Anda di halaman 1dari 12

JURNAL

PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DENGAN DOSIS YANG BERBEDA PADA


PEMELIHARAAN IKAN BAUNG(Hemibagrus nemurus)DENGAN TEKNOLOGI
BIOFLOK

OLEH
RAHMI

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
1

DOLOM ITELIME ADMINISTRATION WITH DIFFERENT DOSES ON THE


MAINTENANCE OF BAUNG FISH (Hemibagrusnemurus) WITH BIOFLOK
TECHNOLOGY

By:

Rahmi1), Rusliadi2), Iskandar Putra2)


Fisheries and Marine Science Faculty, Riau University
Email:rahmilubis@gmail.com

ABSTRACK

This research has been implemented in June-July 2019 at the Faculty of Fisheries and Marine
of Riau University. The purpose of this research is to know the best dose of dolomite lime in
the growth of Baung fish (Hemibagrusnemurus) using the Bioflok system. The method used
in this research is the experimental method by using RAL (complete random draft), with 4
treatment levels and 3 repeats, with the following treatment: (1) P1:100 gr/m3 or 4 gr/40 L,
(2) P2: the addition of Dolomite limestone 150 gr/m3 or 6 gr/40 L, (3) P3: The provision of
limestone dolomite as much as 200 gr/m3 or 8 gr/40 L and (4) P4: the addition of Dolomite
limestone 240 gr/m3 or 10 gr/40 L. The best result of this study is on P3 treatment = The
addition of dolomite limestone 200 gr/m3 (8GR/40 L) with the quality of water during the
research temperature 28 0C, Ammoniac 0,0003-0,0006 mg/L, DO4,37-4.77 mg/L, pH 6-7.
Then on growth and livelihood is on the growth of the average Ratar 4.4 gr, the total weight
growth is 2.39 g, average growth of average 8.66 cm, the total growth of absolute 2.74 cm,
growth rate Pesifik 2.579%, life cycle 97% and Volume FLOC 5.8 ml/L.

Kata Kunci :Molase, Bioflok Hemibagrus nemurus, Kapur Dolomit,

1) Student of Fisheries and Marine Faculty, Riau University


2) Lecturer of Fisheries and Marine Faculty, Riau University
2

PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DENGAN DOSIS YANG BERBEDA PADA


PEMELIHARAAN IKAN BAUNG(Hemibagrus nemurus)DENGAN TEKNOLOGI
BIOFLOK

Rahmi1), Rusliadi2), Iskandar Putra2)


Fakultas Perikanan dan Kelautan
Email:rahmilubis@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni- Juli 2019 di Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Riau. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis penambahan
kapur dolomit yang terbaik untuk pertumbuhan ikan Baung (Hemibagrus nemurus) dengan
menggunakan sistem Bioflok.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen dengan mengunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 4 taraf perlakuan
dan 3 kali ulangan, dengan tarap perlakuan sebagai berikut: (1) P 1 : Penambahan Kapur
Dolomit sebanyak 100 gr/m3 atau 4 gr/ 40 L , (2) P2 : penambahan kapur dolomit sebanyak
150 gr/m3 atau 6 gr/40 L, (3) P3 : pemberian kapur dolomit sebanyak 200 gr/m3 atau 8 gr/40 L
dan (4) P4 : Penambahan kapur dolomit sebanyak 240 gr/m 3 atau 10 gr/40 L. Hasil terbaik
pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P3 = Penambahan kapur dolomit sebanyak 200 gr/m 3
(8gr/40 L) dengan kualitas air selama penelitian suhu 28 0C , amoniak 0,0003-0,0006 mg/L ,
DO4,37-4,77 mg/L, pH 6-7. Kemudian pada pertumbuhan dan kelulushidupan yaitu pada
pertumbuhan bobot ratar-rata 4,4 gr, pertumbuhan bobot mutlak 2,39 g, pertumbuhan panjang
rata- rata 8,66 cm, pertumbuhan panjang mutlak 2,74 cm, laju pertumbuhan pesifik 2,579%,
kelulushidupan 97% dan volume flok 5,8 ml/L.
Kata Kunci :Molase, Bioflok Hemibagrus nemurus, Kapur Dolomit,
1. Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
2. Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
3

