Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM PENGAWETAN MAKANAN

Pengawetan Suhu Tinggi Acar Ikan


Dosen Pengampu:
Ir. Siti Fathonah, M. Kes.
MUHAMMAD ANSORI, S. T. P., M. P.

Disusun Oleh:
Asriastuti Yuliana Untari 5404420053
Siti Nurhasanah 5404420054
Lina Alfia Fauziah 5404420055
Hanifa Rianti 5404420067
Natalia Inriyani Lumbanraja 5404420068

PENDIDIKAN TATA BOGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahkan rahmat, inayah dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Pengaweta Makanan.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata pelajaran
Pengawetan Makanan Program Studi Pendidikan Tata Boga, Jurusan PKK, Fakultas Teknik
Univesritas Negeri Semarang.

Selama penyusunan laporan ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik dalam
persiapan penyusunan dan penulisan laporan ini dari banyak pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ir. Siti Fathonah, M. Kes. Dosen Percobaan Boga Pendidikan Tata Boga
2. Muhammad Ansori, S. T. P., M. P. Dosen Percobaan Boga Pendidikan Tata Boga

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Semarang, 28 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
A. Prinsip Pengawetan Suhu Tinggi............................................................................................3
B. Metode pengawetan suhu tinggi.............................................................................................4
C. Ikan Bandeng...........................................................................................................................6
BAB III METODOLOGI....................................................................................................................9
A. Waktu dan Tempat Praktikum..............................................................................................9
B. Bahan dan Alat:.......................................................................................................................9
1. Bahan........................................................................................................................................9
2. Alat............................................................................................................................................9
3. Cara Membuat.........................................................................................................................9
4. Perlakuan.................................................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................9
A. Hasil..........................................................................................................................................9
B. Pembahasan...........................................................................................................................12
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahluk hidup membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup. Oleh karena
itu diperlukan adanya pengolahan makanan yang tepat. Pengolahan makanan adalah
kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah
menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi
oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan.
Proses pengolahan makanan biasanya dilakukan seminimal mungkin atau sesuai
kebutuhan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan hilangnya
kandungan gizi dalam makanan tersebut.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas dari
pangan. Oleh karena itu, banyak produsen berlomba-lomba untuk memproduksi
pangan yang berkualitas yaitu pangan yang aman, sehat, dan bergizi.
Perkembangan teknologi juga mendorong perkembangan dunia pangan karena
dengan kesibukan aktifitas manusia yang hanya memiliki sedikit waktu untuk
melakukan pengolahan pangan maka kini muncul teknologi untuk pangan cepat
saji. Oleh karena itu, kini banyak makanan kemasan atau makanan instan yang telah
mengalami proses pengawetan yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat.
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan
perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman
untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan
tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan,
kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari bahan
pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual dan
cita rasa. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan karena penggunaan suhu tinggi dapat
merusak bahan pangan apabila penggunaannya berlebihan. Oleh karena itu suhu yang
digunakanpun harus disesuaikan dengan tujuan pengolahan dan karakteristik pangan
yang diolah. Dalam pengawetan, metode yang digunakan biasanya berbeda dengan

1
pengolahan yang digunakan sehari-hari seperti penggorengan dan pemanggangan.
Pengawetan suhu tinggi yang sering digunakan adalah blansing, pasteurisasi dan
sterilisasi.
Acar atau pickle merupakan cara mengawetkan makanan dengagnmenggunakan cuka
dan/atau brine. Biasanya yang dibuat adalah timun,tapijuga cabai, bawang, tomat, dan
sebagainya. Pengawetan dengan asam cuka biasanya disebut acar dan memiliki
bau yang sangat khas akibat pengaruh cuka yang ditambahkan.
Salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia yaitu ikan. Jika
dibandingkan dengan protein hewani lainnya ikan mempunyai kandungan protein tinggi
serta kadar lemak yang lebih rendah membuat ikan digemari oleh masyarakat. Selain itu
dengan harga yang relatif murah menjadikan ikan sebagai menu makanan yang disukai.
Meskipun demikian, sifat ikan yang lebih cepat busuk serta mempunyai daya simpan
yang relatif pendek dijadikan suatu kelemahan pada produk perikanan. Hal ini
menyebabkan terhambatnya usaha pemasaran hasil perikanan serta tidak jarang
menimbulkan kerugian besar, terlebih pada saat melimpahnya produksi ikan (Afrianto &
Liviawaty, 1989). Oleh karena itu, untuk memperpanjang umur simpan ikan dibutuhkan
suatu proses pengolahan dan pengawetan (Nurjani, et al., 2009).

B. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu:

1. Mengetahui prinsip pengolahan makaanan dengan suhu tinggi


2. Mengetahui kandungan gizi dan manfaat pada pembuatan acar ikan
3. Untuk mengetahui proses pembuatan produk acar ikan dengan metode
pengawetan suhu tinggi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prinsip Pengawetan Suhu Tinggi
Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan cara yang sudah
lama digunakan untuk menginaktifkan suatu enzim pada bahan agar tidak mengalami
kontaminasi (Tantalu, dkk, 2020).

Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan suhu tinggi, salah satunya adalah
pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan
bahan pangan atau memperpanjang umr simpan melalui proses pemanasan pada suhu
dibawah 100◦C dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang
dan khamir serta menginaktivasi enzim yang terdapat pada bahan pangan (Fellow, 1992).

Sesuai dengan literature Muntikah dan Razak (2017) yang menyatakan, pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang diberikan terhadap bahan pangan, maka
akan semakin banyak mikroba yang mati. Suhu tinggi juga dituukan untuk memusnahkan
sebagian besar mikroba pembusuk agar umur simpan produk pangan dapat bertahan
lama.

Pengawetan dengan suhu tinggi merupkan suatu proses pengawetan pangan dengan
menggunakan panas untuk menginaktifkan bakteri. Dengan adanya penggunaan suhu
tinggi ini dibedakan atas empat jenis yaitu, proses ternal dengan mengunakan uap atau
air, proses ternal dengan mengunakan udara panas, proses teral dengan menggunakan
minyak panas dan proses ternal dengan menggunakan energy iradiasi. (Dwiari, 2008).

Pengolahan dan pengawetan pagan dengan panas dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Menggunakan air dan uap panas


a. Blanching
b. Pasteurisasi
c. Sterilisasi panas
d. Evaporasi
e. Ekstrusi
2. Menggunakan udara panas
a. Dehidrasi
b. Baking dan roasting
3. Menggunakan minyak panas
3
a. Penggorengan
4. Menggunakan energy radiasi
a. Microwave
b. Radiasi infra merah

Pasteurisasi dengan suhu tinggi ditujukan untuk mengontrol suhu termasuk juga
menjaga suhu bahan pangan secara berkelanjutan yang tujuannya meminimalisir mikroba
pathogen. Pengawetan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengoptimumkan suhu
yang dibuat. Keuntungan yang diperoleh dari pengawetan dengan suhu tinggi ini yaitu
agar dapat menghindari pembusukan makanan yang sangat mudah rusak. Perkembangan
mikroba didalam bahan pangan berpengaruh terhadap suhu yang digunakan, suhu
tersebut mampu mengubah warna, tekstur, rasa dan aroma dari bahan pangan. Mikroba
kontaminan akan berkurang jika suhu yang digunakan dalam pengawetan ialah suhu
tinggi sehingga dengan demikian dapat memperkecil terjadinya kerusakan mutu pada
bahan pangan (Charpe, dkk, 2019).

B. Metode pengawetan suhu tinggi


Berdasarkan pada nilai aw dan pH, bahan pangan dapat dikelompokkan dalam 3
golongan berdasarkan pada tingkat potensi bahayanya, diantaranya adalah :

1. Bahan pangan yang mempunyai nilai aw > 0.85 dan pH > 4,5 merupakan bahan
pangan dengan potensi bahaya yang tinggi (high, H), sering disebut sebagai
potentially hazardous foods
2. Dengan karakteristik basah (aw > 0.85)
3. Tidak asam (pH > 4,5), produk segar daging, ungags, telur, susu, ikan merupakan
produk dengan potensi bahaya yang tinggi

Mikroba berdasar ketahanan panas dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Sel vegetative dan spora yeast dan kapang akan mati pada suhu 80◦C
2. Spora bakteri tahan pada air mendidih

Factor yang mempengaruhi ketahanan panas MO :

1. Umur dan ketahanan m.o / spora


Komposisi medium (garam, gula, lemak dll)
2. pH dan aw media pengawet

4
suhu pemanas
3. konsentrasi awal m.o

Cara-cara pengawetan dengan panas

a. Sterilisasi
Adalah suatu proses pengelolaan bahan atau alat yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospore yang
dilakukan dengan proses kimia atau fisika.
Sterilisasi dilakukan selama 15 menit dengan suhu panas 121◦C
Sterilisasi komersiil (commercial sterilization) dilakukan terhadap sebagian besar
makanan dalam kaleng atau botol.
Makanan steril secara komersiil berarti semua mikroorganisme penyebab sakit dan
pembentuk mikroorganisme penyebab sakit dan pembentuk racun dalam makanan
tersebut telah dimatikan.

b. Pasteurisasi
Adalah proses pemanasan untuk membunuh/memusnahkan sebagian mikroba, dengan
suhu < 100◦C. Tujuan utamanya adalah untuk membunuh mikroorganisme pathogen.
Pasteurisasi juga perlu dilakukan kombinasi pengawetan yang lain, misalnya dengan
pendinginan. Metode pasteurisasi ada 2 yaitu, HTST dilakukan selama 15 menit
dengan suhu 72◦C dan LTLT selama 30 menit dengan suhu 63◦C.
Pasteurisasi digunakan bila :
1. Komoditi tidak tahan panas tinggi
2. Sasarannya yaitu membunuh mikroorganisme pathogen
3. Cara pengawetan lain akan dilakukan
4. Mikroorganisme saingan akan terbunuh, mikroorganisme yang dikehendaki
mampu tumbuh.

Pola-pola pasteurisasi :

1. Suhu rendah : 63◦C selama 30 menit


2. Suhu tinggi : 72◦C selama 15 detik
3. Ultra-high temperature : 135◦C selama 1 detik
c. Blanching

5
Adalah pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan untuk buah dan sayur.
Tujuannya untuk menginaktifkan enzim. Blanching dapat dilakukan dengan
menggunakan uap maupun air panas pada suhu 82-93◦C selama 3-5 menit.

C. Ikan Bandeng
Bandeng tentunya bukan ikan yang asing bagi masyarakat Indonesia. Ikan yang s
ering dijadikan lauk pauk ini banyak banyak dibudidayakan di area tambak.

Meski bukan ikan langka, ikan dengan nama latin Chanos chanos adalah satu-sat
unya spesies yang tersisa dari suku Chanidae. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, o
rang menyebut ikan ini dengan sebutan sama. Akan tetapi di Makassar, ikan bandeng
lebih dikenal dengan sebutan ikan bolu. Sedangkan dalam bahasa Inggris ikan ini dise
but milkfish.

Kedudukan taksonomi ikan yang dapat hidup di air tawar, payau dan air asin ini
mempunyaiklasifikasi sebagai berikut :

Kerajaan Animalia

Filum Chordate

Kelas Actinopteri

Ordo Gonorynchiformes

Family Chanidae

Genus Chanos

Spesies Chanos chanos

Mengenai ciri fisik ikan ini, tentu banyak diantara kita yang telah mengetahuinya.
Kepala bandeng berbentuk pipih dan memanjang. Mulutnya lonjong dan tidak
bergerigi karena ikan bandeng merupakan ikan herbivora, sehingga tidak
membutuhkan gigi tajam untuk mengoyak mangsa.

Mata ikan bandeng bulat dan terdapat titik hitam di bagian tengah mata. Seperti
ikan yang hidup di perairan dalam pada umumnya, mata bandeng tertutup lapisan
lemak yang dinamakan adipose eyelid berwarna transparan.

6
Tubuh ikan bandeng bentuknya memanjang menyerupai torpedo, lonjong dan
agak ramping atau pipih. Sisik bandeng halus dan mudah dibersihkan. Bandeng
memiliki kulit berwarna perak terang dengan bagian atas berwarna perak kehitaman
dan cenderung lebih gelap.

Secara keseluruhan, ikan bandeng mempunyai 6 sirip. Satu sirip berada di tubuh
bagian atas, sementara sisanya di bagian bawah. Sirip di bagian bawah tersebut
menyebar mulai dari depan, tengah, hingga ke belakang.

Warna siripnya cenderung lebih terang dibanding warna tubuhnya. Sementara


ekor ikan bandeng bentuknya agak panjang, tegak, dan memiliki belahan. Ekor
bandeng cukup kuat, sehingga dapat membantu ikan ini berenang dengan kekuatan
cukup cepat. Warna ekornya hampir sama seperti warna siripnya.

Di habitat aslinya, ikan bandeng dapat hidup dan beradaptasi di 3 jenis perairan,
yaitu air tawar, air laut dan air payau. Ikan ini bukanlah tipe ikan yang cepat stres
apabila dipindahkan ke lingkungan baru. Bahkan bandeng dapat bertahan hidup di
perairan yang memiliki kadar garam tinggi dan suhu air mencapai 40°C.

Larva bandeng lebih menyukai lingkungan air payau. Setelah berusia 1 bulan,
ikan bandeng akan berpindah ke air laut dengan salinitas tinggi hingga dewasa.

Ikan bandeng adalah ikan herbivora yang hanya mengonsumsi tumbuhan air.
Jenis tumbuhan yang menjadi pakan bandeng di lingkungan aslinya yaitu lumut dan
ganggang.

Sementara bandeng yang tumbuh di tambak secara budidaya, umumnya diberi


pakan berupa pelet dengan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh bandeng. Untuk
jenis pakan tambahan, peternak bandeng terkadang menambahkan pupuk organik
yang dimasukkan ke dalam kolam tambak. Pupuk organik tersebut berguna untuk
menumbuhkan mikroorganisme air yang kemudian menjadi tambahan makanan ikan
bandeng.

Bandeng akan memasuki usia produktif pada umur 3 tahun. Secara umum, usia
bandeng dapat mencapai 15 tahun. Dalam setahun, ikan bandeng mampu bertelur
lebih dari 1 kali. Di habitat aslinya, proses perkembangbiakan dan bertelur sangat
dipengaruhi oleh suhu permukaan air laut dan siklus bulan.

7
Pembuahan ikan bandeng biasanya terjadi di malam hari. Bandeng betina akan
melepaskan sekitar 6 juta telur. Waktu yang dibutuhkan untuk menetas hanya
beberapa jam setelah dibuahi oleh sperma yang dilepas ikan jantan.

Pertumbuhan bandeng tergolong cepat. Dengan karakternya yang mudah


beradaptasi dan pakan yang tidak sulit didapat, maka ikan bandeng menjadi salah satu
ikan yang sangat mudah dibudidayakan.

Berdasarkan habitatnya, bandeng dapat dibagi menjadi 3 jenis, antara lain:

1. Bandeng Air Tawar

Ikan bandeng air tawar tidak menghasilkan aroma seamis jenis bandeng
lainnya. Durinya juga tidak sebanyak jenis lainnya, sebab arus lingkungan tempat
tinggalnya lebih tenang. Daging bandeng air tawar lembut, namun untuk
memasaknya cenderung membtuhkan waktu yang lama.

2. Bandeng Air Payau

Bentuk tubuh bandeng air payau cenderung lebih panjang dibandingkan kedua
jenis lainnya. Bentuk mulutnya lebih runcing dan ukurannya lebih kecil. Kepala
bandeng air payau tidak bersisik dengan bentuk lebih pipih tetapi padat.

Bandeng air payau memiliki sirip dubur yang letaknya di dekat anus
memanjang hingga ke tengah ekor. Sirip dadanya ada di belakang tutup insang,
sedangkan sirip perutnya berada di bagian bawah perut.

3. Bandeng Air Laut

Karena hidup di air laut yang mengandung garam, rasa ikan bandeng air laut c
enderung lebih gurih. Saat dimasak, bandeng air laut tidak butuh bumbu garam te
rlalu banyak. Aroma bandeng air laut lebih amis sehingga harus dicuci hingga ba
u amisnya benar-benar hilang.

