Anda di halaman 1dari 13

Landasan-Landasan Yang Mendasari

Pengembangan Kurikulum
14 Desember 2016 Nurul Awwaliyah Tinggalkan komentar

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang

Kurikulum sebagai rancangan sekaligus kendaraan pendidikan mempunyai peran yang sangat
signifikan dan berkedudukan sentral dalam seluruh kgiatan pendidikan, menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam dunia pendidikan
dan dalam perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan
secara sembarangan saja.

Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan oleh


hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam dan sesuai dengan tantangan zaman.
Karena kurikulum ibarat sebuah rumah yang harus mempunyai pondasi agar dapat berdiri
tegak, tidak rubuh dan dapat memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di dalamnya,
pondasi tersebut ialah landasan-landasan untuk kuriulum sebagai rumahnya, agar bisa
memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan
menjadikannya produk yang berguna bagi dirinya sendiri, agama, masyarakat dan negaranya.
Bila landasan rumahnya lemah, maka yang ambruk adalah rumahnya sedangkan jika landasan
kurikulum yang lemah dalam pendidikan maka yang ambruk adalah manusianya.

Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pokok pengembangan kurikulum,


yaitu: Philosophi and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and
learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka perancangan dan
pengembangan suatu bangunan kurikulum yaitu pengembangan tujuan (aims, goals,
objective), pengembangan isi/ materi (content), pengembangan proses pembelajaran (learning
activities), dan pengembangan komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada
landasan filosofis, psikologis, sosiologis, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Oleh karena itu, penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara
sembarangan, dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan
dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

 Rumusan Penulisan
1. Apakah yang di maksud dengan kurikulum baik secara umum maupun berdasarkan
para ahli?
2. Apakah landasan kurikulum dalam perkembangan kurikulum di Indonesia?

 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukkan, maka secara umum penulisan ini memiliki
tujuan :

1. Memahami pengertian dari kurikulum secara umum dan menurut para ahli.
2. Mengetahui landasan kurikulum dalam perkembangan kurikulum di Indonesia.

 Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kurikulum dan berbagai
aspek yang mendasari kurikulum bagi pembaca di kemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN
 Pengertian Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh


pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum
yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa
kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum yang semakin luas
membuat para pelaksana kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap kurikulum. Namun
perbedaan pengertian tersebut tidak menjadi masalah yang besar terhadap pencapaian tujuan
pendidikan, apabila pengembangan kurikulum didasarkan pada landasan dan prinsip-prinsip
yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan kurikulum yang dilaksanakan
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional. Perwujudan prinsip, aspek
dan konsep kurikulum terletak pada guru. Sehingga guru memiliki tanggung jawab terhadap
tercapainya tujuan kurikulum itu sendiri.

1. Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli

Mengenai pengertian kurikulum, banyak sekali pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh


para ahli, diantaranya yaitu:

UU No. 20 Tahun 2003 – Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan


berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional.

Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005) – Kurikulum merupakan niat & harapan yang
dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh
para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana, sedangkan pelaksaannya adalah
proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta
didik.

Drs. Cece Wijaya, dkk – Mengartikan kurikulum dalam arti yang luas yakni meliputi
keseluruhan program dan kehidupan didalam sekolah.

Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan – Kurikulum ialah suatu formulasi pedagogis yang


termasuk paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar mengajar.

Harsono (2005) – Mengungkapkan bahwa kurikulum ialah suatu gagasan pendidikan yang


diekpresikan melalui praktik. Pengertian kurikulum saat ini semakin berkembang, sehingga
yang dimaksud dengan kurikulum itu tidak hanya sebagai gagasan pendidikan, namun
seluruh program pembelajaran yang terencana dari institusi pendidikan nasional.

 Landasan-Landasan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga


apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak
menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi
goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan
halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut
akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta
didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya Robert S.
zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature
of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.  Sedangkan S.
Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang
pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan
dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, asas organisatoris yang
memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana
luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang
perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan
dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. Serta Nana
Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum Teori Dan
Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terlepas dari itu semua bahwa pada intinya
semua sama. Dapat disederhanakan bahwa ketiga pendapat diatas semuanya berpendapat
sama sehingga dapat saling melengkapi. Untuk itu empat landasan tersebut dapat dijadikan
landasan utama dalam pengembangn kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis,
sosiologis, budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan landasan
organisatoris.

                       

1. Landasan Filosofis

Secara harfiah filsafat berarti “cinta akan kebijakan” (love of wisdom), untuk mengerti dan
berbuat secara bijak, ia harus memiliki pengetahuan yang diperoleh melalui proses berpikir,
yaitu berpikir secara radkal, menyeluruh dan mendalam (Socrates). Plato menyebut filasafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran.

Adapun yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah
asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secra mendalam, analitis,
logis, dan sistematis (filosofis) dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum dalam bentuk program (tertulis), maupun kurikulum dalam
bentuk pelaksanaan (operasional) di sekolah.

Filsafat berupaya mengkaji berbagi permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah
pendidikan. Pendidikan sebagia ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebgai
penunjang, di antaranya adalah filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan
dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Menurut
Redja Mudyaharjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu: filsafat idealisme, Realisme, dan Filsafatt Fragmatisme.

Filsafat menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-
buruk (etika), dan hakikat indah jelek (estetika). Pada dasarnya pandangan hidup manusia
mencakup ketiga permasalahan tersebut, yaitu logika, etika, dan estetika. Oleh karenanya
ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam
mengembangkan kurikulum khususnya untuk menentukan arah dan tujuan pendidikan, isi
atau materi pendidikan, dan sistem evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian pendidikan.

Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
peangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu
termasuk yang dianut oleh perorangan sekalipun akan sangat mempengaruhi terhadap
pendidikan yang ingin direalisasikan.

1. Landasan filosofis pendidikan idealisme


Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya adalah bersifat
spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mentall daripada bersifat material. Dengan demikian
menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah makhluk spiritual, makhluk yang cerdas
dan bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan
pilihan mana yang harus diikutinya.

Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus dikembangkan pada
upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan sosial sesuai dengan
hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan pendidikan dari mulai tingkat pusat (ideal)
sampai pada rumusan tujuan yag lebih operasional (pembelajaran) harus merefleksikan
pembentukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai dengan fitrah
kemanusiaannya.

Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan


berpikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dan
proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan. Pendidik
harus memiliki keunggulan kompetitif baik dalam segi intelektual maupun moral, sehingga
dapat dijadikan panutan bagi peserta didik.

1. Landasan filosofis pendidikan Realisme

Filsafat realisme boleh dikatakan kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat
realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Dunia terbentuk dari
kesatuan yang yanta, substansi dan material, sementara menurut filsafat idealisme
memandang bahwa realitas atau dunia bersifat mental, spiritual. Menurut realisme bahwa
manusia pada hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakan.

Mengingat segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan
terutama diarahkan untuk melakukan penyesuaian dairi dalam hidup dan melaksanakan
tanggung jawab sosial. Oleh karena itu jika kurikulum didasarkan pada filsafat realisme harus
dikembangkan secara komprehensif meliputi penetahuan yang bersifat sains, sosial, maupun
muatan nilai-nila. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran
karena memiliki kecenderuangan berorientasi pada mata pelajaran (subject contered).

Implikasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik diposisikan sebagai pengelola
pendididkan atau pembelajaran. Untuk itu pendidik harus dapat menguasai tugas-tugas yang
terkait dengan pendidikan khususnya dengan pembelajaran, seperti penguasaan terhadap
metode, media, dan strategi serta teknik pembelajaran. Secara metodologis unsur pembiasaan
memiliki arti yang sangat penting dan diutamakan dalam mengimplementasikan program
pendidikan atau pembelajaran filsafat realisme.

1. Landasan filosofis pendidikan fragmatisme

Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah munkin dan tidak perlu.
Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, pplural, dan berubah (becoming).
Manusia menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis, psikologis, dan sosial. Manusia
lahir tanpa dibekali oleh kemampuan bahsa, keyakinan, gagasan atau norma-norma.
nilai baik dan buruk ditetntukan secara ekseperimental dalam pengalaman hidup, jika
hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik. Oleh karena itu tujuan
pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat,
proses rekonstruksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada upaya memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah 
baru dalam kehidupan individu maupun sosial.

Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah harus memuat
pengalaman-pengalama yang telah teruji, yang sesuai dengan minat kebutuhan siswa.
Warisan-warisan sosial dan masa lalu tidak menjadi masalah, karena fokus pendidikan
menurut faham fragmantisme adalah menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini
maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran
secara metodologis harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan
penemuan. Peran pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar
tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

1. Landasan filosofis pendidikan nasional

Tujuan pendidikan nasional di indonsia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup
manusia indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di indonesia harus
membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berpancasila. Dengan kata lain, landasan
dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di indonesia.

Undang-undang no. 20 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional merumuskan,


“pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonsia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bagsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (pasal 2 dan 3).

Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dari
sumber bagi para pengelola pendidikan, antara lain: guru, kepala sekolah, para pengawas
pendidikan dan para pembuat kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan  kurikulum didasarkan pada nilai-nilai yang
dikandung dalam falsafah bangsa yaitu Pancasila dan perangkat-perangkat hukum yang ada
di bawahnya seperti undang-undang.

Pelaksanaan penjabaran dan pengembangan kurikulum meliputi menjabarkan kedalam


tujuan, mengembangkan isi atau bahan, mengembangkan metode atau proses pendidikan dan
hubungan antara pendidik dan peserta didik, pengembangan evaluasi semuanya secara
konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional.

1. Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk
memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki
manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis
berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa
manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

1. Filasafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa kemana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah?. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik
anak-anak kearah yang dicita-citakan oleh masyarakat , bangsa dan negara.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita
mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
3. Filsaat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
4. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah
tujuan itu tercapai.
5. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan
pendidikan

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapa tujuan pendidikan, karena tujuan
pendidikaan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu
saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah atau pandangan hidup
yang dianut oleh bangsa tersebut. oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan disuatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.

Sebagai contoh, indonesia pada masa penjajahan belanda, kurikulum yang dianut pada masa
itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita
dijajah oleh Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan
kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara matahari terbit itu. Setelah Indonesia
mencapai kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan Pancasila sebagai dasar
dan falsafah  dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.

Terkait antara pengembangan kurikulum yang senantiasa memiliki hubungan dan


dipengaruhi oleh perkembangan politik suatu bangsa; Becher dan Maclure (Cece Wijaya,
dkk. 1988) menyebutkan 6 dimensi pendekatan nasional dalam perkembangan kurikulum di
suatu negara, yaitu:

1. Kerangka acuan yang jelas tentang tujuan nasional dihubungkan dengan program
pendidikan
2. Hubungan yang erat antara pengembangan kurikulum nasional dengan reformasi
sosial politik negara.
3. Mekanisme pengawasan (kontrol) dari kebijakan kurikulum yang ditempuh.
4. Mekanisme pengawasan dari pengembangan dan aplikasi kurikulum di sekolah.
5. Metode ke arah pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan.
6. Penelaah derajat desentralisasi (degree of decentralizatition) dari implementasi
kurikulum di sekolah.

Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat diwrnai oleh filsafat dan
ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa
memerlukan pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan
kebutuhan, tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat.

 
b.  Landasan Psikologis

Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar-individu, yaitu antara peserta didik dengan
pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya seperti binatang, benda dan tumbuhan karena salah satunya yaitu
kondisi psikologis yang dimilikinya. Benda dan tanaman tidak mempunyai aspek psikologis.
Sedangkan binatang tidak memiliki taraf psikologis yang lebih tinggi dibanding manusia
yang juga memiliki akal sebagai titik pembeda di antara keduanya.

Kondisi psikologis merupakan “karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang


dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungan”. Perilaku-
perilakunya merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak maupun
yang tidak tampak, prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi
yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat
penting diperhatikan dan besar kaitannya  dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar.