PENDAHULUAN pertumbuhan bakteri heterotrof dan


meningkatkan C/N rasio (Crab et al.,
Latar Belakang
2007).Molase merupakan salah satu
Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) sumber karbon dalam bioflok penggunaan
adalah salah satu ikan air tawar yang telah molase yaitu sebagai sumber energi bagi
lama dikenal oleh masyarakat dan mikrobak dalam air kolam dapat
mempunyai nilai ekonomis tinggi, dimana berkembang secara baik. Disamping itu,
ikan ini bisa dijual dalam bentuk segar dan dengan penambahan molase maka
olahan. Permasalahan yang dihadapi oleh penyerapan amonia oleh bakteri menjadi
petani ikan yaitu sulit untuk mendapatkan lebih baik. Punggunaan molase pada
benih karena jumlahnya sangat terbatas. teknologi bioflok selain sebagai energi
Tingginya permintaan ikan Baung bagi mikroba, juga meiliki tujuan untuk
dipasaran menuntut para pembudidaya meningkatkan rasio C/N pada media. Bila
untuk meningkatkan produktifitas. Usaha rasio C/N dibawah 10 maka bakteri akan
pembenihan dan pembesaran ikan Baung menggunakan N-Organik (seperti protein,
masih mengalami berbagai kendala, asam amino, urea, dll). Bia rasio C/N 20
sehingga informasi tentang teknologi atau lebih aka bakteri akan menggunakan
budidaya sangat diperlukan (Tang, 2003). N-Organik (amoniak, nitrat) dan bila rasio
Komoditas ikan di perairan air C/N atara 10-20 maka bakteri akan
tawar mempunyai prospek untuk menggunakan kedua nya (Supono, 2014).
dibudidayakan baik di kolam maupun di Tujuan dari penelitian ini adalah
keramba jaring apung. Ikan Baung untuk mengetahui dosis penambahan kapur
(Hemibagrus nemurus)ini dapat cepat dolomit yang terbaik untuk pertumbuhan
menyesuaikan diri terhadap pakan buatan ikan Baung (Hemibagrus nemurus) dengan
(Hardjamulia dan Suhenda, 2000). Ikan menggunakan teknologi bioflok.
Baung merupakan ikan yang sangat
potensial untuk dibudidayakan diantara METODE PENELITIAN
jenis ikan air tawar lain, hal ini disebabkan
Metode Penelitian
peluang pasarnya yang masih tinggi
namun produksi masih rendah, selain itu
Metode yang digunakan dalam
rasanya juga tergolong gurih dan lezat,
penelitian ini adalah metode eksperimen
memiliki kadar lemak yang lebih sedikit
dengan mengunakan RAL (Rancangan
dibandingkan ikan lainnya (Amri dan
Acak Lengkap), dengan 4 taraf perlakuan
Khairuman, 2008). Ikan Baung merupakan
dan 3 kali ulangan, dengan tarap
salah satu ikan spesifik lokal beberapa
perlakuan sebagai berikut: (1) P1 :
daerah di Riau diantaranya pelalawan.
Penambahan Kapur Dolomit sebanyak 100
Kampar (daerah Sungai Paku dan Sungai
gr/m3 atau 4 gr/ 40 L , (2) P2 : penambahan
Salak) dan Bengkalis (Kecamatan Bukit
kapur dolomit sebanyak 150 gr/m3 atau 6
Batu).
gr/40 L, (3) P3 : pemberian kapur dolomit
Teknologi bioflok menjadi salah satu
sebanyak 200 gr/m3 atau 8 gr/40 L dan (4)
alternatif pemecahan masalah limbah
P4 : Penambahan kapur dolomit sebanyak
budidaya yang paling menguntungkan
250 gr/m3 atau 10 gr/40 L.
karena selain dapat menurunkan limbah
nitrsogen anorganik, teknologi bioflok
Persiapan Bioflok
juga dapat menyediakan pakan tambahan
berprotein untuk ikan sehingga dapat Pada setiap wadah yang digunakan
menaikan pertumbuhan dan efisiensi berisi air tawar 40 L dan 4 gram kapur
pakan. BFT dapat dilakukan dengan dolomit yang digunakan sesuai dengan
menambahkan sumber karbon organik ke perlakuan yaitu p 1 = 100gr/m3(4 gr/40 L).
dalam media budidaya untuk merangsang P2 = 150 gr/m3 (6 gr/40 L), P3 = 200
4

gr/m3(8 gm/40 L), P4 = 250 gr/m3(10 gr/40 Pertumbuhan Bobot Mutlak


L). Pada keesokan harinya, ditambahkan
probiotik boster sebanyak 0,4 mL (10 Pertumbuhan bobot mutlak
mL/m3 = 0,010 mL/L). Pemberian dihitung dengan menggunakan rumus dari
probotik dilakukan pada pagi hari sekitar Zonneveld et al., (1991) yaitu sebagai
pukul 08.00 WIB. Selama 7 hari sekali ( berikut:
Purta et al., 2017). Lalu diberikan molase
sebanyak 5,32 mL (133mL/m 3 = 0,133 W = Wt-Wo
mL/L). Selanjutnya diberi aerasi dan
diadaptasikan selama 7 hari untuk
Keterangan: W = Pertumbuhan Bobot
pembentukan flok. Flok akan terbentuk
mutlak (g/ekor)
dan ditandai adanya buih dipermukaan air
Wo= Bobot rata-rata ikan
dan adanya partikel yang melayang (flok).
pada awal penelitian
Penebaran Benih (g/ekor)
Wt =Bobot rata-rata ikan
Menururt Harefa (2018), padat pada akhir penelitian
tebar masing-masing wadah berjumlah 20 (g/ekor)
ekor perwadah yang berukuran panjang 5–
7 cm. Benih ikan Baung(Hemibagrus Pertumbuhan Panjang Mutlak
nemurus) diperoleh dari daerah Kampar.
Benih disortir sesuai dengan kebutuhan Pertumbuhan panjang mutlak
penelitian, kemudian dimasukan ke dalam dihitung dengan menggunakan rumus dari
wadah pemeliharaan dengan dosis kapur Zonneveld et al., (1991) yaitu sebagai
dolomit sesuai dengan perlakuan yang berikut:
diberikan. L = Lt-Lo

