Anda di halaman 1dari 16

PENGAWETAN DENGAN SUHU TINGGI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pangan
Dosen Pengampu: Ruhana Afifi, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :
1. Lela Kodariah 2119160031
2. Mia Nurhilmiah 2119160037
3. Rahmat Mulyana 2119160032
4. Sri Sulastri 2119160028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya makalah tentang “Pengawetan dengan Suhu Tinggi” ini dapat
kami selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah Teknologi Pangan. Selain itu, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dan pembaca mengenai pengolahan
dan pengawetan pangan dengan suhu tinggi. Pengawetan dengan suhu tinggi
merupakan salah satu proses pengolahan/pengawetan yang dapat diterapkan supaya
masa simpan makanan dapat diperpanjang. Dalam penyusunan makalah ini kami
mengambil sumber dari buku-buku dan internet.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan terlibat dalam proses pembuatan makalah Pengawetan dengan Suhu Tinggi ini.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Penyusun telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan semaksimal
mungkin, namun kami sadar masih banyak terdapat kekurangan. Saran dan kritik
yang membangun akan sangat membantu kami dalam memperbaiki makalah
selanjutnya.

Penyusun,
Ciamis, November 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2
1.4. Manfaat ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
2.1 Jenis-Jenis Pemanasan ........................................................................................ 3
2.2 Faktor-Faktor Penentu Pemanasan...................................................................... 6
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pindah Panas .......................................................... 6
2.4 Kemasan untuk Proses Termal ............................................................................ 7
2.5 Tahap-Tahap Proses Pengalengan Makanan ....................................................... 8
2.6 Pengaruh Suhu Tinggi Terhadap Kualitas Makanan .......................................... 9
2.7 Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi ................. 10
2.8 Hasil Produk Pengolahan dan Pengawetan dengan Suhu Tinggi...................... 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sudah sejak lama penggunaan suhu tinggi diterapkan manusia sebagai
metode pengawetan makanan, diantaranya orang sudah terbiasa menggunakan
panasnya api untuk memasak bahan pangan. Penggunaan suhu panas dalam
pengolahan pangan membuat makanan menjadi lebih lezat, lebih mudah
dicerna, dan lebih awet. Pengawetan makanan menggunakan panas mulai
dikenal pada tahun 1840 yaitu dilakukannya pengawetan makanan dalam suatu
wadah tertutup ( Canning) oleh Nicholas Appert. Setelah itu, pengawetan
makanan dengan suhu tinggi berkembang pesat.
Pada awalnya proses termal dalam pengolahan dan pengawetan bahan
pangan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis
yang tidak diinginkan dalam bahan pangan seperti aktivitas enzim dan
mikrobiologis. Ternyata selama proses termal, terjadi juga secara simultan
kerusakan-kerusakan zat-zat gizi seperti vitamin serta faktor-faktor yang
memengaruhi mutu pangan seperti warna, tekstur, dan cita rasa.
Adanya kenyataan ini menyebabkan proses termal berkembang menjadi
suatu proses optimasi yang bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang masa
simpan bahan pangan dalam bahan tertutup, tetapi juga sedapat mungkin
berusaha agar proses ini masih dapat mempertahankan zat nutrisi serta mutu
bahan pangan semaksimal mungkin.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja jenis-jenis pemanasan?
1.2.2 Apa faktor-faktor penentu pemanasan?
1.2.3 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pindah panas?
1.2.4 Bagaimana kemasan untuk proses termal?
1.2.5 Bagaimana proses pengalengan makanan?
1.2.6 Bagaimana pengaruh suhu tinggi terhadap kualitas makanan?
1.2.7 Apa saja alat yang digunakan dalam pengolahan dengan suhu tinggi?
1.2.8 Apa saja hasil produk pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi?

