Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PEMANASAN BAHAN MAKANAN


Disusun untuk memenuhi tungas matah kuliah Teknologi pangan dan Gizi yang di
ampuh oleh Bapak Sunarto kadir, M,KES
KELOMPOK III

AGUS DJAFAR (811417040)


DESITA DJIBU ( 811417029)
NENI SALCIA NINGSI (811417149)

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Salawat serta salam semoga
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, semoga curahan Rahmat-
Nya sampai kepada kita semua.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman
Jurusan Kesehatan Masyarakat serta bimbingan dari semua pihak sehingga
makalah ini dapat selesai.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini, untuk itu kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penyusunannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua.

Gorontalo, Februai 2020

Penyusun
Kelompok III

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jelaskan Wabah pengolahan dan pemanasan
2.2 Jelaskan Kerusakan mikrooganisme karena pemanasan
2.3 Jelaskan Penilayan keamanan pengolan panas
2.4 jelaskan kerusakan makanan kaleng
2.5 Jelaskan Alat pengolahan dengan panas
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pengawetan pangan konvensional yang dikenal selama ini
menggunakan proses pengolahan dengan suhu tinggi, misalnya saja dalam
proses sterilisasi, pasteurisasi, dan pengalengan. Penggunaan suhu tinggi ini
dapatmenyebabkan terjadinya denaturasi nutrisi-nutrisi penting yang
terkandung dalam bahan pangan. Selain itu juga dapat menyebabkan
perubahan kualitas organoleptik pada bahan pangan, seperti timbulnya
perubahan warna, rasa, dan aroma. Kelemahan proses yang melibatkan suhu
tinggi ini dapat diatasi dengan proses pengawetan nontermal. Salah satu
metode pengawetan nontermal yang dapat digunakan adalah metode iradiasi
pangan. Iradiasi merupakan suatu proses alternatif untuk mengurangi
kerusakan bahan pangan akibat pemaparan terhadap suhu tinggi dalam usaha
pengawetan. Iradiasi pangan ini sudah banyak diterapkan untuk mengawetkan
produk rempah-rempah, biji-bijian, dan ikan kering dengan dosis maksimal
sebesar 10 kGy. Proses iradiasi dilakukan dengan mengekspos bahan pangan
baik yang dikemas maupun yang tidak terhadap sejumlah radiasi ionisasi yang
terkontrol dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang
menerapkan gelombang elektromagnetik. Prinsip pengolahan, dosis, teknik
dan peralatan, persyaratan keselamatan dan pengaruh iradiasi terhadap pangan
harus diperhatikan Inovasi untuk menggunakan dosis iradiasi yang lebih tinggi
dilakukan untuk menghasilkan produk yang bebas dari bakteri patogen dan
bakteri berspora, sehingga dapat menghasilkan produk yang steril dan
berkualitas serta tanpa mengurangi cita rasanya. Produk pangan yang akan
diiradiasi dengan dosis tinggi dikemas di dalam kantung laminasi PET/Al-
foil/LLDPE dalam kondisi vakum 80%, kemudian disterilkan dengan radiasi

4
pengion pada dosis 45 kGy dalam kondisi beku (-79ºC), selanjutnya disimpan
pada suhu 28-30oC. Produk steril tersebut dapat bertahan selama 1.5 tahun
tanpa mengalami penurunan kualitas dan nilai gizi yang berarti. Salah satu
pangan yang diiradiasi dengan metode ini adalah ikan pepes. Ikan pepes ini
dapat langsung dikonsumsi karena steril dan tetap bergizi. Akan tetapi belum
diketahui efek secara kimia dan biologi terhadap tubuh, sehingga perlu adanya
kajian toksikologi sebelum teknologi ini dapat diterapkan secara komersial.
Salah satu metode uji yang dapat digunakan adalah dengan melihat pengaruh
produk terhadap perubahan pada sel manusia. Pengaruh tersebut dapat diamati
dengan uji terhadap sel eritrosit. Apabila produk memicu terjadinya hemolisis
eritrosit maka kemungkinannya produk tersebut memiliki efek negatif
terhadap tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan uji untuk melihat pengaruh
produk terhadap sistem imun manusia. Pada uji dilakukan pengamatan efek
produk terhadap proliferasi limfosit manusia karena limfosit merupakan
bagian dari sistem imun. Pada umumnya, bagian ikan yang dikonsumsi adalah
bagian dagingnya saja dan tulang tidak dimakan. Akan tetapi bagian tulang
pada produk ikan tulang lunak menjadi bagian yang dapat dimakan, oleh
karena itu perlu dilakukan uji pada tulang. Senyawa-senyawa radikal yang
labil dan terbentuk karena proses iradiasi dapat menjadi stabil pada tulang dan
daging. Senyawa-senyawa radikal inilah yang dapat membuat kerusakan pada
sel tubuh atau perubahan pada sistem imun karena sifatnya yang sangat
reaktif. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari tulang ikan iradiasi dosis tinggi terhadap hemolisis eritrosit dan proliferasi
limfosit manusia.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki
interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan
jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha
untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah

5
satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan
yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan
dikonsumsi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-


perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan
semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin
sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan
bahan makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian
diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang
telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat
itu sendiri. Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah
proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan
yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?

Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini


mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun
makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi.
Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat
lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi
terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi
sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan,
Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan seringkali
melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented
dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka
peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan
untuk masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan belpagai bahan
tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi,

kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah


penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok

6
masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan
makana tanpa memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap
kesehatan masyarakat, hal inilah yang mendorong diperlukannya berbagai
regulasi/peraturan dari instansi terkait Agar dapat melindungi konsumen dari
pelbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan diindonesia. Selain
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di bawah
Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh
Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen
Perindustria rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga adanya
rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan memberikan pemaham
kepada masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan kehidupan

2.1 Rumusan masalah


1. Apa Pengertian wabah pengolahan dengan pemanasan?
2. Apa saja kerusakan mikroorganisme karena panas?
3. Apa saja penilaian keamanan pengolahan panas?
4. Apa saja kerusakan pada makanan kaleng?
5. Apa saja pengolahan dengan panas?

3.1 Tujuan
1. Untuk biasa mengetahui pengertian wabah pengolahan dengan
pemanasan
2. mengetahui kerusakan pada mikrooganisme karena panas.
3. Untuk mengetahui penilaian keamanan pengolahan panas
4. Untuk mengetahui kerusakan pada makanan kaleng
5. Mengetahui pengolahan dangan panas

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Wabah Pengolahan Dengan pemanasan.


Pengolahan pangan dengan suhu tinggi ialah pengolahan pangan yang
menggunakan panas diatas suhu normal (suhu ruang). Yang dimaksud dengan
suhu ruang adalah suhu dalam keadaan ruang yaitu berkisar 27C hingga 30C.
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan
pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat
makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu
tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan
bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba
dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena
racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri
Clostridium botulinum. Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak
bahan makanan, meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya
pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis
bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat
di dalamnya. Misalnya untuk susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan
sekitar 62 oC selama 30 menit.

Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang


ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.
Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang
digunakan untuk mematikan mikroba. Pada umumnya pengawetan dengan
suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun

8
pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu
tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali
dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
yaitu :

1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan


kesehatan manusia harus dimatikan,

2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi


makanan,

3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus


dipertahankan.

2.2 Proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi.

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses


diantaranya adalah:

1. Blanching

Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan


pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C
selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya
suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh
blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih
selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama
blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan
katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut
mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing
biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan
dikalengkan atau dikeringkan.

9
Blanching biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan suatu proses
pengolahan. Proses pengolahan pangan yang menggunakan perlakuan pemanasan
pendahuluan dengan blanching, antara lain adalah pembekuan, pengeringan dan
pengalengan. Sebagai medium blanching biasa digunakan air, uap air atau udara
panas dengan suhu sesuai yang diinginkan. Suhu dan lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pemanasan tergantung pada bahan dan tujuan blanching.
Umumnya blanching dilakukan pada suhu kurang dari 100C selama beberapa
menit. Kebanyakan bahan pangan, biasanya blanchingdilakukan pada suhu 80C.

Berdasarkan atas proses yang akan dilakukan selanjutnya


maka blanching dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses


pembekuan dan pengeringan.

b. Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses


pengalengan.

Adapun tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk


masing-masing berbeda. Tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan
untuk proses pembekuan dan pengeringan adalah:

a. Mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan.

b. Menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan penurunan kualitas


bahan pangan.

c. Menghilangkan beberapa substansi pada bahan pangan yang dapat


menyebabkan adanya off flavor (flavor yang tidak diinginkan).

d. Mempertahankan warna alami dari bahan pangan.

Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas


(merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam
blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang

10
berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing
dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam
panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5
menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat
diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air. Pengukusan
tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan
menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam
keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air
mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara
perebusan.

2. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu


kurang dari l00C, tetapi dengan waktu yang bervariasi dari beberapa detik
sampai beberapa menit tergantung pada tingginya suhu yang digunakan.
Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang dibutuhkan
untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk
menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, mikroba pembentuk
toksin maupun mikroba pembusuk atau penyebab penyakit seperti bakteri
penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya.
Pemanasan dalam proses pasteurisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air, air panas atau udara panas. Tinggi suhu dan
lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi
tergantung dari ketahanan mikroba terhadap panas. Namun perlu
diperhatikan juga sensitivitas bahan pangan yang bersangkutan terhadap
panas. Pada prinsipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan lamanya
waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan pangan. Pasteurisasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode l) Low Temperature Long
Time atau disingkat LTLT dan 2) High Temperature Short Time yang

11
disingkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8C selama 30
menit, sedangkan HTST dilakukan pada suhu 7I,7C selama 15 detik.

Tujuan pasteurisasi yaitu :

1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan


pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan
masyarakat,

2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri


dan menginaktifkan enzim.

Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada
bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya
tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi
bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan
bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk
tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara
pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.

Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu
yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :

Pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30


menit

Pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 –


30 menit.

Pasteurisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :

1. Pasteurisasi lama atau LTLT (Long Temperature Long Time) yaitu


pemanasan dilakukan pada suhu yang tidak begitu tinggi dengan waktu

12
relatif lebih lama. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 63ºC selama 30
menit.

2. Pasteurisasi singkat atau HTST (High Temperature Short Time)


yaitu pemanasan dilakukan pada suhu tinggi dengan waktu yang relatif
singkat. Suhu yang digunakan yaitu sekitar 72ºC selama 15 detik.

3. Pateurisasi dengan UHT (Ultra High Temperature) yaitu proses


sterilisasi yang banyak diaplikasikan pada pengolahan bahan pangan
(contoh aplikasi : Susu UHT Ultra), memiliki berbagai kelebihan
dibandingkan dengan proses sterilisasi yang biasa dilakukan pada
proses pengalengan. Suhu yangdigunakan yaitu sekitar 134-150ºC
selama 2-5 detik. Tujuannya membunuh semua mikroba patogen dan
pembusuk sehingga masa simpannya sangat panjang.

3. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat
mengawetkan. Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang
menghasilkan kondisi steril dalam bahan pangan. Jadi, sterilisasi adalah cara atau
langkah atau usaha yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat
hidup dalam bahan pangan. Apabila dilihat dari kata steril maka tujuan utama dari
proses sterilisasi adalah membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan
pangan. Dengan terbebasnya bahan pangan dari kehidupan semua mikroba maka
diharapkan bahan pangan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Biasanya daya
tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-
kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi
karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi
kimia.

Perkataan steril mengandung pengertian :

1. Tidak ada kehidupan

13
2. Bebas dari bakteri patogen

3. Bebas dari organisme pembusuk

4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal.

Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan,


tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak.
Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya
mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han
sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2
macam istilah, yaitu :

o Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan


musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang
dipanaskan,

o Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua


mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.

Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan


pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang
tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging,
susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan
jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk
mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan
racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan
menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.

Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri


patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum. Produk yang sudah diproses
dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi
penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari

14
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan
tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih
terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya
dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus
stearothermophillus.

4. Pemasakan/pemanasan

Pemanasan bahan pangan selain dengan blanching, pasteurisasi dan sterilisasi


dapat juga dilakukan dengan cara pemasakan. Pemanasan dengan cara pemasakan
ini bertujuan untuk meningkatkan cita rasa atau kelezatan produk
pangan. Pemasakan dapat juga dianggap sebagai salah satu cara pengawetan
bahan pangan, sebab bahan pangan yang dimasak dapat ditahan dan disimpan
lebih lama dari pada bahan mentahnya.

Apabila dilihat dari cara dan bentuk pemasakan, maka dapat dibedakan
menjadi 3 macam cara pemasakan, yaitu:

Pemasakan dengan menggunakan cara keying pada suhu 100C atau


lebih.

Pemasakan dengan menggunakan media air panas atau uap air pada
suhu 100C atau lebih.

Pemasakan dengan menggunakan media minyak panas pada suhu 100C


atau lebih, biasa dikenal dengan istilah penggorengan.

Panas merupakan suatu bentuk enersi, diartikan sebagai pertukaran enersi


diantara dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau
pemindahan panas dapat terjadi secara :

• Konduksi

Konduksi terjadi jika enersi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul atau
perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke partikel

15
lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Perambatan panas secara konduksi
berlangsung secara lambat. Umumnya konduksi terjadi pada bahan berbentuk
padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan, dll.

• Konveksi

Konveksi terjadi jika enersi berpindah melalui aliran dalam media cair atau
perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi
molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara konveksi
berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan berbentuk cair
seperti saribuah, sirup, air, dll.

2.3 Alat-alat dalam Proses Pengolahan Pangan dengan suhu tinggi.

Alat-Alat Yang Digunakan Pada Pengolahan/pengawetan Pangan


Dengan Menggunakan Suhu Tinggi. : perebusan, penggorengan,
penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matari.

1. Perebusan.

Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara


perebusa, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses
perebusan itu perlangsung. Alan yang sering di gunakan dalam hal ini
yaitu sebagai berikut: tungku ataupun kompor, wajan, belanga.contoh
bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ;
daging, ikan, pembuatan kueseperti onde – onde, dan lain – lain.

2. Penggorengan

Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku


ataupun kompor, wajan,kuali besi, sendok, peniris minyak Loyang
ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di
goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan

16
cara penggorengan seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan
lain – lain.

3. Penyangraian

Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses
pengolahan pangan dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya
pada bahan tambahan lainnya yang di pakai dalam mengolah suatu
bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan
dengan cara penyangraian yaitu ; kopi,

4. Pengasapan

Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun
tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan
cara pengasapan yaitu ; ikan, daging.

5. Pembakaran

Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang
sering di gunakan pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan
yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging, ikan,
roti bakar,

6. Penjemuran di bawah sinar matahari

Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya


menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit)
ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering,
buah kakao,dan lain – lain.

Alat yang digunakan dalam proses pemanasan; Alat-alat pemanas


yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel
sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan

17
sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau
kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik
pengolahan digunakan otoklaf.

Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi


dan sterilisasi. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini
lebih lama dibandingkan dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini
disebabkan suhu yang dapat dicapai dalam alat-alat sederhana hanya
sekitar 100 – 105 oC

18
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan


pangan. Memasak, menggoreng, membakar dan lain-lain adalah cara-cara
pengolahan pangan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut
membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak dan lebih awet karena
panas juga akan mematikan sebagian dari mikroorganisme dan
menonaktifkan enzim-enzim, serta dapat membuat makanan menjadi lebih
aman karena toksin-toksin tertentu rusak oleh pengaruh panas. Pengawetan
suhu tinggi adalah proses-proses komersial pada penggunaan panas terkontrol
dengan baik.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
yaitu :

1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan


manusia harus dimatikan,

2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan,

3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi memiliki beberapa macam proses


diantaranya adalah:

1. Blanching

Pemanasan pendahuluan yang biasanya diperlakukan pada sayur dan


buah-buahan yang akan disimpan pada suhu beku,menonaktifkan
enzim

19
(Lipoksigenase,perosidase,polifenoksidase,poligalakturonase,klorofiln
ase,dan katalase).

2. Sterilisasi komersial

Proses ternal yang memastikan semua mikroorganisme beserta spora-


sporanya (pada umumnya dilakukan pada suhu 121 0c selama 15
menit).

3. Pasteurisasi

Perlakuan pemanasan yang lebih ringan dari sterilisasi dan biasanya


suhu yang digunakan di bawah 100 oc.

3.2 Saran

Pada pemakaian suhu tinggi,ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan;

1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan


kesehatan manusia harus dimatikan.

2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi


makanan.

3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus di perhatikan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Supli. 2009. TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN


PANGAN. Bandung :

ALFABETA

Fitri Rahmawati, MP “PENGANTAR PENGAWETAN MAKANAN “Jurusan


Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY

Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.

Label: Teknologi Pangan Dan Gizi

https://farelsumigar.blogspot.co.id/

http://id.shvoong.com/exactsciences/bioengineering-and-biotechnology/2346594-
teknologi-pengolahan-pangan/#ixzz2LSAAYS6e. [21 Februari 2013]

Komentar

Postingan populer dari blog ini


Antropometri Ukuran Tubuh (Body Size) pada Orang Dewasa
- November 22, 2017

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar BelakangAntropometri merupakan ilmu yang
mempelajari berbagai ukuran tubuh manusia. Dalam bidang ilmu gizi digunakan
untuk menilai status gizi. Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan dan
tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas,
lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut, dan lingkar perut. Ukuran-ukuran
antropometri tersebut bisa berdiri sendiri untuk menentukan status gizi disbanding
baku atau berupa indeks dengan membandingkan ukuran seperti BB/U, BB/TB,
TB/U Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi
tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan
ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai
terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile
sampai 100 persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam
perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia
yang memakainya. A…

BACA SELENGKAPNYA

Vektor Reservoir penyakit dan Agen fisika,kimia dan mikrobiologi penyebab


penyakit.
- November 22, 2017

AGENT PENYAKIT Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan


penyakit tapi menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang
lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh, berperan sebagai vektor penyakit
malaria yang mematikan. Pengertian tradisional dalam kedokteran ini sering
disebut "vektor biologi" dalam epidemiologi dan pembicaraan umum. Dalam
terapi gen, virus dapat dianggap sebagai vektor jika telah di-rekayasa ulang dan
digunakan untuk mengirimkan suatu gen ke sel targetnya. "Vektor" dalam
pengertian ini berfungsi sebagai kendaraan untuk menyampaikan materi genetik
seperti DNA ke suatu sel.Vektor adalah jenis serangga dari filum Arthropoda
yang dapat memindahkan/ menularkan suatu penyakit (infectiuous agent) dari

22
sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (susceptible host).Jenis Dari
filum Arthropoda tersebut yang menjadi vektor adalah; §Ordo Dipthera, kelas
Hexapoda (kaki enam), contohnya : a) Nyamuk Anopheles sebagai vektor
penyakit malaria b…

BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Galeries

FAREL L. SUMIGAR, S.KM

KUNJUNGI PROFIL

Arsip

Laporkan Penyalahgunaan

23

Anda mungkin juga menyukai