Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

“Pemanasan”

Dosen Pembimbing: Rahmani, S.TP MP.

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Anggota Kelompok:

Mayang Resty Muliani

Nahda Fitriah

Ni Ketut Susanti

Nur Laily Rahmawati

Rahmadhayanti

Septi Nur Islami Prodi:

Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2019/2020

KATA PENGANTAR

1
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pertama-tama Saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan berkat,
rahmat, taufik dan hidayah-Nya lah Saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Pemanasan
dalam Bahan Pangan”. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW. Serta kepada para keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, baik secara moril maupun materil sehingga
tersusunlah makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangannya, baik
dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan
kami. Oleh sebab itu, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat, bagi
pembaca pada umumnya dan untuk kami pada khususnya.

Akhir kata kami berharap agar Makalah Teknologi Pangan dengan judul yang telah disebutkan di
atas dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banjarbaru, Januari 2021

Tim Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan ......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 6

A. Pengertian Pemanasan dalam Teknologi Pangan ........................................ 6

B. Prinsip Pengolahan dan Pengawetan dalam Pemanasan.............................. 6

C. Syarat Pengolahan dan Pengawetan dalam Pemanasan ............................... 7

D. Faktor yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan ............................ 8

E. Proses Pengolahan Pangan dengan Metode Pemanasan .............................. 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 17

A. Kesimpulan .................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus selalu tersedia dalam
jumlah yang cukup, mutu yang memadai, dan harga terjangkau untuk dapat menjamin
kelangsungan hidup. Bahan pangan umumnya mudah rusak baik disebabkan oleh pengaruh
cuaca, serangan serangga maupun mikroba terutama yang dapat memproduksi toksin
mematikan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan teknologi tepat guna yang dapat mencegah
kerusakan berlanjut.

Pemanasan bahan pangan diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam


pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi
lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan
pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup

3
dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan
menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun
dari bakteri Clostridium botulinum.

Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun
disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan
ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya.Setiap jenis
pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di
dalamnya.

Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang


ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi
suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan
mikroba. Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan,
penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan
menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas
terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pemanasan dalam Teknologi Pangan
2. Apa saja prinsip pengolahan dan pengawetan dalam pemanasan
3. Apa saja syarat pengolahan dan pengawetan dalam pemanasan
4. Apa saja faktor yang memengaruhi pengolahan dan pengawetan dalam proses
Pemanasan
5. Bagaimana proses pengolahan pangan dengan metode pemanasan

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa itu pemanasan dalam Teknologi Pangan
2. Untuk mengetahui dan memahami Apa saja prinsip pengolahan dan pengawetan
dalam pemanasan
3. Untuk mengetahui dan memahami Apa saja syarat pengolahan dan pengawetan dalam
pemanasan
4. Untuk mengetahui dan memahami Apa saja faktor yang memengaruhi pengolahan dan
pengawetan dalam proses Pemanasan

4
5. Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana proses pengolahan pangan dengan
metode pemanasan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemanasan dalam Teknologi Pangan

Perkembangan teknologi pangan yang semakin canggih berdampak pada perkembangan


cara penanganan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi produk pangan kepada konsumen.
Cara pengawetan pangan komersial digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu pengeringan,
penyimpanan suhu rendah, proses termal (pemanasan), penggunaan bahan pengawet, dan
irradiasi. Penyimpanan suhu rendah terbagi menjadi refrigerasi dan pembekuan. Sedangkan
proses termal (pemanasan) dapat dibagi menjadi pasteurisasi, sterilisasi, dan blansing (Afrianti,
2008).

Pemanasan dalam teknologi pangan adalah suatu cara yang efektif untuk mengawetkan
makanan karena sebagian besar pathogen berbahaya dalam tubuh mati. Teknik pemanasan ini
diterapkan pada bahan makanan padat dan cair. Proses pemanasan bertujuan untuk mematikan
atau mencegah perkembangan mikroorganisme yang membusukkan makanan. Dalam hal ini,

5
pemanasan adalah bentuk pengawetan makanan yang sebanding dengan pembekuan tetapi jauh
lebih unggul efektifitasnya.

Dalam prosesnya, penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan
sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan
kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun
rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang
hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan.

Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba
yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama
penanganan dan penyimpanan. Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.
Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin
tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan
mikroba. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar
mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di
hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya
dengan bahan pengawet.

B. Prinsip Pengolahan dan Pengawetan dalam Pemanasan

Pada pengolahan/pengawetan pada suhu tinggi, ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan.
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan

C. Syarat Pengolahan dan Pengawetan dalam pemanasan

Beberapa syarat pengawetan pangan dengan panas sebagai berikut :


a. Jumlah panas harus cukup untuk mematikan miroba pembusuk dan mikroba patogen yang
paling resisten.

b. Jumlah panas tidak menyebabkan kerusakan citarasa.

c. Menghasilkan produk yang aman dikonsumsi


Tabel.1. Ketahanan Panas Beberapa Bakteri yang penting dalam sterilisasi komersial
Golongan Bakeri Ketahanan Panas

6
D Z

Bahan Pangan Berasam Rendah (pH>4,5)

Termofilik(spora)

Golongan Flat sour 4.0-5.0 14-22


(B.stearothermophilus)

Golongan Pembusuk/Produksi Gas 3.0-4.0 16-22


(C.thermosaccharolyticum)

Golongan Pembentuk Bau Sulfida 2.0-3.0 16-22


(C.nigrificans)

Meshofilik (spora)

PA (Putrefactive Anaerob) (Clostridium 0.10- 14-18


botulinum) type A dan B 0.20

Clostridum sporogenes (termasuk 0.10- 14-18


PA.367a) 1.50

Bahan Pangan Asam (ph 4.0-4.5)

Thermofil(spora)

Bacillus coagulant 0.01- 14-18


0.07

Mesofil

B,polymyxa dan B.macerans 0.10- 12-16


0.50

Anaerob Butirat (C.pasteurianu) 0.10- 12-16


0.50

Bahan Pangan Berasam


Tinggi(pH<4)
Lactobacillus sp, Leukonostoc sp., dan 0.50- 8-10
kapang serta khamir 1.00
Ket : D = waktu (menit) yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk memusnahkan
90% dari spora atau sel vegetatif mikroba tertentu.

Z = Jumlah ⁰F yang dibutuhkan untuk menurunkan 1 siklus log dari kurva destruksi panas

7
Tabel.2. Ketahanan panas beberapa komponen bahan pangan
Komponen Z (⁰F) D (menit)

Vitamin 45-55 100-1000

Warna ,tekstur, 45-80 5-500


citarasa

Enzim 12-100 1-10

Sel vegetatif 8-12 0.002-0.02

Spora Bakteri 12-22 0.1-5.0

D. Faktor Yang Memengaruhi Pengolahan dan Pengawetan dalam proses Pemanasan Faktor

yang menentukan tinggi suhu dan lama processing, yaitu :

1. Macam makanan (cair, padat, kombinasi). Perpindahan panas yang lambat


merupakan faktor pembatas dan sterilisasi. Bahan berbentuk cairan atau bahan yang
dicampur dengan cairan memiliki sifat pindah panas yang baik. Hal sebaliknya jika
berbentuk padatan memiliki perpindahan panas yang kurang baik.

2. Cara mengisikan makanan dalam kaleng

3. Bawah wadah. Panas akan cepat menetrasi ke dalamk bahan bila ukuran kemasan
adalah kecil
4. Besar kaleng

5. Ketebalan irisan makanan

6. Suhu retort dan suhu awal makanan. Perbedaan suhu yang tinggi akan pemanas dan
produk akan disterilisasi akan mempercepat penetrasi panas.

7. Rotasi/agitasi (continue, diskontinue)

8. Letak kaleng dalam retort

9. Bentuk kemasan, wadah yang ramping tinggi meningkatkan arus konveksi.

10. Jenis kemasan, penetrasi panas akan lebih cepat terjadi pada kemasan yang terbuat
dari logam daripada gelas atau plastik.

E. Proses Pengolahan Pangan dengan Metode Pemanasan

8
1. Cooking
1. Penggorengan Minyak dengan Pemanasan Uap
Penggorengan minyak dengan pemanasan uap ini biasanya ada pada pabrik pengawetan
ikan biasanya terdiri dari penggorengan ikan dengan minyak tumbuhtumbuhan.
Peralatan yang pada umumnya dipergunakan untuk menangani perkerjaan ini terdiri
dari berbagai macam penggoreng minyak yang dipanaskan dengan uap, dengan
mempertimbangkan alasan-alasan yang mendasar diantaranya : hasilan, kualitas dari
penggorengan, boros tidaknya minyak dan bahan baku, kebutuhan minyak per produk,
koefisien perpindahan panas uap/minyak, tingakat mekanisasi dan otomatisasi dari
proses penggorengan, fasilitas dari operasi dan keamanan.

Penggorengan minyak uap panas dipakai pada pabrik pengawetan ikan mempunyai
pengubah panas jenis tabung (satu, dua atau lebih dari deretan tabung boleh dipakai)
yang mudah dioperasikan dan dilayani adalah pengubah panas dua deret dengan
tabung-tabung berbentuk oval. Biasanya suhu yang digunakan adalah sekitar 1500C
dengan lama waktu sekitar 8 menit.

2. Penggoreng Panas Gas dan Listrik


Penggoreng-penggoreng listrik dan gas dipakai untuk menggoreng ikan dan hasil
pangan lainnya, pada pabrik kecil misalnya pabrik pengawetan ikan. Body penggoreng
di las dari baja tahan karat dan lembaran pelat tahn panas. Body memiliki suatu bungkus
yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian belakang dbuat kaku dan tetap, sedangkan
sebagian, depan dibuat disesuaikan dengan produk. Penggorengan listrik dipanaskan
dengan elemen listrik dan penggorengan gas dipanaskan dengan gas. Penggorengan
diisi dengan minyak pada tingkat ketinggian tertentu dan dipanaskan dengan
peningkatan suhu.

Bahan pangan diletakkan didalam keranjang kerangka segi empat pada bagian
bawahnya terbuat dari kawat baja tahan karat dengan diameter sekitar 2 mm, keranjang
dan bahannya ditempatkan secara manual didalam penggorengan, sedang hasil dari
penggorengan bisa dipindah gerakkan secara manual keluar dari minyak mendidih.
Penggorengan dipasang dengan sensor pengukur suhu dengan sendirinya dengan
mengamati setiap detik perubahan suhu yang terjadi pada minyak.

2. Blanching
Blanching adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara
langsung pada suhu kurang dari 100⁰C selama kurang dari 10 menit. Meskipun bukan
untuk tujuan pengawetan pada umumnya , proses termal ini merupakan suatu tahap
proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum dikalengkan, dikeringkan,
atau dibekukan.

9
Tergantung dari proses selanjutnya, tujuan blanching dapat berbeda-beda. Dalam
proses pengeringan dan pembekuan, blanching dilakukan untuk meninaktifkan enzim
yang tidak diinginlan yang mungkin dapat merubah warna, tekstur, citarasa, maupun
nilai nutrisisnya selama penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blanchingadalah
untuk melayukan jaringan tanaman agar supaya mudah di pak, menghilangkan gas dari
dalam, jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal bahan sebelum
diserilisasi.

Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya maka blanching dapat
dibedakan menjadi dua,y aitu:
Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan.
a. Blanching sebagapi erlakuanp endahuluanu ntuk prosesp engalengan.
b. Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk masing-masing
c. adalah berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses
d. pembekuan dan pengeringan adalah:
e. Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.
f. Menginaktifkan enzim yang dapatm enyebabkanp enurunank ualitas bahan pangan.
g. Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat menyebabkan
adanya offflavor (flavor yang tidak diinginkan).
h. Mempertahankanw arna alami dari bahanp angan.

Sebagai contoh, biasanya Aspeigillus glaucus tumbuh pada buah-buahan yang


dikeringkan dan berkadar gula tinggi, seperti sale pisang dan kurma. Tumbuhnya
mikroba pada bahan pangan yang dikeringkan dapat dikurangi apabila sebelum
pengeringan terlebih dulu dilakukan blanching. Suhu dan lamanya waktu blanching
berbedar urtuk masing-masing bahan pangan.

Proses blanching dapat dioptimasi hanya melalui faktor-faktor diluar suhu dan waktu
proses. Faktor yang harus diperhatikan tersebut misalnya kehilangan karena terlarut
dalam medium dan kerusakan karena teroksidasi.

3. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses termal yang dilakukan pada suhu kurang dari 100⁰C, akan
tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit
tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat
proses pemanasannya. Pasteurisasi umumnya suatu proses termal yang
dikontaminasikan dengan proses pengawetan lainnya seperti proses fermentasi atau
penyimpanan pada suhu rendah (refrigasi).Tujuan utama proses termal pada pasteuisasi
adalah untuk menginaktifkan sel –sel vegetatif dari mikroba patogen. Agar
memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain

10
misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya, pada beberapa
bahan pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk.

Pengusaha pengolahan pangan memandang pasteurisasi sebagai upaya memperpanjang


masa simpan pangan dengan mempergunakan panas untuk mengurangi organisme
perusak yang terdapat dalam bahan. Untuk beberapa produk, perlakuan pasteurisasi
memberikan keuntungan lain, karena perlakuan panas dapat menghilangkan bakteri
patogen. Sebagai contoh dalam hal susu, persyaratan undangundang menyebutkan
bahwa proses pasteurisasi harus cukup untuk membunuh Mycobacterium tuberculosis
dan Brucella abortus.

Menurut buku Teknolohi Pengawetan Pangan, Norman W, pada peraturan yang yang
sekarang, ada dua proses yang direkomendasikan :
1. “The Holder Process”, susu dibiarkan pada suhu 62,8oC (145oF) untuk paling
sedikit 30 menit, kemudian didinginkan dengan cepat sampai suhu 10oC (50oF).
2. Proses HTST (High Temperature Short Time), susu dipanaskan pada suhu 71,7oC
(161oF) untuk paling sedikit 15 detik dan didinginkan dengan segera sampai suhu
10oC (50oF).

Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu


1. HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar
75⁰C dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.
2. LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar
60⁰C dalam waktu 30 menit.
3. UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130⁰C selama
hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi.

Dalam proses ini semua MIKROBA mati , sehingga susunya biasanya disebut susu
steril.
Prinsip pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan
bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat.
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.

Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang
digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :
• pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
• pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.

11
4. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
sporasporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan
memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba
bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu
121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk
sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini dapat
menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh dari sterilisasi adalah produk-
produk olahan dalam kaleng seperti sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya.
Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :
1. Sterilisasi biologis
Sterilisasi biologis adalah suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya
segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan.
2. Sterilisasi komersial
Sterilisasi komersial adalah suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang
bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati. Pada produk yang steril komersial
masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora
tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau
tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan
berkembang biak.

Dari ketiga proses termal jelas bahwa karakteristik utama masing-masing proses
berbeda-beda. Blansing mempunyai karakteristik menginaktifkan enzim, pasteurisasi
untuk menginaktifkan sel vegetative mikroba pathogen atau pembusuk, sedangkan
sterilisasi komersial untuk menginaktifkan spora mikroba pembusuk khususnya yang
anaerobic. Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas :
a. Sterilisasi dengan pemijaran, digunakan untuk sterilisasi alat-alat laboratorium
seperti jarum ose dan lain-lain. Caranya dipanaskan dengan membakar alat-
alat tersebut di atas lampu spirtus sampai pijar.
b. Sterilisasi dengan udara panas, sering disebut sterilisasi kering, dilakukan
untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat dari gelas. Pemanasan dilakukan
pada suhu 170-180⁰C selama 1,5-2 jam menggunakan oven.
c. Sterilisasi dengan uap air bertekanan, digunakan untuk mensterilkan alat-alat
atau bahan-bahan yang tidak rusak karena pemanasan dengan tekanan tinggi.
Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf.
d. Sterilisasi dengan uap air panas, tidak dilakukan pada bahan-bahan yang
bukan cairan. Bahan-bahan yang disterilkan dengan cara ini umumnya adalah
media kultur yang tidak tahan dengan panas tinggi.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan

12
pemanasan selama 15 menit pada suhu 121⁰C atau ekivalennya , artinya semua partikel
bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas.

Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan
bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf
akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi
perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu
dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang
cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai
keadaan steril komersial. Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial
adalah kira-kira 2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat
pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya
akibat reaksi-reaksi kimia.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang
sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan
ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa
jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai
risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan
racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng.Oleh karena itu spora
bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1⁰C selama 15 menit dengan menggunakan
uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.

Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen


termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi
komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu
kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC),
karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih
terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan
menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.
Susu dapat disterilkan dengan 2 cara baik dengan proses sterilisasi dalam botol atau
dengan proses perlakuan pemanasan ultra (Ultra Heat Treatment), yaitu

1. Proses sterilisasi di dalam botol (The in bottle sterilisation process)


Pada proses ini susu dipanaskan untuk membunuh sel mikroorganisme dan sebagian
besar sporanya susu ini dapat disimpan selama paling tidak seminggu (biasanya lebih
lama) tanpa pendingin. Mula-mula susu dihomogenisasi, ukuran globula lemak
diperkecil sedemikian rupa sehingga terdistribusi merata dan tidak membentuk lapisan
krim dipermukaan. Ini bisa dicapai dengan memanaskan suhu sampai sekitar 60 oC dan
memaksanya lewat sebuah lubang kecil dengan tekanan yang tinggi. Susu kemudian

13
disaring, dimasukkan kedalam botol kaca dan ditutup rapat. Peraturan yang sekarang
berlaku diInggris ialah bahwa susu harus dipanaskan sampai minimal 100 oC dan diuji
kekeruhannya harus negatif. Hasil negatif pada uji kekeruhan ini membuktikan bahwa
perlakuan pemanasan telah cukup untuk mendenaturasi protein yang latur dalam air,
yaitu laktalbumin. Suatu perlakuan pemanasan seperti tersebut diatas terlalu ringan
untuk dapat mencapai sterilitas yang diinginkan, dan dalam prakteknya susu dapat
dipanaskan sampai suhu antara 105oC sampai 110oC selama 20-40 menit.