Pemberian Pakan Keterangan:


Selama penelitian, ikan uji diberi
L =Pertumbuhan panjang
pakan berupa pellet komersil secara at
mutlak (cm)
satiation atau sekenyang
Lo = Panjang rata-rata ikan pada
kenyangnya.Frekuensi pemberian pakan
awal penelitian (cm/ekor)
tiga kali sehari yaitu pada pukul
Lt = Panjang rata-rata ikan pada
08.00,13.00, dan 15.00 WIB. Lamanya
akhir penelitian (cm/ekor)
penelitian dilakukan selama 30 hari.
Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air berupa Laju pertumbuhan bobot spesifik
suhu, oksigen terlarut dan pH dilakukan dihitung dengan menggunakan rumus dari
seminggu sekali pada pagi (08.00 WIB), Zonneveld et al., (1991) yaitu sebagai
dan sore hari (17.00 WIB), sedangkan berikut:
amoniak diukur pada awal, tengah dan
akhir penelitian. Pengukuran suhu
menggunakan termometer, DO dilakukan
menggunakan DO meter,pengukuran pH
menggunakan pH meter. Keterangan:
α= Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wo= Bobot rata-rata ikan pada awal
penelitian (g/ekor)
5

Wt = Bobot rata-rata ikan pada Neuman–Keuls untuk menemukan


akhir penelitian (g/ekor) perlakuan mana yang lebih baik (Sudjana,
t= Lama pemeliharaan (hari) 1991). Data kualitas air di analisa secara
deskriptif.

Kelulushidupan/Survival Rate (SR) HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun rumus yang digunakan Berdasarkan penelitian yang


untuk menghitung tingkat kelulushidupan dilakukan, selama 30 hari penelitian maka
larva dapat dihitung dengan menggunakan diperoleh hasil data ikan Baung
rumus yang dikemukakan oleh Effendie (Hemibagrus nemurus) pada setiap
(1979) sebagai berikut : parameter yang diukur yaitu, pengukuran
kualitas air, volume flok, pertumbuhan
SR = x 100% rata-rata ikan Baung, pertumbuhan bobot
mutlak ikan Baung, pertumbuhan panjang
rata-rata ikan Baung, pertumbuhan
Keterangan : panjang mutlak ikan Baung, laju
pertumbuhan spesifik, anava dan uji lanjut
SR = Kelulushidupan (%) dan kelulushidupan ikan Baung.
Nt = Jumlah ikan saat akhir
pemeliharaan Kualitas Air ikan baung(Hemibagus
No = Jumlah ikan pada saat awal nemurus)
pemeliharaan
Hasil pengukuran dari masing –
Volume Flok masing parameter kualitas air dapat dilihat
pada Tabel 1.
Volume flok merupakan reperensi Tabel .1. Pengukuran Kualitas Air Ikan
dari kepadatan partikel flok dalam suatu Baung Selama Penelitian
Wadah Suhu Amonia DO pH
kolam air ( Avnilemech., 2012). penelitian (oC) (mg/L (mg/L)
Pengukuran volume flok dapat P1 27 – 28 0,0002 – 4.6 -5 5
menggunakan tabung imhorff cone. 0.0005
Pengukuran dapat dilakukan dengan P2 27 – 28 0,0003 – 4.67 – 5
mengambil air sampel sebanyak 1000 ml 0,0006 4.8
P3 28 – 28 0,0003 – 4.37 – 6-7
kemudian diendapkan selam30 menit dan 0,0006 4.77
volume flok dapat dibaca skala imhoff P4 27 -27 0,0002 - 4.6 – 6
come. 0,0006 5.13
Keterangan :
Analisis Data P1 = Penambahan kapur dolomit sebanyak
100 gr/m
Data yang diperoleh selama P2 = penambahan kapur dolomitsebanyak
penelitian disajikan dalam bentuk tabel 150 gr/m3
kemudian dihitung laju pertumbuhan. Data P3= penambahan kapur dolomit sebanyak
yang diperoleh kemudian dimasukan 200 gr/m3
kedalam tabel selanjutnya dilakukan uji P4 = penambahan kapur dolomit sebanyak
homogenitas. Apabila data homogeny 250 gr/m3
maka selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan uji keragaman (ANAVA). Berdasarkan Tabel 1, dapat
Apabila uji statistic menunjukkan diketahui nilai kualitas air dalam keadaan
perbedaan nyata dimana F hitung > F tabel yang optimal. Nilai kualitas air yang
maka dilanjutkan dengan uji rentang optimal tersebut sesuai dengan pernyataan
6

yang disampaikan oleh Azim dan Little Baung (Hemibagrus nemurus) untuk
(2008) yang menyatakan bahwa kualitas pertumbuhan serta dapat mengurangi
air pada media budidaya ikan dengan pemberian pakan komersial. Hasil
sistem bioflok yakni suhu berkisar 26-30 pengukuran volume flok selama penelitian
o
C, oksigen terlarut 3-7,5 mg/L, dan pH 5- dapat dilihat Tabel 2.
8,5.
Kondisi suhu yang tidak Pengukuran flok (ml/L)
mengalami perubahan yang signifikan Perlakuan
dikarenakan rentang suhu pada pagi dan 0 10 20 30
sore tergolong rendah. Penelitian ini P1 0,7 2,5 3,1 3,7
dilaksanakan di dalam ruangan, sehingga
suhu perairan pada wadah penelitian cukup P2 1 ,2 2,7 3,4 4,5
stabil. Derajat keasaman (pH) awal
penelitian yaitu 4, setelah diberikan kapur P3 1,4 3,2 4,8 5,8
dolomit kedalam perairan meningkat
menjadi 5-7, Amonia merupakan bentuk P4 1,0 3,1 4,0 5,3
toksik terhadap organisme budidaya.
Jumlah 4,3 11,5 15,9 19,3
Konsentrasi amonia yang tinggi akan
menyebabkan ikan mengalami gangguan. Rata-rata
3,67± 4,50± 5,77± 5,30±
Nilai amoniak yang tinggi akan 0,40a 0,50b 0,30c 0,26c
menyebabkan kematian pada ikan. Kisaran Keterangan : Huruf Supercrip yang
nilai amoniak pada budidaya perikanan berbeda pada baris yang sama
yaitu 0,0002-0,0006 mg/L. Menurut menunjukkan tidak berbeda
jangkaru dalam Minggawati dan Saptono nyata (P<0,05)
(2012). Kadar amoniak bebas melebihi 0,2
mg/L bersifat racun pada ikan,selain itu Berdasarkan dari Tabel 2 volume
tingginya kadar amoniak dapat dijadikan flok tertinggi diperoleh pada hari ke 30
sebagai indikasi kurang baiknya kualitas berada pada perlakuan P3 yaitu 5,8 ml/L,
perairan. Menurut Silaban, et al., (2012), penambahan sumber karbon molase 5,32
kualitas air pemeliharaan dapat menurun ml/L setiap 7 hari sekali mempengaruhi
dengan cepat karena sisa pakan, feses dan pembentukan bioflok lebih optimal. Hal
buangan metabolit. ini diduga molase merupakan gula
Oksigen terlarut merupakan sederhana sehingga dapat dengan mudah
kualitas kimia air yang sangat mendukung dimanfaatkan oleh bakteri untuk
perkembangan ikan. Menurut mempercepat pertumbuhan. Ini sesuai
Syafriadiman et al,. (2005), DO yang dengan pernyataan Chamberlain(1996),
paling ideal untuk pertumbuhan dan yang menyatakan bahwa sumber karbon
perkembangan organisme akuatik yang yang digunaakan dalam bioflok dibagi
dipelihara lebih dari 5 mg/L. Tinggi menjadi dua yaitu karbohidrat sederhana
konsentrasi oksigen terlarut pada setiap dan karbohidrat kompleks, penggunaan
perlakuan disebabkan karena adanya sumber karbon pada bioflok memiliki ke
pengaruh sumber air. unggulan yaitu mudah diserap dan
dimanfaatkan oleh bakteri untuk
Volume Flok nmempercepat pertumbuhan sehingga
dapat bersaing dengan organisme lain
Flok adalah gumpalan kecil yang seperti fitoplankton dalam mengabsorpasi
tersusun dari sekumpulan mikroorganisme nitrogen yang terdapat pada kolam
yang akan membentuk flok. Bioflok budidaya.
tersebut akan berfungsi sebagai pakan Volume flok selama penelitian
tambahan yang dapat dimanfaatkan ikan bersifat dinamis, yaitu mengalami
7

