com/doc/268398410/Laporan-Suhu-Tinggi
https://farelsumigar.blogspot.com/2017/11/pengolahan-bahan-pangan-dengan-suhu.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode pengawetan pangan konvensional yang dikenal selama ini menggunakan proses
pengolahan dengan suhu tinggi, misalnya saja dalam proses sterilisasi, pasteurisasi, dan
pengalengan. Penggunaan suhu tinggi ini dapatmenyebabkan terjadinya denaturasi nutrisi-
nutrisi penting yang terkandung dalam bahan pangan. Selain itu juga dapat menyebabkan
perubahan kualitas organoleptik pada bahan pangan, seperti timbulnya perubahan warna,
rasa, dan aroma. Kelemahan proses yang melibatkan suhu tinggi ini dapat diatasi dengan
proses pengawetan nontermal. Salah satu metode pengawetan nontermal yang dapat
digunakan adalah metode iradiasi pangan. Iradiasi merupakan suatu proses alternatif untuk
mengurangi kerusakan bahan pangan akibat pemaparan terhadap suhu tinggi dalam usaha
pengawetan. Iradiasi pangan ini sudah banyak diterapkan untuk mengawetkan produk
rempah-rempah, biji-bijian, dan ikan kering dengan dosis maksimal sebesar 10 kGy. Proses
iradiasi dilakukan dengan mengekspos bahan pangan baik yang dikemas maupun yang tidak
terhadap sejumlah radiasi ionisasi yang terkontrol dalam waktu tertentu untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan
gelombang elektromagnetik. Prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, persyaratan
keselamatan dan pengaruh iradiasi terhadap pangan harus diperhatikan Inovasi untuk
menggunakan dosis iradiasi yang lebih tinggi dilakukan untuk menghasilkan produk yang
bebas dari bakteri patogen dan bakteri berspora, sehingga dapat menghasilkan produk yang
steril dan berkualitas serta tanpa mengurangi cita rasanya. Produk pangan yang akan
diiradiasi dengan dosis tinggi dikemas di dalam kantung laminasi PET/Al-foil/LLDPE dalam
kondisi vakum 80%, kemudian disterilkan dengan radiasi pengion pada dosis 45 kGy dalam
kondisi beku (-79ºC), selanjutnya disimpan pada suhu 28-30oC. Produk steril tersebut dapat
bertahan selama 1.5 tahun tanpa mengalami penurunan kualitas dan nilai gizi yang berarti.
Salah satu pangan yang diiradiasi dengan metode ini adalah ikan pepes. Ikan pepes ini dapat
langsung dikonsumsi karena steril dan tetap bergizi. Akan tetapi belum diketahui efek secara
kimia dan biologi terhadap tubuh, sehingga perlu adanya kajian toksikologi sebelum
teknologi ini dapat diterapkan secara komersial. Salah satu metode uji yang dapat digunakan
adalah dengan melihat pengaruh produk terhadap perubahan pada sel manusia. Pengaruh
tersebut dapat diamati dengan uji terhadap sel eritrosit. Apabila produk memicu terjadinya
hemolisis eritrosit maka kemungkinannya produk tersebut memiliki efek negatif terhadap
tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan uji untuk melihat pengaruh produk terhadap sistem
imun manusia. Pada uji dilakukan pengamatan efek produk terhadap proliferasi limfosit
manusia karena limfosit merupakan bagian dari sistem imun. Pada umumnya, bagian ikan
yang dikonsumsi adalah bagian dagingnya saja dan tulang tidak dimakan. Akan tetapi bagian
tulang pada produk ikan tulang lunak menjadi bagian yang dapat dimakan, oleh karena itu
perlu dilakukan uji pada tulang. Senyawa-senyawa radikal yang labil dan terbentuk karena
proses iradiasi dapat menjadi stabil pada tulang dan daging. Senyawa-senyawa radikal inilah
yang dapat membuat kerusakan pada sel tubuh atau perubahan pada sistem imun karena
sifatnya yang sangat reaktif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh dari tulang ikan iradiasi dosis tinggi terhadap hemolisis eritrosit dan proliferasi
limfosit manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia
harus dimatikan,
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
2.2 Proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya
adalah:
1. Blanching
Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe
pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan
menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC
selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air
mendidih selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama
blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase,
walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis
enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-
sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan suatu proses pengolahan.
Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan pemanasan pendahuluan
dengan blanching, antara lain adalah pembekuan, pengeringan dan pengalengan. Sebagai
medium blanching biasa digunakan air, uap air atau udara panas dengan suhu sesuai yang
diinginkan. Suhu dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan
dan tujuan blanching. Umumnya blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100C selama
beberapa menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blanchingdilakukan pada suhu 80C.
Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan
pengeringan.
b. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan.
Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-masing
berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan
pengeringan adalah:
a. Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.
b. Menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan pangan.
c. Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat menyebabkan
adanya off flavor (flavor yang tidak diinginkan).
d. Mempertahankan warna alami dari bahan pangan.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan
uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan
bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang
akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah
blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-
cepat didinginkan dengan air. Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau,
karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke
dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air
mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari
l00C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa menit
tergantung pada tingginya suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin
singkat waktu yang dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses
pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikroba
pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk atau penyebab penyakit seperti bakteri
penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Pemanasan dalam
proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap air, air panas atau udara
panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses
pasteurisasi tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas. Namun perlu
diperhatikan juga sensitivitas bahan pangan yang bersangkutan terhadap panas. Pada
prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya waktu pemanasan yang
terbaik untuk suatu bahan pangan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
metode l) Low Temperature Long Time atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature
Short Time yang disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C selama 30
menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 7I,7C selama 15 detik.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan
bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat,
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak
lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya
akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu.
Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara
pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan
di bawah 100 oC. Contohnya :
Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.
4. Pengasapan
Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat
pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan
yaitu ; ikan, daging.
5. Pembakaran
Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan
pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara
pembakaran seperti daging, ikan, roti bakar,
6. Penjemuran di bawah sinar matahari
Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa
tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie
kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakao,dan lain – lain.
Alat yang digunakan dalam proses pemanasan; Alat-alat pemanas yang umum
digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas
sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga misalnya alat
pamasak nasi (dandang atau kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan
di pabrik pengolahan digunakan otoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi.
Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan
dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai
dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100 – 105 oC
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.
Memasak, menggoreng, membakar dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan pangan yang
menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih
enak dan lebih awet karena panas juga akan mematikan sebagian dari mikroorganisme dan
menonaktifkan enzim-enzim, serta dapat membuat makanan menjadi lebih aman karena
toksin-toksin tertentu rusak oleh pengaruh panas. Pengawetan suhu tinggi adalah proses-
proses komersial pada penggunaan panas terkontrol dengan baik.
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan,
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses diantaranya
adalah:
1. Blanching
Pemanasan pendahuluan yang biasanya diperlakukan pada sayur dan buah-buahan
yang akan disimpan pada suhu beku,menonaktifkan enzim
(Lipoksigenase,perosidase,polifenoksidase,poligalakturonase,klorofilnase,dan
katalase).
2. Sterilisasi komersial
Proses ternal yang memastikan semua mikroorganisme beserta spora-sporanya (pada
umumnya dilakukan pada suhu 121 0c selama 15 menit).
3. Pasteurisasi
Perlakuan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi dan biasanya suhu yang
digunakan di bawah 100 oc.
3.2 Saran
Pada pemakaian suhu tinggi,ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan;
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia
harus dimatikan.
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus di perhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode
pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah
sangat familier dalam aktivitas kita sehari-hari. Pemasakan dengan sistem
penggorengan, pemanggangan, pembakaran, dan rebus adalah metode-metode
sederhana yang digunakan untuk mengolah bahan pangan. Pengolahan dengan
penggunaan suhu tinggi ini sebenarnya tidak hanya untuk memperoleh cita
rasa yang diinginkan, tetapi juga memiliki fungsi untuk memperpanjang umur
simpan.
Umur simpan menjadi lebih panjang karena aktivitas mikroba dan aktivitas
biokimia benar-benar terhenti pada proses dengan suhu tinggi, apabila
digunakan suhu yang tepat, sehingga pangan menjadi lebih awet. Suhu yang
digunakan tergantung dengan kebutuhan dan karakteristik bahan pangan.
Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang
digunakan untuk mematikan mikroba
Pengolahan dengan suhu tinggi harus tetap memperhatikan tujuan utama dari
bahan pangan itu sendiri, yaitu sumber energi, fungsi kesehatan, serta
kenikmatan visual dan citarasa. Hal ini tentu harus menjadi pertimbangan
karena penggunaan suhu tinggi dapat merusak bahan pangan apabila
penggunaannya berlebihan. Oleh karena itu suhu yang digunakanpun harus
disesuaikan dengan tujuan pengolahan dan karakteristik pangan yang diolah.
Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakukan dengan suhu pemanasan 65oC selama 30 menit. Pada suhu
dan waktu proses ini sebagian besar mikroba pathogen dan mikroba penyebab
kebusukan telah musnah, namun jenis mikroba lainnya tetap hidup.
Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan
asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu
merusak gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua
jenis mikroba mati dengan proses ini, pengawetan dengan pasteurisasi
biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama. Misalkan susu yang
dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu
kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat bertahan hingga
seminggu.
1. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75oC
dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.
2. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60oC
dalam waktu 30 menit.
3. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130oC selama hanya
0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi. Dalam proses ini semua
MIKROBA mati , sehingga susunya biasanya disebut susu steril.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-
sporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora
mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama
15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan
sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik
didih. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat.
Contoh dari sterilisasi adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti
sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya.
Bot Pranadi
http://www.gagaspertanian.com/2011/02/pengawetan-dengan-suhu-tinggi.html
Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15
menit. Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme,
melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh
microorganisme. Autoklaf terutama ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten
yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada
spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel
vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100 °C, yang merupakan titik
didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam
waktu 4-5 menit, di mana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada
suhu 65 °C
Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf mencapai 121 °C[3].
Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer panas pada bagian dalam autoklaf
akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa
semua objek bersuhu 121 °C untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan
ketika cairan dalam volume besar akan diautoklaf karena volume yang besar membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa autoklaf diuji dengan indicator
biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.
Daftar isi
1Jenis-jenis
o 1.1Gravity Displacement Autoclave
o 1.2Prevacuum atau High Vacuum Autoclave
2Lihat Pula
3Referensi