8
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2022 bertempat di


Laboratorium Teknologi pangan E7-352A Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
B. Bahan dan Alat:
1. Bahan
 Ikan Bandeng
 Larutan asam cuka 3 – 5 %,
 Gula pasir 40 – 45 %
 Cabe rawit
 Lada hitam
2. Alat
 Panci Presto
 Wajan
 Botol Jar
3. Cara Membuat
1. Ikan dibuang isi perut dan kulitnya, kemudian dicuci bersih dan timbang
2. bahan awal. Ikan dicampur dengan 20 % garam dan didiamkan sebentar. Ikan
3. dicuci bersih.
4. Ikan dimasak dalam panci presto sampai lunak, 0,5 – 1 jam
5. Buat larutan asam cuka, rebus sampai mendidih. Kemudian tambahkan gula
6. dan bumbu-bumbu, masak samapi matang.
7. 4. Masukkan ikan ke dalam bumbu, dan masukkan botol jar yang telah
8. dipersiapkan pada point 5.
4. Perlakuan
 Angkat dan masukkan dalam botol jar, dengan perlakuan :
a. botol direbus 0,5 jam, dimasukkan ikan berbumbu, simpan.
b. botol direbus 0,5 jam, dimasukkan ikan berbumbu, direbus kembali 0,5 jam,
botol ditutup dan simpan
 Amati perubahan yang terjadi dari kedua perlakuan di atas, baik bau, warna, dan
pertumbuhan jamurnya

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a. Hasil Pengamatan Pembuatan Acar Ikan Perlakuan Pertama (botol direbus 0,5 jam,
dimasukkan ikan berbumbu, simpan)

9
Keterangan Hasil

Basis 1000 gram (Wawal = 800 gram )

Bahan Utama Ikan Bandeng (871 gram)

Cabai Rawit
Cuka
Gula
Bahan Tambahan
Garam
Lada hitam
Air
W bahan kering =

 Cabai Rawit (170 gram)


 Cuka (25 gram)
 Gula (20 gram)
Berat Produk
 Garam (15 gram)
 Lada hitam (5 gram)
 Air (950 ml)

WAcar ikan = 271 gram

Organoleptik Acar Ikan

Warna Pucat
Aroma Asam khas cuka
Rasa Asam cuka
Pertumbuhan Pada hari ke 14, terdapat jamur yang tumbuh pada ikan.
Jamur Baunya sudah tidak sedap pada hari ke 14.

Gambar Produk

10
b. Hasil Pengamatan Pembuatan Acar Ikan Perlakuan Kedua (botol direbus 0,5 jam,
dimasukkan ikan berbumbu, lalu rebus lagi 30 menit, simpan)
Keterangan Hasil

Basis 1000 gram (Wawal = 1000 gram )

Bahan Utama Ikan Bandeng (871 gram)

Cabai Rawit
Cuka
Gula
Bahan Tambahan
Garam
Lada hitam
Air
W bahan kering =

 Cabai Rawit (170 gram)


 Cuka (25 gram)
 Gula (20 gram)
Berat Produk
 Garam (15 gram)
 Lada hitam (5 gram)
 Air (950 ml)

WAcar ikan = 281 gram

Organoleptik Acar Ikan

Warna Pucat
Rasa Asam
Aroma Asam khas cuka
Pertumbuhan Pada hari ke 18, terdapat jamur yang tumbuh pada ikan.
Jamur Baunya sudah tidak sedap pada hari ke 18.

11
Gambar Produk

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan acar ikan dengan metode botol direbus 0,5
jam, dimasukkan ikan berbumbu, simpan. Sampel ikan dengan berat basis 1.000 gram
dan berat awal 1000 gram didapatkan berat bahan kering 871 gram dan didapatkan berat
tepung 271 gram. Dilihat dari organoleptik warna acar ikan jingga, rasa asam, aroma
asam khas cuka. Pertumbuhan jamur terlihat pada hari ke 14, terdapat pada ikan dan
aroma tidak sedap di hari hari ke 14.

Dengan metode botol direbus 0,5 jam, dimasukkan ikan berbumbu, lalu rebus 30
menit, simpan. Sampel ikan dengan berat basis 1.000 gram dan berat awal 1000 gram
didapatkan berat bahan kering 871 gram dan didapatkan berat tepung 281 gram. Dilihat
dari organoleptik warna acar ikan jingga, rasa asam, aroma asam khas cuka.
Pertumbuhan jamur terlihat pada hari ke 18, terdapat pada ikan dan aroma tidak sedap di
hari hari ke 18.

Ikan merupakan produk pangan tinggi protein yang mudah mengalami pembusukan.

Oleh karena itu, pengolahan ikan menjadi produk lain menjadi sangat bermanfaat karena

dapat meningkatkan umur simpan produk. Ikan bandeng merupakan produk perikanan

air payau yang cukup populer di Indonesia. Namun ikan bandeng memiliki banyak duri

halus di bagian punggung dan perut. Oleh karena itu, proses pengolahan ikan bandeng

menjadi produk yang lebih awet sering dimanfaatkan juga untuk mengurangi

ketidaknyaman saat mengkonsumsi duri bandeng. Jenis olahan bandeng presto adalah

salah satu diversifikasi pengolahan hasil perikanan, terutama modifikasi pemindangan.

Bandeng presto hampir sama dengan pindang bandeng biasa, namun mempunyai

kelebihan tulang atau duri ekor sampai kepala lunak dan dapat dimakan tanpa

12
menimbulkan gangguan duri pada mulut. Proses pembuatan acar ikan pada prinsipnya

adalah penggunaan tekanan 1 atmosfir dan suhu yang cukup tinggi (kira-kira 121 oC)

dengan waktu tertentu. Kombinasi suhu dan tekanan tersebut akan menyebabkan

pelunakan tulang atau duri dalam daging ikan sehingga tulang atau duri tersebut dapat

tetap dimakan. Proses presto dapat menggunakan panci presto (pressure cooker) atau

autoklaf.

Gambar 1. Panci presto dan autoklaf

13
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Pengawetan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode
pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah
sangat familier dalam aktivitas kita sehari-hari. Pemasakan dengan sistem
penggorengan, pemanggangan, pembakaran, dan rebus adalah metode-metode
sederhana yang digunakan untuk mengolah bahan pangan. Pengolahan
dengan penggunaan suhu tinggi ini sebenarnya tidak hanya untuk
memperoleh cita rasa yang diinginkan, tetapi juga memiliki fungsi untuk
memperpanjang umur simpan
2. Ikan Bandeng mengandung energi sebesar 129 kilokalori, protein 20 gram,
karbohidrat 0 gram, lemak 4,8 gram, kalsium 20 miligram, fosfor 150
miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Ikan Bandeng juga
terkandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin B1 0,05 miligram dan
vitamin C 0 miligram
3. Prinsipnya pembuatan acar ikan adalah penggunaan tekanan 1 atmosfir dan

suhu yang cukup tinggi (kira-kira 121 oC) dengan waktu tertentu. Kombinasi

suhu dan tekanan tersebut akan menyebabkan pelunakan tulang atau duri

dalam daging ikan sehingga tulang atau duri tersebut dapat tetap dimakan.

Proses presto dapat menggunakan panci presto (pressure cooker) atau

autoklaf.

4. Pada saat percobaan pengawetan suhu tinggi meliputi beberapa tahapan yang
meliputi peran yang berbeda-beda diantaranya yaitu sterilisasi, pasteurisasi,
pencucian, penimbangan, reduksi ukuran/pengirisan, blanching, penirisan
5. Saran
Dalam melakukan praktikum diharapkan dapat memahami materi serta metode
dan lebih teliti

14
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E & E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Apriantono, Anton. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan
Pangan. Makalah seminar Kharisma Online. Dunia Maya.
Badan Standardisasi Nasional, 1994. Metode Pengujian Mikrobiologi. Penentuan Angka
Lempeng Total SNI 01-2339-1991.
Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo. 2018. Mengenal Proses Pembusukan Pada Ikan.
(online). (http://perikanan.probolinggokab.go.id/download/mengenal-proses-
pembusukan-pada ikan/ diakses, Senin 19 Oktober 2020).
Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan Fareliaz, Srikandi.
Mikrobiologi Pangan, jakarta; Gramedia pustaka
Gozali H. Thomas., Dedi Muchtadi & Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate
Bandeng” (Chanos chanos) dengan Cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan.
Infomatek. Vol 6 (1) : 51- 66.
Muchtadi, Tien. Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi proses pengolahan pangan.
ALFABETA: Jakarta
Nurjani, A., A. R. Simanjuntak., A. Yakinuddin., H. W. Febrianingrum., Hermansyah & S.
Mentari. 2009. Teknik Penggaraman Pindang Ikan Yang Baik dan benar. Teknik
Penggaraman Ikan Yang Baik dan Benar. Makalah. IPB, Bogor.
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai