Anda di halaman 1dari 18

Pengolahan dan Pengawetan Makanan Dari Bahan Pangan Nabati

Dosen Pengampu : Ir. Sofyan Sahori, MP

Disusun Oleh:
Reiza Oktaviana (18193091016)
Ressa Siti Nurhasanah (18193091017)

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AL IHYA KUNINGAN
2020
BAB I
1.1 Latar Belakang
Belakangan ini, kebutuhan akan bahan pangan nabati dan hewani semakin meningkat.
Sehingga hal tersebut mendorong banyak orang untuk melakukan pengawetan terhadap bahan
makanan tersebut. Pengawetan bahan pangan nabati dan hewani dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara yaitu, pendinginan atau pembekuan, pengeringan, pengasapan,
penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia.
Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menghancurkan atau
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Sehingga bahan makanan nabati atau hewani
tersebut lebih bisa bertahan lama.
Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang
dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi). Pengalengan merupakan cara
pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara
pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta
dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang
dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena
bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan.

1.2 Rumusan Masalah


1.  Apa pengertian produk pengolahan dan pengemasan serta pengawetan bahan pangan nabati?
2.   Bagaimana pengemasan dari proses pengawetan produk desain pengolahan bahan pangan nabati?
3.   Apa saja keberagaman produk pengolahan bahan nabati?
4.   Bagaimana proses pengolahan dan produksi pengawetan bahan nabati?

1.3 Tujuan
1. Untuk bisa lebih mengetahui tentang bahan pangan nabati.
2. Agar mengetahui bagaimana pengolahan, pengemasan dan pengawetan bahan pangan nabati.
3. Lebih mengenal tentang keberagaman produk pengolahan bahan pangan nabati.
4. Lebih mengetahui manfaat dari proses pengolahan bahan pangan nabati.
5.  Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati yang ideal bagi masyarakat?
6. Bagaimana cara penyajian produk bahan nabati?
BAB II

2.1 Pengertian
Pengolahan adalah proses merubah suatu bahan agar sesuai dengan kebutuhan. Dan
pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, dan perubahan kadar air. Sedangkan
pengawetan adalah proses mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikoorganisme sehingga lebih tahan lama.
Pengolahan, pengemasan, dan pengawetan bahan pangan nabati adalah serangkaian
proses untuk merubah suatu bahan menjadi bahan yang berguna dengan mengemasnya agar tidak
rusak, lebih steril & tahan lama.

2.2 Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan


·         Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2
sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan
adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.
Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan
biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada
macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk
beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan
adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga
jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali
(thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan
pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-
sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.
·         Pengeringan
pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi
panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan
menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan
menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga
memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya
tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-
faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu
pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.
·         Pengemasan
Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk
pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi
pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic
mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.
Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi
baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril.
Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen
peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.
Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut
Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting
penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.
Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses
pembuatan ketupat dan sejenisnya.
·         Pengalengan
Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan
sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat
tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah
sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses
pengalengan selesai.
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu
wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan
dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan
cita rasa.
·         Penggunaan bahan kimia
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan
dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.
Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package
desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan
sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam
pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur
sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah
ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca
panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott
dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinyabrowning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci
dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%,
520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan
ketebalan 0,001 mm.
·         Pemanasan
penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh
pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging,
sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya,
komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan
semakin banyak mikroba yang mati.
Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang
mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan
dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian
besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup
terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu:
pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.
·         Teknik fermentasi
.           Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga
berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada
bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan
menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.
Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup
sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat
delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll
Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk
menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,
selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat
juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang
berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh
manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet
identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril
reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian,
rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.
·         Teknik Iradiasi
Iradiasi adalah  proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. 
Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi
radiasi secara sengaja dan terarah.  Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah
teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
 digunakan (Sofyan, 1984; Winarnoradiasi pengion adalah radiasi partikel    Contoh
radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak,Jenis iradiasi pangan yang dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang
menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan
eksitasi pada materi yang dilaluinya.  Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh dan
gelombang elektromagnetik
Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :
sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.  Kedua jenis radiasi pengion
ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam
bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.  Seringkali untuk tiap jenis
pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan.  Kalau jumlah radiasi
yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. 
Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima
konsumen
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum
menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.  Hal yang membahayakan bagi konsumen
bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi
senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

2.3 Keberagaman produk pengolahan bahan pangan nabati


-Nabati
ü  Anggur fermentasi (Bir)
ü  Tempe kaleng
ü  Berbagai jenis kripik
ü  Minuman sari buah kemasan
ü  Sale Pisang

2.4 Proses pengolahan dan pengemasan


  Pengolahan
1.      Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. 
Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung
oleh pemilik perahu atau dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan
sebagai bahan baku umumnya tergolong ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol
seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang. 

2.      Pengguntingan (cutting). 


Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan langsung diproses. Tahapan pertama
disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang digunakan adalah gunting besi. Ikan digunting
pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala) kebawah kemudian sedikit ditarik untuk
mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit perlakuan khusus yaitu sebelum digunting
sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan
pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari
campuran ikan yang lain dan dari sampah serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses
penangkapan ikan. Ikan yang sudah digunting ditempatkan dalam keranjang plastik kecil.
Setelah keranjang penuh, ikan dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses
pencucian.
3.      Pengisian (Filling). 
Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang plastik, lalu dibawa ke meja
pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian terdapat pipa air yang
digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan kedalam kaleng. Posisi ikan
didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng kecil setelah penghitungan
rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-
ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah pangkal ekor menghadap kebawah dan
2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang
terus berjalan disamping meja pengisian untuk masuk tahapan berikutnya.
4.      Pemasakan Awal (Pree Cooking). 
Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang
panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan dimasak dengan menggunakan uap panas yang
dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan + 800C, proses pree cooking ini berlangsung
selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan selesai produk keluar dari exhaust box dilanjutkan
dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan (decanting). 
5.      Penghampaan (Exhausting). 
Penghampaan dilakukan dengan menambahkan medium pengalengan berupa saos cabai atau
saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil). Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan
adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara mekanis dengan menggunakan filler. Pada
prinsipnya proses penghampaan ini dapat dilakukan melalui 2 macam cara, biasanya pabrik
berskala kecil exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap
produk, kemudian produk tersebut diisikan kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah
ditutup, juga dalam keadaan masih panas. Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain
dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
6.      Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). 
Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan menggunakan double seamer machine. Seorang
karyawan bertugas mengoprasikan double seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam
mesin. Kecepatan yang digunakan bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak
dioprasikan dengan kecepatan penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng
permenit), double seamer untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375
kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer
kaleng besar dioperasikan dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500
kaleng permenit). Tutup kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu
diberi kode tanggal kedaluwarsa diruang jet print.
7.      Sterilisasi (Processing).
Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam satu kali proses sterilisasi dapat
mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau setara dengan +6.800 kaleng kecil atau
3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115 – 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama
85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi
dilakukan dengan memasukkan keranjang besi kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi
dilakukan tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi
berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan
cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan.
8.      Pendinginan dan Pengepakan. 
Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan dari dalam retort, kemudian diangkat
dengan katrol untuk didinginkan dalam bak pendinginan bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan
air yang mengalir. Pendinginan dilakukan selama 15 menit. Produk setelah didinginkan
diistirahatkan terlebih dahulu ditempat pengistirahatan (Rested area) untuk menunggu giliran
pengepakan (packing). Packing diawali dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa
air proses pendinginan, setelah itu produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang
kemasannya sudah diberi label (label cat) bisa langsung di packing, sementara produk yang
kemasannya kosong terlebih dahulu diberi label kertas sesuai dengan keinginan produsen.

  Pengemasan
a.      Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang
bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat
matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga
menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,
bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan menurunkan
populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau menghilangkan bahan-
bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.
b.      Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,
yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna, seperti
kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan dimakan
kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran
kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk mempermudah pengisian
bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang akan dimasukan. Selain itu,
pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi panas. Jika pemotongan
dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan diskolorisasi, yaitu timbulnya warna
yang gelap atau hilangnya warna asli maupun pemucatan warna.

c.       Proses blansir


Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba
patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk
makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir ini berguna untuk ;
a. membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal
b. meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan
c. membuang udara yang masih ada di dalam jaringan
d. menginaktivasi enzim
e. menghilangkan rasa mentah
f. mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)
g. mempermudah pengupasan
h. memberikan warna yang dikehendaki
i. mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan
terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,
serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,
terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim
lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran
yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi
dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu,
serta medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan
pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam
lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam air
mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya buah
yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :
a. Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan
b. Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin
c. Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan
d. Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang diijinkan.
d.      Proses pengisian
a.       Pembuatan medium
Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium larutan
gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang dipergunakan untuk
untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-rempah.
Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk yang
akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi panas dan
mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.
b.      Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng. Penyusunan
buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat pengisian perlu
disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.
c.       Proses pengisian medium
Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya dengan
pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan hanya
diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu diusahakan bahwa pada
saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.
d.               Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan
proses exhausting. Tujuanexhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-
gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting
dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam kaleng
yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat pengembangan
produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi
oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.
Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena
blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam kondisi
panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit. Suhu
produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70°C. Pada setiap selang waktu tertentu
dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang
diinginkan tercapai atau tidak.
e.       Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu
yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula
tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan
hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan
produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang dilakukan sedemikian
rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat masuk (menembus) ke
dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.
f.       Proses sterilisasi
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam keranjang
yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam autoclave, untuk
koktail buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar selama 30 menit
sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05 bar selama 45-60
menit.
Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua jenis
sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang ditetapkan di
industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas atau air digunakan
sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi basah.sterilisasi
komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba masih hidup dan dapat
berkembang didalamnya.
Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme
sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada
sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang
berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk
mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk
memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang diinginkan.
Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi yang terlalu tinggi,
untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi yang dipergunakan adalah
100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut, mikroorganisme pembusuk dapat
dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan
dengan keasaman rendah (low acid food) yang dimana sterilisasi pada suhu 100°C tidak akan
efektif mematikan semua mikroba. Oleh karena itu digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05
bar. Pada suhu dan tekanan tersebut maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan
mati. Kondisi proses sterilisasi sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :
a.       kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan
lain-lain)
b.      jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
c.       karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).
d.      Medium pemanas.
e.       Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi
g.      Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin. Pendinginan
pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat
menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan
bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar,
proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup
uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka
tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kaleng-
kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses
sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik.
Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup keran - keran lainnya.
Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas
retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi peningkatan
tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah karena dapat
menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng
tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar
secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada
saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendinginan
berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus untuk mencegah
terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada kaleng disebabkan tekanan yang
terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah men-capai
38-42°C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort.
h.      Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan, untuk
mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan pembersihan
kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah
menempel pada kaleng yang basah.
i.        Penyimpanan
Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas
sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.
Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak
berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam
keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan bisa
dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik karena
berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses pengalengan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara lain:
1. Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan hidrogen.
2. Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat dan
sebagainya.
3. Penggelembungan karena adanya CO2.
4. Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.
5. Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya tekanan
selama pemanasan.
6. Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang kurang
sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai hasil lipatan
kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.
7.  Fluktuasi tekanan atmosfer.
8. Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan
tumbuhnyaClostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik (tahan
panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen). 

2.5 Tujuan dan Manfaat


Tujuan : Meningkatan kualitas dan memperpanjang masa simpan. Agar makanan mudah
dicerna oleh tubuh, karena tidak semua bahan paangan bisa di konsumsi dalam keadaan mentah.
Misalnya, telur akan lebih baik dicernakan oleh tubuh jika dimakan setengah masak dari pada
mentah.Memperbaiki aroma, warna, bentuk, dan tekstur bahan makanan.
Manfaat : Meningkatkan gizi makanan, ada sebagian bahan pangan yang nilai gizinya bertambah
setelah di masak, contohnya buah tomat. Lycopene pada buah tomat lebih efektif dikonsumsi
setelah di masak daripada saat mentah. Membebaskan makanan dari jasad-jasad renik dan bahan-
bahan yang membahayakan kesehatan.
BAB III
KATA PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi orang yang membacanya
dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini. Dan kami mohon maaf apabila
ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas, kurang dimengerti, dan tidak
lugas mohon jangan dimasukan ke dalam hati.
Kami juga sangat mengharapkan yang membaca makalah ini akan bertambah
motivasinya dalam mengapai cita-cita yang di inginkan, karena kami membuat makalah ini
mempunyai arti penting yang sangat mendalam.
Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati dan kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://tugas-mia19.blogspot.co.id/2015/03/makalah-pengolahan-pengemasan-dan.html

https://brainly.co.id/tugas/2361039

Anda mungkin juga menyukai