa di
wilayah Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal.
3. Merumuskan rekomendasi penanggulangan kerusakan dan pemulihan kondisi
tanah yang perlu dilakukan.
1.2.3. Sasaran
Sasaran kegiatan ini meliputi :
1. Memetakan dan mengetahui luas lahan untuk produksi biomassa di Kecamatan
Margasari Kabupaten Tegal mengacu kebijakan tata ruang daerah.
2. Melakukan pengukuran dan analisis kerusakan tanah mengacu Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa.
3. Menyusun peta status kerusakan untuk produksi biomassa.
4. Merumuskan rekomendasi penanggulangan kerusakan dan pemulihan kondisi
tanah yang perlu dilakukan.
Tabel 1.1. Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air
6. Evaluasi status kerusakan tanah diuji didasarkan pada uji sampel tanah
pada titik-titik lokasi. Lingkup Analisis/Uji Laboratorium Tanah dilakukan
pada seluruh parameter kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
2.2. BIOMASSA
Biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara
langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi atau bahan
dalam jumlah yang besar. Secara tidak langsung biomassa mengacu pada produk
yang diperoleh melalui peternakan dan industri makanan. Biomassa disebut juga
“fitomassa” dan seringkali diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya
yang diperoleh dari hayati.
Basis sumber daya meliputi ratusan dan ribuan spesies tanaman, daratan
dan lautan, berbagai sumber petanian, perhutanan, dan limbah residu dan proses
industri, limbah dan kotoran hewan. Tanaman energi yang membuat perkebunan
energi skala besar akan menjadi salah satu biomassa yang menjanjikan, walaupun
belum dikomersialkan pada saat ini. Biomassa secara spesifik berarti kayu, rumput
Napier, rapeseed, eceng gondok, rumput laut raksasa, chlorella, serbuk gergaji,
serpihan kayu, jerami, sekam padi, sampah dapur, lumpur pulp, kotoran hewan, dan
lain-lain. Biomass jenis perkebunan seperti kayu putih, poplar hibrid, kelapa sawit,
tebu, rumput gajah, dan lain-lain adalah termasuk kategori ini.
telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000. Parameter-
parameter tersebut meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Namun yang paling
dominan adalah sifat fisika tanah. Kriteria baku kerusakan tanah dibagi menjadi 2
golongan, yaitu kriteria baku kerusakan untuk lahan basah dan untuk lahan kering.
Lahan basah berupa lahan yang selalu terendam, seperti lahan gambut maupun
lahan rawa. Sedangkan lahan kering merupakan lahan yang berada di lingkungan
yang tidak tergenang dengan bentuk lahannya beragam mulai dari datar sampai
bergunung.
Parameter yang berpengaruh terhadap kerusakan lahan/tanah untuk produksi
biomassa antara lain ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi fraksi atau
tekstur tanah, bobot isi tanah, porositas tanah, derajad pelulusan air atau
permeabilitas tanah, pH tanah, potensial reduksi-oksidasi (redoks), daya hantar listrik
(DHL) dan total mikroba.
manusia. Lahan yang telah kehilangan solum tanah dapat dikategorikan sebagai
lahan yang kritis.
2.3.7. pH Tanah
pH (keasaman) adalah tingkat keasaman tanah yang dicerminkan oleh
konsentrasi H+ dalam tanah. Di dalam tanah, pH sangat penting dalam menentukan
aktivitas dan dominasi mikroorganisme dalam hubungan siklus hara. Nilai pH tanah
juga mengindikasikan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
Reaksi di dalam tanah atau biasa diindikasikan dengan istilah pH tanah
merupakan indikator reaksi yang terjadi di dalam tanah. Nilai pH merupakan
pembacaan logaritma ion H+ atau OH- yang ditangkap oleh alat pengukur dari hasil
pelepasan fraksi-fraksi tanah ketika diberikan larutan tertentu. Pengamatan pH tanah
dengan air (pH H2O) merupakan pengukuran pH aktual, sedangkan pH KCL
merupakan pH potensial. Apbila pH KCL dikurangi pH H2O adalah -0,5 atau lebih
besar maka dimungkinkan tanah tersebut mempunyai lempung bermuatan aneka
(variable charge clay). Nilai pH menjadi bermasalah jika pH <4,5 atau >8,5 untuk
lahan kering dan pH <4,0 atau >7,0 untuk tanah di lahan basah.
Pada umumnya tanah yang sudah berkembang lanjut di daerah iklim basah
atau humid mempunyai pH yang rendah. Makin lanjut usianya, maka makin rendah
nilai pH tanahnya terkecuali adanya faktor lain yang mencegah hal tersebut terjadi.
Namun, hal yang terbaik terjadi pada daerah yang kering, makin lanjut usia tanahnya
maka makin tinggi nilai pH tanah tersebut. Hal ini disebabkan karena penguapan
yang tinggi menyebabkan tertimbunnya unsur-unsur basa di permukaan tanah. Nilai
pH tanah perlu diketahui karena setap tanaman memerlukan lingkungan pH tertentu.
Selain itu, nilai pH tanah juga mengindikasikan ketersediaan unsur hara di dalam
tanah. Pada tanah yang nilai pH-nya rendah atau masam, kelarutan Al dan Fe tinggi
segingga dapat meracuni atau menghambat pertumbuhan tanaman.
bahan induk maupun material alam yang biasanya menghasilkan senyawa klorida,
nitrat sulfat, karbonat, dan bikarbonat. Sumber lain berupa salinisasi merupakan
proses pembentukan garam di tanah akibat dari proses penguapan yang intensif
(panas dan kering) sehingga larutan garam di dalam tanah bergerak secara
kapilaritas ke atas, menguap, dan meninggalkan endapan garam di permukaan
tanah. Proses ini biasanya terjadi pada daerah yang mempunyai iklim panas-kering
dan membentuk tanah garaman (saline soil). Sumber kegaraman lainnya berupa
pemupukan yang menggunakan dosis berlebihan. Hal ini yang dapat meracuni
tanaman sehingga tanaman menjadi mati atau pertumbuhannya terhambat.
Sedangkan sumber kegaraman terbesar adalah air laut, baik daerah yang berada di
pesisir pantai maupun daerah yang telah mengalami intrusi air laut.
Nilai DHL adalah pendekatan kualitatif dari kadar ion yang ada di dalam
larutan tanah, di luar kompleks serapan tanah. Semakin besar kadar ionik larutan
akan semakin besar DHL-nya. DHL dinilai dengan satuan mS/cm atau µS/cm, pada
suhu 25oC. Nilai DHL > 4mS mengakibatka akar membusuk karena terjadi
plasmosis.
Luas wilayah Kabupaten Tegal adalah 878,79 km2, yang terbagi dalam beberapa
wilayah administrasi yaitu 18 kecamatan dengan 281 desa dan 6 kelurahan. Adapun
luas daratan masing-masing kecamatan, yaitu: Margasari (86,84 km2), Bumijawa
(88,55 km2), Bojong (58,52 km2), Balapulang (74,91 km2), Pagerbarang (43,00 km2),
Lebaksiu (40,95 km2), Jatinegara (79,62 km2), Kedungbanteng (87,62 km2), Pangkah
(35,51 km2), Slawi (13,63 km2), Dukuhwaru (26,58 km2), Adiwerna (23,86 km2),
Dukuhturi (17,48 km2), Talang (18,37 km2), Tarub (26,82 km2), Kramat (38,49 km2),
Suradadi (55,73 km2) serta Warureja (62,31 km2).
angin, suhu udara dan lama penyinaran matahari serta penguapan sedang – sedang
saja. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebanyak 463,40 mm
dengan kelembaban 81%; tekanan udara 1.008,6 hPa; kecepatan angin 4,00 knots;
suhu udara rata – rata 27,9OC dan lama penyinaran matahari 151,3 jam serta
penguapan air sebesar 5,0 mm.
Tabel 3.1. Banyaknya Curah Hujan Rata – rata, Hari Hujan, Kelembaban dan
Tekanan Udara Rata – rata di Kabupaten Tegal Tahun 2016
Tabel 3.2. Luas Penggunaan Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan (Ha) di
Kabupaten Tegal Tahun 2016
Jenis Pengairan
No. Kecamatan Jumlah
Irigasi Teknis Tadah Hujan
1. Margasari 1.768 1.696 3.464
2. Bumijawa 1.647 639 2.286
3. Bojong 1.810 432 2.242
4. Balapulang 2.216 936 3.152
5. Pagerbarang 2.453 196 2.649
6. Lebaksiu 2.681 38 2.719
7. Jatinegara 344 1.767 2.111
8. Kedungbanteng 1.181 214 1.395
Jenis Pengairan
No. Kecamatan Jumlah
Irigasi Teknis Tadah Hujan
9. Pangkah 1.674 100 1.774
10. Slawi 375 - 375
11. Dukuhwaru 1.715 86 1.801
12. Adiwerna 1.152 - 1.152
13. Dukuhturi 858 23 881
14. Talang 862 - 862
15. Tarub 1.821 - 1.821
16. Kramat 2.060 - 2.060
17. Suradadi 4.153 15 4.168
18. Warureja 3.890 234 4.124
Jumlah 32.660 6.376 39.036
Sumber : Kabupaten Tegal Dalam Angka, 2017
3.1.6. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Tegal berdasarkan proyeksi penduduk Tahun 2016
sebanyak 1.429.386 jiwa yang terdiri atas 710.513 jiwa penduduk laki-laki dan
718.873 jiwa penduduk perempuan. Sementara itu besarnya angka rasio jenis
kelamin (sex ratio) Tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan
sebesar 98,84.
Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio per
Kecamatan di Kabupaten Tegal Tahun 2016
Penduduk
No. Kecamatan Jumlah Sex Ratio
Laki - Laki Perempuan
1. Margasari 47.501 48.337 95.838 98,27
2. Bumijawa 42.160 42.389 84.549 99,46
3. Bojong 30.168 31.904 62.072 94,56
4. Balapulang 40.547 41.493 82.040 97,72
5. Pagerbarang 26.136 26.548 52.684 98,45
6. Lebaksiu 40.936 43.016 83.952 95,16
7. Jatinegara 26.770 27.363 54.133 97,83
8. Kedungbanteng 20.307 20.133 40.440 100,86
9. Pangkah 50.602 50.462 101.064 100,28
10. Slawi 35.207 36.588 71.795 96,23
11. Dukuhwaru 29.424 30.253 59.677 97,26
12. Adiwerna 60.130 59.621 119.751 100,85
13. Dukuhturi 44.763 44.266 89.029 101,12
14. Talang 50.949 50.609 101.558 100,67
15. Tarub 39.358 38.908 78.266 101,16
16. Kramat 54.738 55.853 110.591 98,00
17. Suradadi 40.648 40.975 81.623 99,20
18. Warureja 30.169 30.155 60.324 100,05
Jumlah/Rata-rata 710.513 718.873 1.429.386 98,84
Sumber : Kabupaten Tegal Dalam Angka, 2017
Tabel 3.6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Jiwa)
Jenis Kelamin (jiwa) Jumlah
No Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan (jiwa)
1. 0-4 65.636 61.723 127.359
2. 5-9 66.809 63.229 130.038
3. 10 - 14 68.000 64.020 132.020
4. 15 - 19 64.291 58.691 122.982
5. 20 - 24 57.046 55.395 112.441
6. 25 - 29 53.555 53.590 107.145
7. 30 - 34 52.076 54.750 106.826
8. 35 - 39 52.147 53.469 105.616
9. 40 - 44 46.370 47.465 93.835
10. 45 - 49 42.323 44.917 87.240
11. 50 - 54 39.679 43.147 82.826
12. 55 - 59 34.642 36.228 70.870
13. 60 - 64 27.817 27.911 55.728
14. 65 - 69 16.306 19.524 35.830
15. 70 - 74 11.245 15.415 26.660
16. 75 ke atas 12.571 19.399 31.970
Jumlah 710.513 718.873 1.429.386
Sumber : Kabupaten Tegal Dalam Angka, 2017
Tabel 3.7. Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016
Padi Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai Kacang Hijau
No. Kecamatan Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas
Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi Produksi
Panen Panen Panen Panen Panen Panen Panen
1. Margasari 6.056 39.058 902 7.452 - - - - 14 22 - - - -
2. Bumijawa 4.091 22.052 1.237 7.281 94 2.932 - - - - - - 11 12
3. Bojong 4.127 22.581 1.412 10.191 37 733 12 116 16 36 - - - -
4. Balapulang 5.799 31.451 866 5.334 6 95 4 64 - - - - - -
5. Pagerbarang 5.558 35.493 372 2.525 - - - - 20 76 8 12 - -
6. Lebaksiu 6.019 36.754 825 6.829 8 238 - - - - 15 28 - -
7. Jatinegara 3.397 19.219 3.535 22.532 46 831 - - 2 3 - - - -
8. Kedungbanteng 2.636 17.844 2.769 32.326 - - - - - - - - - -
9. Pangkah 1.212 7.290 1.257 7.667 76 1.413 26 323 20 40 5 10 1 12
10. Slawi 728 4.010 31 200 15 355 - - - - - - - -
11. Dukuhwaru 4.515 28.758 133 868 - - - - 27 100 - - - -
12. Adiwerna 1.639 10.128 127 872 - - 1 10 14 42 31 57 - -
13. Dukuhturi 949 5.139 26 171 - - - - - - - - - -
14. Talang 1.683 10.059 87 477 4 78 - - 1 2 - - 1 12
15. Tarub 2.361 14.896 1.242 7.875 2 35 13 125 20 41 - - - -
16. Kramat 3.621 23.368 116 666 - - - - - - - - - -
17. Suradadi 4.795 28.001 464 3.151 - - - - - - 1 2 - -
18. Warureja 6.313 37.921 299 1.872 - - - - 1 2 - - 1 12
Jumlah 65.499 394.022 15.700 118.289 288 6.710 56 638 135 364 60 109 14 48
Sumber : Kabupaten Tegal Dalam Angka, 2017
Tabel Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Lanjutan)
Tabel Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Lanjutan)
Tabel Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Lanjutan)
Tabel Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pangan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016 (Lanjutan)
Tabel 3.8. Luas Panen (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Perkebunan menurut Desa/Kelurahan di Kabupaten Tegal Tahun 2016
Pengairan
Pengairan Pengairan Tadah
Desa/ Setengah
No. Teknis Sederhana Hujan Jumlah
Kelurahan Teknis
(Ha) (Ha) (Ha)
(Ha)
1. Prupuk Selatan 152,070 - - - 152,070
2. Prupuk Utara 85,930 - - 49,085 135,015
3. Kaligayam - 131,968 - 100,032 232,000
4. Wanasari 5,500 154,190 - 77,875 237,565
5. Danaraja 121,819 - - 28,381 150,200
6. Jembayat 407,900 - - 35,357 443,257
7. Margasari 150,800 - - 48,500 199,300
8. Dukuh Tengah - - 150,000 36,120 186,120
9. Paku Laut 197,000 - - 200,000 397,000
10. Marga Ayu 240,328 - - 143,000 383,328
11. Kalisalak 214,937 - - 203,735 418,672
12. Karangdawa 250,100 - 38,000 31,625 319,725
13. Jatilaba 105,000 - 90,100 14,997 210,097
Jumlah 1.931,384 286,158 278,100 968,707 3.464,349
Sumber : Kecamatan Margasari Dalam Angka, 2017
3.2.3. Kependudukan
Penduduk Kecamatan Margasari berdasarkan proyeksi penduduk Tahun
2016 sebanyak 95.838 jiwa yang terdiri atas 47.501 jiwa penduduk laki-laki dan
48.337 jiwa penduduk perempuan. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin
(sex ratio) Tahun 2016 yakni perbandingan penduduk laki-laki terhadap penduduk
perempuan sebesar 98,270.
