Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN PRODUK PANGAN DAN PERTANIAN

PASTEURISASI DAN BLANSIR

Oleh:
Amanda Shinta Kusuma Mufti
A1C019004

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
III. METODOLOGI................................................................................................5
A. Alat dan Bahan...........................................................................................5
B. Prosedur Kerja...........................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................6
A. Hasil...........................................................................................................6
B. Pembahasan.............................................................................................12
V. PENUTUP.......................................................................................................23
A. Kesimpulan..............................................................................................23
B. Saran........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
LAMPIRAN...........................................................................................................25

ii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengolahan atau pengawetan dengan suhu tinggi sering diistilahkan dengan


proses termal, yaitu proses pengawetan oangan yang menggunakan panas untuk
menonaktifkan bakteri. Proses termal merupakan salah satu metode terpenting
yang digunakan dalam pengolahan makanan karena:
1. Memiliki efek yang diinginkan pada kualitas makanan (kebanyakan makanan
dikonsumsi dalam bentuk yang dimasak).
2. Memiliki efek pengawetan pada makanan melalui destruksi enzim dan
aktivitas mikroorganisme, serangga, dan parasite.
3. Destruksi atau penghancuran komponen-komponen anti nutrisi, sebagai
contoh tripsin inhibitor pada kacang-kacangan.
4. Perbaikan ketersediaan beberapa zat gizi, contohnya daya cerna protein yang
semakin baik, gelatinisasi pati, dan pelepasan niasin yang terkait.
5. Control kondisi pengolahan yang relative sederhana. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pemanasan dengan temperature.
Mutu merupakan suatu parameter baik atau tidaknya suatu bahan
hasil pertanian ataupun hasil olahannya terutama makanan. Mutu sangat
erat kaitannya dengan umur simpan dan karekteristik fisik suatu bahan
pangan. Semakin lama suatu bahan dapat disimpan tanpa mengubah zat
gizi yang terkandung di dalamnya maka semakin baik mutu bahan tersebut
begitu juga sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi mutu akhir
suatu bahan adalah perlakuan sebelum penyimpanan. Seperti proses
blanching pada buah dan pasteurisasi pada susu. Blanching merupakan
proses pemanasan awal pada suhu < 100ºC selama 15 menit yang
bertujuan untuk menginaktifasi enzim polifenol oksidase, enzim asam
askorbat, enzim peroksidase dan katalase yang terdapat pada bahan
pangan. Proses pengawetan bahan pangan merupakan proses yang sangat

1
penting dalam kehidupan manusia sejak zaman dahulu hingga sekarang
ini. Pengawetan bahan pangan dilakukkan untuk membunuh 2 mkroba dan
menginaktifkan enzim. Salah satu pengawetan yang biasa digunakan
adalah proses thermal menggunakan energi panas (suhu tinggi). Salah satu
jenis pengawetan dengan proses thermal yang sering dilakukkan adalah
blanching.

Memasak, menggoreng, memanggang, menyangrai, merebus dan lain-lain


adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas. Pemberian suhu tinggi
pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa
pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan
menginaktifkan enzim atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan
produk pangan dan berbahaya bagi kesehatan.

B. Tujuan

Tujuannya adalah mahasiswa dapat:


1. Melakukan blansir dan mempertimbangkan sistem blansir yang tepat sesuai
produk.
2. Melakukan pasteurisasi.
3. Menganalisa berbagai metode blansir.
4. Menjelaskan persamaan dan perbedaan blansir dan pasteurisasi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Saat ini, teknologi sudah sangat berkembang, khususnya dalam teknologi