1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui jenis-jenis pemanasan
1.3.2 Mengetahui faktor-faktor penentu pemanasan
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pindah panas
1.3.4 Mengetahui kemasan yang digunakan dalam proses termal
1.3.5 Mengetahui proses pengalengan makanan
1.3.6 Mengetahui pengaruh suhu tinggi terhadap kualitas makanan
1.3.7 Mengetahui peralatan untuk pengolahan dengan suhu tinggi
1.3.8 Mengetahui hasil produk pengolahan dan pengawetan dengan suhu tinggi

1.4. Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Sebagai teoritis makalah ini berguna sebagai media
pembelajaran agar mengetahui dan lebih memahami mengenai pengawetan
makanan dengan suhu tinggi. Secara praktis makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai wahana untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai pengawetan dengan suhu tinggi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Jenis-Jenis Pemanasan


Pengolahan pangan dengan suhu tinggi ialah pengolahan pangan yang
menggunakan panas diatas suhu normal (suhu ruang). Yang dimaksud dengan suhu
ruang adalah suhu dalam keadaan ruang yaitu berkisar 27˚C hingga 30˚C. Pada
umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak hanya mencakup pemasakan,
penggorengan, maupun pemanggangan. Pengolahan atau pengawetan bahan
pangan dengan suhu tinggi yang dimaksud adalah proses pengawetan pangan
dengan perlakuan panas yang terkontrol atau dapat dikatakan sebagai proses
pemanasan secara komersial. Jenis pemanasan yang sering digunakan diantaranya
yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
2.1.1 Blansing
Blansing adalah proses pemanasan bahan pangan dengan cara merendam
bahan dalam air panas atau pemberian uap air panas secara langsung pada bahan
pangan dengan suhu 60-75˚C selama kurang dari 10 menit. Meskipun bukan untuk
tujuan pengawetan pada umumnya , proses termal ini merupakan suatu tahap
proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum dikalengkan,
dikeringkan, atau dibekukan. Contoh blansing yaitu mencelupkan sayuran atau
buah dalam air mendidih atau mengukusnya selama beberapa menit sebelum
dikeringkan atau dikalengkan.
Suhu blansing sangat berpengaruh terhadap waktu blansing, dengan
demikian selama proses blansing besarnya suhu harus dalam kondisi konstan.
Suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada
bahan dan tujuan blansing. Suhu yang tinggi dan waktu yang lama dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan pangan yang
diblansing.
Tujuan dari blansing adalah sebagai berikut:
a. Menonaktifkan enzim, terutama polifenoloksidase, lipoksigenase, ascorbic
acid oksidase, katalase dan peroksidase.
3
b. Menghilangkan kotoran yang melekat
c. Mengurangi jumlah mikroba
d. Mempermudah pengupasan dan memperkecil bahan
e. Mengeluarkan udara dari jaringan
f. Memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis
g. Membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah.
2.1.2 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan dengan suhu 65-78˚C
selama 30 menit. Biasanya menggunakan suhu kurang dari 100˚C. Makin tinggi
suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya
suatu proses termal yang dikontaminasikan dengan proses pengawetan lainnya
seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah (refrigasi). Tujuan
proses termal pada pasteurisasi adalah untuk membunuh mikroorganisme
patogen, memperpanjang daya simpan produk dengan mematikan
mikroorganisme dan menonaktifkan enzim-enzim pemanasan.
Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan
dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan.
Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya
akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es dapat tahan kira-
kira sampai seminggu. Untuk beberapa produk, perlakuan pasteurisasi juga
memberikan keuntungan lain, karena perlakuan panas dapat menghilangkan
bakteri patogen, contohnya pada pengolahan produk susu proses pasteurisasi
harus cukup untuk mematikan Mycobacterium tuberculosis dan Brucella abortus.
Menurut peraturan yang sekarang, pasteurisasi pada susu dapat dilakukan dengan
dua proses yang direkomendasikan sebagai berikut:
a. “The Holder Process”, susu dibiarkan pada suhu 62,8oC (145oF) untuk paling
sedikit 30 menit, kemudian didinginkan dengan cepat sampai suhu 10 oC
(50oF).
b. Proses HTST (High Temperature Short Time), susu dipanaskan pada suhu
71,7oC (161oF) untuk paling sedikit 15 detik dan didinginkan dengan segera
sampai suhu 10oC (50oF).
4
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :
a. Pasteurisasi lama atau LTLT (Long Temperature Long Time) yaitu
pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu relatif
lebih lama. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 63ºC selama 30 menit.
b. Pasteurisasi singkat atau HTST (High Temperature Short Time) yaitu
pemanasan dilakukan pada suhu tinggi dengan waktu yang relatif singkat.
Suhu yang digunakan yaitu sekitar 72ºC selama 15 detik, menggunakan alat
yang disebut Heat Plate Exchanger.
c. Pateurisasi dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu proses sterilisasi
yang banyak diaplikasikan pada pengolahan bahan pangan (contoh aplikasi :
Susu UHT Ultra), memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan proses
sterilisasi yang biasa dilakukan pada proses pengalengan. Suhu yang
digunakan yaitu sekitar 134-150ºC selama 2-5 detik. Tujuannya membunuh
semua mikroba patogen dan pembusuk sehingga masa simpannya sangat
panjang.

2.1.3 Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
spora-sporanya hingga menjadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora
mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15
menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat
efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini
dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karena terjadi kerusakan
pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia. Perkataan steril
mengandung pengertian : Tidak ada kehidupan; bebas dari bakteri patogen; bebas
dari organisme pembusuk; tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak
mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan
dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat
5
bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan sehingga tetap bernilai gizi
tinggi. Contoh olahan dari sterilisasi adalah produk-produk dalam kaleng seperti
sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya. Sehubungan dengan hal ini dikenal
2 macam istilah, yaitu :

a. Sterilisasi biologis, adalah suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan


musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
b. Sterilisasi komersial, adalah suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba
yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati. Pada produk yang
steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu
tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak
dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi
tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.

2.2 Faktor-Faktor Penentu Panas


Proses pemanasan pada bahan pangan akan membuat makanan lebih awet
karena dapat mamatikan mikroorganisme dan menonaktifkan enzim. Namun hal
tersebut dapat membuat kualitas makanan berkurang. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemanasan sebagai berikut:
a. Kombinasi suhu dengan waktu pemanasan yang efektif dapat membunuh
mikroorganisme yang patogen dan mikroorganisme pembusuk yang tahan
terhadap panas.
b. Sifat-sifat penetrasi panas dari bahan makanan, bahan pembungkus, atau
kaleng.
c. Mikroba pembusuk berkembang biak pada makanan tertentu, tergantung jenis
makanannya. Karena itu target makanan harus disiapkan berdasarkan pada
jenis makanan yang disiapkan.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pindah Panas


Pengawetan dengan suhu tinggi tidak lepas dari bagaimana perlakuan panas
pada bahan pangan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui faktor yang

6
mempengaruhi pindah panas. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pindah
panas:
a. Sifat-sifat geometris dari kemasan/kaleng.
b. Cara pindah panas dalam bahan makanan. Secara konduksi, konveksi, atau
kombinasi konduksi dan konveksi.
- Konduksi terjadi jika energi berpindah dengan jalan sentuhan antar
molekul atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu
partikel ke partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi.
Perambatan panas secara konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya
konduksi terjadi pada bahan berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur-
sayuran, buah-buahan, dll.
- Konveksi terjadi jika energi berpindah melalui aliran dalam media cair
atau perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan
atau sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan
secara konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi
pada bahan berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.
c. Konstruksi bahan pengemasan yaitu lapisan-lapisan yang ada di dalam bahan
kaleng.
d. Suhu awal.
e. Jenis Autoklaf/ retort yang dipakai.

2.4 Kemasan yang Digunakan dalam Proses Termal


Dalam pengolahan atau pengawetan dengan suhu tinggi biasanya dilengkapi
dengan pengemasan bahan pangan. Kemasan yang sering digunakan yaitu kaleng
dan botol.
a. Kaleng, terbuat dari lempengan tin-plate yang terdiri dari 9 lapis yang
berfungsi mencegah pengkaratan.
b. Botol, kemasan terbuat dari gelas untuk bahan makanan yang bersifat asam,
yang memerlukan perlakuan termal ringan, untuk bahan makanan yang
bersifat korosif seperti saos atau acar.

