DISUSUN OLEH :
: NUREFLIN
: ANDI SETIAWAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufiq, hidayah, rahmat dan
karunianya serta kelapangan berpikir dan waktu, sehingga saya dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan judul “BIOTEKNOLOGI”. Makalah ini disusun
sebagai tugas yang diberikan oleh guru pembimbing mata pelajaran "Biologi".
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang
lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun
keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19,
Kemudian saya juga menyadari bahwa materi dan teknik yang saya sampaikan
dalam makalah ini masih memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu kritik dan
saran dari pembaca sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik. Atas kritik
dan sarannya saya mengucapkan terimakasih. Akhir kata pengantar saya
mengucapkan terima kasih karena telah berkenan membaca makalah ini. Semoga
memberikan manfaat kepada kita semua.
penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang..............................................................................
2. Rumusan Masalah.......................................................................
3. Tujuan Penelitian...........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Bioteknologi konversional dan modern................................
2. prinsip Dasar Perkembangan Bioteknologi konversional dan modern........
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Medium untuk fermentasi biasa disebut substrat. Biasanya pada teknologi fermentasi
digunakan bahan dasar yang mengandung karbon. Oleh karena itu, kebanyakan berasal dari
tumbuhan dan sedikit dari produk hewani. Sebagai contoh biji-bijian (grain) dan susu (milk).
Teknik fermentasi merupakan teknik yang digunakan pada bioteknologi konvensional. Berikut
contoh dari beberapa penerapan bioteknologi konvensional:
a. Pembuatan tempe
Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh spesies
jamur tertentu. Selama proses fermentasi ini terjadi perubahan fisik dan kimiawi pada kedelai
sehingga menjadi tempe. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan
tempe. Salah satu factor adalah aerasi (Hastuti, 2008). Tempe adalah hasil fermentasi dari
kacang kedelai. Raginya adalah Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Berbeda dengan
kacang kedelai yang strukturnya keras, tempe cenderung lunak, empuk, dan memiliki aroma
yang khas (Pujosusilo, 1997).
Banyak bahan makanan yang dibuat dengan bantuan fermentasi oleh mikroba. Yang
terutama menyebabkan fermentasi dalam pembuatan produk-produk makanan tersebut ialah
bakteri asam laktat. Mikroorganisme yang menyebabkan perubahan-perubahan ini dapat
berupa flora normal yang terdapat pada bahan makanan yang akan difermentasikan atau dapat
ditambahkan sebagai biakan pemula (Irianto, 2007). Rhizophus sp. Merupakan organisme
yang dipergunakan sebagai biakan pemula didalam pembuatan tempe.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
1. Oksigen→ Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat
menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat
merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai
bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak
antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2. Uap air → Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3. Suhu → Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman,
suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4. Keaktifan Laru→ Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang
keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu
lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan (Sumantri, 2007).
Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas:
inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru
tersebut. Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus
oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain
kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri
Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe
diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan
beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada
tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan (Sumantri, 2007).
Pada tempe yang berbeda asalnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula
(Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada tempe Malang adalah R.
oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta
adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya
kapang Mucor javanicus., Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp. Masing-masing
varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan adanya
perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R.
stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak
disintesa oleh R. arrhizus (Sumantri, 2007).
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun
kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi
asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya
peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk
tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe
akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh
kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu
dari kedelai juga akan hilang (Sumantri, 2007).
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang.
Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam
fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40
jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977 dalam
Sumantri, 2007).
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya
kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung
sampai fermentasi 72 jam (Sumantri, 2007). Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan
mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu
fermentasi 72 jam (Murata et al., 1967 dalam Sumantri , 2007). Kandungan serat kasar dan
vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal
dengan thiamin (Shurtleff dan Aoyagi dalam Sumantri, 2007).
b. Tape
Tape adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi, di mana terjadi suatu
perombakan bahan-bahan yang tidak sederhana. Zat pati yang ada dalam bahan makanan
diubah menjadi bentuk yang sederhana yaitu gula, dengan bantuan suatu mikroorganisme yang
disebut ragi atau khamir (Hasanah dkk., 2012). Tape merupakan makanan fer mentasi
tradisional yang sudah tidak asing lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela
pohon).. Inokulum tape, atau sering disebut ragi tape, telah lama diteliti. Pada dasarnya ada dua tipe tapai,
tapai ketan dan tapai singkong. Tape memiliki rasa manis dan sedikit mengandung alcohol,
memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Tapai sebagai produk
makanan cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum fermentasi
tercapai, sehinnga rasaya asam dan tidak untuk dikonsumsi.
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik dari singkong
dan beras ketan. Menurut Dwijoseputro (1988) ragi tape merupakan populasi campuran yang
tediri dari spesies-spesies genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan
bakteri Acetobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergillus
menyederhanakan tepung menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akan
memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candidadan
Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lain
sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam. Beberapa jenis jamur juga
terdapat dalam ragi tape, antara lain Chlamydomucororyzae, Mucor sp, dan Rhizopus sp. Di
dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula
sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol.
Singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein.
Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong. Selain singkong, semua
makanan yang mengandung karbohidrat bisa diolah menjadi tape. Tetapi sampai sekarang yang
sering diolah adalah ketan dan singkong (berdaging putih atau kuning). Singkong adalah pohon
tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai
makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
c. Pembuatan Tuak
Tuak adalah minuman beralkohol khas Batak, yang terbuat dari batang kelapa atau
batang Aren yang di ambil airnya kemudian dicampurkan dengan raru, Ada juga tuak yang
tidak dicampur dengan raru atau yang disebut dengan tuak tangkasan. Proses pembuatan tuak
bagi menjadi dua yaitu ada tuak yang terbuat dari batang Aren dan batang kelapa, masing-
masing pembuat tuak atau yang disebut dengan paragat mempunyai resep masing-masing
dalam membuat tuak, biasanya resep ini akan turun-temurun kepada anak-anak pembuat tuak
tersebut:
1. Tuak dari batang aren
Tuak merupakan sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata).
Kalau dalam bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut nira. Nira tersebut manis
rasanya, sedangkan ada dua jenis tuak sesuai dengan resepnya, yaitu yang manis dan yang
pahit (mengandung alkohol).Hatta Sunanto (1983:17), seorang Insinyur pertanian,
menerangkan "Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada
daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800m di atas permukaan laut. Pada
daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500m dan lebih dari 800m, tanaman
aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang memuaskan”.
Penyadap tuak disebut paragat (semacam pisau yang dipakai waktu menyadap tuak).
Setelah dipukul tandannya berulang-ulang dengan alat dari kayu yang disebut balbal-balbal
selama beberapa minggu, setelah itu mayangnya sudah dapat dipotong, kemudian ujung tandan
tersebut dibungkus dengan obat (kapur sirih atau keladi yang ditumbuk) selama dua-tiga hari.
Dengan prosedur ini barulah mulai datang airnya dengan lancar.
Seorang peragat menyadap tuak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.Tuak yang
ditampung pagi hari dikumpulkan di rumah paragat. Setelah ujicoba rasanya, paragat
memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut raru supaya cocok rasanya dan
alkoholnya, raru inilah yang mengakibatkan peragian. Resep membuat tuak berbeda-beda
sedikit demi sedikit tergantung para paragat. Resep masing-masing boleh dikatakan sebagai
rahasia perusahaan, maka tidak menjadi masalah siapa pun bisa berhasil sebagai paragat.
Paragat harus belajar dahulu cara kerjanya.
2. Tuak dari batang kelapa
Produksi dan distribusi tuak dari batang kelapa hampir sama dengan yang di ambil dari
batang aren. Di Medan Pohon aren tidak dapat tumbuh karena sejajar dengan permukaan air
laut,maka tuak di sadap dari batang kelapa, untuk membuat tuak harus terlebih dahulu
memanjat pohon kelapa.
Manggar ialah bakal buah kelapa yang umurnya sekitar tiga bulan. Artinya, manggar sudah
tua, tetapi belum muncul kelapanya. Manggar muda belum banyak niranya, sementara yang
sudah keluar kelapanya sudah tidak bisa disadap. Penyadapan dilakukan dengan memotong
ujung manggar sekitar lima sentimeter. Setelah itu, selama tiga hari setiap pagi dan sore ujung
manggar tersebut dipotong lagi sekitar satu sentimeter hingga akhirnya mengeluarkan nira.
"Nira baru dapat keluar kira-kira tiga hari setelah pemotongan pertama Setelah mengeluarkan
nira, pelepah yang membungkus manggar dapat dibuka. Manggar selanjutnya disatukan dan
diikat kuat lalu diarahkan ke bawah supaya nira dapat menetes. Tetesan nira itulah yang
kemudian ditampung di jerigen-jerigen.
Manggar yang baik, dapat terus meneteskan nira hingga satu bulan. Sementara yang kurang
baik, penyadapan hanya bisa berlangsung dua minggu. Manggar yang baik biasanya dimiliki
pohon kelapa lokal berumur di atas enam tahun yang daunnya tampak mengkilap dan turun ke
bawah. Di setiap pohon, dalam waktu yang sama sebaiknya hanya ada dua manggar yang
disadap. Sebab, jika terlalu banyak manggar yang disadap, kualitas dan kuantitas nira yang
dihasilkan akan berkurang, Setiap pagi antara pukul 08.00 hingga 10.00, nira yang sudah
ditampung itu diambil para peragat dan kemudian diolah. Sorenya para peragat harus kembali
memanjat untuk memotong manggar agar nira tetap menetes. Dalam sehari para paragat
biasanya hanya bisa memanjat menyadap 20 pohon.
Untuk memaksimalkan nira yang didapat, setiap dua minggu sekali mereka mencari
manggar baru untuk disadap. Jadi, meski pohon yang disadap terbatas, jumlah tuak yang
mereka peroleh relatif stabil, setiap hari antara 25 sampai 30 liter, tuak hasil sadapan yang
berwarna putih seperti susu itu lalu disaring hingga benar-benar bersih. Penyaringan kadang
harus dilakukan sampai tiga kali karena tuak yang diambil dari pucuk pohon kelapa sering
bercampur dengan sisa-sisa potongan manggar atau lebah pencari tuak.
Setelah bersih, di dalam tuak yang rasanya manis itu lalu dimasukkan potongan kulit pohon
(kulit raru). Kulit raru dapat digunakan hingga empat kali. Setelah itu harus dibuang karena
sarinya sudah habis, hal ini bias diketahui dengan melihat bahwa kulit raru tersebut telah layu
dan warnanya berubah dari cokelat segar menjadi keputih-putihan. Setelah direndam selama
enam sampai delapan jam di dalam tuak, kulit raru diambil lagi dan dicampurkan dengan tuak.
Jika kulit pohon raru yang direndam terlalu banyak, tuak akan berwarna cokelat dan rasanya
terlalu pahit. Dan kalau kurang, tuak akan manis dan berwarna putih. Menurut para paragat dari
30 liter nira hasil sadapan, dapat dibuat 45 botol tuak, biasanya tuak akan bertahan sekitar dua
hari. Setelah itu, tuak harus dibuang karena rasanya sudah masam.
a. Bioteknologi Konvensional:
Apasih sebenarnya bioteknologi konvensional itu? Jadi sebelum ada bioteknologi modern ada
bioteknologi konvensional (tradisional) terlebih dahulu. Bioteknologi tipe ini masih
menggunakan teknik-teknik yang sederhana dan memanfaatkan mikroorganisme, proses
biokimia, dan proses genetic yang alami untuk menghasilkan suatu produk tertentu dengan
memanipulasi kondisi lingkungan.
b. Bioteknologi Modern
Seiring dengan perkembangannya zaman, teknologi dan pengetahuan pun semakin maju, maka
muncul yang namanya bioteknologi modern. Bioteknologi modern ini didasarkan pada
manipulasi DNA (rekayasa genetika) dengan memodifikasi gen-gen spesifik untuk
menghasilkan organisme transgenik. Organisme transgenic ini memiliki sifat-sifat unggul
sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan prinsip rekayasa genetika, bioteknologi modern
dibagi sebagai berikut:
DNA Rekombinan
Fusi protoplasma dilakukan dengan menggabungkan dua sel dari jaringan yang sama
atau dua sel dari organisme yang berbeda dalam suatu medan listrik.
b. Kultur Jaringan
Teknik ini digunakan untuk menghasilkan keturunan yang memiliki sifat sama persis
(identik) dengan induknya.
Bayi tabung ini sering dilakukan dengan melakukan fertilisasi diluar tubuh induk
betina, setelah terbentuk embrio tersebut akan dimasukkan kedalam rahim induk wanita
pendonor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat di simpulkan bahwa : bioteknologi : adalah
usaha terpadu dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan
seperti.mikrobiologi,genetika,biokimia,sitologi.dan biologi molekuler untuk mengolah
bahan baku dan bantuan mikroorganisme,sel,atau komponen selulernya yang di peroleh
dari tumbuhan atau hewan sehingga menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi di
bedakan menjadi 2 jenis yaitu bioteknologi konversional (tradisional )dan bioteknologi
modern,
B. Saran
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai bioteknologi konversional dan
bioteknologi modern yang menjadi pokok bahas dalam makalah ini,tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya,karena terbatasnya pengetahuan ,semonga
makalah ini berguna bagi penulis pada khusus nya para pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, Utami Sri. 2010. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press.
Hasibuan, Adria P.M. 1998. Pembuatan Antibodi Monoklomal Terhadap Salmonella
typhimurium Dengan Teknik Hibridoma. Batan: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Aplikasi
Isotop dan Radiasi.