pengawetan makanan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan
makanan, mulai tradisional hingga modern, misalnya pemanasan, pendinginan,
pembekuan, pengasapan, pengalengan, dan pengentalan. Cara-cara tersebut telah
banyak digunakan dalam industri-industri makanan, seperti dalam industri
perikanan, buah-buahan, maupun daging (Herwanto, dkk., 2021).
Saat ini, teknologi sudah sangat berkembang, khususnya dalam teknologi
pengawetan makanan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan
makanan, mulai tradisional hingga modern, misalnya pemanasan, pendinginan,
pembekuan, pengasapan, pengalengan, dan pengentalan. Cara-cara tersebut telah
banyak digunakan dalam industri-industri makanan, seperti dalam industri
perikanan, buah-buahan, maupun daging (Herwanto, dkk., 2021).
Blansir merupakan sebuah proses perlakuan panas yang sering dilaksanakan
dalam pengalengan sebuah produk makanan buah dan sayuran yang bertujuan
memperbaiki mutu produk atau bahan pangan sebelum dulakukan proses
selanjutnya. Blansir juga dikatakan sebagai proses pemanasan pertama pada bahan
pangan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi dalam waktu yang singkat
(Sobari, 2013).
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang lebih ringan dari sterilisasi,
biasanya suhu yang digunakan dibawah 100. Tujuan dari pasteurisas adalah 1.
Membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya dijumpai
pada bahan pangan yaitu bakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan
masyarakat. 2. Memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan degan jalan
mematikan bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada hahan pangan yang
asam.
Blansing adalah pemanasan pendahuluan yang harus dilakukan sebelum
proses pembekuan, pengeringan, dan pengalengan (Sahubawa dan Ustadi, 2014).
Tujuan utama blansing yaitu menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase

3
dan katalase, membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba
dalam bahan, mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan
tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng, memperbaiki
warna produk, memantapkan warna hijau sayur-sayuran dan melayukan atau
melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam
wadah serta (Effendi S, 2012).
Metode blansing ada tiga yaitu blansing dengan air panas, dengan uap air
panas, dan dengan udara panas. Blansing dengan air panas (Hot Water
Blanching), metode blansing ini hampir sama dengan proses perebusan. Metode
ini cukup efisien, namun memiliki kekurangan yaitu kehilangan komponen bahan
panganyang mudah larut dalam air serta bahan yang tidak tahan panas. Blansing
dengan uap air panas (Steam Blanching), blansing dengan metode ini paling
sering diterapkan. Metode ini mengurangi kehilangan komponen yang tidak tahan
panas. Penggunaan gas panas untuk proses blansing telah diteliti karena dapat
mengurangi kehilangan bahan akibat pelarutan (leaching) dan mengurangi limbah
cair. Kelemahan metode ini adalah pada proses blansing dapat terjadi pengeringan
pada bagian permukaan bahan dan adanya oksigen dapat menyebabkan proses
oksidasi (Nurcholis, 2013)
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan yang menggunakan suhu
rendah di bawah 100ºC. Pasteurisasi bertujuan untuk menonaktifkan enzim-enzim
dan memperpanjang daya simpan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan du acara,
yaitu Low Temperature Long Time (LTLT) dengan suhu 63ºC selama 30 menit
dan High Temperature Short Time (HTST) dengan suhu 72ºC selama 15 detik.
Pasteurisasi dilanjutkan dengan proses pendinginan pada suhu 4ºC sehingga
menambah daya simpan (Sabil, 2015).

4
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Botol kaca/plastik
2) Gelas
3) Kemasan plastik
4) Panci
5) Pisau
b. Bahan
1) Air
2) Es batu
3) Wortel
4) Teh

B. Prosedur Kerja

1. Pasteurisasi minuman. Masukkan minuman ke dalam botol kaca/plastik.


Sebaiknya minuman dimasukkan dalam kondisi panas. Balik minuman dan
masukkan ke dalam air mendidih atau suhu tinggi yang mampu ditahan oleh
kemasannya selama 5 menit. Simpan dalam kulkas, buka minuman setelah
disimpan 7 hari, amati apakah kualitasnya masih tetap. Kemas minuman
serupa tanpa blansir, simpan dalam kulkas dan amati setelah 7 hari.
Bandingkan dengan minuman yang dipasteurisasi.b
2. Blansir sayuran. Kupas wortel atau kentang, potong-potong bagu dua.
Masukkan satu bagian ke air bersuhu 90ºC selama 5 menit, kemudian
masukkan wortel/kentang tersebut dalam air es. Kemas dalam kemasan kedap
udara dan simpan dikulkas. Amati dan bandingkan dengan yang tanpa blansir.

5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Alat dan bahan


a) Alat
- Kompor
- Pisau
- Kulkas
- Botol kaca
- Panci
- Plastik kemasan
b) Bahan
- 1 buah wortel
- Teh celup
- Air
- Es batu
2. Prosedur Kerja Pasteurisasi
a) Panaskan air sampai mendidih

6
Nama : Amanda Shinta KM
NIM : A1C019004
Kelompok 5
Asprak : Nadia Krismas H

Gambar 1. Memasak air dengan kompor


b) Buatlah teh panas dengan air mendidih lalu
masukkan ke dalam botol kaca, lalu balik
minuman agar panas merata pada botol kaca.

7
Gambar 2. Botol kaca dibalik agar panas merata
c) Masukkan minuman ke dalam air mendidih (untuk botol yang di
pasteurisasi), selama 5 menit.

Gambar 3. Memanskan minuman yang sudah dikemas


d) Angkat dan simpan ke dalam kulkas bersama botol 2 (Botol yang
tanpa melewati tahap pasteurisasi)

Gambar 4. Penyimpanan teh dalam kemasan di kulkas


e) Setelah 7 hari penyimpanan lakukan pengamatan danbandingkan
antara minuman teh yang di pasteurisasi dan tanpa di pasteurisasi
3. Prosedur Kerja Blansir
a) Kupas wortel sampai bersih

8
Gambar 5. Pengupasan kulit wortel
b) Potong-potong wortel menjadi dua bagian

Gambar 6. Wortel yang sudah dipotong


c) Masukan sebagian potongan wortel ke dalam air bersuhu 90℃
selama 5 menit (bisa diulang beberapa waktu)

Gambar 7. Perendaman potongan wortel


d) Angkat lalu rendam di dalam air es potongan wortel yang sudah di
rendam air panas (bisa dilakukan dalam beberapa waktu) sampai
suhu nya turun

9
Gambar 8. Perendaman wortel di dalam air es
e) Kemas wortel yang sudah diblansir dan
wortel tanpa blansir pada plastik dan pastikan
sampai kedap udara

Gambar 9. Wortel yang sudah


dikemas dan kedap udara
f) Simpan wortel yang sudah dikemas ke dalam kulkas

Gambar 10. Penyimpanan wortel


ke dalam kulkas

11
g) Setelah sehari penyimpanan lakukan
pengamatan dan bandingkan antara wortel
yang diblansir dan tanpa blansir

B. Pembahasan

Sebagian besar teknik pengolahan pangan menggunakan proses pindah


panas. Beberapa proses pemanasan atau proses termal diantaranya seperti
pasteurisasi, pengalengan, evaporasi, pemasakan, blansir dan ekstrusi. Beberapa
jenis proses pemanasan yang sering digunakan dan diterapkan dalam proses
pengalengan pangan yaitu proses blansir, sterilisasi, pasteurisasi dan juga hot
filling. Beberapa proses pemanasan tersebut, blansir adalah proses yang biasanya
digunakan dalam proses pengalengan sebelum dilakukan proses termal yang
tujuannya bukan untuk mengawetkan (Sobari, 2013).
Sebagian besar teknik pengolahan pangan menggunakan proses pindah
panas. Beberapa proses pemanasan atau proses termal diantaranya seperti
pasteurisasi, pengalengan, evaporasi, pemasakan, blansir dan ekstrusi. Beberapa
jenis proses pemanasan yang sering digunakan dan diterapkan dalam proses
pengalengan pangan yaitu proses blansir, sterilisasi, pasteurisasi dan juga hot
filling. Beberapa proses pemanasan tersebut, blansir adalah proses yang biasanya
digunakan dalam proses pengalengan sebelum dilakukan proses termal yang
tujuannya bukan untuk mengawetkan (Sobari, 2013).
Proses termal merupakan proses yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme patogen dan pembusuk pada produk pangan. Proses termal terdiri
atas proses pasteuriasi, blansir, dan sterilasasi. Proses termal untuk pangan
kemasan dapat menggunakan dua jenis yaitu proses sterilisasi komersial dan
pasteurisasi (Fadil et al. 2016), yang dikelompokan berdasarkan kriteria tingkat
keasaman (pH), aktivitas air (aw) dan suhu penyimpanan (FDA 2013). Menurut
FDA (2013), pangan yang diasamkan (acidified food) adalah pangan berasam