Kerugian-kerugian utama dari susu yang disrerilkan adalah :


1. Flavour berubah dan susu memiliki rasa masak (cooked taste)
2. Warna susu berubah, disebabkan karena karamelisasi senyawa gula dan reaksi
pencoklatan Maillard yang terjadi antara gula dan asam-asam amino.
3. Proses mengalami denaturasi dan nilai biologik protein susu sedikit berkurang.
4. Kandungan vitamin berkurang, tiamin dan asam askorbat adalah
vitaminvitamin yang paling terpengaruh. Namun demikian kehilangan asam
askorbat tidak begitu berarti, sebab susu bukan merupakan sumber yang
penting bagi vitamin C.

2. Proses “UHT”
Pada proses ini, dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi dengan waktu yang sangat
pendek. Proses semacam ini akan membunuh semua organisme dan sporanya tanpa
memberikan pengaruh yang berarti terhadap flavour, warna dan nilai gizi pangan. Ini
adalah suatu proses dengan aliran kontinyu, dengan memanaskan susu pada suhu antara
135oC hingga 150oC selama 1 sampai 3 detik dalam alat penukar panas berlempeng
banyak. Kemudian dituangkan pada kondisi aseptis ke dalam wadah steril yang
kemudian ditutup. Susu ini bebas bakteri dan akan tahan disimpan dalam keadaan
tertutup selama 6 bulan atau lebih.

5. Pengasapan
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan
makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak
terpanggang atau terbakar.

Fungsi dan Tujuan Pengasapan Fungsi:


• Desinfektan, didukung panas
• Pemberi flavor dan warna
• Pengawet, mencegah tengik (antioksidasi) Tujuan:
• Untuk mengawetkan/memperpanjang masa simpan

14
• Memperoleh cita rasa dan kenampakan yang khas
• Meningkatkan nilai ekonomi produk yang diasap

1. Metode Pengasapan Tradisional


Metode pengasapan tradisional ada 2 yaitu:
• Panas
Sumber asap berada langsung di bawah lemari asap dan langsung mengenai bahan
yang diasap, suhu 50-60oC. Pengasapan panas memerlukan waktu beberapa jam. Bisa
sekalian memasak. Jika sekalian sampai masak, Usahakan suhu dalam ruang asap
sekitar 55-82oC.
• Dingin
Pengasapan dingin bisa jauh lebih lama, kadang beberapa hari. Bahan agak jauh dari
sumber asap. Asap dialirkan melalui pipa aliran asap kemudian mengenai bahan yang
diasap, suhu berkisar 30-40oC. Bahkan ada yang suhunya di bawah 30oC.
Pengasapan dingin tidak bisa memasakkan.
• Sebagian besar mikroorganisme masih hidup
• Biasa dilakukan pada daging babi

Kelemahan Pengasapan Tradisional:


• Waktu persiapan lama
• Tidak terkontrol kualitasnya
• Cemaran bau asap
• Resiko kebakaran
• Waktu optimum dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan
• Menghasilkan senyawa karsinogen seperti fenol, nitrosamin, benzopiren

2. Metode Pengasapan Modern


• Pengasapan dengan fase gas
• Pengasapan dengan asap cair. Prinsip pengasapannya adalah bahan
direndam/dicelupkan dalam asap cair diikuti dengan pengeringan.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pemanasan dalam teknologi pangan adalah suatu cara yang efektif untuk mengawetkan
makanan karena sebagian besar pathogen berbahaya dalam tubuh mati. Teknik pemanasan ini
diterapkan pada bahan makanan padat dan cair. Proses pemanasan bertujuan untuk mematikan atau
mencegah perkembangan mikroorganisme yang membusukkan makanan.

Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya


tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan,
makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.

Beberapa contoh Proses pemanasan yang sering dijumpai diantaranya cooking, blanching,
pasteurisasi, sterilisasi, dan pengasapan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Koeswardhani, M.M.,dkk. 2006. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka


Muchtadi., Tien R.1999. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Dirjend Pendidikan Tinggi Pusat Institut Pertanian Bogor
https://www.academia.edu/38565862/8_pengolahan_dengan_suhu_tinggi_docx diakses pada 21
januari 2020.
https://www.academia.edu/20412213/MAKALAH_TENTANG_CARA_PENGAWETAN_MA
KANAN_SECARA_ALAMI diakses pada 21 januari 2020.

17

Anda mungkin juga menyukai