Tabel 3.12. Jumlah Penduduk (jiwa) Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di
Kecamatan Margasari Tahun 2016
Komposisi penduduk usia 0-14 tahun sebanyak 29.826 jiwa atau 31,12%,
usia 15-64 tahun sebanyak 59.312 jiwa atau 61,89% dan usia 65 tahun ke atas
sebesar 6.694 jiwa atau 6,99%. Sebagai akibat dari struktur penduduk yang
demikian besarnya Angka ketergantungan (dependency ratio) Kabupaten Tegal
adalah 61,57%. Hal ini berarti bahwa setiap 100 jiwa berusia produktif menanggung
sekitar 62 jiwa penduduk usia non produktif yaitu mereka yang berusia dibawah 15
tahun dan 65 tahun keatas.
Tabel 3.15. Luas Tanam, Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Margasari
Tahun 2016
Peruntukan
Kawasan
Produksi
STATUS
KERUSAKAN
TANAH
A. Peta Dasar
Peta dasar adalah peta yang menyajikan informasi-informasi dasar dari suatu
wilayah, antara lain jalan, pemukiman/kampung, sungai, gunung, tutupan lahan,
elevasi dan wilayah administrasi. Sebagai bahan peta dasar dapat
menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) produksi Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
B. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Peta RTRW yang digunakan adalah peta RTRW tingkat kabupaten. Daerah
yang dijadikan sebagai areal kerja efektif adalah daerah yang dapat digunakan
untuk pengembangan produksi Biomasa di kawasan budidaya.
C. Peta Tanah
Peta tanah diperlukan sebagai bahan untuk penilaian potensi kerusakan tanah.
Informasi utama yang diambil dari peta ini adalah jenis tanah. Jenis tanah yang
diperoleh dari peta tanah tergantung dari skala peta. Semakin detil skala peta
tersebut, semakin banyak informasi sifat tanah yang diperoleh. Jenis (klasifikasi)
tanah yang digunakan dapat beragam, umumnya menggunakan sistem
klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, USDA) dan kadang-kadang juga
disertakan padanannya dari klasifikasi Puslittan dan FAO.
D. Peta Lereng
Peta lereng merupakan hasil olahan dari peta topografi. Kemiringan lahan
berkaitan erat dengan potensi erosi sebagai faktor utama penyebab kerusakan
tanah sehingga dijadikan bahan penilaian potensi kerusakan tanah.
E. Peta Curah Hujan
Ketersediaan peta curah hujan diperlukan dalam penentuan potensi kerusakan
tanah. Peta hujan biasanya disusun dari peta isohyet. BMKG (Badan
Meteorologi Klimatologi Geofisika). Peta hujan biasanya disusun dari peta
isohyet. BMG ditingkat propinsi kadang juga menyusun peta hujan. Sumber lain
adalah peta hujan yang disusun oleh Bappeda masing-masing daerah
kabupaten, kota atau provinsi.
F. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan
Peran peta penggunaan lahan (land use) sangat penting sebagai salah satu
bahan penilaian potensi kerusakan tanah. Dalam pendugaan potensi kerusakan
tanah, peta penggunaan/penutupan lahan yang digunakan adalah peta terbaru
yang masih relevan menggambarkan kondisi penggunaan/ penutupan lahan
saat verifikasi lapang dilakukan. Peta ini dapat disusun berdasarkan data Citra
seperti citra Landsat, SPOT, ASTER dan Quick Bird.
1. Peta tanah
Berdasarkan sistem klasifikasi Soil Taxonomy, di Indonesia tersebar 10 ordo
tanah, yaitu Histosols yaitu ordo untuk tanah basah dan Entisols, Inceptisols,
Vertisols, Andisols, Alfisols, Ultisols, Oxisols, serta Spodosols yaitu ordo
untuk tanah lahan kering. Berdasarkan kondisi kelembabannya, tanah dibagi
menjadi tanah lahan basah dan tanah lahan kering. Tanah lahan basah
adalah tanah yang sebagian besar waktu di tahun-tahun normalnya berada
pada kondisi jenuh air. Sedangkan tanah lahan kering adalah tanah yang
sebagian besar waktu di tahun-tahun normalnya berada pada kondisi tidak
jenuh.
Tanah lahan kering dan lahan basah dapat diduga dari nama jenis tanahnya.
Selain Histosol, yang termasuk lahan basah adalah tanah mineral yang
mempunyai rejim kelembaban akuik atau bersub ordo akuik, misalkan
Aquents, Aquepts, Aquults, Aquods dan sebagainya. Dalam menduga
potensi kerusakan, tanah-tanah dikelompokan ke dalam 5 (lima) kelas potensi
kerusakan tanah. Nilai rating potensi kerusakan tanah diberikan terutama
berdasarkan pendekatan nilai erodibilitas tanah.
Tabel 4.1. Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Jenis
Tanah (Tingkat Ordo)
Potensi
Skor Pembobotan
Tanah Kerusakan Simbol Rating
(rating X bobot)
Tanah
Vertisol,
Tanah dengan rejim Sangat Ringan T1 1 2
kelembaban aquik*
Oxisol Ringan T2 2 4
Alfisol, Mollisol, Ultisols Sedang T3 3 6
Inceptisols, Entisols,
Tinggi T4 4 8
Histosols
Spodosol, Andisol Sangat Tinggi T5 5 10
Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009
Keterangan: *Aquents, Aquepts, Aquults, Aquoxs, dsb. dengan pengecualian untuk Sulfaquept dan
Sulfaquent yang dinilai berpotensi kerusakan tinggi.
2. Peta lereng
Dalam kaitannya dengan kerusakan tanah, tingkat kemiringan lereng sangat
berpengaruh terhadap proses kerusakan tanah yang disebabkan oleh erosi
tanah. Dalam menduga potensi kerusakan tanah berdasarkan kondisi
kelerengan lahan, tanah dikelompokan ke dalam 5 (lima) kelas potensi
kerusakan tanah. Dasar penetapan klas lereng adalah pembagian klas lereng
yang digunakan dalam penetapan potensi lahan kritis seperti yang diatur
Skor Pembobotan
Lereng (%) Potensi Kerusakan Tanah Simbol Rating
(rating X bobot)
1–8 Sangat Ringan L1 1 3
9 – 15 Ringan L2 2 6
16 – 25 Sedang L3 3 9
26 – 40 Tinggi L4 4 12
>40 Sangat Tinggi L5 5 15
Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009
dari 10 sampai 50. Nilai maksimal terjadi jika seluruh nilai atribut dari tiap-tiap
peta tematik yang digunakan berpotensi sangat tinggi terhadap kerusakan
tanah. Berdasarkan akumulasi skor tersebut, seluruh tanah yang akan dinilai
dikelompokan terhadap 5 kelas potensi kerusakan tanah, yaitu tanah yang
berpotensi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Pada
prinsipnya semakin tinggi nilai skor yang diberikan, semakin tinggi pula potensi
wilayah tersebut mengalami kerusakan tanah.
Di samping keempat peta tematik di atas, peta kondisi awal dapat juga
mengakomodasi peta atau data lainnya terkait dengan potensi dan keberadaan
tanah yang rusak. Peta dan informasi tersebut dapat langsung digunakan untuk
menduga potensi kerusakan tanah, tanpa harus melalui proses skoring dan
pembobotan. Sebagai contoh peta lahan kritis keluaran BPDAS Departemen
Kehutanan yang memilah lahan kritis atas 5 golongan. Untuk lahan tergolong
sangat kritis kerusakan tanahnya diduga setara dengan potensi kerusakan tanah
sangat tinggi. Lahan yang tergolong kritis diduga setara dengan potensi
kerusakan tanah tinggi. Lahan agak kritis diduga setara dengan potensi
kerusakan tanah sedang. Lahan potensial kritis diduga setara dengan potensi
kerusakan tanah rendah. Sedangkan lahan tidak kritis diduga mempunyai
potensi kerusakan tanah sangat rendah.
Peta Kondisi Awal pada prinsipnya menyajikan informasi dugaan potensi
kerusakan tanah, luasan dan sebarannya. Peta ini akan digunakan sebagai peta
kerja dan bertujuan agar dapat mempermudah dan mengarahkan verifikasi di
lapangan, terutama dalam menentukan prioritas lokasi yang akan disurvey serta
jenis-jenis pengukuran yang akan dilakukan. Untuk keperluan itu maka perlu
dicantumkan faktor-faktor penting atau diduga dapat menjadi penyebab
kerusakan tanah, yaitu jenis tanah, bahan induk, kemiringan lereng, curah hujan
tahunan dan penggunaan lahan. Informasi tersebut dituangkan dalam legenda
peta.
peta kerja dengan pola bentuk grid. Kerapatan grid disesuaikan dengan skala
peta yang akan dibuat. Metode sampling seperti ini cocok diterapkan pada
kondisi :
a. Lahan homogen dan tidak dapat dibedakan secara visual di lapangan,
misalkan pada lahan gambut.
b. Peta dasar dan peta pendukung kurang lengkap.
c. Pengalaman/jam terbang para surveyor masih rendah/minim.
2. Sistem bebas
Sistem ini biasanya diterapkan pada kondisi lahan yang cukup beragam, dimana
lahan dibagi kepada beberapa satuan lahan yang relatif homogen melalui proses
tumpang tindih (overlay) dari beberapa peta tematik sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya dan kemudian pada setiap satuan lahan tersebut
dilakukan sampling secara random. Homogenitas pada setiap satuan lahan
menjadi syarat dalam penggunaan metode sampling ini.
3. Sistem sistematik
Sistem ini hampir sama dengan sistem grid, tapi jarak pengamatannya tidak
sama jauh. Penerapan sistem ini harus disertai dengan peta dasar dan data
penunjang cukup lengkap.
4. Sistem bebas sistematik
Sistem ini hampir sama dengan sistem bebas, dilakukan untuk mengatasi
kekurangan waktu di lapangan. Dalam penerapannya harus disertai
ketersediaan peta dasar dan peta penunjang cukup lengkap, serta berdasarkan
hasil interpretasi.
Kerapatan pengamatan selain tergantung kepada tingkat survey (lihat tabel di bawah
ini), juga tergantung pada jumlah satuan peta sementara (hasil interpretasi) yang
harus diverifikasi.
Tingkat Survei
Unsur
Tinjau Mendalam Semi-detil Detil
- Penetapan areal yang rencana - Rencana
akan disurvey lebih teknis operasional
dalam
Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009
diperoleh dari peta-peta tematik, yaitu jenis tanah, bahan induk, kemiringan lereng,
curah hujan tahunan, dan penggunaan lahan.
Pada tahap selanjutnya, data-data dari peta ini akan dinilai dan menjadi dasar
dalam penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa.
Ambang Kritis
(PP 150/2000) Metode
Tebal Tanah Peralatan
Pengukuran
Ton/ha/thn Mm/10 thn
< 20 cm >0,1 - <1 >0,2 - <1,3 1. Timbangan, tabung
20 - < 50 cm 1 - <3 1,3 - <4 ukur, penera debit
(discharge) sungai
50 - <100 cm 3 - <7 4 - <9 1. Gravimetrik
dan peta daerah
100 – 150 cm 2. Pengukuran
7-9 9 - 12 tangkapan air
(catchment area)
>150 cm >9 >12
2. Patok erosi
Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009
20, 24 atau 28, tergantung pada banyak parameter yang diukur. Misalkan jika
jenis tanah lahan basah berupa tanah mineral atau tanah gambut dengan
lapisan substratum bukan pasir kwarsa, maka parameter yang diukur berjumlah
6 (nilai redoks tanah gambut dan subsidensi tidak diukur) sehingga nilai skor
maksimalnya 24. Contoh lain, jika jenis tanah lahan basah berupa tanah gambut
dengan lapisan substratum pasir kwarsa, maka parameter yang diukur
berjumlah 7 (nilai redoks tanah yang mengandung pirit tidak diukur) dan nilai
skor maksimalnya adalah 28.
Dari penjumlahan nilai skor tersebut dilakukan pengkategorian status
kerusakan tanah. Berdasarkan status kerusakannya, tanah dibagi ke dalam 5
kategori, yaitu tidak rusak (N), rusak ringan (R.I), rusak sedang (R.II), rusak
berat (R.III) dan rusak sangat berat (R.IV). Status kerusakan tanah berdasarkan
penjumlahan nilai skor kerusakan tanah dalam Tabel 4.12.
Jumlah: 7
dibandingkan
dengan kriteria
(Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009)
Gambar 4.2. Skema Contoh Penilaian Status Kerusakan Tanah
No Parameter Simbol
1 Ketebalan solum s
2 Kebatuan permukaan b
3 Komposisi fraksi f
4 Berat Isi d
5 Porositas Total v
6 Derajat Pelulusan Air p
7 pH (H2O) 1: 2,5 a
8 Daya Hantar Listrik/DHL e
9 Redoks r
10 Jumlah Mikroba m
11 Subsidensi gambut di atas pasir kuarsa g
12 Kedalaman lapisan berpirit dari permukaan tanah f
13 Kedalaman air tanah dangkal w
14 Redoks untuk tanah berpirit rp
15 Redoks untuk gambut rg
Sumber : Pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, 2009
Tabel 4.15. Contoh Format Legenda Peta Status Kerusakan Tanah untuk
Produksi Biomassa
2
No Desa/Kelurahan Potensi Kerusakan Tanah Luas (m )
3 Jatilaba Sangat Ringan 2.994.678,67
Ringan 3.178.840,07
4 Jembayat Sangat Ringan 5.154.426,48
Ringan 1.348.986,60
Sedang 669,24
5 Kaligayam Sangat Ringan 2.909.262,93
Ringan 3.546.127,75
Sedang 3.579.046,49
6 Kalisalak Sangat Ringan 12.093.540,50
Ringan 8.179.231,30
7 Karangdawa Sangat Ringan 4.601.314,39
Ringan 2.248.305,36
Margasari Sangat Ringan 3.736.269,97
Ringan 2.248.305,36
8 Pakulaut Sangat Ringan 6.466.787,08
Prupuk Ringan 7.140.333,82
Sedang 1.507.965,53
9 Wanasari Sangat Ringan 1.108.242,13
Ringan 3.689.104,82
Sedang 11.715.019,15
Sumber : Hasil Analisi Penyusun, 2018
5.3.2. Topografi
Topografi menggambarkan ciri-ciri fisik dari bumi. Fitur-fitur ini biasanya
mencakup formasi alam seperti gunung, sungai, danau, dan lembah. Fitur buatan
manusia seperti jalan, bendungan, dan kota-kota dapat juga dimasukkan. Topografi
juga mencatat berbagai ketinggian suatu daerah dengan menggunakan peta
topografi.
Kecamatan Margasari memiliki wilayah yang terdiri dari daratan bukan
pesisir. Secara topografi daerah ini merupakan daratan dengan ketinggian kurang
dari 950 meter di atas permukaan air laut dan hampir seluruh daerahnya mempunyai
ketinggian antara 61-300 meter di atas permukaan laut.
Lokasi pengamatan di Kecamatan Margasari memiliki variasi ketinggian, yaitu
berkisar antara 31-300 meter di atas permukaan air laut. Ketinggian di atas
permukaan laut dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-faktor topografi
berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya
diusahakan di dalam program mekanisme produksi biomassa.
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 100 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 100 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S;
3 Sampel 3 Margasari < 20 73 Tidak Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 97 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 70 Tidak Rusak
109°3'18"E
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 0 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 0 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S;
3 Sampel 3 Margasari > 40 0 Tidak Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 0 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 0 Tidak Rusak
109°3'18"E
fraksi lempung (koloid lempung), debu dan pasir. Makin halus kelas tekstur tanah
(lempung makin tinggi) biasanya kapasitas menahan lengas dan kapasitas
pertukaran kation/anion tanah semakin tinggi. Sebaliknya semakin kasar kelas
tekstur tanah (pasir makin tinggi, lempung rendah) akan semakin rendah pula
kemampuan tanah menahan lengas serta semakin kecil kapasitas pertukaran kation/
anion.
Komposisi fraksi mempunyai arti penting dari segi pengelolaan tanah sawah.
Tanah sawah dengan kandungan mineral mudah lapuk yang tinggi akan mempunyai
cadangan sumber hara yang tinggi pula. Sebaliknya jika fraksi mineral yang
mendominasi adalah mineral resisten menunjukkan miskinnya cadangan sumber
hara dalam tanah tersebut. Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari
pasir kuarsatik (50 – 2.000 µm) dengan debu dan lempung (<50 µm). Tanah tidak
dapat menyimpan hara dan air bilamana kandungan pasir kuarsanya >80%. Berikut
adalah hasil laboratorium komposisi fraksi.
A. Komposisi Pasir
Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa komposisi fraksi pasir di
wilayah studi pada umumnya berada di bawah ambang batas kritis, yaitu di
bawah 80% atau berkisar antara 2% hingga 34%. Hal itu berarti bahwa
berdasarkan parameter komposisi fraksi pasir, status kerusakan tanah di wilayah
studi termasuk dalam kondisi tidak rusak.
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 26 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 2 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S;
3 Sampel 3 Margasari > 80 13 Tidak Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 34 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 34 Tidak Rusak
109°3'18"E
B. Komposisi Koloid
Berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa komposisi fraksi koloid di
wilayah studi pada umumnya berkisar antara 26% hingga 58%. Hal itu berarti
bahwa berdasarkan parameter komposisi fraksi koloid, status kerusakan tanah
di wilayah studi adalah tidak rusak.
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 36 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 58 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S;
3 Sampel 3 Margasari < 18 32 Tidak Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 35 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 26 Tidak Rusak
109°3'18"E
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 1,07 Tidak Rusak
108°58'23"E
> 1,4
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 1,07 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°7'39"S;
1 Sampel 1
108°58'23"E
Prupuk 58,41 Tidak Rusak
7°7'3"S;
2 Sampel 2
108°59'37"E
Kaligayam 55,78 Tidak Rusak
7°5'56"S; < 30;
3 Sampel 3
109°1'8"E
Margasari 64,61 Tidak Rusak
> 70
7°5'35"S;
4 Sampel 4
109°3'16"E
Jembayat 50,70 Tidak Rusak
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 55,50 Tidak Rusak
109°3'18"E
Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006 bahwa porositas total memiliki ambang kritis
<0,7 cm/jam dan >8,0 cm/jam.
Berdasarkan hasil analisis, nilai dejarat pelulusan air di semua sampel tanah
memiliki nilai antara 0,7% dan 8,0% sehingga tanah termasuk dalam status tidak
rusak.
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 1,55 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 0,94 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S; < 0,7;
3 Sampel 3 Margasari 3,91 Tidak Rusak
109°1'8"E > 8,0
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 1,01 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 2,87 Tidak Rusak
109°3'18"E
6.1.7. pH Tanah
pH adalah tingkat keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+
dalam tanah. Di dalam tanah, pH sangat penting dalam menentukan aktivitas dan
dominasi mikroorganisme dalam hubungan siklus hara. Nilai pH tanah juga
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 6,37 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 6,61 Tidak Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S; < 4,5;
3 Sampel 3 Margasari 6,96 Tidak Rusak
109°1'8"E > 8,5
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 7,16 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 7,31 Tidak Rusak
109°3'18"E
Tabel 6.9. Hasil Analisis Daya Hantar Listrik Tanah di Kecamatan Margasari
Ambang Hasil Status
Desa/
No Sampel Lokasi Kritis Survei Kerusakan
Kelurahan
(mS/cm) (mS/cm) Tanah
7°7'39"S;
1 Sampel 1 Prupuk 68,80 Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Sampel 2 Kaligayam 335,90 Rusak
108°59'37"E
7°5'56"S; < 4,0
3 Sampel 3 Margasari 126,70 Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Sampel 4 Jembayat 68,70 Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Sampel 5 Danareja 75,50 Rusak
109°3'18"E
7°7'39"S; 6
1 Sampel 1 Prupuk 2,71x10 Tidak Rusak
108°58'23"E
7°7'3"S; 6
2 Sampel 2 Kaligayam 5,23x10 Tidak Rusak
108°59'37"E
2
7°5'56"S; < 10 6
3 Sampel 3 Margasari 1,11x10 Tidak Rusak
109°1'8"E
7°5'35"S; 6
4 Sampel 4 Jembayat 2,43x10 Tidak Rusak
109°3'16"E
7°5'51"S; 5
5 Sampel 5 Danareja 1,34x10 Tidak Rusak
109°3'18"E
komposisi fraksi (pasir, koloid), berat isi, porositas, derajat pelulusan air, pH, dan
jumlah mikroba termasuk dalam status kerusakan tanah yang tidak rusak
Hasil penentuan frekuensi relatif kerusakan tanah dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6.12. Frekuensi Relatif Kerusakan Tanah, Skor Frekuensi Relatif dan
Status Kerusakan Tanah Berdasarkan Parameter Pengamatan
Laboratorium di Kecamatan Margasari
TOTAL 8
Kesimpulan Status Kerusakan Tanah
Secara Umum :
Simbol : R. I , Keterangan : Rusak Ringan
Sumber : Hasil Analisis Penyusun, 2018
6.2.2. Faktor Pembatas terhadap Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa
Berdasarkan Tabel 6.12, terlihat bahwa wilayah Kecamatan Margasari secara
umum memiliki status kerusakan tanah Rusak Ringan dengan faktor pembatas
komposisi daya hantar listrik (DHL) dan reduksi-oksidasi (redoks). Pembatas
merupakan penjelasan parameter yang berada dibawah atau melebihi ambang kritis
yang sudah ditetapkan dalam pedoman penyusunan peta status kerusakan tanah
untuk produksi biomassa. Adapun faktor pembatas kerusakan tanah untuk tiap-tiap
Kelurahan disampaikan pada tabel berikut ini.
7°7'39"S;
1 Prupuk 8 Rusak Ringan DHL dan Redoks
108°58'23"E
7°7'3"S;
2 Kaligayam 8 Rusak Ringan DHL dan Redoks
108°59'37"E
7°5'56"S;
3 Margasari 8 Rusak Ringan DHL dan Redoks
109°1'8"E
7°5'35"S;
4 Jembayat 8 Rusak Ringan DHL dan Redoks
109°3'16"E
7°5'51"S;
5 Danareja 8 Rusak Ringan DHL dan Redoks
109°3'18"E
7.1. KESIMPULAN
1. Hasil overlay peta-peta dasar Kecamatan Margasari seperti peta jenis tanah, peta
lereng, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa potensi
kerusakan tanah di Kecamatan Margasari terbagi menjadi rusak sangat ringan,
ringan dan sedang yang kemudian diambil titik sampling potensi kerusakan lahan
pada status tanah rusak sedang. Adapun desa/kelurahan yang diambil untuk
sampel berada di Desa/Kelurahan Prupuk, Kaligayam, Margasari, Jembayat dan
Danareja. (Gambar 5.1. Peta KerusakanTanah Kecamatan Margasari)
2. Akumulasi skor frekuensi relatif sebesar 8 (delapan). Berdasarkan akumulasi skor
frekuensi relatif tersebut, maka status kerusakan tanah yang di Kecamatan
Margasari secara umum masuk ke dalam kategori Rusak Ringan (R.I).
Kecamatan Margasari memiliki status kerusakan tanah Rusak Ringan dengan
faktor pembatas daya hantar listrik (DHL) dan redoks. Adapun faktor pembatas
kerusakan tanah untuk tiap-tiap Kelurahan sebagai berikut :
a. Desa/Kelurahan Prupuk yang termasuk kategori Rusak Ringan dan memiliki
faktor pembatas antara lain : daya hantar listrik (DHL) dan redoks
b. Desa/Kelurahan Kaligayam yang termasuk kategori Rusak Ringan dan
memiliki faktor pembatas antara lain : berat daya hantar listrik (DHL) dan
redoks.
c. Desa/Kelurahan Margasari yang termasuk kategori Rusak Ringan dan
memiliki faktor pembatas antara lain : daya hantar listrik (DHL) dan redoks.
d. Desa/Karanganyar Jembayat yang termasuk kategori Rusak Ringan dan
memiliki faktor pembatas antara lain : daya hantar listrik (DHL) dan redoks.
e. Desa/Kelurahan Danareja yang termasuk kategori Rusak Ringan dan
memiliki faktor pembatas antara lain : daya hantar listrik (DHL) dan redoks.
3. Hasil analisis terhadap status kerusakan tanah untuk produksi biomassa diketahui
bahwa status kerusakan tanah di Kecamatan Margasari yang telah dianalisis
7.2. SARAN
1. Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Dinas Lingkungan Hidup perlu melakukan
sosialisasi terkait status kerusakan tanah berdasarkan kajian ini sehingga para
stakeholder maupun masyarakat dapat mengetahui kondisi tanah di Kecamatan
Margasari khususnya tentang tanah untuk produksi biomassa serta menyusun
strategi untuk perbaikan dan pengendalian kerusakannya.
2. Penerapan kaedah konservasi tanah dan air dalam setiap pelaksanaan
budidaya pertanian merupakan upaya yang harus dilakukan guna
mengendalikan kerusakan tanah, misal rotasi tanaman menyesuaikan kondisi
iklim yang ada, pemanfaatan teknologi pengendalian erosi, dan penambahan
masukan hara guna menjaga keberadaan mikroba.
3. Rekomendasi pengelolaan tanah secara teknis untuk faktor pembatas dapat
dilakukan sebagai berikut ini :
a. DHL dengan cara eradikasi yakni pencucian garam-garam terlarut di dalam
tanah dengan cara irigasi dan drainase serta penambahan bahan organik.
b. Redoks dengan cara pemberian tanaman penutup dengan jenis-jenis legum
cover crop pada bawah tegakan diharapkan akan meningkatkan
ketersediaan unsur hara melalui pengikatan nitrogen (nitrogen fixing) dan
tambahan bahan organik tanah. Adapun macam-macam tanamannya
sebagai berikut :
• Tanah kebun dan tegal, ditanami dengan tanaman keras/tahunan,
seperti : petai, mete, kelapa serta tanaman penutup yang berfungsi
untuk meningkatkan kualitas tanah.
• Penanaman tanaman tahunan (buah-buahan, seperti : mangga, jambu
biji, jambu air, atau tanaman hias / tanaman pagar) di pekarangan/
halaman rumah.