Anda di halaman 1dari 16

BAB VII.

PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI

Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan

pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara

pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan

menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada

pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa

pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan

menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-

racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium

botulinum.

Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan,

meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan

tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta

tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda

untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya. Pada umumnya

pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan,

maupun pemanggangan.

Pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi merupakan metoda

pengolahan yang telah lama digunakan orang dan merupakan metoda pengolahan

pangan yang paling populer digunakan di industri. Aplikasi panas pada proses

pengolahan pangan tentunya dimulai pada saat manusia menemukan api, yaitu

ketika manusia mulai memasak makanannya. Namun secara industri hal tersebut

113
menjadi sangat berkembang dengan ditemukannya proses pengalengan makanan

yang dapat memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan sampai

beberapa tahun.

Beberapa keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah

terbentuknya tekstur dan cita rasa khas dan disukai; rusaknya atau hilangnya

beberapa komponen anti gizi (misalnya inhibitor tripsin pada produk leguminosa);

peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna

protein dan kabohidrat; terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan

keamanan dan keawetan pangan; menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak,

sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.

Pengawetan menggunakan suhu tinggi merupakan proses-proses komersial

yang menggunakan panas terkendali dengan baik, yaitu : sterilisasi, pasteurisasi,

dan blansing. Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan

panas yaitu : (1) jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan

mikroba pembusuk dan mikroba patogen dan (2) jumlah panas yang digunakan

tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan. Jumlah panas

yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah

minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud.

Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu

yang digunakan rendah maka waktu pemanasan harus lebih lama, sedangkan jika

suhu tinggi waktu pemanasan singkat. Sebagai contoh misalnya jumlah panas

yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10 jam di dalam air mendidih

(1000C) kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama 20 menit pada

suhu 1210C.

114
A. Metode Pengawetan Suhu Tinggi

A.1. Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba

beserta spora-sporanya hingga menjadi steril. Pada proses ini, bahan yang

disterilkan akan memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu

ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan

pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab

dengan uap bertekanan sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan

suhu jauh di atas titik didih. Ini berarti bahwa setiap partikel dari makanan

tersebut harus menerima jumlah panas yang sama. Misalnya jika suatu

makanan dalam kaleng akan disterilisasi, maka beberapa tempat pada

makanan di dalam kaleng tersebut lebih lambat menerima panas. Waktu yang

diperlukan untuk sterilisasi sebenarnya tergantung dari besarnya kaleng yang

digunakan dan kecepatan perambatan panas dari makanan tersebut. Proses ini

dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh produk hasil

sterilisasi antara lain : sarden, kornet, buah dalam kaleng, selai, sirup, saos,

sambal, dan lain-lain (Gambar 7.1.).

Gambar 7.1. Produk makanan hasil sterilisasi

115
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan,

tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak.

Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya

mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami perubahan

sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2

macam istilah, yaitu :

1. Sterilisasi biologis, yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan

musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan

2. Sterilisasi komersial, yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua

mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.

Sterilisasi komersil (commercial sterilization) adalah sterilisasi yang

biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan-makanan di dalam

kaleng atau botol. Makanan yang steril secara komersil berarti semua mikroba

penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut

telah dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk. Mikroba lainnya

mungkin saja ada di dalam makanan tersebut tetapi berada di luar perhatian

kita. Di dalam makanan ini mungkin masih terdapat sedikit sekali spora

bakteri yang tahan panas, tetapi tidak dapat berkembang biak secara normal.

Jika spora tersebut diisolasi dari makanan dan diberikan kondisi yang sesuai

maka dapat hidup seperti biasa. Dengan demikian produk pangan yang telah

mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi serta umur

simpan yang lama menjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri

patogen termasuk spora bakteri Clostridium. botulinum. Produk yang sudah

116
diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi

penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari

penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 500C), karena jika ada spora

bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh

dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya

bakteri Bacillus stearothermophillus.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada

bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah.

Bahan pangan yang termasuk ke dalam kategori ini adalah bahan pangan

hewani seperti : daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran

seperti : buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko

untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan

racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Oleh karena itu

spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup

tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121 0C selama 15

menit dengan menggunakan uap air bertekanan dalam autoklaf.