7
2.5 Proses Pengalengan Makanan
Pengalengan atau canning adalah suatu metode pengawetan bahan pangan
yang siap untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis) yang
telah diberi perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan. Prinsip
pengalengan adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas dan
mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah . Proses pengalengan modern
biasanya melibatkan operasi-operasi sebagai berikut :
a. Pembersihan dan preparasi: Semua bagian yang tidak dapat dimakan
dihilangkan dari bahan makanan yang akan dikalengkan, kemudian dipotong-
potong dan dicuci.
b. Blansing: Hampir semua pangan yang berupa sayuran diblansing, dengan
cara dicelup dalam air mendidih atau diuapi. Ini sering kali dikerjakan dalam
proses kontinyu dengan cara melewatkan bahan dalam suatu lorong dengan
injeksi uap ke dalam. Lama kontaknya bervariasi dari 2 sampai 10 menit.
Blansing akan menginaktifkan enzim yang dapat mempengaruhi stabilitas
bahan pangan selama bahan tersebut menunggu proses berikutnya. Selain itu,
proses blansing membantu pengusiran gelembung-gelembung udara yang
tertangkap di dalam bahan, membantu memperbaiki “pengisian”nya. Jika
terlalu banyak udara yang tertinggal di dalam kaleng, suhu yang diinginkan
mungkin tidak tercapai selama proses sterilisasai dan kemungkinan
mikroorganisme masih hidup di dalam beberapa kaleng.
c. Pengisian dan exhausting: Kaleng terbuka yang telah dicuci diisi secara
otomatik dengan sejumlah berat makanan. Untuk sayuran, buah-buahan dan
beberapa jenis makanan yang lain, kaleng dituangi cairan sampai 1 cm dari
bibir atas. Jika bahannya sayuran umumnya digunakan cairan larutan garam,
dan sirup jika bahannya buah-buahan. Setelah pengisian, biasanya kaleng
dipindahkan ke kotak pengeluaran gas (exhaust box) dan dilakukan kontak
dengan panas atau uap, sehingga pada saat tutup dipasang, keadaan vakum
sebagian akan terbentuk di dalam kaleng.
d. Penutupan: Tutup dipasang pada kaleng, dan dilewatkan pada mesin penutup
otomatis, yang membengkokkan bagian pinggir tutup dan mulut kaleng
8
dalam bentuk gulungan. Gulungan tersebut kemudian dipipihkan membentuk
suatu segel tutup yang rapat, kedap udara.
e. Sterilisasi: Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai
tergantung pada beberapa factor sebagai berikut :
1) Ukuran kaleng dan keadaan isinya. Panas memerlukan waktu lebih lama
untuk menerobos masuk ke dalam kaleng yang lebih besar. Demikian juga
penetrasi panas akan lebih cepat pada medium konveksi, seperti sup,
daripada medium konduksi, seperti “corned beef”.
2) pH bahan makanan. Proses sterilisasi dirancang untuk mematikan
Clostridium botulinum dan sporanya, sebab mikroorganisme ini paling
berbahaya dan sporanya paling tahan terhadap pemanasan, yang biasanya
mengkontaminasi makanan kaleng. Oleh karenanya, makanan
diklasifikasikan mennjadi kelompok-kelompok, tergantung pada
perlakuan pemanasan yang diperlukan untuk mematikan mikroorganisme
tersebut.
f. Pendinginan: Kaleng harus didinginkan perlahan-lahan, dengan pengurangan
bertahap atas tekanan uap pemanasnya yang dengan sendirinya akan
menurunkan suhu secara bertahap.

2.6 Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Kualitas Makanan


Perlakuan pemanasan menimbulkan perubahan pada kualitas makanan
diantaranya sebagai berikut:
a. Perubahan warna (pigmen alami, pembentukkan pigmen akibat pencoklatan
enzimatis dan nonenzimatis), sebagai akibat dari pemanasan sehingga terjadi
reaksi kimia pada pigmen alami seperti klorofil, senyawa karotenoid,
antosianin, dan betalanin.
b. Cita rasa dan tekstur, pelunakan tekstur dan kehilangan keutuhan jaringan/sel
sebagai akibat kerusakan dari pemanasan sehingga zat-zat kimia dalam bahan
akan beraksi dan menimbulkan perubahan flavor dan nilai gizi.

9
2.7 Peralatan yang Digunakan untuk Pengolahan dengan Suhu Tinggi
Alat pemanas yang umum digunakan adalah ketel pateurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
misalnya alat pemasak nasi (dandang/kukusan) dan panci bertekanan atau pressure
cooker. Sedangkan di pabrik pengolahan menggunakan autoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pateurisasi dan sterilisasi.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan
dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai
oleh alat-alat sederhana hanya sekitar 100-105⁰C.
Beberapa jenis autoklaf yang sering digunakan :
a. Autoklaf statis/jenis vertical
Suhu maksimum yang biasa digunakan adalah 121⁰C, bila digunakan suhu lebih
tinggi maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng yang
panas. Hal ini terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi juga
pada makanan yang bersifat cair.
b. Autoklaf agitasi/jenis horizontal
Pada autoklaf jenis ini waktu pemanasan lebih singkat, karena itu terutama
digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi cair. Kualitas bahan yang
dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka
suhu dinding kaleng atau gelas lebih rendah. Dengan demikian suhu pengolahan
dapat lebih tinggi dari 121⁰C, dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.

2.8 Hasil Produk Pengolahan dan Pengawetan dengan Suhu Tinggi


Berikut merupakan contoh hasil produk pengolaham dan pengawetan
makanan dengan suhu tinggi:
a. Sayur dan buah kaleng, yaitu sayur dan buah ditempatkan dalam suatu wadah
atau kaleng yang ditutup secara hermetis sehingga kedap udara. Dipanaskan
sampai suhu untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen dalam bahan.
Lalu didinginkan dengan cepat untuk membunuh bakteri termofilik dan
mencegah overcooking.

10
b. Susu UHT, susu dituangkan pada kondisi aseptis ke dalam wadah steril yang
kemudian ditutup. Susu ini bebas bakteri dan akan tahan disimpan dalam
keadaan tertutup selama 6 bulan atau lebih
c. Susu Pasteurisasi, adalah susu yang mengalami pemanasan untuk membunuh
bakteri patogen saja.
d. Beef Corned, adalah daging yang dikalengkan dengan suhu tinggi untuk
membunuh kuman yang dapat membusukkan daging dan mengawetkan
daging.
e. Nozaki, adalah Ikan yang diawetkan dengan minyak panas dan dikalengkan.
Hal ini merupakan hal yang dilakukan untuk pengawetan selain mengabonkan
ikan.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengolahan atau pengawetan bahan pangan dengan suhu tinggi adalah
proses pengawetan pangan dengan perlakuan panas yang terkontrol. Cara
pengolahan/pengawetan pangan dengan suhu tinggi yang paling sering
digunakan yaitu blansing, pasteurisasi dan sterilisasi.
Pada proses pemanasan makanan memang dapat membuat makanan
menjadi lebih awet, namun pemanasan juga dapat menjadikan kualitas makanan
berkurang yaitu zat gizinya akan hilang. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
faktor-faktor yang menentukan dalam proses pemanasan. Contoh produk
pengolahan dan pengawetan makanan dengan suhu tinggi yaitu susu, sari buah,
sarden, sayuran beku, buah-buahan beku, ikan yang diawetkan,corned beef,
kopi.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan di atas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni Herliani. 2014. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta

Effendi, M. Supli. 2015. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan.


Bandung: Alfabeta

Astuti, Agustina. (2015, 19 Februari). Pengolahan Makanan dengan Suhu Tinggi.


Dikutip 07 November 2019 dari Academia.edu:
https://www.academia.edu/38565862/8.pengolahan_dengan_suhu_tinggi.
docx

Sumigar, Farel. (2017, 22 November). Pengolahan Bahan Pangan dengan Suhu


Tinggi. Dikutip 07 November 2019 dari
https://farelsumigar.blogspot.com/2017/11/pengolahan-bahan-pangan-
dengan-suhu.html

13

Anda mungkin juga menyukai