Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI

Dosen Pengampu :

Dr. Diky Setya Diningrat, S.Si., M.Si.

“Pemanfaatan Ampas Tahu Sebagai Bahan Pembuat Tempe Gembus”

Disusun Oleh :

Nama : Dinda Syahfitri

NIM : 4223220002

Kelas : PSB 22 B

Kelompok : VI

Asisten Laboratorium : Chrisyustina Sihombing

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan pada kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Bioteknologi dengan baik dan tepat
pada waktunya. Adapun judul dari praktikum ini adalah Pemanfaatan Ampas Tahu sebagai
Bahan Pembuat Tempe Gembus.

Terimakasih kepada Bapak Dr. Diky Setya Diningrat, S.Si., M.Si. selaku Dosen Mata
Kuliah Bioteknologi yang telah memberikan bimbingannya kepada kami beserta dengan
Asisten Laboratorium yang memandu jalannya praktikum ini. Besar harapan penulis terhadap
laporan praktikum ini, Semoga laporan praktikum ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca mengenai pemanfaatan ampas tahu sebagai bahan pembuat tempe
gembus.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis, untuk perkembangan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.

Medan, 30 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

ABSTRAK ............................................................................................................................iv

BAB I .....................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3 Tujuan Praktikum .........................................................................................................2
1.4 Manfaat Praktikum .......................................................................................................2

BAB II ...................................................................................................................................3

LANDASAN TEORI ...........................................................................................................3

BAB III..................................................................................................................................6

METODE ..............................................................................................................................6

3.1 Materi ..............................................................................................................................6


3.1.1 Materi ...................................................................................................................6
3.1.2 Bahan ....................................................................................................................6
3.2 Lokasi dan Waktu ..........................................................................................................6
3.2.1 Lokasi ...................................................................................................................6
3.2.2 Waktu ...................................................................................................................6
3.3 Cara Kerja ......................................................................................................................6
3.3.1 Proses pengeringan ampas tahu .........................................................................6
3.3.2 Proses fermentasi ampas tahu ............................................................................7

BAB IV ..................................................................................................................................8

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................8

4.1 Tabel Pengamatan .........................................................................................................8


4.2 Pembahasan ....................................................................................................................9

ii
BAB V ...................................................................................................................................10

PENUTUP.............................................................................................................................10

5.1 Kesimpulan .....................................................................................................................10


5.2 Saran ...............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................11

LAMPIRAN..........................................................................................................................12

iii
ABSTRAK

Tempe Gembus merupakan bahan makanan hasil fermentasi ampas tahu oleh Rhizopus
oligosporus. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe antara lain jenis
kedelai, oksigen, kelembaban, suhu, dan konsentrasi inokulum. tempe gembus mengandung
serat yang cukup tinggi yaitu sekitar 30,4 %. Metode penelitian yang digunakan berbentuk
eksperimen yang dilakukan secara langsung di dalam Laboratorium Biologi Universitas Negeri
Medan. Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan tempe gembus yang kami buat
kematangannya tidak terjadi secara utuh sempurma. Pengurangan kadar udara yang dilakukan
secara berlebihan sehingga membuat ampas tahu tersebut terlalu kering dan mikroorganisme
tidak dapat bekerja. Ampas tahu merupakan residu yang tersisa setelah tahapan penyaringan
fraksi larut kacang kedelai yang berjumlah sekitar 25%-35% dari jumlah tahu yang diproduksi.
Ampas tahu masih memiliki kandungan gizi yang baik.Ampas tahu mengandung udara 89,9%,
protein 1,3%, lemak 2,2%, abu 0,3%, karbohidrat 6,3%.

Kata kunci: Ampas tahu, Tempe gembus, Fermentasi

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan bioteknologi konvensional sekarang ini masih dilakukan untuk
menghasilkan produk pangan yang bermutu. Dalam hal ini, yang sangat berberan dalam
menghasilkan suatu produk adalah mikroorganisme. Berbagai jenis mikroorganisme
bersifat menguntungkan dan berguna untuk produksi bahan pangan manusia. Salah satu
contoh makanan bergizi tinggi hasil bioteknologi adalah tempe. Tempe merupakan
makanan tradisional masyarakat Indonesia yang sudsah dikenal sejak dulu. Tempe dibuat
dengan memanfaatkan jamur genus Rhizopus, seperti R. stoloniferus, R.
oligosporus, dan R. oryzae (Seprianto. 2017).
Teknologi fermentasi adalah teknologi dengan mengaplikasikan mikroba untuk
menghasilkan produk baru dengan nilai tambah. Fermentasi secara luas diartikan sebagai
perubahan biokimiawi akibat aktivitas mikroba. Manfaat dari perubahan yang berlangsung
selama proses fermentasi yaitu meningkatkan kualitas sensori, meningkatkan keawetan,
mengurangi risiko bahaya, memperbaiki gizi, memiliki fungsionaliti dan nilai kesehatan
serta meningkatkan nilai ekonomi (Feri., et al. 2020).
Masyarakat Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan makanan tradisional
dengan sebutan tempe tersebut. Karena tidak hanya rasanya saja yang enak tetapi juga
memiliki kandungan protein yang tinggi. Bagi beberapa kalangan masyarakat,
kemungkinan pembuatan tempe dengan biji kedelai sudah biasa dilakukan, namun pada
praktikum ini tempe dibuat dengan memanfaatkan ampas tahu yang sebelumnya
merupakan limbah yang masih memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi menjadi suatu
oalahan pangan.
Ampas tahu yang selama ini disebut sebagai limbah pengolahan tahu masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Penanganan yang saat ini dilakukan untuk mengurangi
jumlah limbah ampas tahu, adalah dengan menjadikan sebagai bahan pakan ternak. Di sisi
lain ampas tahu ini masih memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Ampas tahu segar
mengandung air 89,9%, protein 1,3%, lemak 2,2%, abu 0,3%, karbohidrat 6,3%. Ampas
tahu juga mengandung protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, kandungan
air 85,31%. Ampas tahu memiliki jumlah gizi yang berbeda- beda tergantung varietas dari
kedelai yang digunakan (Tri., et al, 2023).

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara mengolah ampas tahu menjadi tempe gembus ?
1.2.2 Apa saja manfaat yang dihasilkan dari mengonsumsi tempe gembus ?
1.2.3 Apa saja kandungan yang terdapat pada ampas tahu ?

1.3 Tujuan Praktikum


1.3.1 Mengetahui cara pengolahan ampas tahu menjadi tempe gembus.
1.3.2 Mengetahui manfaat yang terkandung pada tempe gembus.
1.3.3 Mengetahui kandungan pada ampas tahu.

1.4 Manfaat Praktikum


1.4.1 Mengetahui informasi menganai bahan pembuatan tempe gembus beserta dengan
mekanisme fermentasi pada tempe gembus.
1.4.2 Mengetahui cara mengurangi limbah ampas tahu dari pembusukan menjadi suatu
oalahan yang tinggi protein.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

Teknologi pangan (food technology) merupakan penerapan ilmu dasar dan ilmu pangan,
manajemen dan ekonomi dalam seluruh rantai penanganan bahan pangan, mulai tahap
penanganan pascapanen (penanganan bahan segar sebelum proses produksi), proses
pengolahan (dari tahap persiapan hingga pengemasan), didistribusikan dan dipasarkan hingga
sampai ke tangan konsumen. Industri pangan di Indonesia, baik industri kecil, menengah dan
besar, berkembang sangat pesat dan berkontribusi besar dalam penyediaan pangan bagi
masyarakat. Industri pangan menjadi salah satu sektor andalan dan strategis yang menopang
pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional. Sektor industri pangan Indonesia memiliki
potensi pertumbuhan yang besar karena didukung oleh sumber daya pertanian yang berlimpah
dan permintaan domestik yang besar (Feri., et al.2020).

Teknologi fermentasi adalah teknologi dengan mengaplikasikan mikroba untuk


menghasilkan produk baru dengan nilai tambah. Fermentasi secara luas diartikan sebagai
perubahan biokimiawi akibat aktivitas mikroba. Manfaat dari perubahan yang berlangsung
selama proses fermentasi yaitu meningkatkan kualitas sensori, meningkatkan keawetan,
mengurangi risiko bahaya, memperbaiki gizi, memiliki fungsionaliti dan nilai kesehatan serta
meningkatkan nilai ekonomi. Pangan fermentasi telah ada sejak beradaban manusia lahir,
sebagai contoh adalah curd/dadih (fermentasi susu), yoghurt, keju, roti tawar, bir dan anggur
(wine) yang sudah ada sejak berabad yang lalu. Di Indonesia juga dijumpai berbagai jenis
pangan fermentasi yang berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain (tempe, oncom, tape,
growol, gatot, tempoyak, bekasam, petis, dadih, dangke). Beberapa pangan tersebut telah
dikonsumsi secara nasional dan bahkan sudah di kenal pula di dunia internasional. Tempe yang
dibuat dengan starter Rhizopus oligosporus, maupun Rhizopus lainnya adalah pangan
tradisional Indonesia yang telah mendunia (Feri., et al.2020).

Mikroorganisme juga dimanfaatkan sebagai penghasil bahan pangan yang berprotein


tinggi, atau dikenal sebagai protein sel tunggal (PST). Kelebihan mikroorganisme sebagai
penghasil protein adalah mudah dibudidayakan, pertumbuhannya sangat cepat, dan kadar
proteinnya sangat tinggi yaitu dapat mencapai 80%. Peranan mikroorganisme dalam
pengolahan makanan ini adalah mengubah bahan makanan menjadi bentuk lain, sehingga nilai
gizinya lebih tinggi, zat gizi lebih mudah diserap dan dimanfaatkan, serta mempunyai cita rasa
yang lebih menarik (Seprianto. 2017).

3
Tahu merupakan salah satu produk yang diminati mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa. Selain karena rasanya yang enak, kandungan protein tahu juga cukup tinggi. Dalam
proses pembuatan tahu dihasilkan 2 jenis limbah yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah
padat dari pembuatan tahu adalah kedelai yang sudah diambil sarinya menjadi tahu atau biasa
disebut ampas tahu. Jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap 1 kg bahan baku kedelai sekitar
15-20 liter, sedangkan limbah padat berupa ampas tahu sekitar 1,12 kali bobot kedelai kering
dengan volume 1,5 hingga 2 kali volume kering. Oleh karena itu dari 1 kg bahan baku kedelai
yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas tahu (Moegiratul., et al, 2023).

Volume limbah yang tinggi dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan jika
tidak dikelola dengan baik. Limbah ampas tahu dapat menimbulkan senyawa berbau busuk
hasil dari degradasi komponennya. Hingga saat ini, ampas tahu hanya dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Akan tetapi, ampas tahu masih memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, diantaranya
mengandung protein 5 gram, serat kasar 4,1 gram, kadar air 84,1 gram, dan karbohidrat 8,1
gram per 100 gram bahan. Karena nilai gizi dari ampas tahu masih tergolong cukup tinggi maka
dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan layak konsumsi seperti tempe ampas tahu atau
tempe gembus (Moegiratul., et al, 2023).

Ampas tahu merupakan residu yang tersisa setelah tahapan penyaringan fr aksi larut
kacang kedelai yang berjumlah sekitar 25% hingga 35% dari jumlah tahu yang diproduksi.
Ampas tahu diketahui masih mengandung komponen gizi dan serat pangan yang dapat
dikembangkan menjadi bahan baku pangan fungsional (Kaswinarni, 2007). Tepung ampas tahu
mengandung serat pangan sebesar 58,60% yang berdasarkan kelarutannya dibagi atas serat
pangan larut 1,91% dan serat pangan tidak larut 55,63% (Riski., et al, 2022).

Ampas tahu yang selama ini disebut sebagai limbah pengolahan tahu masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Penanganan yang saat ini dilakukan untuk mengurangi jumlah
limbah ampas tahu, adalah dengan menjadikan sebagai bahan pakan ternak. Di sisi lain ampas
tahu ini masih memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Ampas tahu segar mengandung air
89,9%, protein 1,3%, lemak 2,2%, abu 0,3%, karbohidrat 6,3%. Ampas tahu juga mengandung
protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, kandungan air 85,31%. Ampas tahu
memiliki jumlah gizi yang berbeda- beda tergantung varietas dari kedelai yang digunakan (Tri.,
et al, 2023).

4
Kandungan gizi ampas yang masih cukup tinggi dapat dimanfaatkan kembali menjadi
berbagai produk pangan. Hanya saja memerlukan perlakuan khusus sebelum mengolahnya
lebih lanjut menjadi produk pangan. Hal ini dikarenakan kadar airnya yang masih tinggi
menyebabkan ampas tahu menjadi tidak awet. Untuk mensiasati kondisi ampas tahu yang cepat
rusak agar dapat disimpan lama dan lebih mudah diolah, ampas tahu memerlukan perlakuan
khusus untuk mengurangi kadar airnya. Proses pengeringan adalah salah satu metode yang
paling umum digunakan untik mengawetkan bahan makanan dengan mekanisme penghilangan
kadar air dari bahan. Proses pengeringan dapat dilakukan secara alami dan sederhana dengan
memanfaatkan sinar matahari serta secara buatan (mekanis) dengan bantuan alat pengering
yang memanfaatkan energi panas atau tenaga listrik (Tri., et al, 2023).

Tempe Gembus merupakan bahan makanan hasil fermentasi ampas tahu oleh Rhizopus
oligosporus. Selama proses fermentasi, ampas tahu akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe antara lain
jenis kedelai, oksigen, kelembaban, suhu, dan konsentrasi inokulum. Meskipun kandungan
protein tempe gembus lebih rendah daripada tempe kedelai biasa, tetapi tempe gembus
mengandung serat yang cukup tinggi yaitu sekitar 30,4 %. Kandungan serat kasar yang tinggi
ini setelah difermentasi memberikan manfaat untuk Kesehatan yaitu melancarkan pencernaan
dan mencegah sembelit (Moegiratul., et al, 2023).

5
BAB III

METODE

3.1 Materi
3.1.1 Materi
Tabel 1. Data peralatan yang digunakan saat praktikum
No Nama Alat Jumlah Kegunaan
1 Nampan/Pemanggang kue 1 buah Tempat meletakkan ampas tahu
2 Loyang pemanggang 1 buah Tempat memanggang ampas tahu
3 Dandang 1 buah Tempat mengukus ampas tahu
4 Plastik ukuran 10x30 2 buah Tempat pembungkus tempe gembus
5 Toothpick/jarum 1 buah Untuk melubangi plastik
6 Serbet/Kain tipis 1 buah Sebagai penutup tempe
7 Sendok teh 1 buah Untuk mengukur ragi tempe
8 Timbangan 1 buah Untuk menimbang ampas tahu
9 Saringan 1 buah Untuk menyaring ampas tahu

3.1.2 Bahan
Tabel 2. Data bahan yang digunakan saat praktikum
No Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1 Ampas tahu 210 gram Sebagai bahan pembuat tempe gembus
2 Ragi tempe 2 sdt Sebagai mikroorganisme untuk memfermentasi
tempe gembus tersebut

3.2 Lokasi dan Waktu


3.2.1 Lokasi
Bahan yang digunakan untuk eksperimen berasal dari Medan, Kecamatan Sunggal.
Sampel diamati dan dilakukan percobaan di Laboratorium Biologi Universitas
Negeri Medan di Ruangan 176.3.02 pada Program Studi Biologi Mata Kuliah
Praktikum Bioteknologi.
3.2.2 Waktu
Sampel diambil pada hari Senin 18 September 2023 Pukul 18.00 WIB dan digunakan
untuk praktikum pada hari Selasa 19 September 2023 Pukul 11.30-14.00 WIB.
• Bahan didiamkan semalaman : 18.00 – 06.00 WIB
• Bahan dikukus : 06.05 – 06.35 WIB
• Bahan dioven : 06.35 – 07.00 WIB
• Bahan diberi ragi : 12.00 WIB

6
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Proses pengeringan ampas tahu
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Memeras ampas tahu dengan saringan sampai terpisah antara air dan ampas
tahunya.
c. Menaruh ampas tahu dinampan/dididamkan selama 1x24 jam.
d. Mengukus ampas tahu yang telah didiamkan selama 1x24 jam dengan waktu 35-
45 menit.
e. Menaruh ampas tahu pada loyang untuk pemanggangan lalu dioven sampai
kandungan airnya habis (dioven selama 25 menit, setiap 5 menit diaduk agar tidak
gosong) lalu tuang ampas tahu di nampan yang dialasi serbet, biarkan hingga
dingin (kurang lebih 1 jam).
3.3.2 Proses fermentasi ampas tahu
a. Mencampurkan ampas tahu dengan ragi ketika ampasnya sudah kering.
b. Memasukkan ampas tahu yang sudah tercampur dengan ragi ke dalam plastik
ukuran 10x30 dan dilubangi secara merata.
c. Menaruk di rak kawat yang dialasi kain tipis, tutup dengan kain atau dengan
serbet, jika tempe berembun buka tutupnya supaya tempe tidak busuk.
d. Ampas tahu yang sudah difermentasi berubah warna putih.

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan


Tabel 3. Hasil pengamatan tempe gembus
No Hari/Tanggal Hasil Produk Keterangan
1 Rabu, 20 September 2023 Tempe tidak mengalami
perubahan masih seperti awal.

2 Jumat, 22 September 2023 Tempe tidak terdapat


perubahan masih seperti awal.

3 Minggu, 24 September 2023 Tempe mengalami perubahan,


fermentasi hanya berhasil
dibeberapa bagian, sebagian
lainnya ada yang masih sama
seperti awal dan ada juga
bagaian yang telah busuk.

8
4.2 Pembahasan
Tempe Gembus merupakan bahan makanan hasil fermentasi ampas tahu oleh Rhizopus
oligosporus. Selama proses fermentasi, ampas tahu akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe antara lain
jenis kedelai, oksigen, kelembaban, suhu, dan konsentrasi inoculum (Moegiratul., et al,
2023).
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan tempe gembus yang kami buat
kematangan tidak terjadi secara utuh sempurma. Pengurangan kadar air yang dilakukan
berlebihan sehingga membuat ampas tahu tersebut terlalu kering dan mikroorganisme tidak
dapat bekerja. Walaupun ampas tahu yang telah kami fermentasi dengan ragi tempe
tersebut diletakkan pada tempat yang lembab tidak dapat membantu mikroorganisme untuk
memfermentasinya lagi menjadi tempe gembus. Kadar air yang terlalu banyak juga dapat
menyebabkan tempe tersebut menjadi busuk, namun kekurangan kadar air juga dapat
menghambat mikroorganisme untuk melakukan fermentasi maka dari itu tempe gembus
tidak merata kematangannya.
Pengeringan secara alami memiliki beberapa kekurangan seperti proses
pengeringannya bergantung terhadap cuaca dan suhu yang tidak dapat dikontrol bahan yang
dikeringkan cenderung mudah terkontaminasi dengan debu atau kotoran selama proses
penjemuran. Pengeringan buatan cenderung lebih efisien dalam pengerjaannya, suhu dan
kelembaban lebih stabil serta bahan hasil pengeringan lebih terjaga mutu dan kualitasnya
(Tri., et al, 2023).
Pengeringan yang kami lakukan menggunakan oven tetapi manual dengan kompor,
dimana oven dipanggang diatas kompor. Walaupun terus diaduk selama 5 menit sekali
namun api tidak merata, jadi membuat ampas tahu tersebut mengalami kegosongan
walaupun warnanya hanya sedikit lebih cokelat.
Selama fermentasi terjadi adanya proses konversi bahan oleh ragi untuk aktivitas
pertumbuhannya. Jamur yang terdapat pada ragi menggunakan air yang ada dalam
lingkungan untuk menunjang proses metabolism. Selain itu, respirasi sel (pertumbuhan sel)
juga akan menghasilkan panas sehingga air akan terevaporasi sebagian dan menyebabkan
berkurangnya kadar air. Hidrolisis protein pada proses fermentasi juga dapat
mempengaruhi kadar air tempe, selama proses fermentasi terjadi sintesis air oleh enzim
proteolitik karena enzim ini larut dalam air. Hidrolisis protein dilakukan oleh enzim
protease yang akan memutus rantai peptida pada protein (Amin., et al, 2022).

9
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tempe Gembus merupakan bahan makanan hasil fermentasi ampas tahu oleh
Rhizopus oligosporus. Selama proses fermentasi, ampas tahu akan mengalami perubahan
baik fisik maupun kimianya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe
antara lain jenis kedelai, oksigen, kelembaban, suhu, dan konsentrasi inokulum. Ampas
tahu merupakan residu yang tersisa setelah tahapan penyaringan fr aksi larut kacang
kedelai yang berjumlah sekitar 25% hingga 35% dari jumlah tahu yang diproduksi. Ampas
tahu diketahui masih mengandung komponen gizi dan serat pangan yang dapat
dikembangkan menjadi bahan baku pangan fungsional. Ampas tahu ini masih memiliki
kandungan gizi yang cukup baik. Ampas tahu segar mengandung air 89,9%, protein 1,3%,
lemak 2,2%, abu 0,3%, karbohidrat 6,3%.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada praktikum pemanfaatan ampas tahu
untuk pembuatan tempe gembus yaitu untuk para peneliti selanjutnya agar lebih berhati-
hati dan teliti agar hasil yang didapat maksimal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amaro, M., et al. (2023). Upaya Peningkatan Nilai Ekonomis Ampas Tahu dengan Pelatihan
Pembuatan Tempe Ampas Tahu. Jurnal Pepadu, 4 (1): 158-164.
Aristyarini, R., et al. (2022). Peningkatan Serat Pangan Larut dari Ampas Tahu dan Sifat
Fungsionalnya dengan Perlakuan Fisik: Tinjauan Literatur. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 32 (1): 84-95.
Kusnandar, F., et al. (2020). Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press.
Rahayu, T. I., et al. (2023). Pelatihan Pengeringan Limbah Ampas Tahu untuk Meningkatkan
Nilai Ekonomis Ampas Tahu. Jurnal Pepadu, 4 (1): 142-146.
Seprianto. (2017). Modul Biologi Pangan. Jakarta: Universitas Esa Unggul.
Syahadi, A., et al. (2022). Karakteristik Fisiokimia Tempe Ampas Tahu-Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Unisri, 7(2): 125-130.

11
LAMPIRAN

Mendiamkan ampas tahu 1x24 jam Pemberian ragi tempe pada ampas tahu

Pemasukan ampas tahu ke dalam plastic Menimbang ampas tahu

Merekatkan plastic tempat ampas tahu Menusuk plastic tempe gembus

menggunakan jarum

12
BAB II. BIOTEKNOLOGI PANGAN KONVESIONAL

A. Pengantar
Perkembangan bioteknologi konvensional sekarang ini masih dilakukan untuk
menghasilkan produk pangan yang bermutu. Dalam hal ini, yang sangat berberan
dalm menghasilkan suatu produk adalah mikroorganisme. Berbagai jenis
mikroorganisme bersifat menguntungkan dan berguna untuk produksi bahan
pangan manusia. Kamu tentu mengenal makanan seperti yoghurt, acar, sosis,
roti, keju, tempe, oncom, kecap, dan tapai. Semua makanan tersebut
memanfaatkan mikroorganisme dalam pembuatannya.

B. Kompetensi Dasar
Memiliki kemampuan dasar dalam pemahaman mengenai sistem respirasi pada
hewan

C. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian respirasi
2. Memahami fungsi respirasi pada hewan
3. Menjelaskan berbagai macam respirasi pada hewan

D. Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan dengan metoda presentasi dosen

E. Materi
A. Pendahuluan
Mikroorganisme juga dimanfaatkan sebagai penghasil bahan pangan yang
berprotein tinggi, atau dikenal sebagai protein sel tunggal (PST). Kelebihan
mikroorganisme sebagai penghasil protein adalah mudah dibudidayakan,
pertumbuhannya sangat cepat, dan kadar proteinnya sangat tinggi yaitu dapat
mencapai 80%. Bandingkan dengan protein pada biji kedelai yang kadarnya
sekitar 45%. Contoh organisme penghasil PST adalah ganggang Chlorella dan
Spirulina.

9
d. Mikroorganisme untuk Membuat Yogurt
Yogurt adalah sejenis minuman yang berasal dari susu yang diproses
dengan dimanfaatkan mikroorganisme tertentu. Dalam pembuatan yogurt, susu
diuapkan agar lebih kental dan kadar lemaknya berkurang. Susu kental ini
kemudian difermentasikan pada suhu 45° dengan menggunakan campuran
bakteri Streptococcus thermophillus dan bakteri Lactobacillus bulgaricus. Bakteri
Streptococcus thermophillus pada pembuatan yogurt berfungsi memberi rasa
masam, sedangkan bakteri Lactobacillus bulgaricus memberi aroma dan rasa
yang berbeda. Jadi, kombinasi antara kedua bakteri itulah yang memberi cita rasa
dan aroma pada yogurt.

e. Mikroorganisme untuk Membuat Mentega dan Keju


Mentega dibuat dari susu krim atau susu skim. Cita rasa dan aroma
mentega berasal dari hasil fermentasi bakteri yang sama seperti bakteri yang
digunakan untuk membuat yogurt yaitu bakteri asam laktat (Lactobacillus
bulgaricus). Sedangkan keju juga dibuat dari susu yang difermentasikan oleh
bakteri asam laktat. Pembuatan keju memerlukan air dadih yang dibuat dari
protein susu yang disebut kasein. Beberapa jenis keju difermentasikan oleh
bakteri Propionibacterium. Jamur lain juga dapat digunakan untuk membuat keju,
misalnya beberapa spesies dari genus Penicillium untuk membuat keju yang
berwarna hijau kebiruan

C. Produk Bioteknologi dalam Bidang Pangan


Secara garis besar, produk bioteknologi dalam bidang pangan dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut :
1. Produk makanan bergizi tinggi
a. Tempe
Salah satu contoh makanan bergizi tinggi hasil bioteknologi adalah tempe.
Tempe merupakan makanan tradisional masyarakat Indonesia yang
sudsah dikenal sejak dulu. Tempe dibuat dengan memanfaatkan jamur
genus Rhizopus, seperti R. stoloniferus, R. oligosporus, dan R. oryzae.
Tempe memiliki beberapa keungulan, yaitu bergizi tinggi dan mudah
dicerna. Hal itu disebabkan selama proses fermentasi, jamur Rhizopus
menghasilkan enzim protease yang mampu mendegradasi protein menjadi

12
Jilid 1
374 Perspektif Global Ilmu dan Teknologi Pangan

hasil sintesis. Penggunaan bahan pengawet untuk menghambat mikroba perlu


memperhatikan jenis dan dosis yang digunakan. Terdapat beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan pengawet seperti sifat
bahan pangan, jenis mikroba yang akan dihambat/dimatikan, serta kondisi
lingkungan atau kemasan yang akan digunakan.
Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi pangan beberapa aplikasi
berteknologi tinggi telah dibuktikan efektif untuk pengendalian mikroba
seperti aplikasi high electric field pulses (HEFP), oscillating magnetic field pulse
(OMFP), intense light pulse (ILP), dan ultrahigh hydrostatic pressure (UHP).
Teknik HEFP menggunakan medan listrik sekitar 15–25 kV/cm untuk
merusak sel mikroba yang berukuran 2 sampai 20 μm. Tegangan dapat
tingkatkan untuk mengeliminasi spora bakteri dan kapang yang lebih kuat.
Teknik OMFP menggunakan mekanisme getaran medan magnet dengan dosis
5–50 tesla pada frekuensi 50–500 KHz untuk mengurangi populasi mikroba
hingga turun sebanyak 2 siklus log. Teknik ILP menggunakan paparan cahaya
dengan intensitas yang tinggi dapat membunuh mikroba dan menginaktivasi
enzim. Adapun dalam aplikasi UHP, sel mikroba akan mati secara cepat
karena diberi tekanan yang sangat tinggi hingga mencapai 14.500 psi. Pada
kondisi tersebut, protein mikroba didenaturarisasi oleh tekanan hidrostatik
yang tinggi.

7.7 Teknologi Fermentasi


7.7.1 Berbagai Jenis Produk Fermentasi
Teknologi fermentasi adalah teknologi dengan mengaplikasikan mikroba
untuk menghasilkan produk baru dengan nilai tambah. Fermentasi secara
luas diartikan sebagai perubahan biokimiawi akibat aktivitas mikroba.
Manfaat dari perubahan yang berlangsung selama proses fermentasi yaitu
meningkatkan kualitas sensori, meningkatkan keawetan, mengurangi risiko
bahaya, memperbaiki gizi, memiliki fungsionaliti dan nilai kesehatan serta
meningkatkan nilai ekonomi.

Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI)


Bab 7
Mikrobiologi Pangan, Fermentasi dan Analisis Mikrobiologi 375

Pangan fermentasi telah ada sejak beradaban manusia lahir, sebagai


contoh adalah curd/dadih (fermentasi susu), yoghurt, keju, roti tawar, bir dan
anggur (wine) yang sudah ada sejak berabad yang lalu. Di Indonesia juga
dijumpai berbagai jenis pangan fermentasi yang berbeda dari satu daerah
dengan daerah yang lain (tempe, oncom, tape, growol, gatot, tempoyak,
bekasam, petis, dadih, dangke). Beberapa pangan tersebut telah dikonsumsi
secara nasional dan bahkan sudah di kenal pula di dunia internasional. Tempe
yang dibuat dengan starter Rhizopus oligosporus, maupun Rhizopus lainnya
adalah pangan tradisional Indonesia yang telah mendunia. Growol adalah
rendaman singkong, sedang gatot adalah rendaman gaplek, merupakan
pangan fermentasi tradisional, masing-masing dari daerah Kulonprogo dan
Gunungkidul. Selama perendaman terjadi proses fermentasi oleh berbagai
macam mikroba terutama bakteri asam laktat. Dadih mirip yoghurt yang
dibuat dari susu kerbau, merupakan pangan fermentasi yang dikenal dari
daerah Minangkabau (Sumatera Barat), sedang dangke mirip dengan keju
lokal yang dibuat dari susu kerbau dan getah papaya, berasal dari Enkerang,
Sulawesi Selatan.
Produk hasil teknologi fermentasi atau industri berbasis mikroba dapat
dikelompokkan menjadi tiga (Tabel 7.5). Pertama adalah produksi biomassa
untuk kultur starter (khamir dan baker yeasts) dan probiotik. Kedua adalah
produk metabolisme, enzim maupun protein yang dihasilkan setelah proses
fermentasi berlangsung, dilanjutkan dengan pengunduhan hasil, sesuai dengan
masing-masing produk. Ketiga adalah fermentasi pangan yang salah satu
contohnya adalah dadih (Gambar 7.4). Tabel 7.6 menyajikan jenis mikroba
yang digunakan di dalam teknologi fermentasi pangan, yang dikelompokkan
sebagai bakteri, khamir dan kapang.
Metabolisme yang berlangsung selama proses fermentasi, sangat
bergantung dari jenis mikroba serta bahan dasar yang digunakan (Tabel
7.7). Bahan berkarbohidrat (contohnya padi-padian, termasuk barley, beras)
disakarifikasi menjadi gula sederhana, yang berlanjut pada produk etanol
atau berbagai jenis asam. Produk yang dihasilkan contohnya adalah bir.
Pada proses pembuatan nata, glukosa justru disintesa menjadi selulosa secara
enzimatis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam asetat (Acetobacter

Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI)


Jurnal Pepadu e-ISSN: 2715-9574
https://journal.unram.ac.id/index.php/pepadu/index Vol. 4, No. 1, Januari 2023

RT 8 Kekalik timur ini. Berdasarkan data Disperindag Kota Mataram pada tahun 2012,
unit produksi tahu di Kota Mataram mencapai 580 unit usaha dengan rata-rata kebutuhan
kedelai per bulan dalam satu unit usaha yaitu sebanyak 1.243 kg (Maryati dkk., 2017).
Selama pembuatan tahu dihasilkan jenis limbah padat berupa ampas yang diperoleh
melalui proses penyaringan dan penggumpalan (Sadzali, 2010). Rata- rata volume ampas
tahu yang dihasilkan yaitu 1,5-2 kali volume kacang kedelai kering, sehingga dari 1 kg
kacang kedelai akan dihasilkan 1,2 kg ampas tahu (Shurtleff dan Aoyogi, 1979).
Berdasarkan data tersebut maka rata-rata ampas tahu yang dihasilkan per hari sebanyak
49,72 kg. Tingginya volume yang dihasilkan akan menimbulkan dampak negatif baik
terhadap lingkungan maupun kesehatan. Ampas tahu segar yang disimpan lebih dari
sehari diruang terbuka akan mudah mengalami pembusukan disebabkan tumbuhnya
mikroorganisme.
Ampas tahu yang selama ini disebut sebagai limbah pengolahan tahu masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Penanganan yang saat ini dilakukan untuk mengurangi
jumlah limbah ampas tahu, adalah dengan menjadikan sebagai bahan pakan ternak. Di
sisi lain ampas tahu ini masih memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Menurut
Sulistiani (2004), ampas tahu segar mengandung air 89,9%, protein 1,3%, lemak
2,2%, abu 0,3%, karbohidrat 6,3%, sedangkan menurut Nuraini (2009), ampas tahu
mengandung protein kasar 27,55%, lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, kandungan air
85,31%. Ampas tahu memiliki jumlah gizi yang berbeda- beda tergantung varietas dari
kedelai yang digunakan..
Kandungan gizi ampas yang masih cukup tinggi dapat dimanfaatkan kembali
menjadi berbagai produk pangan. Hanya saja memerlukan perlakuan khusus sebelum
mengolahnya lebih lanjut menjadi produk pangan. Hal ini dikarenakan kadar airnya yang
masih tinggi menyebabkan ampas tahu menjadi tidak awet. Untuk mensiasati kondisi
ampas tahu yang cepat rusak agar dapat disimpan lama dan lebih mudah diolah, ampas
tahu memerlukan perlakuan khusus untuk mengurangi kadar airnya. Proses pengeringan
adalah salah satu metode yang paling umum digunakan untik mengawetkan bahan
makanan dengan mekanisme penghilangan kadar air dari bahan. Proses pengeringan
dapat dilakukan secara alami dan sederhana dengan memanfaatkan sinar matahari serta
secara buatan (mekanis) dengan bantuan alat pengering yang memanfaatkan energi panas
atau tenaga listrik. Pengeringan secara alami memiliki beberapa kekurangan seperti
proses pengeringannya bergantung terhadap cuaca dan suhu yang tidak dapat
dikontrol bahan yang dikeringkan cenderung mudah terkontaminasi dengan debu atau
kotoran selama proses penjemuran. Pengeringan buatan cenderung lebih efisien dalam
pengerjaannya, suhu dan kelembaban lebih stabil serta bahan hasil pengeringan lebih
terjaga mutu dan kualitasnya. Berdasarkan uraian di atas diharapkan terjadinya suatu
kegiatan yang sinergis antara Perguruan Tinggi dan kelompok pengrajin tahu melalui
kegiatan “Pelatihan Pengeringan Limbah Ampas Tahu untuk Meningkatkan Nilai
Ekonomis Ampas Tahu”

METODE PELAKSANAAN
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini berupa pelatihan khususnya pelatihan
penanganan limbah ampas tahu serta pemanfaatannya melalui proses pengeringan ampas
tahu terbaik yang dapat dilakukan. Pelaksanaan kegiatan mencakup beberapa tahapan
seperti, (1) Penetapan peserta pelatihan. Peserta dikhususkan bagi para pengusaha tahu
yang berasal dari sekitaran kelurahan kekali sebagai salah satu sentra industry tahu. (2)
pelatihan tentang cara pengeringan ampas tahu, pengemasan, hingga penyimpanannya (3)

143
Jurnal Pepadu e-ISSN: 2715-9574
https://journal.unram.ac.id/index.php/pepadu/index Vol. 4, No. 1, Januari 2023

impact on the environment if not managed properly. Tofu solid waste can cause foul-
smelling compounds resulting from the degradation of its components. Some of the
problems faced by partners include: (1) lack of knowledge about processing tofu solid
waste, (2) lack of knowledge and skills of partners in making tempeh from tofu dregs. (3)
partners' lack of knowledge about proper food processing methods in accordance with
sanitation standards, (4) partners' lack of knowledge about packaging and marketing of
tofu solid waste tempeh. The method used in this service activity is to provide training and
disseminate knowledge related to how to make tofu solid waste tempeh so that tofu solid
waste tempeh products are obtained which have nutritional value and have a delicious taste
and can be accepted by consumers. The activity was also continued with a question and
answer session and hands-on practice of making tempeh from tofu solid waste. The
indicators of achievement showed that the participants had understood how to make good
and correct tempeh from tofu solid waste.
Keywords : Kekalik, Tempeh, Tofu waste

PENDAHULUAN
Kekalik merupakan salah satu sentra pengrajin tahu dan tempe di Mataram. Jumlah
pengrajin tahu tempe di Kekalik cukup tinggi, mencapai 523 produsen ( Ntbgov). Tahu
merupakan salah satu produk yang diminati mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Selain karena rasanya yang enak, kandungan protein tahu juga cukup tinggi. Dalam proses
pembuatan tahu dihasilkan 2 jenis limbah yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah
padat dari pembuatan tahu adalah kedelai yang sudah diambil sarinya menjadi tahu atau
biasa disebut ampas tahu. Jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap 1 kg bahan baku
kedelai sekitar 15-20 liter, sedangkan limbah padat berupa ampas tahu sekitar 1,12 kali
bobot kedelai kering dengan volume 1,5 hingga 2 kali volume kering (Sadzali, 2010). Oleh
karena itu dari 1 kg bahan baku kedelai yang dijadikan tahu akan dihasilkan 1,2 kg ampas
tahu (Shurtleff dan Aoyogi, 1979).
Volume limbah yang tinggi dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Limbah ampas tahu dapat menimbulkan
senyawa berbau busuk hasil dari degradasi komponennya (Rahmawati, 2013). Hingga saat
ini, ampas tahu hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Akan tetapi, ampas tahu masih
memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, diantaranya mengandung protein 5 gram, serat kasar
4,1 gram, kadar air 84,1 gram, dan karbohidrat 8,1 gram per 100 gram bahan. Karena nilai
gizi dari ampas tahu masih tergolong cukup tinggi maka dapat dimanfaatkan menjadi
bahan pangan layak konsumsi seperti tempe ampas tahu atau tempe gembus.
Tempe Gembus merupakan bahan makanan hasil fermentasi ampas tahu oleh
Rhizopus oligosporus. Selama proses fermentasi, ampas tahu akan mengalami perubahan
baik fisik maupun kimianya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe
antara lain jenis kedelai, oksigen, kelembaban, suhu, dan konsentrasi inokulum. Meskipun
kandungan protein tempe gembus lebih rendah daripada tempe kedelai biasa, tetapi tempe
gembus mengandung serat yang cukup tinggi yaitu sekitar 30,4 %. Kandungan serat kasar
yang tinggi ini setelah difermentasi memberikan manfaat untuk Kesehatan yaitu
melancarkan pencernaan dan mencegah sembelit.

159
Peningkatan
Jurnal Serat Pangan
Teknologi Industri Larut
Pertanian dari84-95,
32 (1): Ampas Tahu
April 2022………… Terakreditasi Peringkat 2
DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2022.32.1.84 SK Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin

PENINGKATAN SERAT PANGAN LARUT DARI AMPAS TAHU DAN SIFAT FUNGSIONALNYA
DENGAN PERLAKUAN FISIK: TINJAUAN LITERATUR

INCREASED SOLUBLE DIETARY FIBER OF TOFU DREGS AND ITS FUNCTIONAL PROPERTIES
WITH PHYSICAL TREATMENT: A REVIEW
Rizki Aristyarini1), Sedarnawati Yasni2*), dan Elvira Syamsir2)
1)Program Study of Food Science, Graduated School, Faculty of Agricultural Engineering and Technology
IPB University, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
2)Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,

IPB University, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia


*Email of corresponding author: sedarnawati@yahoo.com
Makalah: Diterima 12 Agustus 2021; Diperbaiki 10 Februari 2022; Disetujui 10 Maret 2022

ABSTRACT

Tofu processing leaves by-product in the form of tofu dregs whose the utilization as food is still limited.
Tofu dregs contain higher insoluble dietary fibre (IDF) than the soluble dietary fibre (SDF). SDF components
have wider range of health benefits, and they tend to contribute better to food processing. This study aimed to
analyse the potential of physical treatment to increase in SDF tofu dregs, examine changes in its functional
properties, and determine the potential physical treatment applied in Indonesia based on the SDF profile. Research
data from scientific literature namely research journals, master theses, undergraduate theses, and scientific
reviews were collected and analyzed descriptively. The results of descriptive analysis of the literature showed that
the physical treatments identified were combination of HHP and autoclave, steam explosion, combination of single
screw extrusion and alkaline solution, double screw extrusion, BEP double screw extrusion, and autoclaving.
Physical treatment on all instruments can increase the SDF content of tofu dregs. The water retention capacity
(WRC) and swelling capacity of tofu dregs increased after being treated with combination of HHP and autoclave,
double screw extrusion, and BEP double screw extrusion. The oil holding capacity (OHC) increased after being
treated with combination of HHP and autoclave, and double screw extrusion, but the WRC and OHC decreased
in the steam explosion treatment. The solubility of tofu dregs increased after being given steam explosion and
autoclave. Changes in the functional characteristics of tofu dregs expand their potential for use in specific
processed foods.
Keywords: tofu dregs, physical modification, soluble dietary fiber, food processing

ABSTRAK

Pengolahan tahu menyisakan produk samping berupa ampas tahu yang pemanfaatannya sebagai bahan
pangan masih terbatas. Ampas tahu mengandung komponen serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber, IDF)
yang lebih tinggi dibandingkan serat pangan larutnya (soluble dietary fiber, SDF). Komponen SDF memiliki
manfaat yang beragam bagi kesehatan, dan cenderung berkontribusi lebih baik dalam proses pengolahan pangan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi perlakuan fisik dalam meningkatkan SDF ampas tahu,
mengkaji perubahan sifat fungsionalnya, serta menentukan perlakuan fisik yang potensial diterapkan di Indonesia
berdasarkan profil SDF. Data penelitian dari literatur ilmiah yaitu jurnal-jurnal hasil penelitian, tesis, skripsi, serta
ulasan ilmiah (review) berbahasa Inggris dan Indonesia dikumpulkan dan dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis
deskriptif dari literatur menunjukkan perlakuan fisik yang teridentifikasi adalah kombinasi HHP dan autoklaf,
ledakan uap, kombinasi ekstrusi ulir tunggal dan larutan basa, ekstrusi ulir ganda, ekstrusi ulir ganda BEP, serta
autoklaf. Perlakuan fisik pada seluruh instrumen dapat meningkatkan kadar SDF ampas tahu. Daya menahan air
dan daya mengembang ampas tahu meningkat setelah diberikan perlakuan kombinasi HHP dan autoklaf, ekstrusi
ulir ganda, serta ekstrusi ulir ganda BEP. Daya ikat minyak meningkat setelah diberikan perlakuan kombinasi HHP
dan autoklaf, dan ekstrusi ulir ganda, tetapi daya menahan air dan daya ikat minyak mengalami penurunan pada
perlakuan ledakan uap. Kelarutan ampas tahu meningkat setelah diberikan perlakuan ledakan uap dan autoklaf.
Perubahan karakteristik sifat fungsional ampas tahu memperluas potensi pemanfaatannya pada pangan olahan
spesifik.
Kata kunci: ampas tahu, modifikasi fisik, serat pangan larut, pengolahan pangan

PENDAHULUAN jumlah tahu yang diproduksi. Ampas tahu diketahui


masih mengandung komponen gizi dan serat pangan
Ampas tahu merupakan residu yang tersisa yang dapat dikembangkan menjadi bahan baku
setelah tahapan penyaringan fr aksi larut kacang pangan fungsional (Kaswinarni, 2007). Tepung
kedelai yang berjumlah sekitar 25% hingga 35% dari ampas tahu mengandung serat pangan sebesar

84 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 32 (1): 84-95


*Penulis Korespondensi
Rizki Aristyarini, Sedarnawati Yasni, dan Elvira Syamsir

58,60% yang berdasarkan kelarutannya dibagi atas dianalisis adalah potensi serat pangan ampas tahu
serat pangan larut 1,91% dan serat pangan tidak larut sebagai bahan baku pangan olahan, prinsip
55,63% (Lu et al., 2013). peningkatan serat pangan tidak larut dengan
Manfaat serat bagi kesehatan dapat perlakuan fisik, perubahan sifat fungsional ampas
diaplikasikan lebih luas dengan menggunakannya tahu hasil perlakuan fisik dan potensinya dalam
sebagai bahan pangan, namun serat memiliki sifat memperbaiki kualitas pangan olahan.
fisik atau sifat fungsional tertentu. Hal ini
menyebabkan penggunaan serat perlu disesuaikan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan jenis produk pangan yang diproduksi
(Yangilar, 2013). Serat pangan tidak larut umumnya Profil Serat Pangan Ampas Tahu Dan Aplikasinya
tidak dapat langsung dijadikan sebagai komposisi Pada Pangan Olahan
suatu produk pangan sebab sulit mencapai adonan Serat pangan merupakan polimer karbohidrat
yang homogen, dapat menurunkan kesan renyah pada jenis polisakarida non pati yang tersusun atas gula-
produk panggang, serta dapat menurunkan kualitas gula sederhana dan memiliki derajat polimerisasi
sensori (Sajilata et al., 2006; Nassar et al., 2008; tidak kurang dari tiga, serta tahan mengalami
Aravind et al., 2012; Hamid et al., 2015). dekomposisi oleh enzim-enzim pencernaan manusia
Berbeda halnya dengan serat pangan tidak (Gyurova dan Enikoya, 2015). Sejumlah perbedaan
larut, serat pangan larut lebih mudah terdispersi dari penggolongan serat pangan berdasarkan
dalam air sehingga cenderung lebih disukai, lebih kelarutannya disajikan dalam Tabel 1.
mudah dimasukkan ke dalam formulasi produk Komponen serat pangan tidak larut
olahan, dan tidak menghasilkan tekstur produk yang mendominasi kandungan ampas tahu (Tabel 2). Hasil
kurang disukai (Elleuch et al., 2011; Yangilar, 2013). penelitian Sutedja (2010) menunjukkan bahwa
Prinsip konversi serat pangan tidak larut menjadi berdasarkan pengujian metode Van Soest,
serat pangan larut adalah pemutusan parsial ikatan hemiselulosa adalah komponen serat tertinggi pada
glikosidik pada polimer serat pangan tidak larut dan ampas tahu yakni sebesar 40,49%, kemudian diikuti
menghasilkan serat dengan bobot molekul yang lebih oleh selulosa sebesar 19,15%, serta lignin sebesar
rendah, serta rantai cabang meningkat (Chen et al., 8,63%. Pada hasil penelitian lainnya, ampas tahu
2014; Wang et al., 2015; Huang et al., 2015). mengandung 13,6% serat (akumulasi lignin dan
Beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk pektin) (Choi et al., 2015).
meningkatkan kelarutan serat pangan tidak larut Serat pangan tidak larut secara fisiologis
diantaranya berbasis kimia, fisik, dan melibatkan mampu meningkatkan volume feses, serta bermanfaat
enzim (Huang et al., 2015; Mateos-Aparicio et al., dalam proses detoksifikasi pada saluran pencernaan
2010b; Vong et al., 2017). Teknologi berbasis kimia (Napolitaano et al., 2009), sedangkan serat pangan
dikhawatirkan masih menyisakan zat sisa yang larut meningkatkan waktu transit dengan menunda
berbahaya bagi kesehatan, sedangkan penggunaan pengosongan lambung, memperlambat penyerapan
enzim dibutuhkan kemurnian tertentu agar reaksi glukosa di usus halus, dan mengikat kolesterol (El
enzimatis berlangsung maksimal, dan terkadang Khoury et al., 2012; Nsor-Atindana et al., 2012).
diperlukan tahapan lanjutan untuk mengisolasi Snack bar yang disubstitusi dengan tepung
produk yang dihasilkan (Aparicio et al., 2010; Huang ampas tahu alami sebanyak 25% memiliki
et al., 2015; Navarro et al., 2018). Oleh karena itu, karakteristik kasar dan beremah sehingga kurang
artikel ini bertujuan untuk menganalisis potensi disukai (Rachmayani et al. 2017). Biskuit dengan
perlakuan fisik dalam meningkatkan serat pangan penambahan tepung ampas tahu sebesar 30% dan
larut ampas tahu, mengkaji perubahan sifat 50% menghasilkan kue kukis bebas gluten dengan
fungsionalnya, dan menentukan perlakuan fisik yang tekstur yang keras (Ostermann-Porcel et al., 2017).
potensial diterapkan di Indonesia berdasarkan profil Penggunaan tepung serat alami dengan jumlah yang
serat pangan larutnya. lebih besar pada produk kue lapis bebas gluten hingga
roti panggang dapat menurunkan volume roti,
BAHAN DAN METODE menyebabkan tekstur keras, serta warna lebih gelap
sehingga tingkat penerimaan rendah pada uji hedonik
Uraian ini ditulis secara deskriptif dengan data (Seker et al., 2009; Demirkesen et al., 2010; Ng et al.,
analisis berupa literatur ilmiah yang berasal dari 2017; Lee et al., 2020; Ostermann-Porcel et al.,
jurnal hasil penelitian, tesis, skripsi, serta ulasan 2020).
ilmiah (review). Literatur ilmiah diperoleh dari
pangkalan data google scholar agar dapat diperoleh Potensi Teknologi Berbasis Fisik Untuk
sumber pustaka yang mencakup berbagai jenis tulisan Meningkatkan Serat Pangan Larut Ampas Tahu
ilmiah dari Indonesia dan luar negeri. Waktu Konversi serat pangan tidak larut menjadi
publikasi yang dicakup adalah pada rentang tahun serat pangan larut bertujuan untuk meningkatkan
2004 hingga 2021 dengan sumber pustaka yang fungsi fisiologis serat bagi tubuh dan memperbaiki
berbahasa Indonesia dan Inggris. Perspektif yang fungsi fungsionalnya pada pangan olahan (Yang et
al., 2017).

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 32 (1): 84-95 85


JITIPARI Vol. 7 No. 2, Agustus 2022: 125-130

Tabel 1. Rangkuman Analisis Fisikokimia Tempe Ampas Tahu-Kacang Merah


Analisis Kimia dan Analisis Fisik
Konsentrasi
Lama Serat Kasar
Kacang Air (%) Abu (%) Protein (%) Tekstur Kekompakan
Fermentasi (%)
Merah
10% 77,43±0,13f 0,58±0,03a 4,45±0,02b 9,42±0,04g 3±0,22a 2,72±0,24a
24 Jam 30% 75,69±0,08e 0,40±0,10a 5,28±0,10c 8,61±0,04f 3,07±0,22a 2,83±0,32b
50% 72,48±0,33bc 0,53±0,02a 5,87±0,06d 8,39±0,00ef 3,16±0,20a 2,89±0,28b
10% 73,88±0,08d 0,44±0,04a 4,21±0,02ab 8,21±0,12de 3,97±0,31b 4,07±0,28a
36 Jam 30% 73,24±0,56cd 0,42±0,19a 5,21±0,00c 7,91±0,07cd 4,17±0,22bc 4,09±0,28b
50% 71,52±0,28ab 0,44±0,04a 5,70±0,11d 7,63±0,02bc 4,15±0,20bc 4,31±0,26b
10% 73,81±0,17d 0,39±0,10a 4,08±0,06a 7,93±0,04cd 4,09±0,25bc 4,17±0,25a
48 Jam 30% 72,12±0,13ab 0,42±0,02a 5,18±0,00c 7,44±0,24ab 4,24±0,21c 4,28±0,34b
50% 71,34±0,13a 0,42±0,10a 5,05±0,02c 7,10±0,02a 4,23±0,17bc 4,37±0,17b
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata menurut
Tukey pada taraf signifikansi 5%.

Kadar Air respirasi sel (pertumbuhan sel) juga akan


Hasil analisis kadar air dari tempe menghasilkan panas sehingga air akan
ampas tahu kacang merah berkisar antara terevaporasi sebagian dan menyebabkan
71,34%-77,43% yang dapat dilihat pada berkurangnya kadar air.
Tabel 1. Kadar air tertinggi terdapat pada Hidrolisis protein pada proses
tempe ampas tahu-kacang merah dengan fermentasi juga dapat mempengaruhi kadar
lama fermentasi 24 jam pada konsentrasi air tempe, selama proses fermentasi terjadi
kacang merah 10% sebesar 77,43%, sintesis air oleh enzim proteolitik karena
sementara itu untuk kadar air terendah enzim ini larut dalam air. Hidrolisis protein
terdapat pada tempe ampas tahu kacang dilakukan oleh enzim protease yang akan
merah dengan lama fermentasi 48 jam pada memutus rantai peptida pada protein. Air
konsentrasi kacang merah 50% sebesar merupakan salah satu komponen yang
71,34%. Hasil uji ANOVA dengan taraf 5% dibutuhkan dalam proses pemutusan rantai
menunjukkan penambahan kacang merah peptida, kebutuhan air akan semakin banyak
dan perbedaan lama fermentasi memberikan jika daya proteolitik semakin aktif, oleh
pengaruh signifikan terhadap kadar air sebab itu nilai aktivitas air pada bahan akan
tempe ampas tahu-kacang merah (P<0,05). menurun (Usmiati & Juniawati, 2011).
Beberapa faktor yang dapat Kadar Abu
mempengaruhi kadar air yaitu adanya Hasil analisis kadar abu dari tempe
kemampuan penetrasi air ke dalam biji ampas tahu-kacang merah berkisar antara
selama proses perendaman, perebusan, dan 0,39%-0,58% yang dapat dilihat pada Tabel
juga pengukusan. Aktivitas kapang selama 1. Kadar abu terendah terdapat pada tempe
proses fermentasi juga diduga dapat ampas tahu-kacang merah dengan lama
mempengaruhi kadar air tempe. Menurut fermentasi 48 jam pada konsentrasi kacang
(Edhy & Siregar, 2004) selama fermentasi merah 50% sebesar 0,39%, sementara itu
terjadi adanya proses konversi bahan oleh kadar abu tertinggi terdapat pada tempe
ragi untuk aktivitas pertumbuhannya. Jamur ampas tahu kacang merah dengan lama
yang terdapat pada ragi menggunakan air fermentasi 24 jam pada konsentrasi kacang
yang ada dalam lingkungan untuk merah 10% sebesar 0,58%. Hasil uji
menunjang proses metabolism. Selain itu, ANOVA dengan taraf 5% menunjukkan

128

Anda mungkin juga menyukai