Disusun Oleh:
Asriastuti Yuliana Untari 5404420053
Siti Nurhasanah 5404420054
Lina Alfia Fauziah 5404420055
Hanifa Rianti 5404420067
Natalia Inriyani Lumbanraja 5404420068
Selama penyusunan laporan ini, penulis telah banyak menerima bantuan baik dalam
persiapan penyusunan dan penulisan laporan ini dari banyak pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ir. Siti Fathonah, M. Kes. Dosen Percobaan Boga Pendidikan Tata Boga
2. Muhammad Ansori, S. T. P., M. P. Dosen Percobaan Boga Pendidikan Tata Boga
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
A. Prinsip Pengawetan Suhu Tinggi............................................................................................3
B. Metode pengawetan suhu tinggi.............................................................................................4
C. Ikan Bandeng...........................................................................................................................6
BAB III METODOLOGI....................................................................................................................9
A. Waktu dan Tempat Praktikum..............................................................................................9
B. Bahan dan Alat:.......................................................................................................................9
1. Bahan........................................................................................................................................9
2. Alat............................................................................................................................................9
3. Cara Membuat.........................................................................................................................9
4. Perlakuan.................................................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................9
A. Hasil..........................................................................................................................................9
B. Pembahasan...........................................................................................................................12
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahluk hidup membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup. Oleh karena
itu diperlukan adanya pengolahan makanan yang tepat. Pengolahan makanan adalah
kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk mengubah bahan mentah
menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi bentuk lain untuk konsumsi
oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh industri pengolahan makanan.
Proses pengolahan makanan biasanya dilakukan seminimal mungkin atau sesuai
kebutuhan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan hilangnya
kandungan gizi dalam makanan tersebut.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas dari
pangan. Oleh karena itu, banyak produsen berlomba-lomba untuk memproduksi
pangan yang berkualitas yaitu pangan yang aman, sehat, dan bergizi.
Perkembangan teknologi juga mendorong perkembangan dunia pangan karena
dengan kesibukan aktifitas manusia yang hanya memiliki sedikit waktu untuk
melakukan pengolahan pangan maka kini muncul teknologi untuk pangan cepat
saji. Oleh karena itu, kini banyak makanan kemasan atau makanan instan yang telah
mengalami proses pengawetan yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat.
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan
perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman
untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan
tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi
penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan,
kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari bahan
pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta kenikmatan visual dan
cita rasa. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan karena penggunaan suhu tinggi dapat
merusak bahan pangan apabila penggunaannya berlebihan. Oleh karena itu suhu yang
digunakanpun harus disesuaikan dengan tujuan pengolahan dan karakteristik pangan
yang diolah. Dalam pengawetan, metode yang digunakan biasanya berbeda dengan
1
pengolahan yang digunakan sehari-hari seperti penggorengan dan pemanggangan.
Pengawetan suhu tinggi yang sering digunakan adalah blansing, pasteurisasi dan
sterilisasi.
Acar atau pickle merupakan cara mengawetkan makanan dengagnmenggunakan cuka
dan/atau brine. Biasanya yang dibuat adalah timun,tapijuga cabai, bawang, tomat, dan
sebagainya. Pengawetan dengan asam cuka biasanya disebut acar dan memiliki
bau yang sangat khas akibat pengaruh cuka yang ditambahkan.
Salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia yaitu ikan. Jika
dibandingkan dengan protein hewani lainnya ikan mempunyai kandungan protein tinggi
serta kadar lemak yang lebih rendah membuat ikan digemari oleh masyarakat. Selain itu
dengan harga yang relatif murah menjadikan ikan sebagai menu makanan yang disukai.
Meskipun demikian, sifat ikan yang lebih cepat busuk serta mempunyai daya simpan
yang relatif pendek dijadikan suatu kelemahan pada produk perikanan. Hal ini
menyebabkan terhambatnya usaha pemasaran hasil perikanan serta tidak jarang
menimbulkan kerugian besar, terlebih pada saat melimpahnya produksi ikan (Afrianto &
Liviawaty, 1989). Oleh karena itu, untuk memperpanjang umur simpan ikan dibutuhkan
suatu proses pengolahan dan pengawetan (Nurjani, et al., 2009).
B. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu:
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prinsip Pengawetan Suhu Tinggi
Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan cara yang sudah
lama digunakan untuk menginaktifkan suatu enzim pada bahan agar tidak mengalami
kontaminasi (Tantalu, dkk, 2020).
Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan suhu tinggi, salah satunya adalah
pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengawetkan
bahan pangan atau memperpanjang umr simpan melalui proses pemanasan pada suhu
dibawah 100◦C dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri, kapang
dan khamir serta menginaktivasi enzim yang terdapat pada bahan pangan (Fellow, 1992).
Sesuai dengan literature Muntikah dan Razak (2017) yang menyatakan, pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang diberikan terhadap bahan pangan, maka
akan semakin banyak mikroba yang mati. Suhu tinggi juga dituukan untuk memusnahkan
sebagian besar mikroba pembusuk agar umur simpan produk pangan dapat bertahan
lama.
Pengawetan dengan suhu tinggi merupkan suatu proses pengawetan pangan dengan
menggunakan panas untuk menginaktifkan bakteri. Dengan adanya penggunaan suhu
tinggi ini dibedakan atas empat jenis yaitu, proses ternal dengan mengunakan uap atau
air, proses ternal dengan mengunakan udara panas, proses teral dengan menggunakan
minyak panas dan proses ternal dengan menggunakan energy iradiasi. (Dwiari, 2008).
Pasteurisasi dengan suhu tinggi ditujukan untuk mengontrol suhu termasuk juga
menjaga suhu bahan pangan secara berkelanjutan yang tujuannya meminimalisir mikroba
pathogen. Pengawetan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengoptimumkan suhu
yang dibuat. Keuntungan yang diperoleh dari pengawetan dengan suhu tinggi ini yaitu
agar dapat menghindari pembusukan makanan yang sangat mudah rusak. Perkembangan
mikroba didalam bahan pangan berpengaruh terhadap suhu yang digunakan, suhu
tersebut mampu mengubah warna, tekstur, rasa dan aroma dari bahan pangan. Mikroba
kontaminan akan berkurang jika suhu yang digunakan dalam pengawetan ialah suhu
tinggi sehingga dengan demikian dapat memperkecil terjadinya kerusakan mutu pada
bahan pangan (Charpe, dkk, 2019).
1. Bahan pangan yang mempunyai nilai aw > 0.85 dan pH > 4,5 merupakan bahan
pangan dengan potensi bahaya yang tinggi (high, H), sering disebut sebagai
potentially hazardous foods
2. Dengan karakteristik basah (aw > 0.85)
3. Tidak asam (pH > 4,5), produk segar daging, ungags, telur, susu, ikan merupakan
produk dengan potensi bahaya yang tinggi
1. Sel vegetative dan spora yeast dan kapang akan mati pada suhu 80◦C
2. Spora bakteri tahan pada air mendidih
4
suhu pemanas
3. konsentrasi awal m.o
a. Sterilisasi
Adalah suatu proses pengelolaan bahan atau alat yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospore yang
dilakukan dengan proses kimia atau fisika.
Sterilisasi dilakukan selama 15 menit dengan suhu panas 121◦C
Sterilisasi komersiil (commercial sterilization) dilakukan terhadap sebagian besar
makanan dalam kaleng atau botol.
Makanan steril secara komersiil berarti semua mikroorganisme penyebab sakit dan
pembentuk mikroorganisme penyebab sakit dan pembentuk racun dalam makanan
tersebut telah dimatikan.
b. Pasteurisasi
Adalah proses pemanasan untuk membunuh/memusnahkan sebagian mikroba, dengan
suhu < 100◦C. Tujuan utamanya adalah untuk membunuh mikroorganisme pathogen.
Pasteurisasi juga perlu dilakukan kombinasi pengawetan yang lain, misalnya dengan
pendinginan. Metode pasteurisasi ada 2 yaitu, HTST dilakukan selama 15 menit
dengan suhu 72◦C dan LTLT selama 30 menit dengan suhu 63◦C.
Pasteurisasi digunakan bila :
1. Komoditi tidak tahan panas tinggi
2. Sasarannya yaitu membunuh mikroorganisme pathogen
3. Cara pengawetan lain akan dilakukan
4. Mikroorganisme saingan akan terbunuh, mikroorganisme yang dikehendaki
mampu tumbuh.
Pola-pola pasteurisasi :
5
Adalah pemanasan pendahuluan yang biasa dilakukan untuk buah dan sayur.
Tujuannya untuk menginaktifkan enzim. Blanching dapat dilakukan dengan
menggunakan uap maupun air panas pada suhu 82-93◦C selama 3-5 menit.
C. Ikan Bandeng
Bandeng tentunya bukan ikan yang asing bagi masyarakat Indonesia. Ikan yang s
ering dijadikan lauk pauk ini banyak banyak dibudidayakan di area tambak.
Meski bukan ikan langka, ikan dengan nama latin Chanos chanos adalah satu-sat
unya spesies yang tersisa dari suku Chanidae. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, o
rang menyebut ikan ini dengan sebutan sama. Akan tetapi di Makassar, ikan bandeng
lebih dikenal dengan sebutan ikan bolu. Sedangkan dalam bahasa Inggris ikan ini dise
but milkfish.
Kedudukan taksonomi ikan yang dapat hidup di air tawar, payau dan air asin ini
mempunyaiklasifikasi sebagai berikut :
Kerajaan Animalia
Filum Chordate
Kelas Actinopteri
Ordo Gonorynchiformes
Family Chanidae
Genus Chanos
Mengenai ciri fisik ikan ini, tentu banyak diantara kita yang telah mengetahuinya.
Kepala bandeng berbentuk pipih dan memanjang. Mulutnya lonjong dan tidak
bergerigi karena ikan bandeng merupakan ikan herbivora, sehingga tidak
membutuhkan gigi tajam untuk mengoyak mangsa.
Mata ikan bandeng bulat dan terdapat titik hitam di bagian tengah mata. Seperti
ikan yang hidup di perairan dalam pada umumnya, mata bandeng tertutup lapisan
lemak yang dinamakan adipose eyelid berwarna transparan.
6
Tubuh ikan bandeng bentuknya memanjang menyerupai torpedo, lonjong dan
agak ramping atau pipih. Sisik bandeng halus dan mudah dibersihkan. Bandeng
memiliki kulit berwarna perak terang dengan bagian atas berwarna perak kehitaman
dan cenderung lebih gelap.
Secara keseluruhan, ikan bandeng mempunyai 6 sirip. Satu sirip berada di tubuh
bagian atas, sementara sisanya di bagian bawah. Sirip di bagian bawah tersebut
menyebar mulai dari depan, tengah, hingga ke belakang.
Di habitat aslinya, ikan bandeng dapat hidup dan beradaptasi di 3 jenis perairan,
yaitu air tawar, air laut dan air payau. Ikan ini bukanlah tipe ikan yang cepat stres
apabila dipindahkan ke lingkungan baru. Bahkan bandeng dapat bertahan hidup di
perairan yang memiliki kadar garam tinggi dan suhu air mencapai 40°C.
Larva bandeng lebih menyukai lingkungan air payau. Setelah berusia 1 bulan,
ikan bandeng akan berpindah ke air laut dengan salinitas tinggi hingga dewasa.
Ikan bandeng adalah ikan herbivora yang hanya mengonsumsi tumbuhan air.
Jenis tumbuhan yang menjadi pakan bandeng di lingkungan aslinya yaitu lumut dan
ganggang.
Bandeng akan memasuki usia produktif pada umur 3 tahun. Secara umum, usia
bandeng dapat mencapai 15 tahun. Dalam setahun, ikan bandeng mampu bertelur
lebih dari 1 kali. Di habitat aslinya, proses perkembangbiakan dan bertelur sangat
dipengaruhi oleh suhu permukaan air laut dan siklus bulan.
7
Pembuahan ikan bandeng biasanya terjadi di malam hari. Bandeng betina akan
melepaskan sekitar 6 juta telur. Waktu yang dibutuhkan untuk menetas hanya
beberapa jam setelah dibuahi oleh sperma yang dilepas ikan jantan.
Ikan bandeng air tawar tidak menghasilkan aroma seamis jenis bandeng
lainnya. Durinya juga tidak sebanyak jenis lainnya, sebab arus lingkungan tempat
tinggalnya lebih tenang. Daging bandeng air tawar lembut, namun untuk
memasaknya cenderung membtuhkan waktu yang lama.
Bentuk tubuh bandeng air payau cenderung lebih panjang dibandingkan kedua
jenis lainnya. Bentuk mulutnya lebih runcing dan ukurannya lebih kecil. Kepala
bandeng air payau tidak bersisik dengan bentuk lebih pipih tetapi padat.
Bandeng air payau memiliki sirip dubur yang letaknya di dekat anus
memanjang hingga ke tengah ekor. Sirip dadanya ada di belakang tutup insang,
sedangkan sirip perutnya berada di bagian bawah perut.
Karena hidup di air laut yang mengandung garam, rasa ikan bandeng air laut c
enderung lebih gurih. Saat dimasak, bandeng air laut tidak butuh bumbu garam te
rlalu banyak. Aroma bandeng air laut lebih amis sehingga harus dicuci hingga ba
u amisnya benar-benar hilang.
8
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Praktikum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a. Hasil Pengamatan Pembuatan Acar Ikan Perlakuan Pertama (botol direbus 0,5 jam,
dimasukkan ikan berbumbu, simpan)
9
Keterangan Hasil
Cabai Rawit
Cuka
Gula
Bahan Tambahan
Garam
Lada hitam
Air
W bahan kering =
Warna Pucat
Aroma Asam khas cuka
Rasa Asam cuka
Pertumbuhan Pada hari ke 14, terdapat jamur yang tumbuh pada ikan.
Jamur Baunya sudah tidak sedap pada hari ke 14.
Gambar Produk
10
b. Hasil Pengamatan Pembuatan Acar Ikan Perlakuan Kedua (botol direbus 0,5 jam,
dimasukkan ikan berbumbu, lalu rebus lagi 30 menit, simpan)
Keterangan Hasil
Cabai Rawit
Cuka
Gula
Bahan Tambahan
Garam
Lada hitam
Air
W bahan kering =
Warna Pucat
Rasa Asam
Aroma Asam khas cuka
Pertumbuhan Pada hari ke 18, terdapat jamur yang tumbuh pada ikan.
Jamur Baunya sudah tidak sedap pada hari ke 18.
11
Gambar Produk
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan acar ikan dengan metode botol direbus 0,5
jam, dimasukkan ikan berbumbu, simpan. Sampel ikan dengan berat basis 1.000 gram
dan berat awal 1000 gram didapatkan berat bahan kering 871 gram dan didapatkan berat
tepung 271 gram. Dilihat dari organoleptik warna acar ikan jingga, rasa asam, aroma
asam khas cuka. Pertumbuhan jamur terlihat pada hari ke 14, terdapat pada ikan dan
aroma tidak sedap di hari hari ke 14.
Dengan metode botol direbus 0,5 jam, dimasukkan ikan berbumbu, lalu rebus 30
menit, simpan. Sampel ikan dengan berat basis 1.000 gram dan berat awal 1000 gram
didapatkan berat bahan kering 871 gram dan didapatkan berat tepung 281 gram. Dilihat
dari organoleptik warna acar ikan jingga, rasa asam, aroma asam khas cuka.
Pertumbuhan jamur terlihat pada hari ke 18, terdapat pada ikan dan aroma tidak sedap di
hari hari ke 18.
Ikan merupakan produk pangan tinggi protein yang mudah mengalami pembusukan.
Oleh karena itu, pengolahan ikan menjadi produk lain menjadi sangat bermanfaat karena
dapat meningkatkan umur simpan produk. Ikan bandeng merupakan produk perikanan
air payau yang cukup populer di Indonesia. Namun ikan bandeng memiliki banyak duri
halus di bagian punggung dan perut. Oleh karena itu, proses pengolahan ikan bandeng
menjadi produk yang lebih awet sering dimanfaatkan juga untuk mengurangi
ketidaknyaman saat mengkonsumsi duri bandeng. Jenis olahan bandeng presto adalah
Bandeng presto hampir sama dengan pindang bandeng biasa, namun mempunyai
kelebihan tulang atau duri ekor sampai kepala lunak dan dapat dimakan tanpa
12
menimbulkan gangguan duri pada mulut. Proses pembuatan acar ikan pada prinsipnya
adalah penggunaan tekanan 1 atmosfir dan suhu yang cukup tinggi (kira-kira 121 oC)
dengan waktu tertentu. Kombinasi suhu dan tekanan tersebut akan menyebabkan
pelunakan tulang atau duri dalam daging ikan sehingga tulang atau duri tersebut dapat
tetap dimakan. Proses presto dapat menggunakan panci presto (pressure cooker) atau
autoklaf.
13
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Pengawetan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode
pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah
sangat familier dalam aktivitas kita sehari-hari. Pemasakan dengan sistem
penggorengan, pemanggangan, pembakaran, dan rebus adalah metode-metode
sederhana yang digunakan untuk mengolah bahan pangan. Pengolahan
dengan penggunaan suhu tinggi ini sebenarnya tidak hanya untuk
memperoleh cita rasa yang diinginkan, tetapi juga memiliki fungsi untuk
memperpanjang umur simpan
2. Ikan Bandeng mengandung energi sebesar 129 kilokalori, protein 20 gram,
karbohidrat 0 gram, lemak 4,8 gram, kalsium 20 miligram, fosfor 150
miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam Ikan Bandeng juga
terkandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin B1 0,05 miligram dan
vitamin C 0 miligram
3. Prinsipnya pembuatan acar ikan adalah penggunaan tekanan 1 atmosfir dan
suhu yang cukup tinggi (kira-kira 121 oC) dengan waktu tertentu. Kombinasi
suhu dan tekanan tersebut akan menyebabkan pelunakan tulang atau duri
dalam daging ikan sehingga tulang atau duri tersebut dapat tetap dimakan.
autoklaf.
4. Pada saat percobaan pengawetan suhu tinggi meliputi beberapa tahapan yang
meliputi peran yang berbeda-beda diantaranya yaitu sterilisasi, pasteurisasi,
pencucian, penimbangan, reduksi ukuran/pengirisan, blanching, penirisan
5. Saran
Dalam melakukan praktikum diharapkan dapat memahami materi serta metode
dan lebih teliti
14
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E & E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Apriantono, Anton. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan
Pangan. Makalah seminar Kharisma Online. Dunia Maya.
Badan Standardisasi Nasional, 1994. Metode Pengujian Mikrobiologi. Penentuan Angka
Lempeng Total SNI 01-2339-1991.
Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo. 2018. Mengenal Proses Pembusukan Pada Ikan.
(online). (http://perikanan.probolinggokab.go.id/download/mengenal-proses-
pembusukan-pada ikan/ diakses, Senin 19 Oktober 2020).
Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan Fareliaz, Srikandi.
Mikrobiologi Pangan, jakarta; Gramedia pustaka
Gozali H. Thomas., Dedi Muchtadi & Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate
Bandeng” (Chanos chanos) dengan Cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan.
Infomatek. Vol 6 (1) : 51- 66.
Muchtadi, Tien. Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi proses pengolahan pangan.
ALFABETA: Jakarta
Nurjani, A., A. R. Simanjuntak., A. Yakinuddin., H. W. Febrianingrum., Hermansyah & S.
Mentari. 2009. Teknik Penggaraman Pindang Ikan Yang Baik dan benar. Teknik
Penggaraman Ikan Yang Baik dan Benar. Makalah. IPB, Bogor.
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.
15