12
rendah yang dalam pembuatannya ditambahkan asam atau pangan asam lain
sehingga produk memiliki pH < 4.6 dan Aw > 0.85. Kondisi tersebut
mengakibatkan Clostridium botulinum tidak dapat bergerminasi dan tumbuh,
sehingga proses termal cukup menerapkan pasteurisasi. Pasteurisasi adalah proses
pemanasan makanan dengan tujuan membunuh mikroba pembusuk, yang jenisnya
bergantung dari karakteristik produk masing-masing (Rambe, 2021).
Pemanasan dengan metode pasteurisasi berasal dari nama seorang ahli
mikrobiologi yang berasal dari Prancis, Bernama Louis Pasteur. Pada awalnya
metode ini diciptakan sebagai upaya untuk mencari metode dalam pengawetan
produk minuman wine (anggur). Louis Pasteur ingin menunjukkan bahwa dalam
proses pembusukan pada minuman anggur dapat dihindari atau dicegah dengan
cara anggur tersebut dipanaskan pada suhu tertentu. Metode pasteurisasi
memberikan sedikit pengaruh dalam memperpanjang umur simpan pada produk
pangan dengan cara membunuh atau menghilangkan semua mikroorganisme
pathogen penyebab penyakit dan mikroorganisme pembusuk dengan proses
pemanasan. Namun karena tidak semua mikroorganisme pembusuk dapat mati
dengan proses pasteurisasi, maka agar dapat memperpanjang umur simpan,
produk yang telah dipasteurisasi harus disimpan disuhu rendah atau refrigasi
(Sobari, 2013).
Teknik blanching merupakan salah satu pemanasan pendahuluan pada bahan
pangan yang dapat memperbaiki kualitas sensoris suatu produk (Wulansari et al.,
2017). Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk melakukan blanching,
diantaranya menggunakan air panas, uap, microwave, dan individual quick
blanching. Dibandingkan dengan metode hot water blanching, metode steam
blanching biasanya lebih disukai. Hal tersebut dikarenakan dengan metode steam
blanching kerusakan nutrisi yang dialami oleh bahan pangan lebih rendah karena
tingkat kehilangan komponen nutrisi larut air akan menjadi lebih rendah (Aini et
al., 2021). Menurut Muchtadi et al (2013), blanching juga dapat mencegah atau
menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki serta memperbaiki flavor
atau aroma. Selain itu blanching juga bertujuan untuk membersihkan permukaan
bahan dari kotoran dan organisme, mencerahkan warna dan membantu

13
menghambat penurunan vitamin (Agato dan Desi, 2019). Menurut Nurhayati et al.
(2018), metode hot water blanching memiliki beberapa kerugian dibandingkan
dengan steam blanching. Hal tersebut dikarenakan bahan akan mengalami banyak
kehilangan komponen yang larut dalam air seperti vitamin, warna, tekstur, 15
karbohidrat dan beberapa senyawa lainnya. Metode hot water blanching dapat
mengakibatkan bahan kehilangan 40% mineral dan vitamin, 35% gula dan 20%
protein (Purnamasari et al., 2014).
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pemanasan 65ºC selama 30
menit. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya.
Pasteurisasi umumnya suatu proses termal yang dikombinasukan dengan proses
pengawetan lainnya seperti proses fermentasi atau penyimpanan pada suhu rendah
(refrigasi). Pada suhu dan waktu proses ini sebagian besar mikroba pathogen dan
mikroba penyebab kebusukan telah musnah, naun jenis mikroba lainnya tetap
hidup (Islam, et al., 2020).
Proses berlangsung tanpa jeda waktu, sehingga bahan yang telah
dipasteurisasi segera dibawa untuk dilakukan tahap selanjutnya yaitu ke tahap
pendinginan dan langsung dilakukan pengemasan. Secara umum tujuan dari
metode pasteurisasi ialah untuk menghilangkan sel-sel vegetatif dari mikroba
pathogen, pembentuk toksin dan pembusukan. Beberapa jenis mikroba yang dapat
dimusnahkan dengan metode pasteurisasi diantaranya adalah bakteri penyebab
penyakit, seperti Salmonella bakteri penyebab kolera dan tifus, Mycribacterium
tuberculosis bakteri penyebab penyakit TBC, dan Shigella dysenteriae bakteri
penyebab disentri. Selain itu, pasteurisasi juga mampu memusnahkan bakteri
pembusuk yang tidak berspora, seperti bakteri Pseudomonas (Sobari, 2013).
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan
asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu
merusak gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis
mikroba mati dengan proses ini, pengawetan dengan pasteurisasi biasanya tidak
memiliki umur simpan yang lama. Agar memperoleh hasil yang optimal,
pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu
rendah dan modifikasi kemasan (Islam, et al., 2020).

14
Prinsip kerja pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan
baku dengan suhu di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan
bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Pasteurisasi tidak mematikan semua
mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat pathogen dan tidak membentuk spora.
Oleh sebab itu, pasteurisasi ini sering diikuti dengan teknik lain, misalnya
pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. Produk hasil
pasteurisasi bisa disimpan pada suhu kamar, hanya bertahan 1 sampai 2 hari,
sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan sampai 1 minggu
(Prasetyo, 2020).
Pasteurisasi memiliki tujuan dalam prosesnya. Tujuan utama proses termal
dalam pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif dan mikroba
pathogen. Selain itu, pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang daya simpan
bahan atau produk, dapat menimbulkan cita rasa yang lebih unik pada produk
(Islam, et al., 2020).
Mikroba terutama mikroba nonpatogen dan pembusuk masih ada pada
bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya
simpannya tidak lama. Contohnya susu yang telah dipasteurisasi bila disimpan
pada suhu kamar hanya akan tahan 1 sampai 2 hari sedangkan bila disimpan
dalam lemari es kira-kira tahan sampai satu minggu. Karena itu untuk tujuan
pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya
misalnya dengan pendinginan (Islam, et al., 2020).
Pasteurisasi memiliki beberapa metode, berikut adalah metode yang umum
digunakan yaitu (Islam, et al., 2020):
1. HTST (High Temperature Short Time), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi
sekitar 75ºC dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat
Plate Exchanger.
2. LTLT (Low Temperatur Long Time), yaitu pemanasan dengan suhu rendah
sekitar 60ºC (62ºC – 65ºC) dalam waktu 30 menit.
3. UHT (Ultra High Temperature), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130ºC
selama hanya 0,5 detik saja dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi.

15
Dalam proses ini semua mikroba mati, sehingga susunya biasa disebut susu
steril.
4. Flash Pasteurization, yaitu pada suhu 65ºC sampai 95ºC selama 2 sampai 3
detik.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 19-1502-1989, metode
pasteurisasi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST), yaitu proses pemanasan produk pangan (susu) selama 15 detik
pada suhu 72oC.
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Tempareture Long
Time/LTLT), yaitu proses pemanasan produk pangan (susu) pada suhu 63-
66oC selama 30 menit.
Jenis-jenis pasteurisasi menurut Waziroh, et al. (2017) yaitu:
1. Pasteurisasi dalam kemasan: pasteurisasi produk dalam kemasan, tidak
dibutuhkan pemanasan sampai tingkat sterilitasnya. Biasanya dilakukan
peningkatan suhu pemanasan bertahap.
2. Pasteurisasi sebelum pengemasan: pemanasan pendahuluan untuk bahan
pangan yang sensitive terhadap suhu tinggi.
3. Pasteurisaasi batch: biasa disebut dengan pasteurisasi suhu rendah waktu
singkat (low temperature short time). Biasanya bahan pangan (misalnya susu)
disimpan dalam tangki kemudian dipanaskan pada suhu 62,8oC selama 30
menit. Tangki pasteurisasi sistem batch ini biasanya terdiri dari tangki dengan
jaket uap atau tangki dengan sistem pemanas koil spiral di mana bahan
pangan (jus atau susu) dipanaskan di dalam tangki tersebut.
Pasteurisasi kontinyu: biasa disebut dengan pasteurisasi suhu tinggi waktu
singkat (high temperature short time). Biasanya bahan pangan dipanaskna pada
suhu 71,7oC selama 15 detik atau lebih dengan cara dialirkan melalui alat
pemindah panas. Pemindah panas yang digunakan secara umum bisa berupa plate
heat exchangers, tubular heat exchangers, dan scraped surface exchangers.
Pemilihan alat pemindah panas tersebut tergantung dari viskositas bahan pangan.
Sumber panas yang digunakan bisa berupa uap panas atau air panas.