1)   Psikologi Perkembangan

Menurut J.P. Chaplin (1979) Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai “…that branch
of psychology which studies processes of pra and post natal growth and the maturation of
behavior.” Artinya, “psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi-psikologi
yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran
berikut kematangan prilaku”. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik diharapkan
pendidikan dapat berjalan sesuai dengan karakteristik peserta didik serta kemampuannya,
materi atau bahan pelajaran apa saja yang sesuai dengan umur, bakat serta kemampuan daya
tangkap peserta didik begitu juga dengan cara penyampainnya dengan berbagai metode yang
dapat diterima dilihat dari sisi psikologis tiap peserta didik.

Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan
pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential approach), dan pendekatan
ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan
melalui tahap – tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik
tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa
individu memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar perbedaan dan persamaan tersebut
individu dikategorikan dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Seperti pengelompokan
atas dasar jenis kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan lain sebagainya. Kedua
pendekatan itu berusaha untuk menarik atau membuat generalisasi yang berlaku untuk semua
individu. Dalam kenyataannya seringkali ditemukan adanya sifat-sifat individual, yang hanya
dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh yang lainnya. Pendekatan yang
berusaha melihat karakteristik individu-individu inilah yang dikelompokan sebagai
pendekatan isaptif.

Dalam pendekatan pentahapan dikenal dua variasi. Pertama, bersifat menyeluruh mencakup
segala segi perkembangan, seperti perkembangan fisik, dan gerakan motorik, social,
intelektual, moral, emosional, religi, dan sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus
mendekripsikan salah satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam pendekatan secara
menyeluruh di kenal tahap-tahap perkembangan, banyak ilmuan yang mengadakan penilitian
akan tahap-tahap perkembangan manusia dari segi psikologinya.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, Syamsu Yusuf (2005:23), menegaskan
bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat efektif, artinya tidak
terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat
yang mempunyai hubungan erat. Atas dasar itu perkembangan individu sejak lahir sampai
masa kematangan dapat digambarkan melewati fase-fase berikut:

Tabel 1

Fase-Fase Perkembangan Individul

TAHAP PERKEMBANGAN USIA


Masa usia prasekolah 0-6 tahun
Masa usia sekolah dasar 6-12 tahun
Masa usia sekolah menengah 12-18 tahun
Masa usia mahasiswa 18-25 tahun

Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena terdapat dimensi-


dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap
perkembangan lainnya.

2)   Psikologi Belajar

        Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar, yang secara
sederhana dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman.
Segala perubaha tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun  psikomotorik
terjadi karena proses pengalaman yang selanjutnya dapat dikatakan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena instink atau karena kematangan serta
pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar. Intinya adalah, bahwa
psikologi sangat membantu para guru dalam merancang sebuah kegiatan pembelajaran
khusunya untuk pengembangan kurikulum.

Menurut P. Hunt, ada tiga keluarga atau rumpunan teori belajar yang dibahas dalam psikologi
belajar, yaitu teori disiplin mental, teori behaviourisme dan teori cognitif Gestald Field.

1. a)   Teori disiplin mental

Menurut teori ini bahwa dari sejak kelahirannya atau secara herediter, seorang anak telah
memiliki potensi-potensi tertentu. Menurut teori ini belajar adalah merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi tersebut.
 

1. b)   Teori behaviorisme

Teori ini berpijak pada sebuah asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau tidak
membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-
faktor yang berasal dari lingkungan, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, keluarga, alam,
budaya, religi, dan sebagainya.

1. c)   Teori kognitif gestald field

Menurut teori ini, belajar adalah proses pengembangan insight atau pemahaman baru atau
mengubah pemahaman lama. Pemahaman tersebut terjadi apabila individu menemukan cara
baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur
tubuhnya sendiri.Gestalt Field melihat bahwa belajar, merupakan perbuatan yang bertujuan,
eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau insight merupakan citra dari perasaan
tentang pola-pola atau hubungan.