Proses perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng dan gelas)

dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan

dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama

pemanasan dapat terjadi perubahan-perubahan kualitas yang tidak diinginkan.

Makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan

memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng

umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial .

Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2

117
tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan

mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya

akibat reaksi-reaksi kimia.

Faktor yang penting tentang karakteristik produk pangan yang ada

hubungannya dengan proses sterilisasi adalah nilai pH. Berdasarkan pada nilai

pH-nya, produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar;

yaitu (i) produk pangan berasam tinggi (high acid foods) dengan pH 6, (ii)

produk pangan asam (acid foods) dengan nilai pH 3.7 sampai 4.5 dan (iii)

produk pangan berasam rendah (low acid foods) dengan nilai pH>4.5.

A.2. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan

pemanasan pada suhu 65oC selama 30 menit. Tujuan utama proses

pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba patogen (penyebab penyakit;

misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu

(misalnya pada sari buah). Oleh karena itu harus diketahui terlebih dahulu

bahwa mikroba penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme

yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir pada sari buah).

Proses sterilisasi yang dilakukan pada suhu dan waktu tersebut,

menyebabkan sebagian besar mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti

bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya

serta mikroba penyebab kebusukan telah mati, namun jenis mikroba lainnya

tetap hidup. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur,

makanan asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi.

118
Proses pasteurisasi tidak terlalu merusak kandungan gizi serta

mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati

dengan proses ini, produk hasil pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur

simpan yang lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan,

biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu

pendingin hanya dapat bertahan hingga seminggu. Agar memperoleh hasil

yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya

penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan.

Pasteurisasi yang dilakukan pada susu dan saribuah menggunakan suhu

di bawah 1000C. Contohnya : pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 – 63 0C

selama 30 menit, sedangkan pada sari buah dilakukan pada suhu 63 – 74 0C

selama 15 – 30 menit. Proses pasteurisasi dilakukan dengan cara hot water

bath. Wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat)

dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Kemudian air dalam

panci dipanaskan sampai suhu di bawah 1000C (71 – 850C), sehingga aroma

dan flavor tidak banyak berubah.

Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu :

1. HTST (High Temperature Short Time), yaitu pemanasan dengan suhu

tinggi sekitar 750C dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut

Heat Plate Exchanger.

2. LTLT (Low Temperature Long Time), yaitu pemanasan dengan suhu

rendah sekitar 600C dalam waktu 30 menit.

119
3. UHT (Ultra High Temperature), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi

1300C selama hanya 0,5 detik, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan

tinggi.

A.3. Blansir

Blansir adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan

terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran pada suhu pada suhu 82 – 930C

selama 3 – 5 menit.untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di

dalam bahan pangan tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan

peroksidase yang merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas di dalam

sayur-sayuran.

Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan

yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-

sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan

blansing yaitu :

1. Membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam

bahan.

2. Mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman,

sehingga mengurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh

keadaan vakum yang baik dalam headspace kaleng.

3. Melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan

pengisian bahan ke dalam wadah.

4. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki.

5. Menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran.

120
6. Memperbaiki warna produk, antara lain memantapkan warna hijau sayur-

sayuran.

Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas

(merebus) atau dengan uap air (mengukus atau steam blanching). Merebus

yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih. Sayur-

sayuran atau buah-buahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam

keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu

blansing biasanya 82 – 830C selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup

waktunya, keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan

dengan air.

Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna

bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke

dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam kukusan yang berisi

air mendidih. kukusan ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara

perebusan.

B. Menentukan Suhu Pemanasan

Panas merupakan suatu bentuk energi yang diartikan sebagai pertukaran

energi diantara dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau

pemindahan panas dapat terjadi secara :

1. Konduksi, terjadi jika energi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul

atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke

partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Perambatan panas secara

konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya konduksi terjadi pada bahan

121
berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan, dan lain-

lain.

2. Konveksi, terjadi jika energi berpindah melalui aliran dalam media cair atau

perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau

sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara

konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan

berbentuk cair seperti sari buah, sirup, air, dan lain-lain.

Pada bahan pangan yang dikalengkan, perambatan panas yang terjadi dapat secara

konduksi dan konveksi, contohnya buah-buahan dalam kaleng yang diberi sirup,

perambatan panasnya terjadi secara konduksi pada buahnya dan konveksi pada

sirupnya. Di dalam makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat

(titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut cold point. Pada

bahan-bahan yang merambatkan panas secara konduksi, cold point terdapat di

tengah atau di pusat bahan tersebut, sedangkan pada bahan-bahan yang

merambatkan panas secara konveksi, cold point terletak di bawah atau di atas

pusat yaitu kira-kira seperempat bagian atas atau bawah sumbu.

C. Alat-Alat Yang Digunakan Dalam Pemanasan

Alat-alat pemanas yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan

ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan

sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau kukusan)

dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan

otoklaf. Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan

sterilisasi. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama

122
dibandingkan dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang

dapat dicapai dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100 – 1050C.

Jenis-jenis otoklaf yang digunakan yaitu :

1. Otoklaf statis atau jenis vertikal, suhu maksimum yang bisa digunakan ialah

1210C; bila digunakan suhu lebih tinggi maka makanan akan rusak karena

kontak dengan dinding kaleng yang panas. Hal ini terjadi terutama pada

makanan yang bersifat padat, tetapi juga pada makanan yang bersifat cair.

2. Otoklaf agitasi atau jenis horizontal, pada otoklaf jenis ini waktu pemanasan

bisa lebih singkat, karena itu terutama digunakan pada bahan yang bersifat

cair atau semi-cair. Kualitas bahan yang dihasilkan lebih baik. Head space

mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka suhu dinding kaleng menjadi

lebih rendah . Dengan demikian suhu pengolahan dapat lebih tinggi dari

1210C, dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.

Gambar 7.1. Autoklaf (AnonimF, 2012)

123
D. Pengalengan (Canning)

Proses pengalengan ditemukan oleh seorang ahli bernama Spallanzani

pada tahun 1765. Dalam percobaannya ia membuktikan, bahwa makanan yang

ditaruh dalam botol terutup dengan gabus rapat-ra pat dapat terhindar dari

kebusukan apabila botol tersebut dipanaskan cukup lama. Percobaan ini

dilanjutkan oleh Nicolas Appert (1810) dari Perancis yang dikenal sebagai

Bapak industri pengalengan. Pengalengan baru populer setelah penemuan

Louis Pasteur (1860). Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi

setelah tahun 1900, setelah ditemukannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang

dapat ditutup rapat serta cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.

Pengalengan (Canning) adalah suatu metode pengawetan bahan pangan

yang siap untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis)

yang telah diberi perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan.

Prinsip pengalengan adalah membunuh mikroba dengan menggunakan panas

dan mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah. Jenis kemasan yang dapat

dipakai untuk pengalengan makanan adalah kaleng, botol, dan kemasan lentur.

Kemasan yang paling banyak digunakan adalah kaleng dan botol.

Kaleng (tin –plate) adalah lembaran besi yang dilapisi dengan timah

putih; pada kebanyakan kaleng timah putihnya tidak kurang dari 0,25%.

Kaleng merupakan wadah yang tepat untuk sebagian besar bahan pangan.

Bagian dalam dari kaleng kadang-kadang diberi lagi suatu lapisan yang dikenal

sebagai enamel untuk jenis-jenis makanan tertentu.

Fungsi utamanya adalah agar makanan dan kalengnya mempunyai

kenampakan (appearance) yang menarik. Enamel harus mempunyai sifat :

124
tidak beracun, bebas dari bau-bauan dan flavor lain; tahan terhadap suhu

pengolahan, tidak bereaksi dengan makanannya, tahan terhadap keasaman dan

tidak bereaksi dengan pigmen.

Sifat korosif bahan terhadap kaleng biasa dipengaruhi oleh adanya

oksigen. Korosi dipercepat jika pada kaleng terjadi penceratan atau lubang

kecil dari lapisan timah putihnya. Oleh karena itu penting sekali mengeluarkan

udara dari dalam produk yang dikalengkan dan menggantikannya dengan gas

nitrogen (N2) atau divakumkan.

Keuntungan penggunaan tin-plate yaitu : kuat dan tegar, dapat dibentuk

dengan kecepatan tinggi menjadi kaleng dengan berbagai macam ukuran,

memiliki ketahanan terhadap karat jika disimpan dalam kondisi penyimpanan

normal, memiliki kenampakan yang menarik, tahan terhadap tekanan dan suhu

pengolahan yang tinggi, serta mudah diberi dekorasi.

Botol merupakan kemasan yang terbuat dari gelas, umumnya digunakan

untuk bahan makanan yang bersifat asam, yang hanya memerlukan perlakuan

panas ringan atau untuk bahan pangan yang bersifat sangat korosif seperti saus

tomat dan acar. Ditinjau dari sudut pengolahan, penggunaan botol memerlukan

otoklaf tipe statis dengan kondisi sebagai berikut :

1. Medium pindah panas yang digunakan harus berupa air yang super heated

dengan uap, sehingga suhu mencapai 115 – 1260C dan tekanan 20 – 30 psi

agar tutup botol tidak lepas.

2. Menaikkan suhu harus lebih lambat

3. Proses termal harus menggunakan suhu yang lebih rendah dan waktu

pemanasan yang lebih lama.

125
4. Kecepatan pendinginan harus lebih lambat dan dikerjakan dalam otoklaf,

dengan cara menurunkan suhu dan tekanan secara berangsur-angsursampai

mencapai suhu 650C, baru dipindahkan ke ruang pendingin.

Tahap-tahap proses pengalengan yang umum dilakukan adalah :

1. Persiapan bahan mentah yang terdiri dari pemilihan bahan, pemotongan,

dan pencucian yang bertujuan agar bahan mentah yang akan dikalengkan

terdiri dari bahan yang baik, tidak cacat, bersih dan mempunyai bentuk-

bentuk yang diinginkan. Pencucian juga ditujukan untuk mengurangi

jumlah mikroba awal.

2. Blansir, ditujukan untuk menghilangkan udara dari jaringan sayuran atau

buah-buahan, mengurangi jumlah mikroba, memudahkan pengisian karena

bahan menjadi lebih lunak atau lemas dan menginaktifkan enzim yang

dapat menyebabkan perubahan warna. Tergantung dari macam bahan dan

enzimnya. Blansir biasanya dilakukan pada suhu 82 – 93 0C selama 3 – 5

menit.

3. Pengisian, pada tahap ini harus diperhatikan adanya ruang kosong di

bagian atas kaleng (head space), sehingga pada proses exhausting masih

ada tempat untuk pengembangan isi kaleng. Isi yang terlalu penuh akan

menyebabkan kaleng menjadi cembung, sehingga menurunkan mutu

karena dianggap busuk. Selain itu, head space berguna untuk merapatkan

penutupan kaleng. Hal ini dapat terjadi pada saat uap air mengembun di

126
dalam kaleng, maka tekanan di dalam head space menjadi turun, sehingga

tekanan atmosfer dari luar akan menekan tutup kaleng dan menjadi kuat.

4. Penghampaan (exhausting), bertujuan untuk mengurangi tekanan dari

dalam kaleng yang disebabkan oleh pengembangan pada waktu proses

pemanasan. Dalam hal ini udara, terutama oksigen, yang dapat

mempercepat terjadinya korosi pada kaleng dikeluarkan. Keuntungan lain

dari exhausting adalah mencegah oksidasi makanan di dalam kaleng dan

mencegah pertumbuhan bakteri aerobik. Tanpa exhausting makanan akan

menjadi lunak (bubur) setelah pemanasan karena over pressure. Hal

semacam itu harus dihindari. exhausting dapat dilakukan dengan berbagai

cara, antara lain : (i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada

saat produk masih dalam kondisi panas, (ii) memanaskan kaleng beserta

isinya sampai pada suhu 80-950C dengan tutup kaleng masih terbuka, atau

(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.

5. Sterilisasi, bertujuan untuk membunuh semua mikroba yang masih

terdapat di dalam kaleng khususnya mikroba pembusuk dan mikroba yang

berbahaya terhadap kesehatan manusia. Kaleng yang sudah ditutup harus

segera disterilisasi untuk mencegah kontaminasi bakteri. Sterilisasi

dilakukan pada suhu 1210C selama 20 – 40 menit. Setelah proses sterilisasi

selesai, harus segera dilakukan pendinginan yang cepat untuk mencegah

pertumbuhan kembali bakteri thermofilik. Pendinginan dapat dilakukan di

dalam retort sebelum retort dibuka, atau di luar retort dengan cara

menyemprotkan air.

127
128

Anda mungkin juga menyukai