Anda di halaman 1dari 9

PENGOLAHAN BAHAN PANGAN

DENGAN SUHU TINGGI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Metode pengawetan pangan konvensional yang dikenal selama ini menggunakan proses
pengolahan dengan suhu tinggi, misalnya saja dalam proses sterilisasi, pasteurisasi, dan
pengalengan. Penggunaan suhu tinggi ini dapatmenyebabkan terjadinya denaturasi nutrisi-nutrisi
penting yang terkandung dalam bahan pangan. Selain itu juga dapat menyebabkan perubahan
kualitas organoleptik pada bahan pangan, seperti timbulnya perubahan warna, rasa, dan aroma.
Kelemahan proses yang melibatkan suhu tinggi ini dapat diatasi dengan proses pengawetan
nontermal. Salah satu metode pengawetan nontermal yang dapat digunakan adalah metode
iradiasi pangan. Iradiasi merupakan suatu proses alternatif untuk mengurangi kerusakan bahan
pangan akibat pemaparan terhadap suhu tinggi dalam usaha pengawetan. Iradiasi pangan ini
sudah banyak diterapkan untuk mengawetkan produk rempah-rempah, biji-bijian, dan ikan
kering dengan dosis maksimal sebesar 10 kGy. Proses iradiasi dilakukan dengan mengekspos
bahan pangan baik yang dikemas maupun yang tidak terhadap sejumlah radiasi ionisasi yang
terkontrol dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang
elektromagnetik. Prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, persyaratan keselamatan dan
pengaruh iradiasi terhadap pangan harus diperhatikan Inovasi untuk menggunakan dosis iradiasi
yang lebih tinggi dilakukan untuk menghasilkan produk yang bebas dari bakteri patogen dan
bakteri berspora, sehingga dapat menghasilkan produk yang steril dan berkualitas serta tanpa
mengurangi cita rasanya. Produk pangan yang akan diiradiasi dengan dosis tinggi dikemas di
dalam kantung laminasi PET/Al-foil/LLDPE dalam kondisi vakum 80%, kemudian disterilkan
dengan radiasi pengion pada dosis 45 kGy dalam kondisi beku (-79ºC), selanjutnya disimpan
pada suhu 28-30oC. Produk steril tersebut dapat bertahan selama 1.5 tahun tanpa mengalami
penurunan kualitas dan nilai gizi yang berarti. Salah satu pangan yang diiradiasi dengan metode
ini adalah ikan pepes. Ikan pepes ini dapat langsung dikonsumsi karena steril dan tetap bergizi.
Akan tetapi belum diketahui efek secara kimia dan biologi terhadap tubuh, sehingga perlu
adanya kajian toksikologi sebelum teknologi ini dapat diterapkan secara komersial. Salah satu
metode uji yang dapat digunakan adalah dengan melihat pengaruh produk terhadap perubahan
pada sel manusia. Pengaruh tersebut dapat diamati dengan uji terhadap sel eritrosit. Apabila
produk memicu terjadinya hemolisis eritrosit maka kemungkinannya produk tersebut memiliki
efek negatif terhadap tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan uji untuk melihat pengaruh produk
terhadap sistem imun manusia. Pada uji dilakukan pengamatan efek produk terhadap proliferasi
limfosit manusia karena limfosit merupakan bagian dari sistem imun. Pada umumnya, bagian
ikan yang dikonsumsi adalah bagian dagingnya saja dan tulang tidak dimakan. Akan tetapi
bagian tulang pada produk ikan tulang lunak menjadi bagian yang dapat dimakan, oleh karena itu
perlu dilakukan uji pada tulang. Senyawa-senyawa radikal yang labil dan terbentuk karena
proses iradiasi dapat menjadi stabil pada tulang dan daging. Senyawa-senyawa radikal inilah
yang dapat membuat kerusakan pada sel tubuh atau perubahan pada sistem imun karena sifatnya
yang sangat reaktif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari
tulang ikan iradiasi dosis tinggi terhadap hemolisis eritrosit dan proliferasi limfosit manusia.

1.2  Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian pengolahan pangan dengan suhu tinggi?
2.      Apa saja Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan pangan dengan suhu tinggi?
3.      Apa Macam-macam dan beserta proses-proses yang ada dalam pengolahan pangan dengan suhu
tinngi?
1.3  Tujuan
1.      Untuk biasa mengetahui pengertian pengolahan pangan dengan suhu tinggi.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor dalam proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.
3.      Untuk mengetahui macam-macam dan beserta proses-proses yang ada dalam pengolahan pangan
dengan suhu tinggi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengolahan Pangan Dengan Suhu Tingi.


Pengolahan pangan dengan suhu tinggi ialah pengolahan pangan yang menggunakan panas
diatas suhu normal (suhu ruang). Yang dimaksud dengan suhu ruang adalah suhu dalam keadaan
ruang yaitu berkisar 27C hingga 30C. Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun
dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih
lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan
pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh
sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman
karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium
botulinum. Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun
disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan
ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan
memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat
di dalamnya. Misalnya untuk susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 62 oC selama
30 menit.
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya
tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan,
makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba. Pada umumnya
pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun
pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-
proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi,
pasteurisasi , dan blansing.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan,
2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,
3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
2.2    Proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya adalah:
1.    Blanching
Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe
pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan
menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5
menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 –
5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada
dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing
biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau
dikeringkan.
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan suatu proses pengolahan.
Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan pemanasan pendahuluan
dengan blanching, antara lain adalah pembekuan, pengeringan dan pengalengan. Sebagai
medium blanching biasa digunakan air, uap air atau udara panas dengan suhu sesuai yang
diinginkan. Suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan
dan tujuan blanching. Umumnya blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100C selama
beberapa menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blanchingdilakukan pada suhu 80C.
Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a.       Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan.
b.      Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan. 
Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-masing berbeda.
Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan
adalah:
a.       Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.
b.      Menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan.
c.       Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat menyebabkan adanya off
flavor (flavor yang tidak diinginkan).
d.      Mempertahankan warna alami dari bahan pangan.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air
(mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke
dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing
dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu
blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya,
kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi
kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian
dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah
selanjutnya sama dengan cara perebusan.
2.    Pasteurisasi 
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari l00C,
tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa menit tergantung pada
tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang
dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba
pembusuk atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan
penyakit perut lainnya. Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan
yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas.
Namun perlu diperhatikan juga sensitivitas bahan pangan yang bersangkutan terhadap panas.
Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang
terbaik untuk suatu bahan pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode
l) Low Temperature Long Time atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang
disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C selama 30 menit, sedangkan HTST
dilakukan pada suhu 7I,7C selama 15 detik.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1.      Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri
patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat,
2.      Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama.
Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 –
2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk
tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya,
misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di
bawah 100 oC. Contohnya :
         Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
         Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.

Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :


1.      Pasteurisasi lama atau LTLT (Long Temperature Long Time) yaitu pemanasan dilakukan pada
suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu relatif lebih lama. Suhu yang digunakan yaitu sekitar
63ºC selama 30 menit.
2.      Pasteurisasi singkat atau HTST (High Temperature Short Time) yaitu pemanasan dilakukan pada
suhu tinggi dengan waktu yang relatif singkat. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 72ºC selama
15 detik.
3.      Pateurisasi dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu proses sterilisasi yang banyak
diaplikasikan pada pengolahan bahan pangan (contoh aplikasi : Susu UHT Ultra), memiliki
berbagai kelebihan dibandingkan dengan proses sterilisasi yang biasa dilakukan pada proses
pengalengan. Suhu yangdigunakan yaitu sekitar 134-150ºC selama 2-5 detik. Tujuannya
membunuh semua mikroba patogen dan pembusuk sehingga masa simpannya sangat panjang.
3.      Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat mengawetkan.
Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan kondisi steril dalam
bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau langkah atau usaha yang dilakukan untuk
membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril
maka tujuan utama dari proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup
dalam bahan pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka
diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya daya tahan simpan
makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi
biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat
organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Perkataan steril mengandung pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan
sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga
mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba
han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah,
yaitu :
o   Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam
kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan,
o   Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen
dan pembentuk racun telah mati.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya
tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan
pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis
dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri
Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam
makanan kaleng. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit
dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk
spora bakteri C. Botulinum. Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya
disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada
spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan
berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus
stearothermophillus.
4.      Pemasakan/pemanasan
Pemanasan bahan pangan selain dengan blanching, pasteurisasi dan sterilisasi dapat juga
dilakukan dengan cara pemasakan. Pemanasan dengan cara pemasakan ini bertujuan untuk
meningkatkan cita rasa atau kelezatan produk pangan. Pemasakan dapat juga dianggap sebagai
salah satu cara pengawetan bahan pangan, sebab bahan pangan yang dimasak dapat ditahan dan
disimpan lebih lama dari pada bahan mentahnya.
Apabila dilihat dari cara dan bentuk pemasakan, maka dapat dibedakan menjadi 3 macam cara
pemasakan, yaitu:
  Pemasakan dengan menggunakan cara keying pada suhu 100C atau lebih.
  Pemasakan dengan menggunakan media air panas atau uap air pada suhu 100C atau lebih.
  Pemasakan dengan menggunakan media minyak panas pada suhu 100C atau lebih, biasa dikenal
dengan istilah penggorengan.
Panas merupakan suatu bentuk enersi, diartikan sebagai pertukaran enersi diantara dua macam
benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau pemindahan panas dapat terjadi secara :
• Konduksi
Konduksi terjadi jika enersi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul atau perambatan
panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa adanya gerakan
atau sirkulasi. Perambatan panas secara konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya
konduksi terjadi pada bahan berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan,
dll.
• Konveksi
Konveksi terjadi jika enersi berpindah melalui aliran dalam media cair atau perambatan panas
dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat
yang lainnya. Pemanasan secara konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi
pada bahan berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.

2.3  Alat-alat dalam Proses Pengolahan Pangan dengan suhu tinggi.


Alat-Alat Yang Digunakan Pada Pengolahan/pengawetan Pangan Dengan Menggunakan
Suhu Tinggi. : perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar
matari.
1.      Perebusan.
Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusa, memerlukan
wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu perlangsung. Alan yang sering di
gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku  ataupun kompor, wajan, belanga.contoh
bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan
kueseperti onde – onde, dan lain – lain.
2.      Penggorengan
Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali
besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di
goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan seperti
kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain.
3.      Penyangraian
Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan
dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai
dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan dengan
cara penyangraian yaitu ; kopi,

4.      Pengasapan
Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat pembakaran.contoh
bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu ; ikan, daging.
5.      Pembakaran
Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada proses
pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging,
ikan, roti bakar,
6.      Penjemuran di bawah sinar matahari
Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis, tarpal
ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan
kering, buah kakao,dan lain – lain.
Alat yang digunakan dalam proses pemanasan; Alat-alat pemanas yang umum digunakan
antara lain ketel pasteurisasi dan ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai
dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau
kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan otoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi. Waktu yang
diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan dengan alat-alat yang lebih
modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100
– 105 oC

BAB III
PENUTUP
2.1  Kesimpulan
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak,
menggoreng, membakar dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan pangan yang menggunakan
panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak dan lebih awet
karena panas juga akan mematikan sebagian dari mikroorganisme dan menonaktifkan enzim-
enzim, serta dapat membuat makanan menjadi lebih aman karena toksin-toksin tertentu rusak
oleh pengaruh panas. Pengawetan suhu tinggi adalah proses-proses komersial pada penggunaan
panas terkontrol dengan baik.
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan,
2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,
3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya adalah:
1.      Blanching
Pemanasan pendahuluan yang biasanya diperlakukan pada sayur dan buah-buahan yang akan
disimpan pada suhu beku,menonaktifkan enzim
(Lipoksigenase,perosidase,polifenoksidase,poligalakturonase,klorofilnase,dan katalase).
2.      Sterilisasi komersial
Proses ternal yang memastikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya (pada umumnya
dilakukan pada suhu 121 0c selama 15 menit).

3.      Pasteurisasi
Perlakuan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi dan biasanya suhu yang digunakan di
bawah 100 oc.

3.2  Saran
Pada pemakaian suhu tinggi,ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan;
1.      Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan.
2.      Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3.      Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus di perhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Supli. 2009. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN. Bandung :


ALFABETA
Fitri Rahmawati, MP “PENGANTAR PENGAWETAN MAKANAN “Jurusan Pendidikan Teknik
Boga dan Busana FT UNY

Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.


Label: Teknologi Pangan Dan Gizi
 https://farelsumigar.blogspot.co.id/ 
http://id.shvoong.com/exactsciences/bioengineering-and-biotechnology/2346594-teknologi-
pengolahan-pangan/#ixzz2LSAAYS6e.  [21 Februari 2013]

Anda mungkin juga menyukai