C.    Landasan Sosisologis dan Budaya

Landasan sosiologis kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang
dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa kurikulum harus
berlandaskan kepada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapat
pendidikan baik informal, formal, maupun nonformal dalam lingkungan masyarakat, dan
diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan
masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak
dalam melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.

Sosiologi dalam pembahasannya mencakup secara garis besar akan perkembagan masyarakat
dan budaya yang ada pada setiap ragam masyarakat yang da di Indonesia ini. Karena
beraneka ragamnya budaya masyarakat yang ada di negeri ini, sehingga kurikulum dalam
perumusannya juga harus menyesuaikan pada budaya masyarakat yanga akan menjadi objek
pendidikan dan penerima dari hasil pendidikan tersebut.

“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing
terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut.”
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1997).

Menurut Daud Yusuf, terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu : logika, estetika, dan etika. Logika adalah
aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan
etika berkaitan dengan aspek nilai atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Ilmu
pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika. Sebagai akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan
manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup
pun semakin tinggi.

Daud Yusuf mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil
pikiran (logika), kemauan (etika), serta perasaan (estetika) manusia, dalam rangka
perkembangan kepribadian manusia, perkembangan hubungan dengan manusia, manusia
dengan alam, dan manusia dengan tuhannya. Ada faktor yang mendasari bahwa kebudayaan
merupakan bagian penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :

1. Individu lahir tidak berbudaya, baik hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi
dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah. Oleh karena itu
sekolah mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta
didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum pada dasarnya harus mengokomodasikan aspek-aspek sosial dn budaya.
Aspek sosiologis ialah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat
beragam, aspek budayanya yaitu kurikulum sebagai alat harus berimplikasi untuk
mencapai tujuan pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

D.  Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah  aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan
teknologi tidak bisa dipisahkan.  Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang
dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh
penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John
Dewey, Archimides, dan lain-lain.

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan
terus semakin berkembang.

Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-
temuan baru dalam  berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan
menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.  Baik secara langsung maupun tidak
langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh  pula terhadap
pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik dengan
pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alatalat dan bahan
yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus
menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau
manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat
di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di
Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.

Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti
televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan
untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk
teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta
kecakapan yang memadai  dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan  masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi  secara langsung  berimplikasi terhadap


pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan,
penggunaan  strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak
langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat  membekali  peserta didik  agar memiliki 
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan  dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan

Kurikulum merupakan inti yang ada dalam pendidikan atau dapat diistilahkan sebagai
jantung pendidikan, karena didalamnya terdapat isi materi, metodelogi pembelajaran dan
media  yang harus digunakan dengan berlandaskan pada landasan-landasanya yaitu :

1. Landasan filosofis
Pada pokoknya ada tiga pendekatan filosofis yang sangat mempengaruhi dan senantiasa
menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan pendidikan atau kurikulum, yaitu: filsafat
idealisme, filsafat realime, filsafat fragmatisme.

1. Landasan psikologis

Pada dasarnya ada dua jenis psikologi yang memiliki kaitan sangat erat dan harus dijadikan
sumber pemikiran dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: Psikologi perkembangan, dan
psikologi belajar.

1. Landasan sosiologis dan budaya

Pendidikan adalah proses budaya, manusia yang akan dididik adalah makhluk yang
berbudaya dan senantiasa  mengembangkan kebudayaannya. Oleh karena kurikulum harus
dikembangkan dengan didasarkan pada norma-norma sosial atau budaya.

1. Landasan IPTEK

Pendidikan dihadapkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang


berkembang dengan pesat. Oleh karena itu agar kurikulum dapat bertahan kuat, maka
pengembangannya harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat pula.

Jika landasan-landasan ini digunakan sebaik-baiknya dalam pembentukan kurikulum maka


akan terbentuklah kurikulum yang kuat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang selalu
berkembang.

DAFTAR PUSTAKA
 

Zais, Robert S. 1976. Curriculum Principles and Foundation. London.  Harper & Row
Publishers

Nasution, S. (1982)

Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas


Ilmu Pendidikan UPI

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Sukmadinata, Nana Syaodih. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional. Jakrta: Sinar Grafika

Anda mungkin juga menyukai