16
Wortel (Daucus carrota L) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang
biasanya berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu. Bagian yang
dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Wortel adalah
tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan) yang menyimpan karbohidrat
dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada tahun kedua. Batang
bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m dengan bunga berwarna putih.
Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa
Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya
menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa.
Berdasarkan hasil survei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS,
1991) luas areal panen wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di
16 propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian
Jaya.
Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat
dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam
setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A, serta kaya akan β-
karoten, merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah di dapat
Blansing atau blansir adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap
atau air panas secara langsung pada suhu kurang dari 100ºC selama kurang dari 10
menit. Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, proses termal ini merupakan
suatu tahap proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan
pangan tersebut dikalengkan, dikeringkan atau dibekukan. Blansing dilakukan
dengan pemanasan menggunakan air atau uap pada kisaran suhu di bawah 100ºC
(82ºC - 93ºC) selama 3 sampai 5 menit. Cara melakukan blansing adalah dengan
merendam dalam air panas atau uap panas (mengukus juga bisa diartikan steam
blanching). Suhu blansing biasanya mencapai 82ºC sampai 93ºC selama 3 sampai
5 menit untuk sayuran sedangkan untuk ikan dan daging berkisar 100ºC (Islam, et
al., 2020).

17
Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan dalam suatu
proses pengolahan. Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan
pemanasan pendahuluan dengan blansing, antara lain adalah pembekuan,
pengeringan dan pengalengan. Sebagai medium blansing biasa digunakan air, uap
air atau udara panas dengan suhu sesuai yang diinginkan. Suhu dan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan dan tujuan
blansing. Umumnya blansing dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC selama
beberapa menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blansing dilakukan pada
suhu 80ºC (Sobari, 2013).
Beberapa faktor yang mempengaruhi blansing adalah tipe bahan (buah,
sayur), ukuran dan jumlah bahan yang akan diblansing, suhu blansing dan metode
pemanasan. Pengaruh blansing pada bahan pangan adalah panas yang diterima
bahan selama blansing dapat mempengaruhi kualitas gizi dan sensori, beberapa
vitamin dan mineral yang larut dalam air dan komponen-komponen lain yang
larut akan hilang selama blansing. Blansing dapat mempengaruhi warna dan
bahan pangan menjadi off flavor (Islam, et al., 2020).
Blansing memiliki beberapa tujuan. Selain memiliki tujuan, ada juga
kerugian dan hal yang mempengaruhi blansing. Tujuan blansing adalah sebagai
berikut (Islam, et al., 2020):
1. Menginaktivasi enzim-enzim yang masih terkandung dalam bahan pangan.
2. Membersihkan bahan dari kotoran untuk mengurangi jumlah mikroba dalam
bahan dan digunakan untuk menghilangkan bau, flavor, dan lendir yang tidak
dikehendaki.
3. Memperlunak bahan, mempermudah pengisian bahan ke dalam wadah.
4. Mengeluarkan gas-gas yang terdapat dalam ruang-ruang sel.
Kerugian blansing adalah sebagai berikut:
1. Merubah tekstur, warna, dan flavor.
2. Meningkatkan kehilangan padatan terlarut (blansing dengan perebusan).
3. Menurunkan zat gizi (vitamin).
Hal-hal yang mempengaruhi lama blansing adalah sebagai berikut:
1. Tipe bahan pangan: buah atau sayuran

18
2. Ukuran bahan pangan
3. Suhu
4. Metode
Berdasarkan proses yang akan dilakukan selanjutnya, maka blansing dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu (Sobari, 2013):
1. Blansing sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan
pengeringan.
2. Blansing sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan.
Media panas yang yang digunakan untuk blansir adalah air panas, uap
panas, atau udara panas pada suhu sekitar 90ºC selama 3-5 meni. Untuk
mendapatkan warna sayuran yang teta[ segar sangat baik digunakan kombinasi
panas dan pendingin yang sangat cepat (Sobari, 2013).
Balnsing memiliki beberapa metode yang dapat dilakukan, berikut adalah
beberapa metode blansing (Sobari, 2013):
1. Blansing dengan air panas (Hot Water Blanching) yaitu metode blansing ini
hamper sama dengan proses perebusan. Metode ini cukup efisien, namun
memiliki kekurangan yaitu kehilangan komponen bahan pangan yang mudah
larut dalam air serta bahan yang tidak tahan panas.
2. Blansing dengan uap air panas (Steam Blanching) yaitu metode blansing yang
paling sering diterapkan. Metode ini mengurangi kehilangan komponen yang
tidak tahan panas.
3. Blansing dengan menggunakan gelombang mikro (Microwave Balnching)
yaitu metode blansing yang digunakan untuk buah-buahan dan sayuran yang
dikemas dengan wadah tipis (film bag). Blansing menggunakan gelombang
mikro memerlukan biaya yang tinggi, tetapi mempunyai keuntungan yaitu
lebih menurunkan kandungan mikroba dan sedikit kehilangan nutrisi.
Kemampuan proses blansing sebagai perlakuan pendahuluan untuk
mendapatkan produk yang baik didasari oleh beberapa fungsi, yaitu (Sobari,
2013):
1. Menginaktivasi enzim yang dapat menyebabkan perubahan kualitas bahan
pangan, terutama bahan pangan segar yang mudah mengalami kerusakan

