Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK PEMBUATAN PAKAN TERAPUNG PADA IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU

JEPARA

ARTIKEL ILMIAH PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

Oleh : NUR HERTA RIZKY ARDAVIAN BOJONEGORO JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010

TEKNIK PEMBUATAN PAKAN TERAPUNG UNTUK IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA

Artikel Ilmiah Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh : NUR HERTA RIZKY ARDAVIAN NIM. 060710305P

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, DEA., Drh. NIP. 19520517 197803 2 001

Muhammad Arief., Ir. M.Kes. NIP. 19600823 198601 1 001

TEKNIK PEMBUATAN PAKAN APUNG UNTUK IKAN BANDENG (chanos chanos) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA. Nur Herta Rizky Ardavian dan Muhammad Arief. 2011. 15 hal. Abstrak Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Pembudidayaan dengan teknologi maju pada sistem intensif tentunya memerlukan asupan pakan yang lebih banyak sehingga dibutuhkan pakan pellet apung dengan kualitas yang baik namun dengan harga yang tetap terjangkau. Tujuan utama praktek kerja lapang ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman kerja serta membandingkan teori dasar pembuatan pakan ikan apung dengan realita di lapangan, mulai dari persiapan bahan, penyusunan ransum, pembuatan pakan, evaluasi fisik dan kimia pakan hingga permasalahan yang sering timbul selama proses pembuatan pakan. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 17 Juli 2010 hingga 30 Agustus 2010. Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka. Bahan-bahan yang dipakai dalam proses pembuatan pakan ikan apung adalah tepung ikan, tepung kedelai, tepung bungkil jagung, tepung daun lamtoro, tepung jagung, tepung tapioka, minyak ikan, vitamin, dan pada prosesnya ditambahkan soda kue untuk proses fermentasi. Proses lengkap pembuatan pakan dimulai dari persiapan bahan baku, penyusunan formulasi dan ransum, penepungan dengan diameter 80 mesh, pengayakan dengan diameter 90 mesh, penimbangan sesuai formulasi, pencampuran semua bahan yang telah ditimbang sesuai formulasi, fermentasi dengan memanfaatkan soda kue, pencetakan dengan diameter 2 mm, pengeringan selama 48 jam, pengemasan didalam kantong plastik dan penyimpanan dengan suhu kamar. Pakan layak diberikan pada ikan selama fisik dan kandungan pakan masih bagus, namun apabila pakan disimpan dalam waktu lebih dari 3 bulan maka kualitas pakan biasanya akan mengalami penurunan karena gangguan dari kutu, serangga dan kemungkinan proses oksidasi, pakan yang rusak tidak layak digunakan sebagai pakan ikan. Pengujian pakan yang dilakukan meliputi uji fisika dan kimia. Uji fisika pakan meliputi uji bau, warna, uji floating ability dan water stability. Hasil uji fisik pakan menunjukkan bau pakan seperti bau ikan yang kuat, warna pakan cokelat tua, pengujian floating ability menunjukkan pakan tenggelam setelah mencapai waktu 3 jam, pakan hancur setelah mencapai waktu lebih dari 4 jam. Uji kimia dilakukan dengan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi dalam pakan. Analisis proksimat pada pakan menunjukkan kadar air sebesar 8,37

%, kadar abu 18,47 %, lemak kasar 9,03 %, protein kasar 25,95%, serat kasar 11,86 %, dan 25.96% BETN.

Kata Kunci: Pelet, Pakan buatan, Bandeng, Ransum pakan, Pakan terapung, Evaluasi pakan.

TECHNIQUES OF PRODUCING THE FLOATING FOOD FOR MILKFISH (chanos chanos) IN BRACKISH WATER CULTURE DEVELOPMENT INSTITUTION JEPARA. Nur Herta Rizky Ardavian and Muhammad Arief. 2011. 15 p. Abstract Milkish is one type of brackish water fish farming potential to be developed. Cultivation with advanced technology in an intensive system would require more food intake so that the necessary floating pellet feed with a good quality but the prices remain affordable. The main purpose of the practice of field work is to gain knowledge, work experience and compare the basic theory of the floating fish feed manufacture with reality in the field, from preparing the ingredients, ration formulation, feed manufacture, physicly and chemical feed evaluation until the problems that often arise during the process of making food. Field Work Practice was held at Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau which located in Bulu Village, Jepara District, Jepara Regency, Central Java. The job training started from July 17th 2010 until August 30th 2010. The method used in this field work practice is descriptive method of data collection includes primary and secondary data. Data were collected by active participation, observation, interview and literature study. The materials used in the manufacturing process of the floating fish feed is fish meal, soy flour, corn meal, flour, lamtoro leaves flour, corn flour, tapioca flour, fish oil, vitamins, and in the process of baking soda is added to the fermentation process. Complete the process of feed manufacture starts from raw material preparation, formulation and ration, grinding with a diameter of 80 mesh, sifting with a diameter of 90 mesh, weighing appropriate formulation, mixing all the ingredients were weighed according to formulation, fermentation using baking soda, shaping with a diameter 2 mm, drying for 48 hours, packing in plastic bags and storage with room temperature. Feed should be permitted in fish feed during the physical and chemical content of food is still good. Feeding test was conducted on the physics and chemistry. Food physics testing includes test odor, color, floating test ability and water stability. Physical test results showed the smell of feed such as feed the fish smell is strong, dark brown food color, floating abilities tests show the feed sank after hitting a 3-hour, feed destroyed after hitting a more than 4 hours. Chemical test conducted by proximate analysis to determine the nutrient content in feed. Proximate analysis of feed showed the water content by 8.37%, 18.47% ash content, crude fat 9.03%, 25.95% crude protein, crude fiber 11.86%, and 25.96% EMWN.

Keywords: Pellets, Artificial feed, Milkfish, Food formulation, Floating feed, Food evaluation.

Pendahuluan Bandeng adalah salah satu dari sekian banyak ikan yang merupakan makanan penting di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (kurang lebih tujuh spesies punah dan lima genus tambahan dilaporkan pernah ada) (Pfeil, 1996). Makanan untuk ikan bandeng mulai usia diatas 9 minggu yang memenuhi syarat adalah bentuk crumbles dan pelet (Murtidjo, 2002). Bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta tidak mengandung racun yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya (Darmono, 1993). Pakan ikan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu budidaya perikanan, disamping faktor-faktor lain seperti : benih, pengelolaan, dan pencegahan penyakit (Bambang, 2001). Rasidi (2002) mengemukakan sebagai salah satu komponen produksi, pembelian pakan menyita 60-70% dari total biaya produksi. Pakan buatan adalah campuran dari berbagai bahan pakan (biasa disebut bahan mentah), baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan dan sekaligus merupakan sumber nutrisi bagi ikan

(Djarijah,1995). Menurut Kemal dalam Mujiman (1999), pakan buatan terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain bentuk larutan emulsi, bentuk larutan suspensi, bentuk roti kukus, bentuk lembaran, bentuk remah dan tepung serta bentuk pellet. LIPTAN (1999) menyarankan, pelet terapung sebaiknya berciri-ciri antara lain tidak mudah hancur dalam air, tidak cepat tenggelam, aromanya merangsang nafsu makan ikan, serta komposisinya lengkap dan seimbang. Pengujian perlu dilakukan untuk mengetahui tingkatan mutu pakan yang telah kita buat. Ada 3 macam pengujian pakan yaitu pengujian fisik, kimiawi & biologis (Masyamsir, 2001). Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah: 1. Mengetahui dan memperoleh pengetahuan keterampilan lapangan tentang teknik pembuatan pakan terapung untuk ikan bandeng (Chanos chanos) di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Jawa Tengah.

2. Dapat mengevaluasi pakan buatan dari segi fisika dan kimia. Manfaat dari praktek kerja lapang ini adalah : 1. Memperoleh pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan kerja serta

mengetahui hambatan atau permasalahan yang muncul dalam proses pembuatan pakan. 2. Mampu memadukan antara teori yang diterima dengan kenyataan yang ada di lapang tentang teknik pembuatan, evaluasi fisika dan kimia pakan terapung untuk ikan bandeng (Chanos chanos), sehingga dapat memahami dan mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan.

Pelaksanaan Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara yang terletak di Jl. Cik Lanang Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Juli hingga 31 Agustus 2010. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian pada suatu daerah tertentu. Taylor dan Bogdan (1984) mengemukakan bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapangan ini berupa data primer dan data sekunder.

Hasil dan pembahasan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dalam perkembangannya sejak didirikan mengalami beberapa kali perubahan status dan hierarki. Pada awal berdirinya tahun 1971, lembaga ini bernama Research Center Udang (RCU) dan secara hierarki berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian. Pada tahun 1977, RCU diubah namanya menjadi Balai Budidaya Air Payau (BBAP) sehubungan dengan perubahan fungsi dari semula hanya pusat riset udang menjadi pusat riset banyak komoditi budidaya laut, yang secara struktural resmi berada dibawah

Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Pada tahun 2000 setelah terbentuknya Departemen Ekplorasi Laut dan Perikanan, keberadaan BBAP masih dibawah Direktorat Jenderal Perikanan. Akhirnya pada bulan Mei 2001, status BBAP ditingkatkan menjadi Eselon II dengan nama Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau dibawah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara terletak di Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Letak geografis BBPBAP Jepara adalah 1100 39 11 BT dan 60 33 LS dengan batas-batas antara lain sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Kelurahan Demaan dan sebelah utara dengan Kelurahan Kauman. Luas kompleks BBPBAP Jepara kurang lebih 64,5472 ha yang terdiri dari kompleks balai seluas sepuluh ha dan tambak seluas 54,5472 ha. Kompleks Balai terdiri dari perkantoran, perumahan, asrama, unit pembenihan, unit pembesaran, lapangan olah raga, auditorium dan laboratorium. BBPBAP Jepara dan sekitarnya merupakan daerah beriklim tropis dengan hujan terjadi pada bulan November-Maret, musim pancaroba terjadi pada bulan April-Juni dan musim kemarau terjadi pada bulan Juli-Oktober. Masing masing dua unit laboratorium pakan dan laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan telah dioperasionalkan guna menunjang pencapaian produksi dan penerapan teknik budidaya berwawasan lingkungan. BBPBAP Jepara dilengkapi dengan sarana transportasi berupa 4 unit kendaraan roda dua, 2 unit kendaraan roda tiga, 9 unit kendaraan roda empat dan 4 unit kendaraan roda enam guna mendukung kelancaran tugas dan kegiatan balai Sumber energi utama di BBPBAP Jepara adalah listrik, karena listrik merupakan sarana vital dan merupakan salah satu pendukung utama kegiatan balai secara umum. Listrik diperlukan secara terus-menerus selam 24 jam. Pembangkit tenaga listrik yang digunakan berasal dari jaringan PLN dengan daya terpasang sebesar 147 KVA dan 197 KVA dengan panjang jaringan 5000m, 6 buah genset masingmasing dengan daya 150 KVA (dua buah), 80 KVA (satu buah), 250 KVA (satu

buah), 125 KVA (satu buah) yang digunakan untuk menanggulangi sewaktuwaktu aliran listrik PLN mengalami gangguan atau padam. Sarana dan prasarana laboratorium pakan buatan antara lain adalah gudang yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan semua bahan baku pakan, tempat penyimpanan pelet yang sudah siap pakai serta sebagai tempat untuk menyimpan berbagai peralatan dan perkakas yang diperlukan untuk proses pembuatan pakan di laboratorium ini, ruang produksi merupakan ruangan utama pembuatan pakan, selain itu juga terdapat ruang pimpinan dan staff, ruang komputer, dan ruangan dapur. peralatan yang dimiliki laboratorium ini antara lain adalah mesin penepung, mesin extruder, mesin pencampur, mesin pencetak pelet, blender, mesin pengering drum dryer dan oven. Penggunaan soda kue sebagai floater dalam pembuatan pakan ini sebenarnya merupakan metode baru dalam pembuatan pakan terapung untuk menghindari penggunaan mesin ekstruder dalam pembuatan pakan, mesin ekstruder adalah mesin khusus untuk membuat pelet terapung yang berharga mahal, sehingga pemanfaatan soda kue ini dapat menekan biaya pembuatan pakan terapung. Proses lengkap pembuatan pakan dimulai dari persiapan bahan baku, penyusunan formulasi, penepungan, pengayakan, penimbangan, pencampuran bahan, fermentasi dengan memanfaatkan soda kue, pencetakan, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Menurut Mudjiman (2004), bahan baku untuk pembuatan pakan harus mempunyai nilai gizi tinggi, mudah diperoleh, mudah diolah, tidak mengandung racun, harganya murah, serta bukan merupakan makanan pokok manusia. Semua bahan pakan yang digunakan dalam kegiatan PKL ini adalah bahan yang sudah dalam keadaan kering dengan kadar air maksimal 12%. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku di BBPBAP Jepara antara lain adalah nilai gizi, kandungan dalam bahan pakan serta ketersediaannya. Semua bahan baku pakan yang yang digunakan dalam proses pembuatan pakan ikan apung di BBPBAP Jepara dapat dibeli dari pasar di desa Bulu, dedak dibeli dari tempat

penggilingan padi di desa Bulu, serta tepung ikan yang dibeli dari nelayan setempat. Di BBPBAP Jepara, penyusunan ransum dilakukan dengan menggunakan software komputer Microsoft Excel untuk penyusunan ransum pakan dengan hasil yang lebih cepat dan akurat.
Bahan Ransum (gr) Protein % Total (gr) Tepung ikan Tepung kedelai Tepung jagung T. daun petai cina Bk jagung fermentasi Minyak ikan Vitamin mix Binder Soda kue Jumlah Bhn pokok Bhn pelengkap 350 50 50 150 400 50 10 55 50 1165 1000 165 59 46,1 10,5 20 8 0 0 0 206,5 23,05 5,25 30 32 0 0 0 296,8 8,9 18 2,6 2,57 3,5 100 0 0 % Lemak Total (gr) 31,15 9 1,3 3,86 14 50 0 0 109,31 1,2 3,7 2,72 9,73 9,7 0 0 100 % Serat Total (gr) 3,6 1,85 1,36 14,595 14,550 0 0 55 90,955

Sumber : BBPBAP Jepara, Jawa Tengah (2010).

Bahan baku yang akan digunakan dihancurkan sehingga menjadi tepung dengan menggunakan mesin penepung jenis disc mill yang menggunakan tenaga motor listrik AC sebagai penggerak dengan power sebesar 7,5 kW atau setara dengan 10 HP, dengan output yang berukuran sekitar 80 mesh. Setelah itu, bahanbahan yang sudah menjadi tepung ditimbang sesuai dengan ransum yang telah dibuat. Bahan-bahan yang telah ditimbang diletakkan didalam ember besar untuk dilakukan proses pencampuran. Pencampuran ini dilakukan dengan tangan secara bertahap dari jumlah bahan yang paling sedikit ke jumlah bahan yang paling banyak, lalu dimasukkan perekat yang dibuat menggunakan bahan tepung

tapioka dengan berat kering sebanyak pakan dalam bentuk kering.

5 persen dari berat total seluruh bahan

Proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan soda kue sebanyak 5 gram per kilogram bahan pakan. Caranya adalah dengan mengaduk soda kue secara merata pada bahan pakan yang telah tercampur homogen kedalam 1 ember plastik dan sedikit dipadatkan, lalu semua bahan tadi ditutup rapat dan didiamkan selama 2 jam agar proses fermentasi terjadi. Selanjutnya bahan siap dicetak. Pencetakan pakan dilakukan dengan menggunakan mesin pencetak pelet yang digerakkan oleh tenaga listrik. Bahan-bahan yang telah tercampur dan difermentasi lalu dimasukkan kedalam alat pencetak sedikit demi sedikit hingga adonan pakan habis. Pelet yang dipakai sebagai pakan ikan harus dipotong-potong dan langsung dikeringkan. Pengeringan akan memberikan hasil yang lebih baik jika dilakukan dengan mesin pengering atau oven. Pengeringan dilakukan sampai kelembapan pelet tidak lebih dari 12% (Khairuman, 2002). Pakan yang telah dikeringkan selama 24-48 jam di dalam oven lalu dikeluarkan dan dianginanginkan selama 30 menit didalam ruangan agar suhu pakan menjadi dingin dan uap air pada pakan menghilang. Pakan yang telah kering ( 10-12% kadar air) lalu dikemas dalam kantong plastik untuk menjaga kualitasnya serta agar tidak terkena serangan jamur maupun serangga. Penyimpanan dimaksudkan agar pakan tidak mengalami kerusakan dan tetap terjaga mutunya, sehingga penyimpanan dengan cara yang benar mutlak diperlukan untuk menjaga mutu dan nutrisi dari pakan tersebut agar tetap optimal pada saat pakan diberikan pada ikan. Persyaratan umum di laboratorium pakan buatan BBPBAP Jepara untuk menyimpan pakan pelet yang telah jadi antara lain adalah pakan harus disimpan di tempat yang kering, sejuk dan berventilasi agar sirkulasi udara lancar dan tidak terjadi kelembaban yang berlebihan, pakan juga harus disimpan di atas rak kayu/falet dan hindari penyimpanan langsung di atas lantai agar kekeringan pakan terjaga sehingga pakan tidak cepat rusak, sebaiknya hindari juga kontak pakan dengan sinar matahari langsung agar tidak mengurangi nilai nutrisi dan vitamin pakan.

Lama penyimpanan pakan buatan disesuaikan dengan kondisi fisik dan kimia pakan tersebut, namun umumnya pakan yang telah tersimpan terlalu lama akan terkontaminasi serangga ataupun teroksidasi oleh mikroba sehingga bersifat toksik. Pakan yang telah rusak jangan digunakan, karena mutunya telah menurun dan tidak layak diberikan pada ikan. Evaluasi pakan pelet meliputi kestabilan pelet dalam air dan gross energy serta komposisi kimia pelet (Lovell, 1975). Uji coba pakan secara fisik meliputi pengujian Water Stability dan Floating Ability. Hasil yang diperoleh dalam

pengujian setelah direndam selama 10 menit dan dikeringkan hingga beratnya tetap, diperoleh bobot akhir seberat 8,3 gram dari berat awal sebesar 10 gram. Perhitungan water stability sebagai berikut    . Jadi, dari

perhitungan diatas dapat disimpulkan water stability pelet yang telah dibuat adalah sebesar 83 %. Pada dasarnya semakin halus bahan baku yang digunakan untuk menyusun pakan, bentuk fisiknya akan semakin baik pula, karena akan tercampur lebih baik sehingga menghasilkan produk yang lebih kompak dan stabil di dalam air (Anna, 2008). Pengujian floating ability menunjukkan, pada saat penghitungan pelet mampu mengapung lebih dari 3 jam. Pelet yang diamati pada waktu pengujian, setelah tenggelam pakan pelet yang pada awalnya mempunyai diameter 2 mm dapat mengembang di dalam air hingga ukurannya mencapai diameter 4 mm, berarti penambahan diameter sebesar 2 mm. Warna pakan pada saat kering dan belum dimasukkan kedalam air adalah adalah coklat tua, tapi setelah ditebarkan berubah warna menjadi coklat muda, pucat dan mengalami kehancuran setelah waktu 4 jam. Evaluasi kimia pakan berupa analisis proksimat. Analisis proksimat ini pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Analisis ini sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya, yaitu: air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract) (Nahm,1992).

Hasil uji yang didapat dari Laporan Hasil Uji Pakan Ikan Bandeng di Laboratorium Uji BBPBAP Jepara adalah: No 1 Kode Contoh Pakan Bandeng Parameter Kadar air Kadar abu (%) (%) Hasil 8,73 18,47 9,03 25,95 11,86 25,96 Metode SNI-01-2354.2-2006 SNI-01-2354.1-2006 SNI-01-2354.3-2006 IK 3.P16.IV IK 3.P16.V Aritmatika

Lemak kasar (%) Prot. kasar Serat kasar BETN (%) (%)

Kandungan kadar air sesuai dengan standar, yaitu < 10 %. Protein yang tidak sesuai dari perhitungan awal (28%) disebabkan karena proses pemanasan yang terlalu lama. Kadar abu yang tinggi disebabkan oleh pemakaian tepung ikan dan bungkil jagung yang terlalu banyak dimana kedua bahan ini dapat meningkatkan kadar abu pakan.

Simpulan Kesimpulan dari hasil pelaksanaan PKL di BBPBAP Jepara, adalah: 1. Teknik pembuatan pakan apung meliputi persiapan bahan baku, penyusunan ransum, penepungan dengan ukuran 80 mesh, pengayakan dengan ukuran 90 mesh, penimbangan sesuai formulasi, pencampuran semua bahan yang telah ditimbang sesuai formulasi, fermentasi dengan memanfaatkan baking soda, pencetakan dengan diameter 2 mm, pengeringan selama 48 jam, pengemasan dan penyimpanan. Bahan baku yang digunakan adalah tepung ikan dan tepung kedelai sebagai sumber protein utama, tepung daun lamtoro sebagai sumber protein tambahan, tepung bungkil jagung, tepung jagung sebagai sumber karbohidrat, tepung kanji sebagai perekat, minyak ikan sebagai sumber lemak dan vitamin mix sebagai pelengkap. 2. Evaluasi fisika pakan (floating ability) menunjukkan pakan tenggelam setelah mencapai waktu lebih dari 3 jam, pakan mulai hancur setelah mencapai waktu 4 jam dan fisik pakan berubah dari warna cokelat menjadi cokelat muda,

diameter pakan mengembang dari 2 mm menjadi 4 mm. pengujian water stability menunjukkan bahwa stabilitas pakan dalam air adalah sebesar 83%. Analisis proksimat menunjukkan kandungan dalam pakan yang telah dibuat adalah kadar air sebesar 8,37 %, kadar abu sebesar 18,47 %, lemak kasar 9,03 %, protein kasar 25,95%, serat kasar 11,86 %, dan BETN 25,96 %.

Saran 1. Pengontrolan bahan baku pembuatan pakan harus lebih ketat, sehingga kandungan dalam pakan dapat sesuai dengan formulasi yang ditetapkan sebelumnya. 2. Perlu perekayasaan lebih lanjut untuk mendapatkan teknik pembuatan dan kualitas pakan apung yang lebih sempurna serta bahan fermentan yang perlu dikaji untuk menghasilkan kualitas pakan yang lebih baik, terutama peran untuk meningkatkan kadar protein dalam pakan, misalnya Aspergillus sp. serta perlu adanya manajemen pemasaran agar pakan yang dihasilkan dapat dipasarkan diluar lingkungan BBPBAP Jepara. 3. Parameter pengujian terhadap kualitas pakan apung perlu ditambah, meliputi pengujian kekerasan pelet, kehalusan bahan baku pakan dan evaluasi biologis. Untuk pengembangan di tingkat perusahaan, pembuatan pelet lebih baik bila menggunakan alat dan mesin yang lebih besar agar dapat menghasilkan pelet dengan kapasitas lebih banyak.

Daftar Pustaka Bambang. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar (Ikan Gurame, Ikan Nila dan Ikan Mas). Kanisius. Yogyakarta. Darmono. 1993.Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta. Djarijah, A. S. Ir. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. 87 hal. Khairuman, K.A. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka. Jakarta. 83 hal. LIPTAN. 1999. Pembenihan Bandeng Skala Rumah Tangga. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Lembang.

Lovell, R. T. 1975. Laboratory Manual for Fish Analysis and Fish Nutrition. Depart. Fisheries and Allied Aquaculture. Auburn Univ. Masyamsir. 2001. Membuat Pakan Ikan Buatan. Modul Program Keahlian Budidaya Ikan. Depdiknas. Jakarta. 32 hal. Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 146-148 : 157-165. Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Dan Pembenihan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Hal 87-98. Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic. Pfeil. F., Schultze H.P. 1996. Devonian Fishes and Plants of Miguasha, Quebec, Canada. Verlag. Mnchen. 374 hal. Rasidi. 2002. Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Cetakan 5. Penebar Swadaya. Jakarta. 106 hal. Taylor, SJ dan R Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods : The Search for Meanings, Second Edition. John Wiley and Sons. Toronto.

Anda mungkin juga menyukai