kenaikan dan penurunan. Kenaikan berbeda dimana penambahan molase ikan


volume flok ini menunjukkan bahwa dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang
bakteri pembentuk flok dapat diberikan dosis 5,32 mL memiliki bobot
dimanfaatkan oleh ikan Baung. Hal ini rata-rata tertinggi yaitu 4,41 g.
dikarenakan ikan Baung mendapat sumber Bobot individu benih ikan Baung
pakan tambahan lebih banyak meningkat seiring dengan bertambahnya
dibandingkan pada media yang volume waktu pemeliharaan dan pertumbuhan
floknya lebih rendah. Pakan yang di bobot tubuh ikan menggambarkan bahwa
konsumsi lebih banyak maka fases dan zat ketersediaan pakan didalam wadah
buangan metabolisme lain diduga lebih penelitian mampu dimanfaaatkan untuk
banyak, sehingga N bagi bakteri lebih proses pertumbuhan. Nafsu makan pada
banyak yang menyebabkan flok yang awal penelitian masih kurang tinggi karena
terbentuk lebih banyak juga. Selain itu, ikan Baung masih menyesuaikan diri
tinggi rendahnya volime flok juga terhadap lingkungan bioflok air tawar.
disebabkan oleh O2, pH, suhu , dan
kondisi lingkungan selama perlakuan. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan
Berdasarkan dari hasil penelitian volume Baung (Hemibargus nemurus)
rebesar terdapat pada perlakuan P3 yaitu
5,8 ml.
Berdasarkan hasil penelitian
Pertumbuhan Bobot Rata-Rata Ikan pertumbuhan bobot mutlak ikan Baung
Baung dari awal hingga akhir penelitian dapat
dilihat pada Tabel 4.
Pertumbuhan ikan Baung
merupakan hasil pengukuran bobot yang Tabel. 4. Pertumbuhan Bobot Mutlak
dilakukan setiap 10 hari sekali.Hasil Ikan Baung Selama
pengamatan yang dilakukan selama Penelitian
penelitian terhadap pertumbuhan bobot
rata-rata disetiap perlakuan dapat dilihat Ulang Perlakuan (g)
an P1 P2 P3 P4
dari Tabel 3. berikut ini
1 1,55 1,37 1,70 1,46
Tabel 3.Pertumbuhan Bobot Rata-Rata 2 1,25 1,73 2,87 1,80
Ikan Baung Selama Penelitian. 3 1,47 1,60 2,59 1,79
Jumla
4,27 4,70 7,16 5,05
h
Pengukuran Hari Ke (g)
Perlakuan Rata- 1,42±0, 1,57±0, 2,39±0, 1,68±0,
0 10 20 30 rata 16a 18a 61b 19a
Keterangan : Huruf Supercript yang
P1 1,91 2,37 3,07 3,33
berbeda pada baris yang
sama
P2 2,02 2,48 3,24 3,58
menunjukkan perbedaan
P3 2,02 2,65 3,39 4,41 nyata (P<0,05)

P4 2,03 2,55 3,31 3,71 Pada Tabel 4, menunjukkan bahwa


pertumbuhan bobot mutlak yang tertinggi
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat pada ikan Baung diperoleh pada perlakuan
bahwa pertumbuhan bobot rata-rata benih P3 yang dimana penambahan kapur
ikan Baung menunjukkan peningkatan dolomit dengan dosis 8 g yaitu di peroleh
yang baik dengan bobot awal penelitian bobot mutlak sebesar 2,39 g, lalu di ikuti
1,91 g menjadi 4,41 g yang tertinggi pada P4 dengan dosiskapur dolomit 10 g yaitu
akhir penelitian. Benih ikan Baung 1,68. P2 dengaan dosis 6 g, yaitu 1.57 g
mengalami peningkatan bobot yang
8

dan P1 dengan dosis 4 gyaitu 1.42 g. benih ikan Baung menunjukkan


Berdasarkan analisa variansi (ANAVA) peningkatan yang baik dengan panjang
didapat bahwa pemberian kapur dolomit awal penelitian 5,92 cm menjadi 8,66 cm
berpengaruh nyata ( P<0,05) terdapat yang tertinggi pada akhir penelitian. Benih
bobot mutlak ikan Baung (lampiran 5). ikan Baung mengalami peningkatan
Hasil uji Student Newman Keuls panjang yang berbeda dimana
menunjukkan bahwa P3 berbeda nyata penambahan molase dengan dosis 5,32 mL
terhadap P1, P2 dan P4.Hasil penelitian ini memiliki panjang rata-rata tertinggi yaitu
sejalan dengan Julianto, (2012) 8,66 cm.
menyatakan bahwa pH 7 menghasilkan Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh
pertumbuhan yang cocok untuk ikan ketersediaan pakan yang diberikan dan
Baung(Hemibagrus nemurus). Hasil nilai adaptasi dengan lingkungan yang baru.
bobot mutlak P1 lebih rendah Bobot individu benih ikan Baung
dibandingkan dengan perlakuan P2, P3 dan meningkat seiring dengan bertambahnya
P4 hal ini terjadi karena kandungan kapur waktu pemeliharaan,dan pertumbuhan
yang rendah menyebabkan terganggunya bobot tubuh ikan menggambarkan bahwa
pertumbuhan ikan (Zaidy 2007). ketersediaan pakan didalam wadah
Menyatakan bahwa lingkungan yang penelitian mampu dimanfaaatkan untuk
ditambah kapur terlalu banyak membuat proses pertumbuhan. Nafsu makan pada
pertumbuhan ikan terganggu karena ikan awal penelitian masih kurang tinggi karena
Baung membutuhkan energi lebih tinggi ikan Baung masih menyesuaikan diri
untuk metabolisme dan sisa energi yang terhadap lingkungan bioflok air tawar.
digunakan untuk pertumbuhan ikan.
Dengan demikian pemberian kapur Pertumbuhan Panjang Mutlak ikan
dolomit dengan optimal dapat memberikan Baung Selama Penelitian
tingkat pertumbuhan ikan Baung sehingga
pertumbuhan bobot mutlak akan Hasil pengamatan pertumbuhan
maksimal. panjang mutlak setiap perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Pertumbuhan Panjang Rata-Rata Ikan
Baung Selama Penelitian Tabel 6. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Ikan Baung Selama Penelitian.
Hasil Penelitian Pertumbuhan Ulang Perlakuan (g)
panjang rata-rata Ikan Baung dapat dilihat an P1 P2 P3 P4
1 1,96 1,80 3,21 2,20
Pada Tabel. 5.
2 1,74 2,51 2,36 2,49
Tabel 5. Pertumbuhan Panjang Rata- 3 2,02 1,93 2,65 2,05
Rata Ikan Baung Selama Penelitian Juml
5.72 6.24 8,22 6,74
ah
Pengukuran Hari Ke (cm) Rata- 1,91±0, 2,08±0,3 2,74±0,4 2,25±0
Perlakuan rata 15a 8ab 3b .ab
0 10 20 30 Keterangan :Huruf Supercrip yang berbeda
5,93 6,41 6,99 7,84 pada baris yang sama
P1
menunjukkan perbedaan
5,90 6,64 7,12 7,98 nyata (P<0,05)
P2
5,92 7,03 7,76 8,66
P3 Pada Tabel 6, menunjukkan bahwa
P4 5,90 6,80 7,39 8,14
pertumbuhan panjang mutlak ikan Baung
di peroleh pada perlakuan P3 yaitu
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat penambahan kapur dolomit dengan dosis
bahwa pertumbuhan panjang rata-rata 8 g yaitu 2,74 cm, lalu diikuti P4 dengan
9

dosis kapur dolomit 10 g yaitu 2,25 cm, P2 keturunan, umur, ketahanan tubuh
dengan dosis kapur dolomit 6 g yaitu 2,08 terhadap penyakit dan kemampuan
cm , dan P1 dengan dosis kapur dolomit 4 menerima makanan.
g 1,91 cm. Menurut Efendi (1992) Faktor eksternal meliputi sifat
menyatakan bahwa pertumbuhan ikan fisika dan kimia lingkungan, jumlah
dilihat dari bentuk ikan, baik panjang makanan, ukuran nilai gizi makanan yang
maupung berat sesui dengan bertambahnya tersedia dan jumlah ikan yang ada (Huet
waktu. dalam Afdison, 2004). Laju pertumbuhan
Berdasarkan analisa variasi spesifik benih ikan Baung dipengaruhi
(ANAVA) di dapat bahwa pemberian oleh ketersediaan pakan secara
kapur dolomit berpengaruh nyata ( berkelanjutan akan membuat laju
P<0,05) terdapat bobot mutlak ikan Baung pertumbuhan ikan baik pada sistem bioflok
. Hasil uji Student Newman Keuls ketersediaan flok didalam wadah
menunjukkan bahwa P1 berbeda nyata penelitian juga menbantu mempercepat
terhadap P2 P3 dan P4 sedangkan P2 dan P4 pertumbuhan benih ikan Baung sebangai
tidak berbeda nyata. pakan tambahan (alami) disamping pakan
komersal yang diberikan sehingga
Laju Pertumbuhan Spesifik pertumbuhan benih ikan Baung pada
sisitem bioflok tetap baik. Sistem bioflok
Hasil pengamatan laju juga merupakan menetralisir ammonia
pertumbuhan spasifik ikan Baung dapat yang terbentuk pada perairan sehingga
dilihat pada Tabel 7. kondisi lingkungan perairan pada wadah
penelitian tetap baik dalam menunjang laju
Tabel 7. Laju Pertumbuhan Spesifik, pertumbuhan ikan Baung.
Anava dan Uji Lanjut Ikan Baung Pada penelitian ini menunjukan
Ulan Perlakuan (%) bahwa pemberian kapur dolomit
gan P1 P2 P3 P4 menunjukkan laju pertumbuhan ikan
1 2.160 1.687 2.006 1.799 Baung juga berbeda. Hal ini terjadi karena
2 1.651 2.062 3.016 2.140
3 1.782 1.997 2.714 2.092 frekuensi penambahan molase kedalam
Juml 5.593 5.746 7.736 6.031 media pemeliaraan merangsang
ah pertumbuhan bakteri hetertrof yang
Rata 1.864±0 1.915±0 2.579±0 2.010±0 memanfaatkan sisa metabolisme ikan
-rata .264a .118a .518a .185a kemudian membentuk biomassa bioflok
Keterangan :Huruf Supercrip yang berbeda yang berperan sebagai sumber pakan
pada baris yang sama tambahan. Flok yang terbentuk akan
menunjukkan tidak berbeda kembali dimakan oleh benih ikan Baung.
nyata (P<0,05) Menurut Avnimelech (1999), terbentuknya
bioflok dihasilkan dari sisa pakan dan
Pada Tabel 7, menunjukkan bahwa fases terbuang diperairan akan
rata–rata laju pertumbuhan Spesifik ikan menghasilkan nitrogen anorganik.
Baung menunjukan adanya perbedaan Nitrogen anorganik dapat diubah menjadi
disetiap perlakuan yang diperoleh pada protein sel tunggal dengan adanya materi
perlakuan P3= kapur dolomit dengan dosis karbon di perairan dan dapat dimanfaatkan
8 g yaitu 2,579% lalu diikuti P4 dengan sebangai sumber pakan ikan atau udang.
dosis kapur dolomit 10 g yaitu 2,010. P2 Teknologi bioflok juga menjadi salah satu
dengan dosis kapur dolomit 6 g, yaitu alternatif pemecahan masalah limbah
1,915% dan P1 dengan dosis kapur dolomit budidaya karena selain dapat menurunkan
4 g yaitu 1,864% . Pertumbuhan ikan limbah nitrogen anorganik, teknologi
diperoleh oleh faktor internal dan bioflok dapat menyediakan pakan
eksternal. Faktor internal meliputi tambahan berprotein sehingga dapat
10

meningkatkan pertumbuhan ikan (Crab et yang lingkungan tidak baik ketika listrik
al, 2007). Berdasarkan analisa variasi padam karena dapat menyebabkan
(ANAVA) di dapat bahwa pemberian kurangnya oksigen dalam wadah.
kapur dolomit berpengaruh nyata Oksigen memengang peranan
(P<0,05) terdapat laju pertumbuhan penting dalam indikator kualitas perairan,
spesifikikan Baung. Hasil uji Student karena oksigen terlarut berperan dalam
Newman Keuls menunjukkan bahwa tidak proses oksigen dan reduksi bahan organik
berbeda nyata. dan anorganik. Karena proses oksigen dan
reduksi inilah maka peranan oksigen
Kelulushidupan Ikan Baung terlarut sangat penting untuk membantu
(Hemibagrus nemurus) Selama mengurangi beban pencemaran pada
Penelitian perairan secara alami. Apabila kandungan
oksigen pada media pemeliharaan ikan
Berdasarkan hasil pengamatan rendah maka akan terjadi persaingan
kelulushidupan ikan Baung selama kebutuhan oksigen antara ikan dengan
penelitian dapat diihat pada Tabel 8. bakteri pengurai bahan organik (Supriati,
2011). Karakteristik boflok adalah
Tabel 8. Kelulushidupan Ikan Baung membutuhkan oksigen yang tertinggi dan
(Hemibagrus nemurus) Selama produksi biomassa bakteri. Oleh karena
Penelitian itu, diperlukan aerasi yang berpungsi untuk
pengadukan serta memastikan bahwa
Perlak Perlakuan (%)
uan bioflok tetatap tersuspensi dalam air dan
P1 P2 P3 P4 tidak mengendap (Suryaningrum, 2012).
1 95 95 95 95 Menurut laksamana dalamarminah (2010).
Faktor yang mempengaruhi tinggi
2 85 95 95 95 rendahnya kelulushidupan ikan adalah
faktor biotik antara lain kompetitor,
3 95 90 100 95 kepadatan, populasi umur, dan
kemampuannya beradaptasi dengan
Jumlah 245 280 290 285 lingkunganya.

Rata- 91,7±5. 93,3±2. 96,7±2. 95,0±0. KESIMPULAN DAN SARAN


rata 78a 89a 89a 00a Kesimpulan
Keterangan : Huruf Supercrip yang
berbeda pada baris yang Hasil penelitian menunjukkan
sama menunjukkan tidak bahwa pemberian kapur dolomit dengan
berbeda nyata (P<0,05) dosis yang berbeda pada pemeliharaan
ikan Baung (Hemibagrus nemurus) dengan
Berdasarkan Tabel 8 diatas teknologi bioflok berpengaruh nyata
menunjukkan bahwa pemberian kapur terhadap kualitas air, pertumbuhan bobot
dolomit dengan dosis yang berbeda dapat mutlak, panjang mutlak, laju pertumbuhan
dilihat tingkat kelulushidupan ikan Baung spesifik, volume flok, dan kelulushidupan
tertinggi pada perlakuan P3 yaitu 96,7%, ikan Baung. Hasil terbaik pada penelitian
Perlakuan P4 yaitu 95,0%perlakun P2 yaitu ini terdapat pada perlakuan P3 Kapur
93,3%Perlakuan P1 yaitu 91,7%. Kematian dolomit 200 gr/m3menjadi 8 g, sedangkan
ikan terjadi pada awal penelitian, hal ini hasil pengukuran kualitas air yaitu suhu
kemungkinan karena ikan mengalami 280C, DO 4.37–4.77 ml/L, pH 7 dan
stress pada saat dimasukkan kedalam amoniak 0,0003–0,0006 mg/L. Volume
wadah, penanganan pada saat dimasukkan flok yang terbaik yaitu 5,8, pertumbuhan
kedalam wadah, pada saat sampling, cuaca bobot rata-rata ikan Baung 4,41 g dan
11

pertumbuhan bobot mutlak ikan Baung Effendi, M.I. 1992. Metode Bioogi
2,39 g, pertumbuhan panjang rata-rata ikan Perikanan. Penerbit Yayasan
baung 8,66 cm. Pertumbuhan panjang Agroedia Bogors
mutlak ikan ikan Baung 2,74, laju
pertumbuhan spesifik, anava dan uji lanjut Minggawati ,dan saptono .2012. Parameter
Baung 2,579%, kelushidupan ikan Baung Kualitas Air untuk Budidaya ikan
sebesar 97%. Patin (Pagasius pagasius) di
keramba sungai Kahayan, Kota
Saran palangkaraya., Jurnal Ilmu
Hewan Trovika .Vol.1 (1).
Untuk memperoleh pertumbuhan
ikan Baung (Hemibagrus nemurus)yang Suryaningrum, M. F. 2012. Aplikasi
lebih baik maka dalam budidaya ikan Teknilogi Bioflok pada
Baung (Hemibagrus nemurus)bioflok Pemeliharaan BenihIkan Nila
dapat dilakukan dengan pemberian kapur (Oreochromis
dolomit sebanyak 200 gr/m3menjadi 8 g. nilotics).(Tesis).Universitas terbuka.
Perlu dilakuakan penelitian lanjutan agar Jakarta. 110 hlm
dapat mengetahu dosis yang tepat untuk
meningkatkan produksi ikan Baung. Supono, J, Hutabarat, S. B. Prayitno, dan
Y.S. Darmanto. 2014. White Shrimp
DAFTAR PUSTAKA (Litopenaeus Vannamei) Culture
using Heterotrophic Aquacultur
Afdisin, D. 2004. Pengaruh Perbedaan System on Nursery Phase.
Konsentrasi Asam Linoleat (n3) International Journal of Waste
dalam pakan Terhadap Resources. Vol 4 (2) : 1 -4
Pertumbuhan Ikan Baung. Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Supriati., 2011. Metode penelitian Labkat
UNRI. Pekanbaru. press unikom. Bandung.

Avrimelech, Y, 1999. Carbon/nitrogen Syafriadiman, N. A.Pamukas., S.


ratio as a kontro element in Hasibuan. 2005. Prinsip Dasar
aqucuture sistemes.Aquaculture Pengelolahan Kualitas Air. Mina
176,227-235 Mandiri Press, Pekanbaru. 131 hal
Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.
Arminah, J 2010. Pemanfaatan fermentasi Bogor. Terhadap Pertumbuhan Ikan
Apat Tahu Dalam Pakan Tarhadap Baung (Mystusnumerus CV) di
Pertumbuhan Benih Ikan Selasai Kolam Rawa.
(Ompok hypopythaus). Skripsi
Fakultas Perikanan Dalam Ilmu Tang, U.M. 2003.Teknik budidaya ikan
Kelautan Universitas Riau. baung.Yogyakarta : Kanisius
Pekanbaru (tidak diterbitkan) Zaidy, A. B. 2007. Pendayagunaan
Kalsium Media Perairan Dalam
Crab, R., Y Avnimelech, T. Defoirdt, P. Proses Ganti kulit dan
Bossier, and W. Verstraete, 2007. konsekuensinya Bagi
Nitrgen Removal Techniques in Pertumbuhan Udang Gala
Aquaculture for Sustainable (Macrobradium rosenbergi de
production. Aquaculture, 270: 1-14. man ). Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi
Perikanan. Penerbit Yayasan Dwi
Sri, Bogor Hlm 112.

Anda mungkin juga menyukai