19
akibat aktivitas enzim yang tinggi. Bahan pangan yang mudah mengalami
kerusakan jenis ini adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Aktivitas enzim
ini terkait karakteristik biologi, fisiologi, dan hidratasi bahan pangan. Akibat
buruk dari aktivitas enzim lebih tampak jika pada proses pengolahan terjadi
penundaan. Beberapa enzim oksidatif yang menjadi inaktif pada proses
blansing adalah peroksidase, katalase, polifenol oksidase, lipoksigenase, dan
lain-lain.
2. Mengurangi gas antarsel untuk mengurangi perubahan oksidatif.
Berkurangnya gas antarsel berakibat pada menurunnya kadar oksigen dalam
bahan, sehingga akan berakibat pada menurunnya aktivitas enzim oksidatif
yang aktivitasnya dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam bahan.
3. Selain inaktifasi enzim, prinsip proses blansing yang menggunakan
pemanasan juga akan menurunkan aktivitas bahkan mematikan
mikroorganisme.
Beberapa parameter yang dapat dilihat dalam pemrosesan blanching
diantaranya adalah :
1. Rasa (flavor)
Secara langsung dan tidak langsung proses blanching memengaruhi rasa pada
berbagai produk pangan dengan menginaktivasi enzim tertentu dalam produk
tersebut. Selain itu blanching juga meningkatkan retensi rasa dan seringkali
menghilangkan rasa pahit yang tidak diinginkan dalam pangan.
2. Tekstur
Blanching dapat menyebabkan softening dari produk pangan yang tidak
diinginkan, namun hal ini dapat diatasi dengan penambahan kalsium pada
pangan tersebut. Selain itu, penggunaan kombinasi temperatur rendah pada
bahan mentah terbukti telah efektif dalam proses firming pada sayuran
kaleng. Parameter untuk melihat struktur pada bahan pangan diantaranya
adalah kerenyahan, kegaringan, serta pengukuran instrument seperti gaya
geser maksimum.
3. Warna

20
Perubahan warna pada proses blanching terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Contohnya dalam pengolahan kentang, dimana blanching akan
mengurangi kadar gula, kemudian akan memengaruhi perubahan warna pada
kentang, dimana biasanya terjadi reaksi Maillard. Dalam industri, makanan
pada umumnya perbandingan warna secara visual dilakukan dengan metode
instrumen berdasarkan reflektansi.
4. Nilai Gizi
Secara umum, blaching akan menurunkan nilai nutrisi dalam makanan,
terutama ketika menggunkan air dalam prosesnya. Beberapa nutrisi yang
kemungkinan akan hilang pada saat pemrosesan diantaranya adalah vitamin
C, vitamin B1, vitamin B2 ,karoten, dan beberapa mineral lainnya.
Praktikum kali ini dilkukan pasteurisasi pada minuman teh dan blansir pada
kentang. Berikut hasil pengamatan yang telah dilakukan:
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, terdapat dua jenis
minuman teh yaitu pasteurisasi dan non-pasteurisasi. Teh tersebut disimpan di
dalam kulkas dan diamati perubahannya setelah tujuh hari atau 1 minggu. Setelah
satu minggu terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada minuman tersebut.

Gambar 13. Minuman Teh.


Pada minuman teh yang mengalami pasteurisasi warnanya sedikit lebih
gelap. Namun untuk rasa dan aromanya masih sama atau tidak mengalami
perubahan. Ini berarti pengawetan menggunakan pasteurisasi berhasil atau
praktikum berhasil. Selanjutnya pada teh yang tidak mengalami pasteurisasi atau
non-pasteurisasi terdapat perubahan yaitu aroma yang tidak sedap dan perubahan
rasa yang sedikit asam atau menjadi basi. Dari kedua perbandingan di atas dapat
membuktikan bahwa pengawetan produk pangan dengan proses pasteurisasi dapat

21
meningkatkan daya umur simpan teh dan kualitas produk teh dari segi rasa dan
aroma sehingga teh masih layak dikonsumsi walaupun sudah disimpan selama 1
minggu.

Gambar 14. Wortel.


Percobaan yang kedua adalah blansir wortel. Wortel yang diblansir menjadi
busuk atau terdapat perubahan warna yaitu ada beberapa bercak hitam daripada
wortel yang tidak diblansir dan menjadi berair putih pekat agak kental. Sedangkan
kentang yang tidak diblansir warnanya sedikit kusam namun tidak berair dan tidak
busuk.

22
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prinsip kerja pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan
baku dengan suhu di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk
mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Pasteurisasi tidak
mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat pathogen dan
tidak membentuk spora. Oleh sebab itu, pasteurisasi ini sering diikuti dengan
teknik lain, misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi
tinggi. Produk hasil pasteurisasi bisa disimpan pada suhu kamar, hanya
bertahan 1 sampai 2 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat
bertahan sampai 1 minggu.
2. Blansing digunakan sebagai perlakuan pendahuluan dalam suatu proses
pengolahan. Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan
pemanasan pendahuluan dengan blansing, antara lain adalah pembekuan,
pengeringan dan pengalengan. Sebagai medium blansing biasa digunakan air,
uap air atau udara panas dengan suhu sesuai yang diinginkan. Suhu dan
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan dan
tujuan blansing. Umumnya blansing dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC
selama beberapa menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blansing
dilakukan pada suhu 80ºC.

B. Saran

Saran pada praktikum kali ini adalah lebih memperbanyak literatur


pengetahuan serta kedepannya semoga semakin banyak refrensi serta video
pembelajaran denengan waktu yang efisien dan cukup agar dapat lebih
mempermudah pemahaman mahasiwa.

23
DAFTAR PUSTAKA

Herwanto, A. H., Raja, B. T., Karuniawan, C. E., Kendick, G., Esmond, K., Ega,
L. F., & Kriscangdra, R. N. N. (2021). Penerapan Hukum Gay Lussac Dan
Hukum I Termodinamika Pada Proses Sterilisasi Kaleng Ikan Sarden Di Cv
Indo Jaya Pratama.
Nurhayati, N., D. Marseno, F. Setyabudi, dan S. S. 2018. Pengaruh Suhu dan
Lama Pemasakan terhadap Karakteristik Lempok Labu Kuning (Waluh).
Jurnal Pangan dan Agroindustri, 5(3): 15-26.

Purnamasari, E. 2014. Optimasi Kadar Kalori dalam Makanan Pendamping Asi


(Mp-Asi). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3): 19-27.

Saputro, A W., Hadi R. dan Agus S. 2019. Hasil Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum L.) Var. Granola L. (G1) pada Berbagai Konsentrasi Trichoderma
sp. dan Media Tanam. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika, 4(1): 1-
4.

Tjahjadi, C dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Bandung.


Universitas Padjajaran

Trinandawati, M., Martina L. Lande, Zulkifli, dan Tundjung T. H. 2019. Potensi


Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai Bahan
Anti Browning Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.). Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan.

Islam, F. 2020. Penuntun Praktikum Penyehatan Makanan Minuman-B. Politeknik


Kesehatan Mamuju.

Prasetyo, M. S. (2020). Analisa Heat Transfer Alat Pasteurisasi Susu. Jurnal


Mesin Nusantara, 3(1), 1-8.

Riset, K., & Tinggi, T. D. P. Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan II.

Sabil, S., Malaka, R., & Yuliati, F. N. 2015. Pasteurisasi high temperature short
time (htst) susu terhadap Listeria monocytogenes pada penyimpanan
refrigerator. Universitas Hasanuddin Makasar.

Sobari, E. 2013. Dasar-Dasar Proses Pengolahan Bahan Pangan.

Vatria, B. (2018). Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Fish Canning).

Waziroh, E., Ali, D. Y., & Istianah, N. (2017). Proses termal pada pengolahan
pangan. Universitas Brawijaya Press.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai