OLEH : NAMA : IN DRI ADELIA KULLE NIM : T202210149 KELOMPOK: 4
PROGRAM STUDI BUDIDAYA UDANG
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2022 Sektor perikanan sangat potensial dan mempunyai prospek pengembangan yang besar,salah satunya adalah usaha budaya udang. peningkatan produksi udang ternyata telah memberikan arti tersendiri dalam peningkatan devisa dari ekspor non-migas, sebab udang telah dapat menunjukkan dominasinya sebagai salah satu komoditi andalan ekspor di pasaran dunia. Indonesia ternyata menempati urutan ketiga terbesar sebagai negara pengekspor udang dipasar dunia setelah Thailand dan india. Tercatat pada tahun 1988-2002 misalnya,rata-rata total volume ekspor indonesia sebesar 1,3749 metrik ton atau 7,25% dari total volume ekspor udang dunia. rata-rata volume ekspor udang di pasar dunia pada periode tahun tersebut adalah sebesar 91,7 ribu metric ton per tahun. Adapun rata-rata tingkat pertumbuhan volume ekspor udang dunia adalah sekitar 6,75% per tahun (farionita, 2018). Udang vanname mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya. Berdasarkan penelitian (Boyd dan Clay, 2002) Produktivitasnya mencapai lebih dari 13.600 kg/ha. Spasies udang yang banyak dibudidayakan di indonesia saat ini adalah (penaeus monodon) udang windu dan (penaeus vannamei) udang vannamaei sering di sebut udang putih. Penaeus monondon banyak ditemuka di indonesia, Taiwan sementara Penaeus vannamei banyak di temukan di perairan ekuador, mexico, panama dan honduras (supono, 2017). Jenis udang yang menjadi primadona ekspor indonesia adalah udang vannamei sangat laku di pasar ekspor, karena memiliki keunggulan nilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis udang lainnya. selain itu karena faktor primadona ekpor, ternyata ada alasan para petambak udang di indonesia lebih menyukai membudayakan udang vannamei dibandingkan dengan udang windu dan udang lainnya karena karakteristiknya dapat hidup dikisaran salinitas yang luas,mampu beradaptasi dengan lingkungan yang bersuhu rendah,dan tingkat keberlangsungan hidup yang tinggi (kharisma, 2012). Morfologi Udang Vaname Secara umum tubuh udang vename dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu sekaligus degan bagian dada (Chephalothorax) dan bagian tubuh sampai ekor. Tubuh udang vaname beruas-ruas dan tiap ruas terdapat di sepanjang anggota tubuhnya pada umunya bercabang dua (biramous). Jumlah keseluruhannya ruas tubuh udang vaname umumnya sebanyak 20 buah. (Chephalothorax) tediri dari 13 ruas, yaitu lima ruas dibagian kepala dan 8 ruas di bagian dada (Zulkarnaim, 2011). Habitat dan Siklus Hidup udang berbeda-beda tergantung pada jenis dan pesyaratan hidupnya dari tingkatan daur hidupnya. Ketika udang vaname mampu mentoleransi segala sesuatu di suatu perairan makan udang tersebut akan mampu bertahan hidup dilingkungan itu sendiri, pada umumnya udang bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang ialah dasar laut yang lumer (soft) seperti pada dasar laut yang bercampur pasir dan lumpur. Sedangkan induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan kedalaman berkisar antara 70.72 meter (235 kaki). Menyukai daerah dasar perairan berlumpur. Dimana mangrove merupakan salah satu tempat berlindung dan mencari makan dan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001). Kebiasaan Makan (Manopo, 2011) udang vaname besifat karnivora yang memangsa krustasea kecil, ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang makan makanan tambahan atau detritus. Udang vaname bersifat nocturnal. Udang muda membenamkan diri dalam substrat selama siang hari dan tidak makan atau tidak mencari makanan. Tingkah laku makan pada udang dapat diubah dengan pembeian pakan tambahan ke dalam tambak. Udang vaname mencari dan megindetifikasi pakan meggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari dari bulu-bulu halus (setae). Organ sensor 19 ini terpusat pada ujung enterior, entenula, bagian mulut, capit, antenna, dan maxiliped. Udang vaname termasuk golongan udang penaeid. Tujuan Pelaksanaan kegiatan Praktikum memiliki tujuan Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan serta dapat Menerapkan ilmu yang telah diperoleh pada saat perkuliahan di lokasi budidaya tambak udang mengenai kegiatan pembenihan dan pembesaran udang vaname di lokasi budidaya udang di takalar. Dapat mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembenihan dan pembesaran udang vaname di tempat serta mencari solusi untuk permasalahan yang dihadapi. Praktikum ini menggunakan metode survey, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi praktikum melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner,test wawancara secara terstruktur. Responden yang dipilih adalah para kariyawan di balai perikahan takalar khusus budidaya tambak udang. Pada praktikum ini tambak udang dibatasi kepada orang yang memiliki tambak udang secara waktu jam kerja mereka. Penggambilan datanya dengan cara sampling yaitu dengan menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel akan dijadikan data sebenarnya, yang mana mencakup keseluruhan data respondennya. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yakni dengan menggunakan dua data, meliputi data primer dan sekunder. Perolehan data praktikum terbagi menjadi dua yaitu : 1. Data primer diperoleh dengan cara terjun langsung di lapangan dari hasil wawancara dan pembagian kuisoner. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperole dari literatur yang ada kaitannya dengan judul yang akan diteliti. Pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber daya perairan pantai dan laut yang menjadi paradigma baru bagi pembangunan di masa sekarang yang harus dilaksanakan secara rasional dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah budidaya Udang Putih karena mempunyai prospek yang menjanjikan, selain waktu pembudidayaannya yang relatif singkat, Udang Putih (Vannamei) juga lebih tahan akan penyakit. Budidaya tambak udang merupakam kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan,sehingga budidaya tambak udang dapat menambah kesejahteraan masyarakat petambak udang karena Udang Putih memiliki banyak permintaan di pasar (Maulina dkk, 2012). 1. Persiapan Tambak Persiapan tambak baru dilakukan dengan membuang semua jenis kotoran yang membahayakan kelangsungan hidup udang, diantaranya lumpur hitam yang terbentuk dari sisa pakan dan bahan lain yang tidak terdekomposisi secara sempurna. Jika tambak yang akan digunakan merupakan tambak yang sebelumnya merupakan tambak yang digunakan budidaya udang vaname maka yang harus dilakukan adalah membersihkan dan pengeringan tambak dengan bantuan sinar matahari. Pengapuran (liming) adalah untuk pengapuran kolam budidaya adalah untuk menetralisir keasaman tanah dan meningkatkan produkstivitas tambak budidaya.tambah air tawar dengan total alkalinitas dibawah 60mg/l serta tambak dengan pH dibawah 7 dapat diatasi dengan pengapuran (boyd dan tucker, 1998). Pengeringan tambak tujuannya adalah untuk menurunkan pori-pori tanah.aerasi yang baik memperbaiki suplai O2 dan meningkatkan dekomposisi aerobic dan bahan organik. dengan pengeringan selama 2-3 minggu, sebagai besar bahan- bahan organik yang ada di tanah dasar (boyd dan dippopinyo, 1994). Pengembalikan (tilling) pada dasar tambak adalah untuk mempercepat pengeringan untuk meningkatkan aerasi dan mempercepat dekomposisi(penguraian) bahan organic (supono, 2017). Pengendalian Hama yang menyerang tambak udang vaname biasanya adalah hewan-hewan yang hidup disekitar tambak, seperti burung, ketam, ikan liar dan pengerek. Untuk ketam dan pengerek yang biasanya melubangi pematang disekitar tambak, kita bisa memasang pagar plastik untuk mencegah hewan ini masuk. Pengendalian penyakit yang tepat dilakukan bersamaan dengan proses pembibitan dan pemeliharaan. bila kita melakukan proses pemeliharaan dengan baik, maka penyakit tidak akan menyerang udang kita. Selain itu, kita juga perlu melakukan pemeriksaan fisik udang dan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dilaboratorium. Proses pemanenan dilakukan setelah udang vaname berumur 120 hari dan mencapai berat, yaitu 50 ekor/kg. bila udang sudah mencapai berat tersebut sebelum 120 hari, maka pemanenan bisa dilakukan. Pemanenan dilakukan pada waktu malam hari untuk mempertahankan kualitas udang. 2-4 hari sebelum pemanenan, tambak diberi kapur dolomite 80 kg/ha dan mempertahankan ketinggian air untuk mencegah proses molting. 2. Dalam proses persiapan budidaya vaname menggunakan bahan aktif digunakan pada saat awal yaitu kaporit 10-15ppm untuk mencegah pH tinggi di atas 8. dan juga pemupukan bahan organik diatas tanah kolam 200-400kg per hektar untuk mempercepat dekomposisi tanah organik dan pengembalian tanah sebaliknya dilakukan pengembalian setelah pemupukan untuk menghindari penguapan ammonia ke udara. 3. Langkah-langkah Penebaran Benur sebagai berikut Dilakukan adaptasi suhu dengan cara mengapungkan kantong dalam air atau menambah air sedikit demi sedikit dalam kantong tempat benur. Penambahan pakan artemia sebelum ditebar. Benur dilakukan adaptasi sesuai salinitas air tambak Penebaran benur udang dengan kepadatan 50 - 100 ekor/m2 dengan rataan 70 ekor/m2 tergantung ketersediaan sarana dan prasarana. Waktu penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari. 4. Fungsi pengapuran untuk menaikkan pH yang berperan pada stabilitas fisiologi dan metabolisme udang. Menaikan alkalinitas tambak yang terlalu rendah. alkalinitas air tambak udang sebaiknya tidak kurang dari 100ppm yang berpengaruh pada kesuburan air. Membantu proses molting berupa kapur akan menyediakan sumber Ca(kalsium) yang dibutuhkan oleh udang pada proses molting. Mempercepat proses penguraian bahan organik fungsinya bagi tanah dasar tambak yang bersifat asam. Pemberian kapur dapat menjadi solusi pada tambak yang memiliki air terlalu pekat. 5. Pemberian kapur harus mempertimbangkan dosis yang diberikan mengetahui kondisi tambak.misalnya mengukur terlebihi dahulu kisaran ph pagi dan sore,frekuensi molting, frekuensi alkalinitas terkini. Baru dapat mengetahui dosis yang akan diberikan contohnya pH di bawah 5mg dan alkalinitas juga di bawah 5mg maka dosis kapur yang berikan yaitu 3.000kg (boyd et.al.,2002). 6. Tata letak kincir air tambak udang yang baik tergantung dari jumlah dan posisi arah kincir, juga tergantung luas tambak udang. Hal paling dasar yang wajib diketahui adalah putaran-putaran kipas pada kincir bisa menghasilkan pusaran arus air yang dapat memberi perbedaan karakteristik kualitas air tambak secara vertikal ataupun horizontal. Kombinasi arah dan posisi kincir harus searah jarum jam agar menghasilkan kondisi pusaran air yang mampu mengarahkan kotoran di dasar tambak ke arah pembuangan air tambak.Kincir air harus ditempatkan minimal satu meter dari daratan, impeller harus tenggelam dalam air dengan kedalaman 7-9 cm. Jumlah kincir air yang akan dipakai harus memperhatikan umur udang dan tingkat kepadatan populasi udang di dalam tambak. Jumlah kincir yang digunakan pada tambak benur udang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kincir di tambak udang ukuran besar. Jumlah kincir air tambak ditambah lebih banyak jika kepadatan tebar udang tinggi. 7. Fungsi lain dari penggunaan kincir yaitu membantu proses pemupukan air. Proses ini dilakukan dalam upaya pembentukkan kualitas air yang berhubungan dengan kecerah dan warna air kolam tambak, dengan menstimulasi kestabilan pertumbuhan phytoplankton. 8. Jembatan anco digunakan untuk sarana pengontrolan pakan atau nafsu makan udang melalui anco. idealnya utuk satu tambak membutuhkan tiga jembatan anco pada tiga sisi yang berbeda. Lokasi pemasangan jembatan anco disekitar feeding area (3-4 m dari dinding). Material yang digunakan untuk pembuatan jembatan anco biasanya berupa bamboo,gelam,maupun beton (supono,2017). 9. Manajemen kualitas air tambak berperan penting dalam mentukan keberhasilan budidaya udang.parameter kualitas air harus di monitoring setiap hari sebagai pedoman untuk menajemen kolam secara keseluruhan sehingga dapat menghindari efek negative terhadap udang yang dipelihara. Pengukuran parameter kualitas air harian sebaiknya dilakukan setiap pagi (jam 5.00-6.00) dan siang hari (12.00-14.00). Pada jam 5.00-6.00 pagi merupakan titik terendah oksigen terlarut dan pH serta kandungan karbondioksida tertinggi.pada jam 12.00-14.00 merupakan puncak fotosintesis fitoplankton,kandungan oksigen terlarut serta pH air. pengantian air secara rutin setiap hari dapat terhindar dari over feeding dengan menerapkan manajemen pakan yang sesuai,aerasi,melakukan peyimponan dan pembuangan limbah. (supono, 2017). Ada beberapa tahapan dalam proses pesiapan air yaitu: Pengisian air antara lain salinitasi air, komposisi plakton, dan penyakit.salinitas dalam budidaya udang vannamei yang baik untuk hidup harus dibawah 20ppt. salinitas yang rendah dapat menggunakan air tanah dengan salinitas <10ppt. Sterilisasi air bertujuan untuk membasmi barrier dan predator yang ada dalam tambak. tahap terakhir dalam pengisian air adalah penumbuhan plakton dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik.pupuk organik, antara lain fermentasi bungkil kedele (sumber N) dan dedak (sumber C), sedangkan pupuk organik (sumber N) dan (sumber P). Tujuan dari pertumbuhan plakton untuk pakan alami,sumber oksigen terlarut, dan pelindung (supono,2017). 10. Munculnya beberapa penyakit yang menyerang udang vannamei berdampak terhadap menurunya hasil panen. Diperlukan sebuah usaha untuk mencegah dan mengatasi beberapa penyakit yang dapat menyerang udang. Yang biasa di lakukan dengan diantisipasi dengan kultur bateri dan pengkayaan pakan. Menurut, (Sindhu dan Shofi, 2017) berikut ini adalah solusi dari pecegahan dan penanggan penyakit udang vannamei: Pencegahan Bintik Putih Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan melakukan tindakan mengisolasi daerah yang sedang terserang penyakit serta pemusnahan dengan jalan pembakaran dan penguburan terhadap udang yang terindikasi terserang penyakit agar penyakit tidak menyebar luas. Kemudian melakukan upaya penanggulangan agar udang yang masih sehat terhindar dari serangan penyakit bintik putih, yaitu dengan cara mengganti air secara rutin setiap hari minimal 5% dari total volume air tambak. Bintik Hitam Pencegahan pada penyakit ini dapat dilakukan dengan membersihkan dasar tambak dari kotoran sisa pakan dan sisa moulting selanjutnya menjaga kualitas air. Kotoran Putih Cara pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan membersihkan dan mengeluarkan kotoran yang berada di tambak baik di permukaan dan di dasar tambak kemudian dilakukan pembersihan secara rutin serta menjaga kualitas air tambak. Insang Merah Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan penebaran kapur pada kolam budidaya. Nekrosis Pencegahan dapat dilakukan dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON (Tambak Organik Natural) 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (moulting) dengan pemberian kapur pada tambak. Udang Gripis Pencegahan pada penyakit ini dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotika melalui pencampuran dengan telur ayam atau telur bebek mentah dengan perbandingan 1 butir telur untuk 10 kg pakan. Campuran telur dan antibiotika diaduk dengan pakan dan dikeringkan ditempat yang teduh lalu ditebar ke dalam tambak. Dosis yang digunakan untuk penggunaan antibiotika adalah Terramycin 30 mg/kg pakan, Erythromycin 40 mg/kg pakan, Oxytetracyclin 40-50 mg/kg pakan, Furanace 100 mg/kg pakan. Pemberian antibiotika dalam pakan dilakukan terus-menerus selama 3 hingga 5 hari, kecuali untuk furanace diberikan selama 14 hari. Kepala Kuning Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan melakukan tindakan mengisolasi daerah yang sedang terserang penyakit serta pemusnahan dengan jalan pembakaran dan penguburan terhadap udang yang terindikasi terserang penyakit agar penyakit tidak menyebar luas. Kemudian melakukan upaya penanggulangan agar udang yang masih sehat terhindar dari serangan penyakit bintik putih, yaitu dengan cara mengganti air secara rutin setiap hari minimal 5% dari total volume air tambak. Taura Syndrome Virus Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menjaga kualitas air dengan memberikan probiotik, jangan lakukan sirkulasi pergantian air, mengurangi pakan hingga 50%, pemberian mineral dolomite untuk mempercepat pengerasan kulit, serta pemberian vitamin dan imunostimulan. 11. Penyebab terjadinya blooming alga di karenakan banyak limbah organic dan anorganik yang mengendap di dasar kolam yang disebabkan oleh pemberian pakan yang lebih pada udang yang menyebabkan timbulnya amonia. Ammonia ini akan memicu timbulnya fitoplakton diluar kendali (blooming). oksigen terlarut yang dihasilkan dari fitoplankton melaluki proses fotosintesis ini dapat dimanfaatkan oleh organisme didalam kolam seperti ikan,udang,zooplankton dalam melakukan respirasi. Tetapi jika dalam jumlah fitoplaktonnya dapat menghasilkan oksigen yang besar juga sehingga dapat menurunkan kadar oksigen terlarut. Menurut (supono, 2017) Cara menanggulanginya dapat dilakukan dengan beberapa Tindakan,antara lain: Mengurangi input pakan baik dengan menurunkan kepadatan peneberan, memperbaiki manajemen pakan, maupun penggunaan pakan yang berkualitas. Menggunakan filter biologi untuk menyerap amonia yang dihasilkan baik menggunakan bakteri nitrifikasi. Menggunakan shading untuk mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam kolam,seperti fermentasi saponin. Pengantian air secara rutin untuk menjaga kecerahan air sekitar 30-60cm. 12. Pakan berperan sangat besar dalam mencapai keberhasilan budidaya udang. Manajemen pakan pada dasarnya pakan berperan penting dalam pertumbuhan pada udang sehingga pakan yang diberikan menghasilkan pertumbuhan yang optimun. Biaya pakan pada budidaya udang mencapai 60-70% dari biaya total selama budidaya sehingga perlunya dilakukan pengelolaan dalam pemberian pakan dengan baik untuk menekan biaya pakan untuk mendukung keberhasilan budidaya udang. Pemberian pakan pada udang selain berperan penting dalam pertumbuhan juga berpengaruh pada kualitas air pada media budidaya yang dihasilakn dari sisa pakan yang tidak termakan serta feses hasil metabolisme udang. Manajemen pemberian pakan yang optimum akan meningkatkan pertumbuhan, kualitas air terjaga, dan efisiensi pakan (Davis et al, 2006 dalam Supono, 2017). Pakan buta atau blind feeding adalah kegitan pemeberian pakan dengan tidak memperhatikan program pakan dan penerapannya tergantung ketersediasn pakan alami di kolam. Pada 1-35 hari pertama pasca benur ditebar, pakan kebanyakan menjadi pupuk untuk air dan sisanya sebagai pakan udang. Pada fase awal juvebil, udang lebih memilih pakan alami. Pakan buta juga bertujuan memperkenalkan benur pada pakan buatan dan mengansitipasi kekurangan atau habisnya pakan alami. Kesimpulan pada hasil praktikum dapat diketahui Pembesaran Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak melalu beberapa tahapan yaitu persiapan tambak, memilih dan menebar benih, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, sampling, pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan.Kegiatan-kegiatan biosecurity pada tambak udang memiliki beberapa tahapan diantaranya adalah tahapan persiapan lahan, persiapan air, pengujian benur, proses budidaya dan proses panen emergency. Dan penilaian dari hasil yang dicapai tentang penerapan biosecurity yang dilakukan harus memenuhi persyaratan SOP (Standart Operasional Prosedur). DAFTAR PUSTAKA Boyd,C.E. And T. Ahmad, 1987. Evaluation Of Aerators For Channel Catfish Farming.Alabama Agricultural Experiment Station Bulletin No.584, Auburn University, Alabama.52 Hal. Boyd,C.E.,C.J.Clay, 2002.Evaluation Of Belize Aquaculture Ltd,A Superintensive Shrimp Aquaculture System. Report Prepared Under The Word Bank, NACA, and FAO Counsursium. Work In Progress For Public Discussion.Published By The Consorsium. 17 Pages. Davis D.A., E. Amaya, J. Venero, O. Zelaya and D.B. Rouse. 2006. A Case Study on Feed Management to Improving Production and Economic Returns for The Semi Intensive Pond Production Of Litopenaeus vannamei. In Elizabeth L., Marie D.R., Salazar M.T., Lopez M.G.N. (eds.) Advances en Nutrition Acuicola VIII, Universiadad Autonoma de Nuevo Leon, Mexico. P 282-302. Elovaara, A. K. (2001). Shrimp Farming Manual:Practical Technology for Intensive Shrimp Production. United States of America (USA). Farionita, IM. 2018. Analisis Komparatif Usaha Budidaya Udang Vaname Tambak Tradisional dengan Tambak Intensif di Kabupaten Situbondo, Skripsi, Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jember. Hal 20-23. Istrabadoy. 2013. Biologi Perikanan Dalam Komoditas Udang.Di Akses Di http:Istrabadoy.blogspot.in/2013/06/ Biologi Perikanan Dalam Komoditas Udang.html.pada tanggal 14 desember 2022. Pada jam 17.00-17.25 wita. Kharisma, Adnan., Manan, Abdul. 2012. Kelimpahan bakteri Vibrio sp. pada air pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai deteksi dini serangan penyakit vibriosis. Universitas Airlangga. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 4: (2) 43. Manopo, H. (2011). Peran Nukleotida Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Nonspesifik dan Resistensi udang vaname (Litopenau vannamei) Institut Pertanian Bogor. Maulina, dkk, 2012. Analisis prospek budidaya tambak udang di kabupaten garut jurnal akuatika 3 ( 1 ) : 49-62. Sindhu.R. dan T. Shofi, 2017. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Udang Vannamei Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Web. Program Studi Manajemen Informatika Stekom Semarang. Jurnal SIMETRIS, 8(2):652-653. Supono. 2017. teknologi produksi udang.jogjakarta. plantaxia. Hal. 27,44,52- 53,63. Sindhu Rakasiwi Dan Taqius Shofi Albastomi,2017. Program Studi Manajemen Informatika Stekom Semarang. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Udang Vannamei Menggunakan Metode Forward Chaining Berbasis Web. Program Studi Manajemen Informatika Stekom Semarang. 8:2.652-632 Hal. Zulkarnaim, M. N. F. (2011). Identifikasi parasit yang menyerang udang vannamei (Litopenaus vannamei). Jakarta: Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan