MAKALAH
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
ii | P a g e
A. Latar Belakang
Dengan kondisi jumlah penduduk terbanyak kelima di dunia, menuntut penduduk usia
kerja untuk terus dapat menggagas inovasi-inovasi berguna menciptakan lapangan kerja sendiri.
Tidak hanya bergantung pada lowongan pekerjaan yang tersedia.Karena itulah beberapa tahun
terakhir ini muncul berbagai industri kecil maupun menengah yang memproduksi berbagai jenis
barang, baik barang produksi maupun barang konsumsi.Namun yang paling banyak diminati
masyarakata adalah industri makanan.Hal ini karena makanan selalu dibutuhkan oleh
masyarakat, sehingga secara umum penjualannya juga konstan.Salah satu industri makanan
yang paling kita kenal adalah industri tahu.Hampir di setiap tempat di Indonesia, setiap saat kita
dapat menemui tahu dengan beragam jenis olahannya.
Hal ini terjadi karena industri tahu di Indonesia sudah menjamur hingga ke desa-
desa.Maraknya industri tahu di Indonesia ini menyebabkan limbah industri pengolahan tahu pun
juga melimpah.Hasil sampingan dari industri tahu adalah ampas tahu, berupa padatan putih
yang masih mengandung air.Air yang masih terkandung dalama ampas tahu disebut dengan
whey. Ampas tahu mengandung protein kasar 21,66%, lemak kasar 2,73%, serat kasar 20,26%,
kalsium (Ca) 1,09%, fosfor (P) 0,88%, dengan energy metabolis sebesar 2.830 kkal/kg. Selain
itu, kandungan asam amino lisin dan methionin serta vitamin B komplek yang cukup tinggi juga
terdapat di dalamnya.
Ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi. Biaya yang
dikeluarkan untuk pemberian ransum adalah 70% dari total biaya produksi. tingginya biaya
produksi ini perlu ditanggulangi dengan menyusun ransum sendiri dengan memanfaatkan
bahan-bahan yang mudah didapat, dengan harga yang relatif lebih murah, tetapi masih
mempunyai kandungan gizi yang baik untuk produksi dan kesehatan ternak itu sendiri.
Usaha untuk menekan biaya makanan adalah mencari bahan makananyang tidak
bersaing dengan manusia, harganya murah, memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, tersedia
secara kontinyu, disukai ternak serta tidak membahayakan bagi ternak yang memakannya.
Ampas tahu adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penyusun
ransum. sampai saat ini ampas tahu cukup mudah didapat denganharga murah, bahkan bisa
didapat dengan cara Cuma-cuma. ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan
sebagai sumber protein. mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi
yaitu protein, lemak, air, dan abu, maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi
bahan makanan ternak.
1|Page
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pH awal dan lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar serat kasar, protein
kasar, kadar air, dan rendemen bahan pakan ternak ?
2. Bagaimana kombinasi perlakuan pH awal dan lama waktu fermentasi terbaik ?
3. Apakah perlakuan pada eksperimen kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar air produk
telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pH awal dan lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar serat kasar,
protein kasar, kadar air, dan rendemen bahan pakan ternak.
2. Untuk mengetahui kombinasi perlakuan pH awal dan lama waktu fermentasi terbaik.
3. Untuk mengetahui kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar air produk telah memenuhi
standar yang disyaratkan oleh SNI.
D. Manfaat
1. Untuk memanfaatkan limbah dari ampas tahu
2. Sebagai sumber nutrisi alami yang mudah di cerna oleh hewan ternak
3. Dapat mendorong masyarakat agar berfikir kreati dalam pemanfaatan limbah di
lingkungannya
4. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan
bersih.
5. Dapat menjadi Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi hewan ternak guna meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi peternak.
E. Kajian teori
Industri tahu merupakan salah satu industri yang memiliki perkembangan pesat.
Terdapat 84 ribu unit industri tahu di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 2,56 juta
ton per tahun (Sadzali, 2010). Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35%
dari produk tahu yang dihasilkan (Kaswinarni, 2007). Ampas tahu dapat dijadikan sebagai
bahan pakan sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar antara 23-
29% (Mathius & Sinurat, 2001) dan kandungan zat nutrien lain adalah lemak 4,93% (Nuraini,
2009) dan serat kasar 22,65% (Duldjaman, 2004).
Pada umumnya limbah yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan
ternak tetapi asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi biasanya menjadi faktor
pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan. Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain
dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas
enzim pemecah zat -zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat,
2|Page
protein dan lemak (Parrakasi, 1991). Untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai
nutrisi pada limbah pertanian dibutuhkan suatu proses yang dapat mencakup proses fisik,
kimiawi, maupun biologis antara lain dengan cara teknologi fermentasi (Pasaribu dkk, 2007).
Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi, atau menghilangkan pengaruh
negatif dari bahan pakan tertentu dapat dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme melalui
proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Winarno, 2000),
menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Pelczar dan
Chan, 2007). Pada proses fermentasi dihasilkan pula enzim hidrolitik serta membuat mineral
lebih mudah untuk diabsorbsi oleh ternak (Esposito dkk., 2001).
Perubahan komposisi zat-zat makanan dalam substrat melalui fermentasi dengan
menggunakan Effective Microorganism 4 (EM4). Mikroorganisme alami yang terdapat dalam
EM4 bersifat fermentasi (peragian) dan sintetik, terdiri dari lima kelompok mikroorganisme dari
golongan ragi, Lactobacillus, jamur fermentasi, bakteri fotosintetik, dan Actinomycetes
(Paramita, 2002). Effective Microorganism 4 (EM4) adalah campuran dari berbagai
mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inokulum dalam meningkatkan
kualitas pakan. Penambahan EM4 sebanyak 10%(v/b) pada substrat mampu menurunkan kadar
serat bahan (Sandi & Saputra, 2012). Hasil penelitian Winedar (2006) penggunaan pakan yang
difermentasi dengan EM4 menyebabkan peningkatan daya cerna dan kandungan protein bahan.
Faktor-faktor fermentasi antara lain yaitu pH, waktu, kandungan oksigen, suhu, dan
mikroorganisme (Juwita, 2012). Beragamnya mikroorganisme pada EM4 menyebabkan pH
untuk menumbuhkan mikroorganisme menjadi berbeda dan waktu fermentasi bervariasi
menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Menurut Fajarudin dkk (2014) waktu fermentasi
yang semakin lama akan mengakibatkan penurunan kadar air bahan, penurunan kadar air bahan
tersebut menyebabkan kadar serat kasar semakin terkonsentrasi sehingga kadar serat akan
semakin tinggi. Karlina (2008) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan
menyebabkan kadar keasaman semakin tinggi sehingga pH akan semakin menurun, dengan pH
yang semakin rendah maka mikroorganisme pada EM4 tidak akn bekerja secara optimal.
Penggunaan pH yang tinggi dapat membuat beberapa mikroorganisme tidak tumbuh dengan
baik karena menurut Tamime dan Robinson (2008) tumbuh optimal Lactobacillus ssp. adalah
pada pH 5,2-5,8 dan menurut Juwita (2012) Saccharomyces spp. tumbuh pada pH 4,0-4,5.
Sejauh ini belum diketahui berapa kombinsasi pH awal dan lama waktu fermentasi yang
berpengaruh dalam fermentasi ampas tahu sehingga menghasilkan pakan yang bernutrisi tinggi
ditinjau dari kadar protein dan serta kasar pakan.
3|Page
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu
(kembali setelah) dibangkitkan.(Q.S Al Mulk Ayat 15)
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS: Ar-Rum Ayat: 41)
F. Metode Penelitian
1. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, pengukus, kompor,
spatula, termometer, pH meter, timbangan digital, wadah tertutup, autoklaf, inkubator
(memmert), oven (memmert), alat untuk menguji kandungan pakan yaitu labu kjeldahl,
lemari asam, destilasi kjeldahl, erlenmeyer, labu lemak, desikator, sokhlet, dan kertas
saring. Alat untuk analisa kadar air yaitu cawan petri untuk tempat sampel, oven merk
memmert untuk pengeringan sampel,desikator dan silica gell untuk menyerap uap yg
dihasilkan sampel setelah dikeringkan.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah ampas tahu sebagai bahan
utama yang didapat dari UKM tahu Kendalsari, Effective Microorganism 4 (EM4) sebagai
mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi ampas tahu dengan bahan tambahan
gula dan susu skim hewan. EM4 merupakan cairan yang terdiri dari bakteri asam laktat,
ragi, dan jamur fermentasi. Bahan yang digunakan untuk pengujian pakan adalah asam
Sulfat (H2SO4), katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4), aquades, NaOH, HCl, dan alkohol.
4|Page
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor
pertama adalah pH awal terdiri dari 3 level yaitu pH 5, pH 6, pH 7, dan faktor kedua adalah
lama waktu fermentasi terdiri dari 3 level yaitu 12 jam, 24 jam, 48 jam.
G. Alur penelitian
5|Page
Ampas tahu ditambah starter Ampas tahu ditambah starter
50 gram kemudian diaduk 50 gram kemudian diaduk
6|Page
Pada pH awal 7 terjadi
kenaikan kadar protein pada lama
fermentasi 24 jam. Menurut
Pramono dkk (2003) Lactobacillus
mengalami pertumbuhan yang
optimum pada pH 6,8 dan waktu 20
jam (Suryani, 2010). Diduga
Lactobacillus dalam EM4
mengalami fase log pada saat pH
awal 7 dan dalam waktu 24 jam telah berkembang pesat sehingga penggunaan bahan organik
dalam jumlah yang besar. Sehingga secara tidak langsung dapat menaikkan kadar protein kasar.
Penurunan kadar protein pada pH awal 7 disebabkan oleh protein yang telah dirubah oleh
mikroorganisme proteolitik digunakan oleh mikroorganisme yang lain. Sumber nitrogen dalam
media fermentasi digunakan untuk sintesis protein di dalam sel. Adanya penyerapan sel
terhadap sumber nitrogen ini menyebabkan kandungan protein di dalam media semakin
berkurang dengan lamanya waktu fermentasi (Thontowi & Nuswantara, 2012).
Pada pH awal 6 Lactobacillus telah melewati pH optimum untuk tumbuh. pada lama
fermentasi 24 jam kadar proteinnya turun, hal ini disebabkan Lactobacillus tidak dapat tumbuh
dengan optimal. Dalam memecah protein menjadi asam amino Lactobacillus juga tidak optimal
karena pertumbuhannya cenderung lambat. Kenaikan kadar protein pada lama waktu fermentasi
48 jam disebabkan berkembangnya mikroba pada saat fermentasi. Menurut Anggorodi (1994)
perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana,
kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang
akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah
koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama
proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein
kasar (Wuryantoro, 2000).
Pada pH awal 5 kenaikan kadar protein pada lama waktu fermentasi 24 jam disebabkan
oleh peningkatan unsur nitrogen yang terdapat pada bahan yang dihasilkan oleh Lactobacillus.
Meskipun Lactobacillus telah melewati pH optimum untuk tumbuh tetapi menurut Hardiningsih
dkk (2005) Lactobacillus resisten dan mampu mempertahankan hidupnya pada kondisi pH
rendah diduga masih memecah protein yang selanjutnya dimanfaatkan oleh ragi
(Saccharomyces sp.) dan jamur (Aspergillus sp.). menurut Santoso (2007) ragi dan jamur
mempunyai kemampuan untuk mengubah nitrogen bukan protein menjadi protein. Penurunan
kadar protein pada waktu fermentasi 48 jam diduga disebabkan oleh penyerapan sel terhadap
7|Page
sumber nitrogen di dalam media yang semakin berkurang. Selain itu kondisi media yang berada
pada pH rendah mengakibatkan penurunan aktivitas mikroorganisme sehingga secara tidak
langsung menurunkan kadar protein.
8|Page
Penurunan kadar serat
kasar pada pH awal 7 dengan
lama fermentasi 24 jam
disebabkan oleh Lactobacillus
yang berkembang pada fase
lag. Dalam penelitian Santoso
(2007) menyebutkan bahwa
EM4 menghasilkan sejumlah
besar enzim mencerna serat
kasar seperti selulase dan
mannase. Keuntungan Lactobacillus dalam EM4 dalam mencerna serat kasar adalah karena
bakteri tidak menghasilkan serat kasar dalam aktivitasnya, dan sehingga mereka lebih efektif
dalam menurunkan serat kasar dari pada ragi dan jamur. Pada lama fermentasi 48 jam terjadi
kenaikan serat kasar hal ini disebabkan pertumbuhan Aspergillus. Menurut Ginting dan Krisnan
(2006) Perkembangan kapang yang secara konsisten meningkat menurut masa fermentasi dapat
menyumbang serat kasar melalui dinding selnya. Selain itu lama inkubasi yang semakin panjang
menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan serat kasar pada substrat. Hal inididuga
disebabkan oleh menurunnya kadar air pada substrat, sehingga serat kasar semakin
terkonsentrasi.
Kenaikan kadar serat kasar pada pH awal 6 dan 5 diduga disebabkan oleh pertumbuhan
Aspergillus yang berada pada fase lag. Menurut Jayanti (2013) Aspergillus mengalami
pertumbuhan optimum pada pH 4,5 dengan rentang pertumbuhan antara pH 4 pH 6.Ginting
dan Krisnan (2006) menambahkan perkembangan kapang yang secara konsisten meningkat
menurut masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya. Pada lama
fermentasi 48 jam terjadi penurunan kadar serat kasar adanya enzim selulase yang dihasilkan
oleh Aspergillus. Sianipar dan Simanihuruk (2009), menyatakan bahwa rendahnya pH akan
meningkatkan kecepatan hidrolisis secara kimiawi beberapa polisakarida, seperti hemiselulosa
yang pada gilirannya akan menurunkan kandungan serat. Menurut Sudarmadji dkk (1989),
Aspergillus menghasilkan enzim ekstraseluler antara lain selulase, amylase dan protease.
Selanjutnya Winarno dan Fardiaz (1980) menyatakan bahwa fermentasi mikroba akan memecah
komponen kompleks yang tidak dapat dicerna oleh unggas seperti selulosa, hemiselulosa dan
polimerpolimernya oleh enzim tertentu menjadi gula sederhana.
9|Page
3. Kadar Air
Rerata kadar air ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.
10 | P a g e
Peningkatan kadar air disebabkan mikroorganisme mulai memanfaatkan karbohidrat yang
mudah terfermentasi dalam substrat sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang.
Pada lama waktu fermentasi 48 jam kadar air mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh
turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air. Anggraeni dan Yuwono (2014)
menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka kadar air semakin menurun, hal ini
disebabkan karena pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh mikroorganisme yang
menyebabkan turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air Sehingga semakin
banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan
berpori. Keadaan ini dapat menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan, dengan
demikian kadar air akan semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama.
Pada pH awal 5 dengan lama waktu fermentasi 24 jam terjadi penurunan kadar air, hal
ini disebabkan oleh rendahnya pH yang membuat proses hidrolisis polisakarida meningkat
cepat. Proses hidrolisis pati banyak menyerap air sehingga secara tidak langsung dapat
menurunkan kadar air bahan. Namun pada lama waktu fermentasi 48 jam terjadi kenaikan
kadar air. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya Saccaromyces sp. yang optimum pada
pH 4,5 (Elevri, 2006). Berkembangnya Saccaromyces sp. merubah glukosa menjadi
karbondioksida, air, dan alkohol (Azizah dkk, 2012) yang secara tidak langsung menaikkan
kadar air bahan.
4. Rendemen
Tujuan dari nilai rendemen ini yaitu untuk mengetahui nilai ekonomis suatu bahan
ataupun produk. Apabila nilai rendemen suatu bahan atau produk semakin tinggi, maka nilai
ekonomisnya juga semakin tinggi sehingga pemanfaatannya dapat menjadi efektif. Rerata
rendemen ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.
11 | P a g e
waktu fermentasi, serta ada interaksi diantara kedua faktor terhadap rendemen ampas tahu.
12 | P a g e
5. Perlakuan Terbaik
Hasil dari perhitungan multiple attribute menunjukkan perlakuan terbaik pada
penelitian adalah P2L1 yaitu perlakuan pH awal 6 dan lama waktu fermentasi 12 jam.
Perbandingan perlakuan terbaik dengan SNI bahan pakan lain dapat dilihat pada Tabel 5.
13 | P a g e
I. Kesimpulan
Hasil Penelitian produksi bahan pakan ternak dari ampas tahu dengan fermentasi
menggunakan EM4 dapat disimpulkan bahwa :
1. pH awal dan lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar serat kasar, protein kasar, kadar
air, dan rendemen bahan pakan ternak.
2. Kombinasi perlakuan pH awal dan lama waktu fermentasi terbaik yaitu perlakuan pH awal
6 dan lama waktu fermentasi 12 jam yang menghasilkan kadar serat kasar sebesar 3,29%,
kadar protein kasar sebesar 15,35%, kadar air sebesar 10,50% dan rendemen sebesar
21,65%.
3. Perlakuan tersebut belum memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI untuk kadar protein
dan untuk kadar serat kasar dan kadar air telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh
SNI.
14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas: Kemajuan Mutakhir. UI. Press. Jakarta.
Anggraeni, Y. P., & Yuwono, S. S. (2013). PENGARUH FERMENTASI ALAMI PADA CHIPS UBI
JALAR (Ipomoea batatas) TERHADAP SIFAT FISIK TEPUNG UBI JALAR TERFERMENTASI [IN
PRESS APRIL 2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(2), 59-69.
Asmoro, L. C., Kumalaningsih, S., dan Mulyadi, A. F. 2012. Karakteristik Organoleptik Biskuit
Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.). Skripsi. Teknologi Industri Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang
Azizah, N., Al, A. N., & Baarri, S. M. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol,
pH, dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(3).
Elevri, P. A., & Putra, S. R. (2006). Produksi etanol menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang
diamobilisasi dengan agar batang. Akta Kimindo, 1(2), 105-114..
GINTING, S. P., & KRISNAN, R. (2006). Pengaruh fermentasi menggunakan beberapa strain
Trichoderma dan masa inkubasi berbeda terhadap komposisi kimiawi bungkil inti sawit. In Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Hal (Vol. 939, p. 944).
Hardiningsih, R., Napitupulu, R. N. R., & Yulinery, T. I. T. I. N. (2006). Isolasi dan uji resistensi
beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Jurnal Biodiversitas, 7, 15-17.
Isvisena, Y., Kumalaningsih, S., & Mulyadi, A. F. 2014. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Campuran
Jerami Nangka Dengan Kotoran Kelinci Menggunakan Dekomposer MA-11.(Kajian Lama Ferenetasi
Dan Proporsi Bahan). Skripsi. Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
JUWITA, R. (2012). STUDI PRODUKSI ALKOHOL DARI TETES TEBU (Saccharum officinarum L)
SELAMA PROSES FERMENTASI (Doctoral dissertation).
Karlina, S. 2008. Pengaruh fermentasi ragi tape dan lama fermentasi terhadap mutu tape ubi jalar.
Skripsi. Universitas Sumatra Utara.
Mathius, I. W., & Sinurat, A. P. (2001). Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk ternak.
Wartazoa, 11(2), 20-31.
15 | P a g e
Nuraini. 2009. Performa Broiler dengan Ransum Mengandung Campuran Ampas Sagu dan Ampas
Tahu yang Difermentasi dengan Neurospora crassa. Media Peternakan 32 (3): 196-203
Parakkasi, A. 1991. Ilmu nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta.
Sinurat, A. P., Purwadaria, T., Bintang, I. A. K., & Pasaribu, T. (2014). Peningkatan nilai gizi solid
heavy phase dalam ransum unggas sebagai pengganti jagung. JITV, 19(1).
Pramono, Y. B., Harmayani, E., & Utami, T. (2003). Kinetika pertumbuhan Lactobacillus plantarum
dan Lactobacillus sp pada media MRS cair. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 14(1), 46-50.
Sadzali, Imam. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan,
Sains, dan Teknologi 1 (12) :62-69
Sandi, S., & Saputra, A. (2012, September). The Effect of Effective Microorganisms-4 (Em 4) Addition
on the Physical Quality of Sugar Cane Shoots Silage. In International Seminar on Animal Industry.
Sianipar, J. Dan Simanihuruk, K. 2009. Performans Kambing Sedang Tumbuh yang Mendapat Pakan
Tambahan Mengandung Silase Kulit Buah Kakao. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Galang.
Sudarmadji, S., R. Kasimdjo., Sarjono, D., Wibowo, S., Margino dan Endang, S.R. 1989.
Mikrobiologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suparmo. 1989. Aspek Nutrisi Proses Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas GadjahMada, Yogyakarta.
Suryani, Y., Oktavia, A. B., & Umniyati, S. (2010). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat
dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik dan Enzim Kolesterol Reduktase. Biologi dan
Pengembangan Profesi Pendidik Biologi. Biota. 12 (3): 177, 185.
Tamime, A. and K. Robinson. 2008. Yoghurt : Science and Technology. CRC Press. Cambridge
London.
Duldjaman, M. (2004). Penggunaan ampas tahu untuk meningkatkan gizi pakan domba lokal. MEDIA
PETERNAKAN-Journal of Animal Science and Technology, 27(3)
Thontowi, A., & Nuswantara, S. (2012). Efek Sumber Karbon Berbeda terhadap Produksi -Glukan
oleh Saccharomyces Cerevisiae pada Fermentor Air Lift.Jurnal Natur Indonesia, 13(02).
16 | P a g e
Fajarudin, M. W., Junus, M., & Setyowati, E. (2014). Pengaruh lama fermentasi EM-4 terhadap
kandungan protein kasar padatan kering lumpur organik unit gas bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan,
23(2), 14-18.
Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1980. Biofermentasi dan Biosintesis Protein. Angkasa. Bandung.
Winarno, F. G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winedar,
Hanifiasti. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat
Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4
(EM-4). Bioteknologi 3 (1): 14-19
Wuryantoro, S. (2000). Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Hay Padi Teramonisasi Yang
Difermentasi Dengan Cairan Rumen. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya,
47.
17 | P a g e