Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pangan
Dosen Pengampu: Ruhana Afifi, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh :
1. Lela Kodariah 2119160031
2. Mia Nurhilmiah 2119160037
3. Rahmat Mulyana 2119160032
4. Sri Sulastri 2119160028
Penyusun,
Ciamis, November 2019
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui jenis-jenis pemanasan
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor penentu pemanasan
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pindah panas
1.3.4 Mengetahui kemasan yang digunakan dalam proses termal
1.3.5 Mengetahui proses pengalengan makanan
1.3.6 Mengetahui pengaruh suhu tinggi terhadap kualitas makanan
1.3.7 Mengetahui peralatan untuk pengolahan dengan suhu tinggi
1.3.8 Mengetahui hasil produk pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi
1.4. Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Sebagai teoritis makalah ini berguna sebagai media
pembelajaran agar mengetahui dan lebih memahami mengenai pengawetan
makanan dengan suhu tinggi. Secara praktis makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai wahana untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai pengawetan dengan suhu tinggi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.3 Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
spora-sporanya hingga menjadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora
mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15
menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat
efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini
dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karena terjadi kerusakan
pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia. Perkataan steril
mengandung pengertian : Tidak ada kehidupan; bebas dari bakteri patogen; bebas
dari organisme pembusuk; tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak
mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan
dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat
5
bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan sehingga tetap bernilai gizi
tinggi. Contoh olahan dari sterilisasi adalah produk-produk dalam kaleng seperti
sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya. Sehubungan dengan hal ini dikenal
2 macam istilah, yaitu :
6
mempengaruhi pindah panas. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pindah
panas:
a. Sifat-sifat geometris dari kemasan/kaleng.
b. Cara pindah panas dalam bahan makanan. Secara konduksi, konveksi, atau
kombinasi konduksi dan konveksi.
- Konduksi terjadi jika energi berpindah dengan jalan sentuhan antar
molekul atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu
partikel ke partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi.
Perambatan panas secara konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya
konduksi terjadi pada bahan berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur-
sayuran, buah-buahan, dll.
- Konveksi terjadi jika energi berpindah melalui aliran dalam media cair
atau perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan
atau sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan
secara konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi
pada bahan berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.
c. Konstruksi bahan pengemasan yaitu lapisan-lapisan yang ada di dalam bahan
kaleng.
d. Suhu awal.
e. Jenis Autoklaf/ retort yang dipakai.
7
2.5 Proses Pengalengan Makanan
Pengalengan atau canning adalah suatu metode pengawetan bahan pangan
yang siap untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis) yang
telah diberi perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip
pengalengan adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas dan
mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah . Proses pengalengan modern
biasanya melibatkan operasi-operasi sebagai berikut :
a. Pembersihan dan preparasi: Semua bagian yang tidak dapat dimakan
dihilangkan dari bahan makanan yang akan dikalengkan, kemudian dipotong-
potong dan dicuci.
b. Blansing: Hampir semua pangan yang berupa sayuran diblansing, dengan
cara dicelup dalam air mendidih atau diuapi. Ini sering kali dikerjakan dalam
proses kontinyu dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong dengan
injeksi uap ke dalam. Lama kontaknya bervariasi dari 2 sampai 10 menit.
Blansing akan menginaktifkan enzim yang dapat mempengaruhi stabilitas
bahan pangan selama bahan tersebut menunggu proses berikutnya. Selain itu,
proses blansing membantu pengusiran gelembung-gelembung udara yang
tertangkap di dalam bahan, membantu memperbaiki “pengisian”nya. Jika
terlalu banyak udara yang tertinggal di dalam kaleng, suhu yang diinginkan
mungkin tidak tercapai selama proses sterilisasai dan kemungkinan
mikroorganisme masih hidup di dalam beberapa kaleng.
c. Pengisian dan exhausting: Kaleng terbuka yang telah dicuci diisi secara
otomatik dengan sejumlah berat makanan. Untuk sayuran, buah-buahan dan
beberapa jenis makanan yang lain, kaleng dituangi cairan sampai 1 cm dari
bibir atas. Jika bahannya sayuran umumnya digunakan cairan larutan garam,
dan sirup jika bahannya buah-buahan. Setelah pengisian, biasanya kaleng
dipindahkan ke kotak pengeluaran gas (exhaust box) dan dilakukan kontak
dengan panas atau uap, sehingga pada saat tutup dipasang, keadaan vakum
sebagian akan terbentuk di dalam kaleng.
d. Penutupan: Tutup dipasang pada kaleng, dan dilewatkan pada mesin penutup
otomatis, yang membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng
8
dalam bentuk gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan membentuk
suatu segel tutup yang rapat, kedap udara.
e. Sterilisasi: Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai
tergantung pada beberapa factor sebagai berikut :
1) Ukuran kaleng dan keadaan isinya. Panas memerlukan waktu lebih lama
untuk menerobos masuk ke dalam kaleng yang lebih besar. Demikian juga
penetrasi panas akan lebih cepat pada medium konveksi, seperti sup,
daripada medium konduksi, seperti “corned beef”.
2) pH bahan makanan. Proses sterilisasi dirancang untuk mematikan
Clostridium botulinum dan sporanya, sebab mikroorganisme ini paling
berbahaya dan sporanya paling tahan terhadap pemanasan, yang biasanya
mengkontaminasi makanan kaleng. Oleh karenanya, makanan
diklasifikasikan mennjadi kelompok-kelompok, tergantung pada
perlakuan pemanasan yang diperlukan untuk mematikan mikroorganisme
tersebut.
f. Pendinginan: Kaleng harus didinginkan perlahan-lahan, dengan pengurangan
bertahap atas tekanan uap pemanasnya yang dengan sendirinya akan
menurunkan suhu secara bertahap.
9
2.7 Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi
Alat pemanas yang umum digunakan adalah ketel pateurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya alat pemasak nasi (dandang/kukusan) dan panci bertekanan atau pressure
cooker. Sedangkan di pabrik pengolahan menggunakan autoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pateurisasi dan sterilisasi.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan
dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai
oleh alat-alat sederhana hanya sekitar 100-105⁰C.
Beberapa jenis autoklaf yang sering digunakan :
a. Autoklaf statis/jenis vertical
Suhu maksimum yang biasa digunakan adalah 121⁰C, bila digunakan suhu lebih
tinggi maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng yang
panas. Hal ini terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi juga
pada makanan yang bersifat cair.
b. Autoklaf agitasi/jenis horizontal
Pada autoklaf jenis ini waktu pemanasan lebih singkat, karena itu terutama
digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi cair. Kualitas bahan yang
dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka
suhu dinding kaleng atau gelas lebih rendah. Dengan demikian suhu pengolahan
dapat lebih tinggi dari 121⁰C, dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.
10
b. Susu UHT, susu dituangkan pada kondisi aseptis ke dalam wadah steril yang
kemudian ditutup. Susu ini bebas bakteri dan akan tahan disimpan dalam
keadaan tertutup selama 6 bulan atau lebih
c. Susu Pasteurisasi, adalah susu yang mengalami pemanasan untuk membunuh
bakteri patogen saja.
d. Beef Corned, adalah daging yang dikalengkan dengan suhu tinggi untuk
membunuh kuman yang dapat membusukkan daging dan mengawetkan
daging.
e. Nozaki, adalah Ikan yang diawetkan dengan minyak panas dan dikalengkan.
Hal ini merupakan hal yang dilakukan untuk pengawetan selain mengabonkan
ikan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengolahan atau pengawetan bahan pangan dengan suhu tinggi adalah
proses pengawetan pangan dengan perlakuan panas yang terkontrol. Cara
pengolahan/pengawetan pangan dengan suhu tinggi yang paling sering
digunakan yaitu blansing, pasteurisasi dan sterilisasi.
Pada proses pemanasan makanan memang dapat membuat makanan
menjadi lebih awet, namun pemanasan juga dapat menjadikan kualitas makanan
berkurang yaitu zat gizinya akan hilang. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
faktor-faktor yang menentukan dalam proses pemanasan. Contoh produk
pengolahan dan pengawetan makanan dengan suhu tinggi yaitu susu, sari buah,
sarden, sayuran beku, buah-buahan beku, ikan yang diawetkan,corned beef,
kopi.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan di atas.
12
DAFTAR PUSTAKA
13