Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH ILMU TEKNOLOGI PANGAN

PENGOLAHAN ATAU PENGAWETAN PANGAN


(P/PP) DENGAN CARA PENGASAPAN

Disusun oleh:
Aldiana Mustikaning Henandi
Dewi Arini
Dhea Zahra Huwaida

Pembimbing:
Marzuki Iskandar, STP., MTP.

JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JAKARTA II
JAKARTA, 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Pengolahan atau
Pengawetan Pangan (P/PP) dengan Cara Pengasapan. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun, penulis
tidak juga luput dari kesalahan, baik dari teknik penulisan maupun tata bahasa. Namun
walaupun demikian, penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan karya ini meskipun
sangat sederhana. Banyak kendala yang penulis alami selama pemyusunan makalah ini,
tetapi penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga
termotivasi untuk segera menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih, khususnya kepada:
1. Orang tua tercinta yang telah memberi restu, motivasi, serta ide-idenya
2. Bapak Marzuki Iskandar, STP., MTP. selaku pembimbing yang telah mengarahkan,
membimbing, dan memberi pendapat serta analisanya terhadap karya tulis ini
sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikannya dengan baik
3. Para teman Program Studi Diploma IV kelas III A yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini
4. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Teknologi Pangan. Diharapkan
tulisan ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai Pengolahan atau
Pengawetan Pangan (P/PP) dengan Cara Pengasapan. Penulis menyadari bahwa dalam
menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Februari 2017

Penulis

1
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
LANDASAN TEORI.................................................................................................................7
2.1 Pengertian Pengasapan................................................................................................7
2.2 Sejarah Pengasapan.....................................................................................................7
2.3 Prinsip Pengasapan......................................................................................................9
2.4 Tujuan Pengasapan....................................................................................................10
2.5 Metode Pengasapan...................................................................................................12
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Pengasapan...................................................................14
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan...................................................................15
2.8 Alat-alat Pengasapan.................................................................................................17
2.9 Cara Pengasapan........................................................................................................18
2.10 Proses Pengasapan.....................................................................................................20
2.11 Kerusakan Selama Pengasapan.................................................................................20
2.12 Produk yang Dapat Diawetkan dengan Pengasapan.................................................21
2.13 Dampak Pengasapan..................................................................................................22
2.14 Pengasapan Ikan........................................................................................................22
BAB III.....................................................................................................................................31
KESIMPULAN........................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Makanan yang baik adalah makanan yang berasal dari bahan makanan yang
segar. Namun bahan makanan umumnya mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme terutama oleh bakteri dan jamur seiring lamanya masa
penyimpanan. Berbagai cara dilakukan agar makanan sampai pada tangan konsumen dalam
keadaan sama seperti pada saat pemanenan. Proses pengawetan makanan telah lama dikenal
dan digunakan oleh manusia, teknologi berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan
manusia akan adanya ketersediaan pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai masa
penyimpanan (Shelf life) yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan sehingga
diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan. Dengan
pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan sangat
menguntungkan produsen. Cara pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan
keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara
garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta biologi dan kimia.
Salah satu contoh dari pengawetan makanan secara fisik adalah pengasapan.
Pengasapan merupakan salah satu cara pengolahan yang bersifat mengawetkan dan
mendukung diversifikasi pangan. Pengasapan juga salah satu cara memasak dan memberi
aroma. Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian
makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung dari jenis dan ukuran bahan makanan.
Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas,
asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai
tidak boleh terlalu besar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengasapan?


2. Bagaimana sejarah pengasapan?
3. Bagaimana prinsip pengasapan?
4. Apa tujuan pengasapan?
5. Bagaimana metode pengasapan?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pengasapan?

3
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi pengasapan?
8. Bagaimana cara pengasapan?
9. Bagaimana proses pengasapan?
10. Apa saja kerusakan yang ditimbulkan dari pengasapan?
11. Apa saja produk yang dapat diawetkan dengan cara pengasapan?
12. Bagaimana dampak dari pengasapan?
13. Bagaimana proses pengasapan ikan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengasapan


2. Mengetahui bagaimana sejarah pengasapan
3. Mengetahui bagaimana prinsip pengasapan
4. Mengetahui apa tujuan pengasapan
5. Mengetahui bagaimana metode pengasapan
6. Mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari pengasapan
7. Mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi pengasapan
8. Mengetahui bagaimana cara pengasapan
9. Mengetahui bagaimana proses pengasapan
10. Mengetahui apa saja kerusakan yang ditimbulkan dari pengasapan
11. Mengetahui apa saja produk yang dapat diawetkan dengan cara pengasapan
12. Mengetahui bagaimana dampak dari pengasapan
13. Mengetahui bagaimana proses pengasapan ikan

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengasapan

Pengasapan pangan merupakan salah satu cara pengolahan yang bersifat mengawetkan
dan mendukung diversifikasi pangan. Pengasapan merupakan kombinasi penggaraman,
pemanasan, pengeringan dan pelekatan komponen asap pada bahan pangan.
Pengasapan adalah proses pengawetan daging menggunakan kombinasi panas dan
bahan kimia yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras. Menurut Soeparno (2005), kayu
keras menghasilkan asap berkualitas baik dan asap yang dihasilkan banyak, dan umumnya
mengandung 40–60% selulosa, 20– 30% hemiselulosa dan 20–30% lignin. Lawrie (2003)
menjelaskan lebih lanjut bahwa kandungan yang terdapat pada asap adalah asam formiat,
asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural,
methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren. Senyawa-
senyawa kimia yang terkandung dalam asap mempunyai efek bakteriostatik, bakteriosidal
dan menghambat oksidasi lemak. Purnomo (2012) menyatakan bahwa fenol mempunyai efek
menyerupai antioksidan BHA (Butil Hidroksianisole) dan PG (Profilgalat) yang menghambat
reaksi oksidasi. Swastawati (1997) menyatakan bahwa pada proses pengasapan, fenol dapat
berpengaruh terhadap daya awet, warna dan rasa suatu produk.
2.2 Sejarah Pengasapan

Teknik pengasapan sudah dikenal sejak zaman dahulu. Ketika itu umumnya orang
mengawetkan daging dan ikan dengan cara dikeringkan dibawah terik matahari. Namun pada
musim hujan dan musim dingin orang mengeringkan dengan bantuan api, sehingga pengaruh
asap pun tidak dapat dihindarkan. Ada pula versi lain yaitu pada zaman batu orang
mempersiapkan makanannya termasuk ikan masih dengan cara sangat sederhana yaitu
dibakar atau dipanggang diatas api sebelum disantap. Tentu saja pengaruh asap juga tidak
dapat dihindarkan.
Akibat pengolahan tersebut makananpun bercita rasa asap dan warnanya kecokelatan.
Aroma asap itu ternyata disukai orang dan tekstur ikan yang diasap menjadi lebih bagus serta
ikan menjadi lebih awet. Sejak itulah pengasapan mulai berkembang dan teknis
pengasapannyapun tidak banyak berubah.
Jika menelusuri sejarahnya, teknik pengasapan diperkirakan sudah dilakukan oleh
orang-orang Inggris & daratan Eropa sejak Abad Pertengahan (sekitar abad ke- 5) pada

5
bahan-bahan makanan seperti daging & ikan mentah. Khusus untuk ikan, ikan yang banyak
diasapkan di kawasan Eropa adalah ikan hering & kod asin (salt cod).
Tujuan utama dari pengasapan pada masa itu adalah agar daging ikan tahan lama dalam
perjalanan jauh sehingga bisa dikirim ke wilayah-wilayah lain di Eropa, Timur Tengah,
bahkan India. Kemungkinan besar itulah penyebab utama mengapa metode pengasapan bisa
begitu populer di berbagai belahan dunia. Pengasapan juga dilakukan untuk menyimpan ikan
dalam periode lama ketika makanan segar tidak bisa ditemukan, misalnya pada periode
musim dingin.
Pada periode 1840-an, sistem transportasi berkembang pesat dengan ditemukannya
sarana angkutan baru seperti kereta api & kapal uap. Imbasnya, bahan-bahan mentah seperti
daging ikan pun bisa dikirim ke berbagai wilayah tanpa perlu diawetkan terlebih dahulu
karena waktu pengangkutan yang lebih singkat sehingga metode-metode pengawetan seperti
pengggaraman dan pengasapan sempat ditinggalkan.
Teknik pengasapan kembali populer dengan ditemukannya metode pengasapan baru
yang mirip dengan metode pengasapan sekarang. Bila tujuan utama dari metode pengasapan
yang lama adalah untuk membuat daging ikan lebih tahan lama, metode pengasapan yang
baru bertujuan untuk memberi rasa serta aroma yang khas pada daging ikan. Meskipun
demikian, metode pengasapan lama masih digunakan di negara-negara terbelakang yang
memiliki kendala cuaca & sarana transportasi sehingga ikan harus tahan disimpan dalam
jangka waktu yang lama.
Ada berbagai macam metode pengasapan, namun konsep & proses awal pengasapan
pada dasarnya adalah sama. Metode pengasapan paling sederhana adalah membelah daging
ikan, lalu menggantungnya di dalam tungku yang menghasilkan asap atau di udara luar saat
cuaca cerah pada negara-negara beriklim tropis. Inti dari pengasapan dengan metode ini
adalah menghilangkan kandungan air dalam daging ikan sehingga bakteri pembusuk tidak
bisa tumbuh. Kadang-kadang ikan yang akan diasapkan juga digarami atau ditambahi bumbu-
bumbu lain seperti rempah-rempah untuk memberi rasa & aroma tambahan pada daging ikan.
Daging ikan yang sudah diasapi selanjutnya disimpan dalam suatu ruang penyimpanan bawah
tanah pada suhu kamar bila ingin disimpan hingga jangka waktu lama untuk dikonsumsi di
waktu-waktu lain.
Teknologi pengasapan ini juga termasuk dalam kelompok teknologi karena masih
menggunakan alat yang masih sederhana,yaitu rumah berbentuk para-para (sistem terbuka)
dengan bahan bakar kayu bakar yang terdapat di lingkungan tempat tinggal. kebanyakan
penggunaannya di lakukan di daerah pesisir pantai atau para nelayan.

6
2.3 Prinsip Pengasapan

Proses di mana molekul larut air dan larut lema, uap, dan partikel lain dilepaskan dari
kayu yang terbakar dan masuk dalam makanan. Makanan menyerap aroma asap sementara
asap mengeringkan makanan dan memperbaiki cita rasa.
Prinsip pengawetan dalam pengasapan adalah melalui proses penarikan air dari dalam
jaringan bahan pangan dengan adanya penggaraman dan pengeringan juga penyerapan dari
berbagai senyawa kimia yang berasal dari asap. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium,
Afrianto dan Liviawaty (2005), mengungkapkan asap mempunyai kandungan kimia sebagai
berikut: air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam formiat, fenol, dan karbon dioksida.
Unsur-unsur kimia ini dapat berperan sebagai:
1. Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab
pembusukan bahan panan (misalnya ikan)
2. Pemberi warna bahan pangan
3. Bahan pengawet, karena unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam asap mampu
memberikan kekuatan pada bahan pangan untuk melawan aktivitas penyebab ketengikan.
Komponen-komponen asap yang merupakan bahan pengawet antara lain: alkohol (metil
alkohol), aldehid (formaldehid dan asetaldehid), asam-asam organik (asam semut dan
asam cuka)

Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil
yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang
berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh bahan pangan terutama dalam
bentuk uap. Senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan. Partikel-partikel
padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan
kaena adanya aksi desinfeksidari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung
dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan
mempunyai fungsi penting dalam pengawetan pangan, kecepatan penyerapan asap ke dalam
bahan pangan dan pengeringannya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan
kandungan air dari bahan pangan yang diasapi.

Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulosa akan diuraikan menjadi alkohol-
alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton, dan asam-asam
organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol, dan

7
piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas elah diketahui adanya kurang
lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang
dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.

Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu
keras (non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan
menghasilkan asap yang mengandung senyawa senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal
dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara
sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi maka
beratnya akan manjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau
naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi bahan pangan didalamnya. Banyaknya
uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka
kapasitas pengeringan akan lebih tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah
panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh
karena itu kapasitas menurun. Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air
tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran kan akan
tahap kedua, permukaan bahan sudah agak mendekati suhu udara dan asap. Kecepatan
pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan dalam
bahan pangan, bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dan
terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air
selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan bahan pangan bagian dalam tidak
mengalami efek pengeringan.

2.4 Tujuan Pengasapan

Pada dasarnya, ada tiga tujuan utama dalam pengasapan. Tujuan pertama untuk
memberikan flavor dan rasa. Tujuan kedua yaitu untuk mengawetkan bahan pangan. Dan
tujuan ketiga adalah sebagai pembentuk warna.
1. Meningkatkan flavor dan rasa
Senyawa asap memberikan flavor asap (smoky) khas yang tidak dapat digantikan
dengan cara lain. Fenol merupakan senyawa yang paling bertanggung jawab pada
pembentukan aroma spesifik yang diinginkan pada produk aspan," terutama fenol dengan
titik didih medium seperti guaikol, cugenol dan siringol (Guillen dan lbargotta, 1996).
Fenol dalam hubungannya dengan sifat sensoris mempunyai bau pungent kresolik,

8
manis, smoky dan seperti terbakar (Daun, 1979). Meskipun senyawa fenol memegang
peranan penting dalam flavor tersebut, namun diperlukan senyawa lain seperti karbonil,
lakton, dan furan agar flavor karakteristik asap dapat muncul. Ada senyawa minor yang
memegang peranan penting juga dalam asap yaitu karbonil dan lakton titik didih tinggi,
meliputi homolog 1,2-siklopentadion dan 2- butanoic yang mempunyai bau karamel.
Furfural dan asetofenon memunculkan aroma sugary dan flower yang menyenangkan
dan membantu mengurangi flavor dari senyawa fenol. (Kim, dkk., 1972).
2. Mengawetkan bahan pangan
Potensi asap dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan
akibat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang mendukung sifat
antibakteri dalam destilat asap cair adalah senyawa fenol dan asam. Senyawa fenol dapat
menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase lag secara
proporsional di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase
eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi fenol yang tinggi. Fraksi fenol yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri adalah fenol dengan titik didih rendah
(Barylko-Pikeilna, 1979)
Asam lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri dari pada senyawa fenol, namun
apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambatan yang
lebih besar daripada masing-masing senyawa. Selain senyawa fenol masih ada senyawa
lain yang berperanan menghambat perturnbuhan bakteri yaitu urotropin sebagai derivat
dari piridin dan senyawa pirolignin (Fretheim, dkk., 1980).
Komponen antioksidatif asap adalah senyawa fenol yang bertindak sehagai donor
hidrogen dan biasanya efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat reaksi
oksidasi. Sifat antioksidatif asap disebabkan oleh fenol (titik didih tinggi) terutama 2,6
dimetoksifenol, 2-6 dimetoksi-4-metilfenol dan 2-6-dimetoksi-4- etilfenol. Fenol
(bertitik didih rendah) menunjukkan sifat antioksidatif yang lemah (Daun, 1979). Derivat
senyawa fenol dalam asap cair yang juga bersifat antioksidatif adalah pirokatekol,
hidroquinon, guaikol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisildehid, asam 2- hidroksibenzoat
dan asam 4-hidroksihenzoat (Pszczola, 1995) sit  (Darmadji , 2009).
3. Sebagai pembentuk warna
Banyak pendapat umum yang menyatakan bahwa pembentukan warna pada
pengasapan adalah dihasilkan langsung oleh tar yang terdeposit pada permukaan
makanan selama proses pengasapan. Namun deposit tar pada permukaan inert seperti
pada selongsong sosis terbuat dari selulosa tidak menghasilkan warna dengan intensitas

9
yang sama dengan yang terdapat pada permukaan bahan makanan berprotein. Hal ini
membawa pada dugaan bahwa ada reaksi kimia antara komponen yang terdapat pada
asap dan protein dalam makanan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa reaksi karbonil-
amino penting dalam pembentukan warna (Ruiter, 1979).
Pewarnaan khas produk asapan berasal dari interaksi antara konstituen karbonil asap
dengan gugus amino protein produk menghasilkan warna produk ke kuning keemasan
sampai coklat gelap. Pewarnaan ini berkaitan erat dengan parameter teknologi yang
digunakan selama pengasapan (Girrard, 1992). Pada pengasapan menggunakan asap cair,
warna produk asapan dapat dioptimalkan dengan mengubah komposisinya. Metil
glioksal dan glioksal merupakan senyawa karbonil dalam destilat asap tempurung kelapa
yang penting dalam pembentukan warna coklat dan keemasan  (Wendorff, 1993).

2.5 Metode Pengasapan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking), namun dewasa
ini seiring dengan perkembangan jaman pengasapan juga bisa dilakukan dengan pengasapan
elektrik serta pengasapan cair (liquid). Lebih jelas mengenai jenis - jenis pengasapan adalah
sebagai berikut:
2.5.1 Pengasapan panas
Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan dimana bahan yang akan
diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap. Suhu sekitar 70–100 oC, lamanya
pengasapan 2 – 4 jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-
90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan
bahkan ada yang hanya 2 jam.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga
dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap.
Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah
dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah,
2007).

10
2.5.2 Pengasapan dingin
Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan
bahan pangan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu),
dengan suhu sekitar 40 – 50 oC dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua
minggu. Menambahkan pengertian tersebut pengasapan dingin merupakan cara
pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak lebih tinggi dari suhu 33 oC (sekitar 15-33oC).
Waktu pengasapannya dapat mencapai 4-6 minggu.

2.5.3 Pengasapan Cair


Swastawati (1997) menyebutkan bahwa liquid smoke merupakan dispersi penyebaran
koloid dari uap asap di dalam air, dimana tar dan polisiklik aromatik hidrokarbonnya
telah hilang. Darmadji (1996) menyatakan bahwa asap cair tar dan hidrokarbon dapat
dipisahkan dengan pengendapan dan penyaringan.
Asap cair mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain mudah diaplikasikan,
konsentrasi asap dapat diatur sesuai selera konsumen, produk mempunyai kenampakan
yang seragam dan ramah lingkungan. Hal lain yang penting adalah bahwa asap cair tidak
hanya berperan dalam membentuk karakteristik sensoris tetapi juga dalam hal jaminan

11
keamanan pangan. (Guilén and Cabo, 2004; Suñen, et al., 2001; Kris B, de Roos, 2003;
Darmadji, 2006; Bortolomeazzi, et al, 2007; Martinez, et al, 2007).

2.5.4 Pengasapan Elektrik


Pengasapan elektrik merupakan proses pengasapan elektrik menggunakan asap
pembakaran serbuk gergaji yang dibakar dengan listrik tegangan tinggi.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Pengasapan

2.6.1 Kelebihan
1. Daya awet
Asap mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh
bakteri-bakteri pembusuk. Namun jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama bahan
pangan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.
2. Rupa
Permukaan bahan pangan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal
ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat
dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan
damar tiruan pada permukaan bahan pangan sehingga menjadi mengkilap. Untuk

12
berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasana asam dan asam ini telah tersedia di
dalam asap itu sendiri.
3. Warna
Warna yang diinginkan pada bahan pangan timbul karena terjadinya reaksi kimia
antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara
4. Rasa
Setelah diasapi bahan pangan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa
keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan
phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu

Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan

 Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi
 Lebih intensif dalam pemberian aroma
 Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
 Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
 Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
 Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
 Polusi lingkungan dapat diperkecil
 Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan,
atau dicampurkan langsung kedalam makanan
2.6.2 Kekurangan
1. Tekstur bahan pangan dapat berubah menjadi keras terutama jika pengasapan
dilakukan pada suhu rendah dalam waktu lama.
2. Proses pengasapan secara sempurna memerlukan waktu yang cukup lama.
3. Bahan pangan yang sudah diasapi yang teksturnya menjadi sangat keras diperlukan
proses rehidrasi (pembasahan kembali) sebelum dapat dikonsumsi.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan menurut Moeljanto (1992),


antara lain : jenis bahan bakar, kadar air kayu pengasap, kerapatan asap atau kepekatan asap,
suhu, lama pengasapan.
1. Jenis bahan bakar

13
Di Amerika dan Eropa kayu yang biasa digunakan untuk pengasapan adalah kayu hikori,
oak dan kayu beech. Kayu-kayu tersebut ternyata memberikan bahan-bahan pengawet
asam asetat dan kreosol dalam jumlah relatif banyak.
2. Kadar air kayu pengasap
Kadar air kayu yang dibakar akan menentukan komposisi kimia asap yang dihasilkan.
Kayu yang kadar airnya tinggi akan menghasilakan asap yang relatif banyak, sedang kayu
yang kadar airnya sedikit akan mengahasilakan asapa yang relatif sedikit pula.
3. Kepekatan asap
Asap pekat sangat efektif untuk menekan jumlah bakteri pada permukaan bahan yang
diasapi (terutama pada produk daging dan ikan) sehingga produk relatif lebih awet.
4. Suhu
Asap tidak boleh dihasilkan oleh suhu di atas (350-400)⁰ C, karena suhu di atas (350-
400)⁰ C dapat menimbulkan senyawa-senyawa karsinogen (senyawa penyebab kanker)
serta dapat menimbulkan rasa pahit pada bahan.
5. Kelembaban
Kelembaban udara pada ruang asap akan memngaruhi penetrasi asap kedalam bahan
makanan. Pada kelembaban yang tinggi, bahan makanan akan menyerap asap lebih banyak
dan lebih cepat bila dibandingkan dengan kedaan kelemaban yang rendah.
Selain itu, menurut Wibowo, 1996 ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengasapan, antara lain:
1. Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, bahan pangan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti
lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan
bahan pangan. Agar penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu
pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada
permukaan tubuh bahan pangan akan cepat menguap dan bahan pangan tersebutt akan
cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses penempelan asap sehingga
pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk
dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan
pematangan bahan pangan.
2. Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan
suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama
pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu
14
mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan bahan akan
terlalu cepat matang.
3. Jenis Kayu                                                                                    
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu
ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis
kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu
keras dari jenis separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar
seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada
bahan pangan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
4. Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang
berpengaruh adalah mutu bahan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu
ikan akan berpengaruh karena bila bahan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu
maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah
asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna. Semakin tebal
asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.
2.8 Alat-alat Pengasapan

Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan
ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi. Pada jaman
dahulu pengasapan dilakukan dengan jalan mengasapi bahan makanan di atas kayu yang
dibakar, akan tetapi dewasa ini telah ditemukan alat jenis penghasil asap yang suhu dan
komposisi asapnya dapat diatur sesuai dengan keinginan kita. Salah satunya adalah “Batch
process Kiln” yaitu suatu klin yang mempunyai alat sirkulasi udara dan asap dengan
kecepatan rata-rata kurang lebih 1 meter per detik. Pengasapan dengan alat ini memakan
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengasapan tradisional. Dengan makin
majunya jaman, sekarang juga sering digunakan “pengasapan Elektrostatis” dalam cara
pengasapan ini digunakan suatu generator geser.
Peralatan yang dipergunakan pada pengasapan panas dan pengasapan dingin ialah
kamar asap tradisional atau mekanik, kamar tradisional sangat sederhana dan ikan hanya di
gantungkan di atas api yang berasal dari serbuk gergaji. Kontrol terhadap jumlah panas dan
asap yang dihasilkan sangat sulit dilakukan, oleh karena itu dalam usaha memperbaiki proses
pengasapan telah dikembangkan berbagai pola kamar asap mekanik. Dalam kamar asap

15
mekanik ini suhu dan asap yang mengalir kedala kamar asap dapat dikontrol dengan baik dan
mudah.

2.9 Cara Pengasapan

Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan, yaitu :
penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya sendiri.

1. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kecil (dry salting) dan penggaraman
basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih
kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam dging ikan. Pada
konsentrasi tertentu, garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam
juga menyebabkan daging ikan menjadi enak.
Biasanya istilah penggaraman secara umum juga di artikan sebagai
pengasinan (salting) yang dimaksud dengan penggaraman dalam arti yang luas adalah
merupakan kombinasi dari berbagai proses yang bertujuan untuk mengawetkan ikan
dengan garam. Proses tersebut meliputi pencucian, penyiangan dan pengenapan. Dalam
arti yang sempit adalah suatu proses di mana ikan di rendam dalam garam baik dalam
bentuk kristal maupun bentuk cairan sehingga garam dapat meresap dalam daging ikan di
samping itu, penggaraman dapat di artikan sebagai kombinasi proses pcychohemreal
dimana garam merembes dalam daging ikan dan sebaiknya air yang terdapat pada tubuh

16
ikan keluar. Akibatnya akan terjadi perubahan pada ikan baik perubahan berat maupun
perubahan bentuk dan sifatnya menurut Kurniadi (2010) .
2. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap yang berisi
asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya
penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami
pengeringan. Hal ini akan memberikan efek pengawetan karena bakteri-bakter pembusuk
lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai
peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air
yang diuapkan.
Pemindangan merupakan salah satu metode pengolahan hasil perikanan tradisional.
Selain itu pemindangan ikan juga merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan
ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut
dilakukan dengan merebus/memanaskan ikan dalam suasana beragam dan waktu tertentu
di dalam suatu wadah. Garam yang di gunakan berperan sebagai pengawet sekaligus
memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada
ikan, terutama bakteri, pembusukan dan patogen. Selain itu pemanasan dengan kadar
garam yang tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak.
kelebihan yang dimiliki ikan pindang yaitu hasil olahannya dapat di konsumsi tanpa harus
di masak dahulu, dan rasanya sesuai selera. Selain itu cara pembuatannya sederhana dan
biaya pengolahannya tak terlalu mahal, berdasarkan hal itu di harapkan ikan pindang dapat
menggantikan kedudukan ikan asin dalam memenuhi kebutuhan protein khususnyadan
komoditas perairan menurut Kurniadi (2010) .
3. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pemanasan dingin. Pada
pengasapan dingin panas yang ditimbulkan karena asap tidak begitu tinggi efek
pengawetannya hampir tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk
pengasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara sumber api
(asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi sehingga ikan menjadi
masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim-enzim yang tidak diinginkan,
menggumpalkan protein ikan dan menguapkan sebagian air dalam jaringan daging ikan,
jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.
4. Pengasapan

17
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan rasa
speifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang
tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama,
pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya dengan
pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu rendah.
Suatu metode pengawetan ikan yang merupakan kombinasi dari proses penggaraman
dan pengeringan dan penyerapan senyawa-senyawa kimia yang berasal dari asap. Selain
memperpanjang masa simpan ikan, pengasapan juga menimbulkan rasa dan aroma yang
khas yang di sukai oleh penduduk di daerah tertentu. Faktor yang paling berperan dalam
pengasapan adalah pemilihan sumber asap, sumber asap yang baik adalah dari golongan
kayu keras contoh: kayu bakau kering, kayu oak dan tempurung kelapa. Pengasapan yang
menggunakan kayu keras yang mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal
dari pembakaran selulosa dan lignin menurut Kurniadi (2010)

2.10 Proses Pengasapan

Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:


1. Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai mengering karena
kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.
Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu:
1. Pengasapan alami
Dalam cara ini asap meresap ke permukaan bahan makanan, saat bahan makanan berada
langsung di atas kayu yang membara. Dalam hal ini tidak diperlukan tehnik-tehnik khusus
untuk memperbaiki melekatnya partikel-partikel asap pada bahan makanan.
2. Pengasapan buatan
Cara ini menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mendorong partikel-partikel/ senyawa-
senyawa yang ada dalam asap kedalam bahan makanan yang diasapi. Di dalam
pengasapan buatan, asap yang digunakan dapat berupa gas yang dihasilkan dari kayu
bakar dan cairan.
2.11 Kerusakan Selama Pengasapan

Kerusakan pada proses pengawetan dengan pengasapan tidak akan terjadi apabila kita
cukup teliti dalam melakukan pengasapan tersebut. Adapun kerusakan yang terjadi pada
proses pengasapan adalah:

18
1. Penciutan Bahan Makanan
Penciutan bahan makanan akan terjadi apabila suhu permulaan (pemanasan pendahuluan)
terlalu tinggi, sehingga terlalu banyak air yang diuapkan. Penciutan bahan makanan akan
menyebabkan permukaan bahan makanan menjadi keriput dan juga bahan makanan
tersebut rasanya akan menjadi kesat dan pahit.
2. Gosong Nitrat
Daging yang mengalami gosong nitrat warnanya akan terlihat kehitam-hitaman dan
flavornya berubah. Kerusakan ini sering terjadi pada daging yang digarami terlebih dahulu
sebelum diasapi.
3. Kerusakan Oleh Jasad Renik
Kapang merupakan penyebab utama kerusakan pada ikan laut yang di asap. Kapang
menyebabkan perubahan flavor pada ikan.
4. Kerusakan Oleh Asap
Kerusakan ini terjadi apabila kayu yang digunakan untuk pengasapan mengandung
senyawa tertentu yang menyebabkan berubahnya flavor pada bahan makanan yang diasapi
5. Kerusakan Karena Pengaruh Rumah Asap
Terutama hal ini terjadi pada sosis asap. Sosis akan mengalami case hardening.

2.12 Produk yang Dapat Diawetkan dengan Pengasapan

1. Daging
Di pabrik pengemas daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam rumah asap yang
terdiri dari beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi akan disimpan pada suhu kamar,
maka daging tersebut harus diasapi padasuhu 57,2⁰ C sehingga suhu bagian dalam daging
mencapai 110⁰ C. Daging asap dapat disimpan beberapa lama, mempunyai flavor yang
menyenangkan dan rasanya lebih baik.
2. Sosis
Dipabrik-pabrik sosis yang modern sekarang pada kenyataanya baik proses pengasapan
maupun proses pemasakan dilakukan bersama-sama dalam satu asap. Dengan udara yang
terkontrol dan dilengkapi dengan penyiram air panas, atau produk dapat dipindahkan dari
rumah asap umtuk kemudian dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan pada sosis
adalah untuk memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen dalam asap,
untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh bahan-bahan
bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.
3. Ikan

19
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah digarami
pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan salem yang masih lunak
direndam dalam air tawar selama semalam atau disimpan dalam air yang mengalir selama
sepuluh jam, kemudian ikan itu dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem
kemudian diasap pada suhu sekitar 27⁰ C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang
sedikit.
4. Keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu. Pengasapan
keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal itu disebabkan karena
permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh senyawa-senyawa anti mikrobia dan
antioksidan yang memang terdapat didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung
terhindar dari serangan kapang dan jasad-jasad renik lainnya.
5. Jagung

2.13 Dampak Pengasapan

1. Komponen asap yang terserap pada daging/ ikan akan meningkatkan daya simpan.
2. Penampakan ikan menjadi mengkilat karena adanya pembentukan lapisan dammar tiruan
dari reaksi Fenol dan Formaldehid.
3. Warna ikan menjadi kuning keemasan karena adanya oksidasi Fenol.
4. Tiamin dapat turun sampai 2,25% tapi kerusakan vitamin lain hampir tidak ada

2.14 Pengasapan Ikan

Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan yang cukup
popular di Indonesia. Pengasapan dapat menunda proses kemunduran mutu ikan, namun
dalam waktu yang tidak terlalu lama, tidak seperti ikan asin atau ikan kering.
Tujuan pengasapan pada ikan ada tiga hal. Pertama, mengolah ikan agar siap untuk
dikonsumsi langsung. Kedua, memberi cita rasa yang khas agar lebih disukai konsumen.
Ketiga, memberikan daya awet melalui pemanasan, pengeringan dan reaksi kimiawi asap
dengan jaringan daging ikan pada saat proses pengasapan berlangsung.

A. Ikan sebagai bahan baku pengasapan

20
Di Indonesia jenis-jenis ikan yang diolah dengan metode pengasapan di antaranya
adalah: cakalang, madidihang, tongkol, layang, bandeng, teripang, cumi-cumi-cumi-cumi,
teri dan sebagainya. Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu harus menggunakan bahan
mentah yang masih segar. Jenis-jenis ikan yang berkadar lemak rendah sangat mudah
mengering sewaktu diasapi, akan tetapi penampilannya kurang menarik, bau dan rasa kurang
sedap. Sedangkan ikan yang berkadar lemak tinggi sulit mengering sewaktu diasapi dan
mudah mengalami ketengikan. Kadar lemak optimum ikan untuk produk pengasapan adalah
7-10 persen untuk pengasapan dingin dan 10-15 persen untuk produk pengasapan panas.

 Daya simpan

Dari asap, ikan menyerap zat-zat seperti aldehid, fenol dan asam-asam organik yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan membunuh bakteri
(bakterisidal). Kelompok aldehid yang mempunyai daya sterilisasi paling kuat adalah
formaldehid. Suatu penelitian mengenai dampak sterilisasi dari pengasapan
mengungkapkan bahwa bakteri yang tidak membentuk spora seperti Bacterium proteus
vulgaris atau Staphylococci, adalah kurang tahan terhadap asap dan dapat dibasmi
dengan pengasapan singkat. Sementara bakteri yang membentuk spora seperti Bacillus
subtilis dan B. mesentericus mempunyai ketahanan yang lebih besar.
Akan tetapi jumlah zat yang bersifat bakteriostatik atau bakteriosidal yang dapat
diserap hanya sedikit sekali, maka daya pengawetannya sangat terbatas. Oleh karena
itu, pengawetan dengan pengasapan harus diikuti dengan cara pengawetan lainnnya,
terutama ikan asap akan disimpan dalam waktu relatif lama.

 Penampilan ikan

Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengilat. Warna mengilat ini
disebabkan karena timbulnya reaksi kimia dari senyawa yang terdapat dalam asap,
yaitu formaldehid dengan fenol yang menghasilkan lapisan dammar tiruan pada
permukaan ikan, sehingga menjadi mengilat. Untuk berlangsungnya reaksi ini
diperlukan suasana asam, dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.

 Perubahan warna

Pengasapan ikan menyebabkan warna ikan akan berubah menjadi kuning emas
kecokelatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan oksigen dari udara.
Proses oksidasi akan berjalan cepat bila lingkungan bersifat asam.

21
 Cita rasa

Setelah diasapi, ikan mempunyai cita rasa dan aroma yang sangat spesifik, yaitu rasa
keasap-asapan yang sedap. Cita rasa dan aroma tersebut dihasilkan oleh senyawa asam,
fenol, aldehid dan zat-zat lain sebagai pembantu untuk bisa menghasilkan rasa tersebut.

B. Proses Pengasapan Ikan


Dalam proses pengasapan ikan pada prinsipnya terdapat beberapa proses pengawetan ikan
yaitu: penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapan. Secara umum proses
pengasapan ikan adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan pendahuluan
Ikan yang akan diasapi terlebih dahulu disortir menurut jenis, ukuran dan mutu
kesegarannya. Selanjutnya, harus dibersihkan dari kotoran yang dapat mencemari
produk, dengan cara dicuci dengan air bersih dan disiangi (dikeluarkan isi perut dan
insangnya).
Bila menggunakan bahan baku ikan yang dibekukan, ikan dicairkan pada air
mengalir. Untuk proses pencairan ini, penting untuk menjaga ikan tetap dalam keadaan
setengah beku untuk keperluan proses selanjutnya. Dalam mengeluarkan bagian dalam
ikan, harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak penampilan fisik hasil
perikanan.
Mutu bahan baku memengaruhi tingkat pembentukan warna cokelat pada permukaan
otot ikan. Oleh karena itu, kualitas bahan baku akan memengaruhi tampilan dan tekstur
ikan asap. (Horner, 1992)
2. Penggaraman
Ikan yang sudah bersih atau sudah mengalami perlakuan pendahuluan (sudah dicuci
dan disiangi) dilakukan proses penggaraman. Penggaraman ini dapat dilakukan baik
dengan cara penggaraman kering (dry salting) maupun penggaraman dengan larutan
garam (brine salting).
Penggaraman ini menyebabkan terjadinya penarikan air dan penggumpalan protein
dalam daging ikan sehingga mengakibatkan tekstur ikan menjadi lebih kompak. Pada
konsentrasi yang agak tinggi, garam dapat menghambat perkembangan bakteri dan
perubahan warna. Garam juga memberikan flavor, tetapi kemurnian dan kepekatan
garam yang digunakan harus benar-benar terkontrol. Kepekatan dan lamanya proses

22
penggaraman tergantung pada keinginan pengolah yang disesuaikan dengan selera
konsumen. Pada perusahaan pengasapan, umumnya menggunakan metode penggaraman
larutan dengan kejenuhan garam 70-80 persen. Larutan garam dengan kejenuhan 100
persen akan merusak produk yaitu dengan terbentuknya kristal garam di atas permukaan
ikan. Sebaliknya, bila menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 50
persen, ikan dapat sedikit mengembang.
Walaupun ikan dapat menyerap garam 2-3 persen, ikan juga dapat bertambah
beratnya 2-3 persen akibat dari air yang diserap dan air ini harus diuapkan selama proses
pengasapan.
3. Pengeringan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, selanjutnya dilakukan tahap
pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan. Proses
pengeringan ini sangat menentukan kekompakan atau kekenyalan produk asap. Jika
daging ikan yang sangat basah langsung diasapi tanpa dilakukan pengeringan maka
banyak kandungan air dari permukaan ikan yang akan menguap.
Untuk mengatasi fragmentasi (kerapuhan) pada ikan asap perlu dilakukan
pengeringan selama 1 jam pada suhu 25 o C dan kelembaban relatif 40-50 persen
sebelum diasap dapat mengurangi kelembaban ikan sampai 50 persen. Selain itu,
penanganan yang berlebihan selama pengasapan turut berkontribusi pada kerapuhan ikan
asap.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantung ikan di atas rak-rak pengering
di udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim yang kelembaban nisbihnya
rendah. Akan tetapi, bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi hingga
proses pengeringan menjadi lambat, maka tahap pengering harus dilakukan dalam
lemari-lemari pengering.
Ikan yang berkadar lemak tinggi, pada pengeringan pendahuluannya harus
dipersingkat dengan menaikkan sedikit suhunya, karena lemak dapat menghambat
pengeringan permukaan. Di samping itu, lemak dapat menghambat perembesan air ke
permukaan sehingga waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan menjadi lebih
lama.
Melalui pengeringan yang benar, permukaan ikan pada bagian dalam menjadi lebih
kering. Banyak kandungan air menguap dari bagian interseluler ikan dan meninggalkan
celah-celah antara sel di lapisan permukaan. Hal ini dapat menyebabkan ikan dapat
menyerap warna dan bau asap dengan baik pada saat pengasapan.

23
4. Penataan
Penataan ikan diatur sedemikian rupa dalam ruang pengasapan bertujuan untuk
mendapatkan aliran asap dan panas yang merata di mana hal ini sangat menentukan
kualitas produk akhir. Untuk mendapatkan aliran asap dan panas yang merata, jarak
antara ikan-ikan pada rak pengasap dan jarak antara masing-masing rak pengasapan
dalam ruang pengasapan tidak boleh terlalu rapat.
5. Pengasapan
Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan adalah untuk mengawetkan dan memberi
warna serta rasa asap yang khas pada ikan. Sebenarnya, daya awet yang ditimbulkan oleh
asap sangat terbatas, sehingga supaya ikan dapat tahan lama maka harus diikuti atau
didahului oleh cara pengawetan lain.
Pengasapan juga bertujuan untuk mengeluarkan uap dari unsur-unsur senyawa fenol
atau aldehid dari jenis kayu yang dilekatkan pada tubuh ikan atau untuk memasukkan
unsur-unsur tersebut ke dalam tubuh ikan sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang
khas, serta mengeringkan ikan sehingga didapat efek pengawetan yang diharapkan. Rasa
lezat yang menjadi ciri khas produk ikan yang diasap, terutama dari senyawa fenol dan
aldehid.
Sveinsdottir (1998) menyatakan bahwa senyawa asap dapat mengurangi pH
permukaan ikan dengan demikian membuat lingkungan ikan asap kurang
menguntungkan bagi sebagian besar bakteri. Dikatakan pula bahwa pembentukan warna
selama pengasapan diduga disebabkan oleh reaksi Maillard.
Pada pengasapan dingin, panas yang timbul dari asap tidak berpengaruh banyak pada
ikan. Sehingga waktu pengasapan harus lama sebab jarak antara sumber asap dan ikan
cukup jauh. Karena pengasapannya lama, maka kadang-kadang ikan menjadi keras
seperti kayu.
Pada pengasapan panas, jarak antara ikan dan sumber asap biasanya dekat. Maka
suhunya cukup tinggi, sehingga ikan cepat matang. Panas yang tinggi dapat
menghentikan kegiatan enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein, dan
menguapkan sebagian air dalam badan ikan, sehingga daya awet ikan dapat ditingkatkan.
6. Pendinginan dan Pengemasan
Proses pengasapan pada umumnya diakhiri dengan tahap pendinginan dan
pengemasan. Setelah selesai tahap pengasapan, produk disimpan dalam ruangan yang
bersih dan dibiarkan sehingga mencapai suhu ruang, kemudian dilaksanakan
pengemasan.

24
Pengemasan dapat digunakan plastik polietilen dan untuk memperpanjang umur
simpanan produk dapat dilakukan pengemasan hampa udara.
Sveinsdottir (1998), bahwa sebelum pengemasan, ikan harus didinginkan, pada saat
itu banyak uap air menguap. Jika ikan dikemas ketika sedang hangat, uap air akan
mengembun di permukaan dan mendorong pertumbuhan jamur.

C. Jenis Pengasapan Ikan


1. Pengasapan panas (Hot smoking).
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 120-140 o C dalam waktu 2-4 jam, dan suhu
pada pusat ikan dapat mencapai 60 o C. Pada pengasapan panas ini di samping terjadi
penyerapan asap, ikan juga menjadi matang.
Rasa ikan asap ini sangat sedap dan berdaging lunak, tetapi tidak tahan lama, dengan kata
lain harus dikonsumsi secepatnya. Kecuali bila suhu ruang penyimpanan rendah. Hal ini
disebabkan oleh kadar air dalam daging ikan masih tinggi (>50%)

2. Pengasapan hangat (warm smoking)


Bahan baku ikan, setelah direndam dalam larutan garam, diasap kering pada suhu sekitar
30 o C, kemudian secara bertahap suhu dinaikkan. Bila telah mencapai suhu 90 o C,
proses pengasapan selesai.
Proses ini menitikberatkan pada pentingnya aroma dan cita rasa produk dan bertujuan
menghasilkan produk yang diasap yang lembut dan kadar garam kurang dari 5 persen
serta kadar air sekitar 50 persen.
Produk yang dihasilkan dari proses ini mengandung kadar air yang relatif tinggi,
sehingga mudah busuk, mutu produknya juga cepat menurun selama proses
penyimpanan, sehingga harus disimpan dalam suhu rendah.

3. Pengasapan dingin (cold smoking)


Pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 20-40 o C dalam waktu 1-3
minggu, kelembaban (RH) yang terbaik adalah antara 60-70 persen. Kelembaban di atas
70 persen menyebabkan proses pengeringan berlangsung sangat lambat. Bila di bawah
60 persen permukaan ikan mengering terlalu cepat, dan akan menghambat penguapan air
dari dalam daging.
Produk asap dengan cara ini disebut ikan kayu, karena memang sangat keras seperti
kayu. Kadar airnya 20-40 persen. Produk dapat disimpan selama lebih dari satu bulan.

25
4. Pengasapan cair (liquid smoke)

5. Pengasapan listrik (electric smoking)

D. Penyimpanan Ikan Asap


Penyimpanan ikan asap penting bertujuan untuk menekan perubahan rasa tetapi bukan
untuk peningkatan pengawetan. Kerusakan ikan asap umumnya diawali dari kesegaran ikan.
Untuk penjualan komersial sebaiknya ikan asap divakum Jenis pengemasannya sesuai
pertimbangan daya tahan ikan asap. Umumnya ikan berdaging putih lebih baik daripada ikan
berlemak. Pada penyimpanan pendinginan refrigerator (< 2o ) jenis ikan asap (daging putih)
dapat awet sampai 8 hari dan ikan asap (daging berlemak) hanya tahan sekitar 6 hari. Untuk
memperpanjang daya awetnya harus segera dibekukan pada suhu (<-10 o C) setelah
pengasapan (Price, 2005).
Daya Awet Penyimpanan Ikan Asap
 Penyimpanan 28-32°C (suhu ruang)  2-3 Hari
 Penyimpanan 5-10°C (pendinginan)  2 Minggu
 Penyimpanan 0-4°C ( pembekuan)  3-6 Bulan
 Penyimpanan -10°C sampai -18°C (pembekuan)  13 Bulan

Ikan asap yang bermutu baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berwarna kuning keemasan atau kuning kecokelatan seperti tembaga, yang


mengilap.

2. Berbau segar, khas ikan asap.

3. Dagingnya keras atau kenyal.

4. Kulitnya kencang

5. Bau atau aroma yang khas ikan asap (bau asap yang sedap dan merangsang selera).

Ikan asap yang mutunya rendah menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Dagingnya lembek

2. Kulit kusam, rusak, berlendir, atau berkapang.

26
3. Berbau tidak segar (menyimpang).

4. Terdapat kristal garam, darah, noda-noda hitam atau kotoran lainnya

E. Kerusakan Ikan asap Selama Penyimpanan


1. Pembentukan bau asam Bau asam timbul karena terjadinya pertumbuhan bakteri asam
laktat (BAL) pada ikan asap, selama proses pengasapan atau selama penyimpanan.
Pertumbuhan BAL relatif lambat dan menghasilkan asam organik yang merusak bau dan
flavor produk ikan asap.
2. Pembentukan spot-spot berwarna putih atau warna lain di permukaan ikan. Penyebab:
terjadinya pertumbuhan kapang permukaan yang bersifat halofilik (tahan konsentrasi
garam tinggi).
3. Pembentukan lendir diproduksi oleh beberapa bakteri Micrococcus spp.dan bakteri
lainnya yang memproduksi lendir di permukaan ikan asap.
4. Pembentukan gas Penyebab: pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang memproduksi
gas.
5. Pembentukan flavor tengik . Terutama pada ikan asap berkadar lemak tinggi. Garam
meningkatkan reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan dengan waktu yang lama
sehingga terbentuk flavor tengik.

F. Memperlambat Kerusakan Ikan Asap Selama Penyimpanan

1. Menurunkan Suhu.
Ada dua pengaruh pendinginan terhadap pangan yaitu:

 Menurunkan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan


biokimia yang berhubungan dengan kelayuan (senescene), kerusakan (decay),
pembusukan dan lain-lain.

 Pada suhu di bawah 0°C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es,
yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan arau suatu penurunan aw.

Pada pembekuan lambat akan merusak jaringan daging ikan, sebaliknya pada
pembekuan cepat tidak akan merusak jaringan. Penyimpanan pangan pada suhu sekitar
-18o C dan di bawahnya akan mencegah kerusakan mikrobiologis, dengan persyaratan
tidak terjadi perubahan suhu yang besar.

27
2. Kemasan Vakum
Kemasan vakum atau pengemasan hampa udara adalah metode penyimpanan dan
penyajian suatu produk yang ditujukan untuk dijual atau untuk penyimpanan dalam
waktu yang lebih lama. vakum didasarkan pada prinsip pengeluaran udara dari kemasan
sehingga tidak ada udara dalam kemasan yang dapat menyebabkan produk yang dikemas
menjadi rusak.
Oksigen dapat dimanfaatkan oleh aktivitas bakteri pembusuk. Vakum dapat
memperpanjang umur simpan produk dengan menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk yang bersifat aerobik.
Penggunakan kemasan vakum untuk ikan asap sangat penting mengingat perhatian
keselamatan pada produk ini adalah pada potensi meningkatnya pembentukan toksin
C.botulinum. Toksin C.botulinum dapat menyebabkan penyakit dan kematian.
Pembentukan toksin disebabkan oleh kesalahan dari waktu atau suhu selama pengolahan,
penyimpanan dan distribusi.
Ikan asap yang divakum daya simpannya bervariasi, apabila kemasan vakum telah
dibuka ikan asap harus dikonsumsi dalam waktu 7 hari. Jika kemasannya tidak dibuka,
ikan asap dapat awet selama 14 hari pada suhu ruang.
3. Sterilisasi
Prinsip dari sterilisasi adalah sebagian besar bakteri dapat dibunuh pada suhu 82-94o
C, tetapi banyak spora bakteri tidak akan musnah pada suhu air mendidih (100o C)
selama 30 menit. Agar mikroba serta sporanya dapat dihancurkan setara total, diperlukan
pemanasan pada suhu yang tinggi, misalnya 121o C selama 15 menit atau lebih. Hal ini
biasanya dilakukan dengan menggunakan uap air bertekanan seperti autoklaf (Muchtadi,
1995).
Jenis sterilisasi ikan asap dapat dilakukan dalam kemasan kaleng, botol dan kantong
retort. Daya simpan ikan asap yang telah disterilkan dapat disimpan dalam suhu ruang
selama 6 tahun (Anonimous,2001).
4. Iradiasi
Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan
dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen.
Iradiasi merupakan proses ‘dingin’ (tidak melibatkan panas) sehingga hanya
menyebabkan sedikit perubahan penampakan secara fisik dan tidak menyebabkan

28
perubahan warna dan tekstur bahan pangan yang diiradiasi. Perubahan kimia yang
mungkin terjadi adalah penyimpangan flavor dan pelunakan jaringan.

29
BAB III
KESIMPULAN
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses pengawetan
makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas dan asap yang dihasilkan
dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat dengan api agar tidak terpanggang atau
terbakar. Pengasapan terbagi menjadi empat metode yaitu pengasapan panas, dingin, eletrik,
dan cair, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan mengasapkan,
bahan pangan akan menjadi lebih awet untuk dikonsumsi.

30
DAFTAR PUSTAKA
Anna. 2007. Teknologi Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan.
http://bkki.com/teknologii-pengawetan-ikan-dengan-cara-pengasapan.html 

Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM press

Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. 2012. Warta Pasar
Ikan dan Kemandirian Pangan.
Dirjen PPHP Effendi, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Tama. Yogyakarta.

Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan

Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta: Gramedia pustaka

Ishikawa K.1988. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu (Terjemahan). Di dalam Muhandri T


dan D. Kasarisma.

Mochantoyo, S.Et al. 1997. Pengelolaan Makanan. Bandung: Angkasa Bandung.

Nuri. 2008. Pengolahan Makanan Dengan Pengasapan. http://www.google.co.id/url?


sa=t&rct=j&q=makalah%2Bpengolahan
%2Bmakanan&source=web&cd=5&ved=0CDQQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fartikelekonomi.com%2Fartikel%2Fmakalah%2Bpengolahan%2Bmakanan.html 

Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor. IPB Press. Moeljanto R. 1992. Pengawetan
dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Trisno, Iwan. 2010. Pengawetan Makanan atau


Minuman. http://litbang.patikab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=78:pengawetan-
makananminuman&catid=90:pengawetan-makananminuman&Itemid=60 .

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Zaif. 2010. Pengolahan dan Pengawetan Makanan Serta Permasalahannya.


http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan.dan.pengawetan-bahan-makanan-
serta-permasalahannya.htm .

31

Anda mungkin juga menyukai