MAKANAN KADALUWARSA
Dosen Pembimbing:
Narwati, S.Si, M.Kes
Umi Rahayu, SKM., M.Kes
AT. Diana Nerawati, SKM., M.Kes
Disusun Oleh:
Eunike Febe Nungky O (P27833319044)
Faikoh Kurratun F (P27833319045)
Ika Oktafianti (P27833319047)
Ike Mairina (P27833319048)
Uswatun Hasanah (P27833319062)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV ALIH JENJANG KESEHATAN LINGKUNGAN
SEMESTER 1
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “MAKANAN KADALUWARSA”.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat Tuhan
Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan teman-teman. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa dibutuhkan peningkatan dalam kegiatan kesehatan agar
terwujud kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pengamanan
makanan dan minuman merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal itu juga dijadikan sebagai upaya
agar masyarakat terbebas dari penyebaran makanan dan minuman yang tidak
memenuhi persyaratan.
Pengamanan makanan dan minuman salah satunya dapat dilakukan
dengan pengecekan pemeriksaan kemasan dan tanggal kadaluwarsa.
Pengecekan dilakukan untuk menghindari penggunakan bahan makanan yang
sudah rusak kemasannya maupun yang sudah kadaluwarsa.
Makanan kadaluwara adalah makanan yang masa produktifnya telah
berakhir sehingga jika dimakan akan menyebabkan gangguan kesehatan
(Arini, 2017). Tanggal kadaluwarsa dapat dikatakan sebagai batas waktu
makanan dapat dikonsumsi, sebelum makanan itu mulai membusuk, tidak
bergizi dan tidak aman.
Makanan kadaluwarsa dapat diketahui dengan melihat tanda atau ciri
pada makanan yaitu makanan tersebut telat mengalami kerusakan dan
mengalami perubahan warna, bau, rasa dan tekstur. Penyebab terjadinya
kerusakan pada makanan kadaluarsa akibat pelepasan pada makanan dan
tidak berfungsinya lagi bahan pengawet pada makanan, serta dapat terjadi
karena reaksi-reaksi zat kimia beracun yang terkandung pada makanan dalam
jenjang waktu tertentu (Rustini dalam Arini, 2017). Oleh karena itu penting
untuk mengetahui tentang makanan kadaluwarsa, tolak ukur kadaluwarsa,
daya simpan bahan makanan serta masa kadaluwarsa dan implikasinya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian makanan kadaluwarsa?
2. Apa yang menjadi tolak ukur makanan dapat dikatakan kadaluwarsa?
3. Berapa lama daya simpan bahan makanan?
4. Berapa lama masa kadaluwarsa dan implikasinya?
5. Apa implikasi dari makanan kadaluwarsa?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang makanan kadaluwarsa.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian makanan kadaluwarsa.
b. Menjelaskan tolak ukur makanan kadaluwarsa.
c. Menjelaskan daya simpan beberapa bahan makanan.
d. Menjelaskan masa kadaluwarsa
e. Menjelaskan implikasi makanan kadaluwarsa.
D. Manfaat
1. Memahami tentang makanan kadaluwarsa.
2
BAB II
ISI
A. Makanan Kadaluwarsa
Makanan kadaluwara adalah makanan yang masa produktifnya telah
berakhir sehingga jika dimakan akan menyebabkan gangguan kesehatan
(Arini, 2017). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
menyatakan bahwa pangan kadaluwarsa tidak boleh diedarkan dan dapat
dikenakan sanksi-sanksi berupa penarikan dan pemusnahan. Penyebab
terjadinya kerusakan pada makanan kadaluwarsa akibat pelepasan pada
makanan dan tidak berfungsinya lagi bahan pengawet pada makanan, serta
dapat terjadi karena reaksi-reaksi zat kimia beracun yang terkandung pada
makanan dalam jenjang waktu tertentu (Rustini dalam Arini, 2017).
Arini (2017) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan pada bahan pangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Mikroba dapat ditemukan di tanah, air, maupun udara yang dapat
menyebabkan kerusakan pangan dan berbahaya bagi tubuh karena dapat
menghasilkan racun. Mikroba dalam bahan pangan dapat mengubah
komposisi bahan pangan dengan cara menghidrolisis pati dan selulosa
menjadi fraksi yang lebih kecil, menghidrolisis lemak dan menyebabkan
ketengikan, menyebabkan fermentasi gula serta merombak protein
menjadi amoniak sehingga menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba
dapat membentuk lendir, gas, busa warna, asam, toksin dan lain-lain.
2. Serangga, parasit dan rodentia
Gigitan serangga dan hewan pengerat (rodentia) akan melukai permukaan
bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Parasit
banyak ditemukan dalam daging misalnya cacing pita pada daging babi
yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Hewan pengerat seperti tikus
juga sangat merugikan karena selain banyak memakan bahan pangan, juga
kotoran, rambut, dan urin tikus adalah media tumbuhnya mikroba serta
menimbulkan bau yang tidak enak.
3
3. Aw (kandungan air dalam pangan)
Yaitu jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh
mikroba untuk proses pertumbuhannya. Bila terjadi kondensasi udara pada
permukaan bahan pangan atau dalam pengepakan buah dan sayuran
menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi maka dapat membantu
pertumbuhan mikroba.
4. Suhu (pemanasan atau pendinginan)
Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, kerusakan
vitamin, pemecahan emulsi dan degradasi lemak. Pembekuan pada buah
dan sayuran dapat menyebabkan “thawing” setelah dikeluarkan dari
tempat pembekuan, sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroba. Selain
itu juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan penggumpalan,
sehingga suhu penyimpanan harus disesuiakan dengan jenis bahan pangan.
5. Waktu
Jika bahan pangan disimpan dalam waktu lama akan mudah rusak atau
busuk karena masing-masing bahan pangan memiliki batas masa
simpannya sendiri-sendiri atau yang disebut masa kadaluarsa.
6. Udara
Udara terutama oksigen selain dapat merusak vitamin teruatama vitamin A
dan C, warna bahan pangan dan kandungan lainnya. Jika digunakan untuk
pertumbuhan kapang yang umumnya aerobik dapat menyebabkan tengik
pada bahan pangan yang mengandung lemak.
4
produk-produk konfreksioneri (permen, coklat, chocolate bar dan
minuman beralkohol).
b. “Gunakan Sebelum” ( use by atu expiry date)
Memiliki makna bahwa produk pangan harus dikonsumsi
maksimal pada tanggal yang tercantum. Tanggal yang tercantum
merupakan batas maksimum produsen dapat menjamin, bahwa produk
tersebut belum rusak dan masih layak untuk dikonsumsi. Setelah tanggal
tersebut, diduga kualitas produk sudah tidak dapat diterima oleh
konsumen. Kalimat “Gunakan sebelum” umumnya dicantumkan pada
produk- produk yang mudah rusak dan umur simpannya pendek, seperti :
produk- produk susu (susu segar dan susu cair), daging, serta sayur-
sayuran.
5
f. “Tanggal pemajangan” (display date)
Merupakan informasi yang berupa tanggal pada saat produk mulai
dipajang di rak – rak atau display di toko atau tempat penjualan.
6
5. Makanan kaleng
Pada makanan kaleng daluwarsa dicirikan adanya bau, gas, teksturnya
berubah, kemasan yang rusak dan korosi pada kaleng kemasan.
7
pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi
kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.
Tabel II.1 Umur Simpan Beberapa Bahan Pangan
Umur simpan (hari)
Macam bahan pangan
pada 70˚F (21,11˚C)
Daging segar 1–2
Ikan segar 1–2
Unggas 1–2
Daging dan ikan kering, asin, atau asap 360 atau lebih
Buah-buahan segar 1–7
Buah-buahan kering 360 atau lebih
Sayuran daun 1–2
Umbi-umbian 7 – 20
Biji-bijian kering 360 atau lebih
Sumber: Rahayu, 2017
D. Masa Kadaluwarsa
Institute of Food Technology mendefinisikan umur simpan produk
pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana
produk dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik
penampakan, rasa, aroma, tektur dan nillai gizi (Harris, 2014). Umur simpan
produk pangan merupakan salah satu informasi yang sangat penting karena
terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan
mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu,
produsen wajib mencantumkan keterangan kedaluwarsa pada label pangan
agar konsumen dapat mengetahui umur simpan produk pangan tersebut.
Peraturan BPOM No. 27 tahun 2017 menyebutkan ketentuan untuk
penulisan masa kadaluwarsa adalah sebagai berikut:
1. Keterangan kedaluwarsa dicantumkan pada label dengan didahului tulisan
“Baik digunakan sebelum”.
8
2. Keterangan kedaluwarsa untuk pangan olahan yang daya simpannya
sampai dengan 3 (tiga) bulan dinyatakan dalam tanggal, bulan dan tahun.
3. Keterangan kedaluwarsa untuk pangan olahan yang daya simpannya lebih
dari 3 (tiga) bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.
4. Keterangan kedaluwarsa dapat dicantumkan terpisah dari tulisan ”Baik
digunakan sebelum”, akan tetapi harus disertai dengan petunjuk tempat
pencantuman tanggal kedaluwarsa.
Contoh :
”Baik digunakan sebelum, lihat bagian bawah kaleng”
“Baik digunakan sebelum, lihat pada tutup botol”
5. Jika tanggal kedaluwarsa sangat dipengaruhi oleh cara penyimpanan,
maka petunjuk/cara penyimpanan harus dicantumkan pada label, dan
berdekatan dengan keterangan kedaluwarsa. Contoh: “Baik digunakan
sebelum 10 15 jika disimpan pada suhu 5˚C – 7˚C”
Berdasarkan lampiran Peraturan Kepala BPOM No.
HK.03.1.23.12.11.10569 tahun 2011 ada beberapa pangan olahan yang tidak
perlu mencantumkan keterangan tanggal kedaluwarsa namun tetap harus
mencantumkan tanggal pembuatan atau tanggal pengemasan, yaitu :
1. Buah dan sayur segar, termasuk kentang namun bukan biji benih kedelai,
benih kacang atau produk-produk lainnya yang sejenis.
2. Minuman beralkohol jenis anggur (wine)
3. Minuman yang mengandung alkohol lebih dari 10%
4. Vinegar atau cuka
5. Gula (sukrosa)
6. Roti dan kue yang mempunyai masa simpan kurang dari atau sama
dengan 24 jam.
Umur Simpan dari suatu produk pangan atau yang sering disebut
sebagai Shelf Life, merupakan rentang waktu dari proses produksi, distribusi
hingga konsumsi dimana produk masih dalam keadaan layak sesuai dengan
mutu yang dijanjikan. Rentang waktu tersebut merupakan tanggung jawab
produsen karena merupakan janji atau komitmen terhadap konsumen. Umur
9
simpan produk harus ditetapkan untuk memastikan masa pakai produk cukup
untuk rantai distribusi, perputaran retail hingga berada di tangan konsumen.
Untuk menentukan umur simpan dalam produk pangan tidak dapat dilakukan
berdasarkan perkiraan atau menentukan dari masa kadaluarsa produk lain
yang serupa, namun membutuhkan serangkaian pengujian dan pengolahan
data yang dilakukan di laboratorium. Pengujian terhadap umur simpan,
umumnya didasarkan pada laju penurunan mutu produk. Setiap produk
pangan (makanan dan minuman), baik cepat ataupun lambat akan mengalami
penurunan mutu. Semakin besar laju penurunan mutu produk pangan maka
akan semakin cepat umur simpannya, begitupun sebaliknya.
Pengujian umur simpan sederhana dilakukan dengan cara menyimpan
sampel representatif dari produk akhir dan dikondisikan penyimpanan sesuai
peruntukkannya. Keamanan produk dari segi mikrobiologi ditentukan terlebih
dahulu, kemudian mempertimbangkan parameter mutu atau kualitas. Dengan
penentuan tersebut, sangat memungkinkan bahwa jumlah mikroba, spesifikasi
kimia, penilaian sensorik atau kombinasinya sebagai parameter penentu umur
simpan. Namun penggunaan metode pengujian sederhana tersebut
menyulitkan ketika produk memiliki umur simpan yang lama, sehingga harus
dilakukan metode lainnya yaitu metode tidak langsung atau metode prediktif.
Metode percepatan (accelerated shelf life) dilakukan dengan cara
meningkatkan suhu penyimpanan, serta perlakuan spesifik terhadap produk
seperti kelembaban, paparan cahaya atau parameter lain yang diketahui dapat
mempengaruhi stabilitas produk. Metode lainnya yaitu pemodelan prediktif,
dimana model matematika digunakan untuk memprediksi umur simpan
dengan membatasi atribut sebagai fungsi dari komposisi produk. ERH
(Equilibrium Relative Humidity) makanan merupakan kondisi kelembaban
atmosfer dimana produk tidak mendapat atau kehilangan kelembaban ke
udara yang nilainya sering dinyatakan sebagai Aw, water activity). Misalnya
dalam industri bakery, faktor penentu umur simpan yaitu pertumbuhan
mikroorganisme terutama jamur (MFSL- Mold-free shelf-life). Dengan
metode prediksi, dilakukan perhitungan matematika antara ERH dengan
sukrosa (komposisi yang berkontribusi) terhadap kondisi pertumbuhan
10
mikroorganisme di bawah kondisi tertentu, seperti suhu, pH, atau kehadiran
pengawet.
Umur simpan adalah periode waktu dimana makanan atau minuman
yang diproduksi masih dapat dikonsumsi. kadaluarsa adalah waktu dimana
makanan atau minuman yang diproduski sudah tidak boleh dikonsumsi lagi.
parameternya dari umur simpan dan kadaluarsa tersbut dari banyak faktor,
namun saya bagi 3 faktor saja yaitu dari bahan kemas, bahan pangan itu
sendiri dan faktor lingkungan.
Bahan kemas dapat menjadi faktor dimana umur simpan akan berbeda
padahal produkny sama. fungsi dari pengemasan adalah memperlambat
proses deteriorasi, yaitu penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya.
Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik
yang akan memicu reaksi ini di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi
enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari
sekelilingnya. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap produk meliputi
perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun
mikrobiologis. misalnya saja kemasan plastik akan berbeda dengan kemasan
kaca. permeabilitas kaca lebih kecil dari pada plastik sehingga plastik lebih
mudah terjadi transfer udara atau uap air. di antara plastik juga punya
permeabilitas yang berbeda. penentuan kemasan ini juga menjadi salah satu
faktor untuk menentukan umur simpan makanan
Faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, panas, kelembaban, tekanan
fisik, dll menjadi faktor yang diperhitungkan juga dalam penentuan umur
simpan. misalanya saja produk yang disimpan di suhu tropis akan berbeda
umur simpannya dibanding yang disimpan di suhu subtropis. makanan
biasanya disimpan di tempat yang tidak panas dan tidak dingin, namun
kadang kala baik dalam transportasi ataupun penyimpanan ternyata terkena
faktor lingkungan yang ekstrim, maka perusahaan akan mempertimbangkan
juga umur simpan dari makanan tersebut jika produknya akan terkena faktor
lingkungan yang tidak biasa.
Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat
memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan
11
pada kondisi tidak ideal, dan umur simpan pada kondisi distribusi dan
penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu ekstrim atau
tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan
sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk.
Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak baik dapat
dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Kondisi
distribusi dan suhu akan menentukan umur simpan produk pangan.
Gambar 2.1 Berbagai faktor yang perlu dikendalikan untuk menjamin mutu
dan mengendalikan masa simpan produk pangan.
1. Faktor Intrinsik
Setiap produk pangan mengalami perubahan ataupun kemunduran
mutu secara berbeda. Faktor intrinsik khas produk pangan olahan
terkemas yang berpengaruh pada masa simpannya adalah:
12
a. Aktifitas air
Persyaratan kelembaban mikroorganisme dinyatakan dalam bentuk
aktivitas air (aw). aw didefinisikan sebagai air bebas atau tersedia
dalam produk makanan, sehingga nilai aw sangat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dalam makanan. Dengan demikian, aw dari
suatu makanan menggambarkan fraksi air "tidak dibatasi (not
bounded)" pada komponen makanan, yaitu bagian dari air "tersedia
(available)" untuk ikut dalam reaksi kimia / biokimia dan
meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mikroba.
Mikroorganisme merespon secara berbeda terhadap aw tergantung
pada sejumlah faktor. Faktor-faktor ini dapat memodifikasi nilai
minimum dan maksimum aw untuk tumbuh. Umumnya, bakteri Gram
Negatif lebih sensitif terhadap perubahan aw dibandingkan bakteri
Gram Positif. Pertumbuhan patogen dapat dihambat pada nilai aw di
bawah 0,86.
b. Nilai pH
Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan makanan yang
banyak digunakan diataranya dengan peningkatan keasaman makanan
baik melalui proses fermentasi atau penambahan asam lemah. pH
adalah ukuran keasaman produk dan merupakan fungsi dari
konsentrasi ion hidrogen dalam produk makanan. Kelompok
mikroorganisme memiliki pH optimum, minimum dan maksimum
untuk dapat tumbuh. Bakteri biasanya tumbuh lebih cepat pada
kisaran pH 6.0 - 8.0, ragi antara 4.5 - 6.0 dan jamur antara 3.5 - 4.0.
Karakteristik penting dari makanan adalah kapasitas penyangganya
(buffering), yaitu kemampuannya untuk melawan perubahan pH.
Makanan dengan kapasitas penyangga rendah akan mengubah pH
dengan cepat sebagai respons terhadap senyawa asam atau basa yang
diproduksi oleh mikroorganisme, sedangkan makanan dengan
kapasitas penyangga tinggi lebih tahan terhadap perubahan tersebut.
13
c. Ketersediaan oksigen
Adanya kontak antara oksigen dan bahan pangan akan mengakibatkan
terjadinya oksidasi lemak dan minyak, pertumbuhan mikroba aerob
yang menyebabkan timbulnya asam dan perubahan warna pada
produk (Pitasari, 2016).
d. Jumlah dan jenis mikroba
Mikroba dapat ditemukan di tanah, air, maupun udara yang dapat
menyebabkan kerusakan pangan dan berbahaya bagi tubuh karena
dapat menghasilkan racun. Mikroba dalam bahan pangan dapat
mengubah komposisi bahan pangan dengan cara menghidrolisis pati
dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil, menghidrolisis lemak
dan menyebabkan ketengikan, menyebabkan fermentasi gula serta
merombak protein menjadi amoniak sehingga menghasilkan bau
busuk. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa warna,
asam, toksin dan lain-lain.
e. Sifat khas (bio) kimia produk, misalnya keberadaan enzim dan jumlah
enzim tertentu dan komposisi kimia tertentu yang bersifat reaktif.
Misalnya pada produk daging, selama penyimpanan produk akan
mengalami perubahan yang diakibatkan formasi asam amino bebas
akan diubah oleh enzim hidrolase (proteolitik) yang dapat
menyebabkan perubahan flavor atau perubahan nilai cita rasa
(Pitasari, 2016).
f. Keberadaan bahan yang bersifat sebagai pengawet, misalnya garam,
gula, senyawa fenol, dan lain-lain. Sehingga penambahan pengawet
pada bahan pangan dapat menambah umur simpan. Pada makanan
yang mengandung gula setelah mengalami kerusakan berubah warna,
tekstur menjadi kental dan berbusa serta rasa menjadi asam, yang
semula manis (Arini, 2017).
14
Karakteristik intrinsik tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor produksinya, antara lain:
a. Bahan baku
Kondisi mutu bahan baku atau bahan mentah akan sangat berpengaruh
pada mutu produk akhir yang dihasilkan, termasuk pada masa simpan
dan batas kadaluwarsanya. Jika suatu produk pangan diproses
menggunakan bahan baku yang telah rusak atau hampir mencapai
batas kadaluwarsanya, maka produk yang dihasilkan dapat diduga
akan memiliki masa simpan yang pendek. Selain kondisi mutu bahan
baku, kondisi penyimpanan dan penanganan bahan baku peru
diperhatikan sehingga kerusakan / penurunan mutu bahan baku bisa
lebih dikendalikan.
b. Kondisi pengolahan
Kondisi pengolahan yang penting diperhatikan terutama meliputi
kondisi sanitasi, baik sanitasi pabrik, alat maupun hygiene dan sanitasi
tenaga kerja. Di samping itu, kondisi pengolahan lain seperti
pemilihan dan pengendalian suhu, waktu, tekanan, pH dan parameter
penting lainnya juga dilakukan dengan baik untuk memastikan
dihasilkannya produk sesuai dengan yang diinginkan.
c. Kondisi pengemas dan pengemasannya
Pengemasan mempunyai peranan sangat penting dalam melindungi
produk yang dikemas. Karena itu, pemilihan bahan pengemas yang
tepat serta proses pengemasan yang baik sangat penting untuk
menentukan masa simpan produk pangan yang dikemas.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik menggambarkan kondisi penyimpanan, distribusi
dan display produk. Setelah produk selesai diproses, maka kondisi
penyimpanan distribusi dan display jelas akan mempengaruhi masa
simpan produk tersebut. Jika penyimpanan, distribusi dan display produk
dilakukan sembarangan, misalnya penyimpanan dilakukan dengan tidak
memperhatikan suhu, kelembaban udara, dan cahaya pada ruangan
15
penyimpanan, maka bukan tidak mungkin hal itu justru memperpendek
masa simpan. Beberapa faktor ekstrinsik penting yang sangat berpengaruh
pada masa simpan ini antara lain:
a. Suhu penyimpanan
Kemampuan jasad renik untuk bertahan pada lingkungan bersuhu
rendah atau tinggi sangat beragam. Berdasarkan temperatur
lingkungan tempat bakteri dapat tumbuh dan berkembang secara
maksimal diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu psikrofilik, yaitu
bakteri yang dapat hidup pada suhu dingin antara suhu 0-25ºC dengan
suhu optimum 20-25ºC, mesofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh
pada suhu antara 20-45ºC dengan suhu optimum 30-37ºC, dan
termofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 45-70ºC
dengan suhu optimum 50-55ºC. Stapylococcus aureus dapat tumbuh
pada suhu terendah 7ºC, meskipun toksin baru terbentuk pada suhu
10ºC. Adanya mikroba di dalam makanan dapat menyebabkan
perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan,
tekstur, rasa dan bau pada makanan. Sehingga suhu yang
b. Kelembaban relative
Tubuh bakteri terdiri dari 80% air, bakteri membutuhkan air selama
hidupnya. Kebutuhan jasad renik akan air dinyatakan sebagai water
activity (aw). Secara sederhana aw dapat diartikan sebagai jumlah
ketersediaan air di dalam makanan untuk mendukung pertumbuhan
mikroba. Nilai aw berkisar dari angka 0,00 hingga 1,00.pembusukan
yang diberlangsungkan oleh bakteri gram negatif pada aw 0,98 hingga
0,93, sekaligus membuka jalan bagi bakteri gram positif pada proses
pembusukan tersebut.
c. Paparan cahaya (UV dan infra merah)
Sebagian bakteri cenderung tumbuh dalam susana gelap, meskipun
faktor ini bukan suatu keharusan. Sinar ultra violet dapat membunuh
jasad renik tersebut
16
d. Pertumbuhan mikroba
Jamur dan kapang merupakan salah satu penyebab laju kerusakan atau
beracunnya suatu bahan pangan. Waktu yang dibutuhkan oleh
mikroba untuk bisa merusak dan meracuni bahan pangan dipengaruhi
oleh jumlah dan jenis mikroba yang sudah ada dalam bahan pangan
dan kontaminasi selama proses pengolahan. Selain itu suhu, waktu
penyimpanan dan karakter bahan pangan juga merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikroorganisme.
Bahan pangan yang mengandung kadar air lebih tinggi kemungkinan
kerusakannya lebih cepat. Penentuan batas akhir umur simpan
ditentukan pada batas minimal mikroorganisme dianggap sudah
membahayakan untuk konsumen dan secara sensori bahan pangan
sudah tidak diterima konsumen.
e. Penanganan produk oleh konsumen
yang harus diperhatikan kontrol kelembaban, pencahayaan, dan suhu
karena merupakan faktor yang paling sering mempercepat penurunan
kualitas makanan. Kelembaban relatif (RH) adalah kuantitas
kelembaban di atmosfer disekitar produk makanan baik dikemas
maupun tidak. RH dihitung sebagai persentase kelembaban yang
dibutuhkan untuk benarbenar memenuhi atmosfer (yaitu kelembaban
jenuh). Biasanya, akan terjadi pertukaran kelembaban antara produk
makanan dan atmosfir sekitarnya yang berlanjut sampai makanan
mencapai ekuilibrium. RH berhubungan erat dengan aw dan dapat
mengubah aw makanan. Penting untuk memastikan bahwa produk
disimpan pada lingkungan di mana RH mencegah perubahan aw.
Misalnya, jika persediaan aw makanan ditetapkan pada 0,60 untuk
memastikan stabilitasnya, penting untuk mempertahankan nilai aw
awal selama penyimpanan dengan menetapkan kondisi RH yang
memadai sehingga makanan tidak mengambil kelembaban dari udara
sekitar. Bila makanan dengan nilai RH rendah ditempatkan di
lingkungan RH tinggi, maka makanan akan mengambil kelembaban
sampai kesetimbangan terbentuk. Demikian juga, makanan dengan
17
kadar aw tinggi akan kehilangan kelembaban saat ditempatkan di
lingkungan RH rendah.
Dalam kerusakan suatu makanan/minuman terdapat faktor yang
mempengaruhi percepatan kerusakan dari makanan itu sendiri, berikut
merupakan tabel perkiraan keutamaan faktor penyebab kerusakan pada produk
pangan tertentu:
18
F. Mekanisme Kerusakan Pangan
Jenis kerusakan yang terjadi pada berbagai produk pangan serta
mekanisme kerusakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel II.3 Mekanisme Kerusakan Pangan
Produk Mekanisme Kerusakan Faktor Kritis Penyebab Produk
Kadaluarsa
A. Buah dan aneka produknya
Perubahan kenampakan
Pertumbuhan mikroba
Ketengikan
Oksidasi Tengik
19
Produk Mekanisme Kerusakan Faktor Kritis Penyebab Produk
Kadaluarsa
Kue Kehilangan air Tekstur mengeras
Pasta kering Perubahan pati dan protein Perubahan tekstur pecah dan
mengeras
Sereal sarapan Migrasi air Kehilangan tekstur renyah (untuk
komponen sereal)
Retrogradasi pati Terjadi pengerasan (untuk komponen
buah: jika ada)
Oksidasi Tengik
20
Produk Mekanisme Kerusakan Faktor Kritis Penyebab Produk
Kadaluarsa
D. Produk Minuman
Oksidasi Tengik
Oksidasi Tengik
21
Terdapat lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa
kedaluwarsa, yaitu:
a. Nilai pustaka (literature value).
Nilai pustaka sering digunakan dalam penentuan awal atau sebagai
pembanding dalam penentuan produk pangan karena keterbatasan fasilitas
yang dimiliki produsen pangan.
d. Consumer complaints.
Pada penentuan umur simpan berdasarkan komplain konsumen,
produsen menghitung nilai umur simpan berdasarkan komplain atas
produk yang didistribusikan.
22
H. Implikasi Makanan Kadaluwarsa
Dampak atau efek samping yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi
makanan yang sudah kadaluwarsa adalah dapat menimbulkan keracunan
(Sahani, 2018). Gejala umum dari keracunan yaitu perut mulas, mual,
muntah, diare dan terkadang disertai kemerahan, kejang dan pingsan.
Keracunan yang menimpa balita, usia lanjut, atau penderita penyakit kronis
akan menimbulkan masalah yang serius bahkan sampai kematian.
23
darurat yang dapat dilakukan adalah segera bawa ke Rumah Sakit terdekat
untuk memberikan penambahan cairan pada tubuh penderita yaitu berupa
infus karena apabila terlambat melakukan pertolongan pada penderita
keracunan maka dapat menyebabkan kematian pada penderita tersebut.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Makanan kadaluwara adalah makanan yang masa produktifnya telah
berakhir sehingga jika dimakan akan menyebabkan gangguan kesehatan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menyatakan
bahwa pangan kadaluwarsa tidak boleh diedarkan dan dapat dikenakan
sanksi-sanksi berupa penarikan dan pemusnahan.
2. Pada umumnya makanan yang kadaluwarsa telah mengalami kerusakan
dan mengalami perubahan pada warna, bau, rasa, tekstur dan
kekentalannya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh benturan fisik,
benturan kimia, dan aktifitas organisme.
3. Semua bahan pangan akan mengalami kerusakan atau pembusukan yang
alamiah. Menurut kualitasnya makanan ada yang dapat bertahan lama dan
ada yang terbatas pada waktu tertentu saja. Berdasarkan mudahnya terjadi
kerusakan, makanan dapat diklasifikasikan ke dalam 3 golongan yaitu
Makanan yang tidak mudah rusak (non perishable foods), Makanan yang
agak mudah rusak (semi perishable foods), Makanan yang mudah rusak
(perishable foods)
4. Institute of Food Technology mendefinisikan umur simpan produk pangan
adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana produk
dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan,
rasa, aroma, tektur dan nillai gizi
5. Dampak atau efek samping yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi
makanan yang sudah kadaluwarsa adalah dapat menimbulkan keracunan,
keracunan tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa golongan gelaja
keracunan, yaitu keracunan ringan, sedang, dan berat
25
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Dengan mengetahui dampak serta pentingnya pengetahuan tentang
kadaluarsa makanan maka diharapkan masyarakat dapat
mengimplementasikan dengan cara mulai mengecek label dari produk
makanan yang tersedia.
2. Bagi Industri Makanan
Menerapkan labeling yang baik dan benar menurut regulasi atau
perundangan yang ada untuk keamanan konsumen serta dapat digunakan
untuk arsip perusahaan jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan
sehingga dapat menekan angka kerugian yang akan didapat.
3. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan tentang keamanan pangan khususnya
tentang kadaluarsa, sehingga dapat menjadi percontohan bagi masyarakat
yang ada disekitarnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah,D.R. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas dan Mobilitas
Air Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk Pada Model Pangan.
Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.Arini, Liss Dyah Dewi. 2017.
Faktor-Faktor Penyebab Dan Karakteristik Makanan Kadaluarsa Yang
Berdampak Buruk Pada Kesehatan Masyarakat. Jurnal Ilmiah Teknologi
dan Industri Pangan UNISRI. 3 (2) : 15 – 24.
Arini, Liss Dyah Dewi. 2017. Faktor-Faktor Penyebab Dan Karakteristik
Makanan Kadaluarsa Yang Berdampak Buruk Pada Kesehatan Masyarakat.
Jurnal Ilmiah Teknologi dan Industri Pangan UNISRI. 3 (2) : 15 – 24.
Coles R., Kirwan M. ed. 2011. Food and Beverage Packaging Technology.
2nd Edition. Blackwell Publishing Ltd.
Dakwani, Tifal. 2019. Higiene Sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (Tpm) Di
Gudang 100 Pada Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya Tahun 2018.
Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR. 11 (1) : 69 – 74.
Hariyadi, Purwiyatno. 2019. Masa Simpan dan Batas Kadaluarsa Produk Pangan
(Pendugaan, Pengelolaan dan Penandaannya). Bogor: PT Gramedia Pustaka
Utama
Harris, Helmi dan M Fadli. 2014. Penentuan Umur Simpan (Shelf Life) Pundang
Seluang (Rasbora sp) Yang Dikemas Menggunakan Kemasan Vakum Dan
Tanpa Vakum. Jurnal Saintek Perikanan Universitas PGRI Palembang. 9
(2) : 53 – 62.
Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan
Yang Baik.
Muchtadi, Tien R. dan Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. ALFABETA, CV. Bandung.
Nurul Asiah, Laras Cempaka, Wahyudi Dabid. 2018. Panduan Praktis Pendugaan
Umur Simpan Produk Pangan.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pendaftaran Pangan Olahan.
27
Pitasari, Ulil Hikmah., Gozali, Thomas., dan Garnida, Yudi. 2016. Pendugaan
Umur Simpan Sate Maranggi Dengan Metoda ASLT (Accelerated Shelf Life
Testing) Berdasarkan Pendekatan Arrhenius. Jurnal Teknologi Pangan
Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung.
Rahayu, Sriwulan Pamuji. 2017. “Tahukah Anda, Berapa Lama Daya Simpan
Bahan Pangan Kita?”. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian Kalimantan
Timur. (http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_con
tent&view=article&id=885&Itemid=97, diakses pada 18 Agustus 2019)
Sahani, Wahyuni dan Lestari, Ghita Dwi. 2018. Hubungan Pengetahuan Pengelola
Kantin Dengan Penerapan Program Adiwiyata Kantin Sehat Sekolah Dasar
di Kota Makassar. Jurnal Solipu Poltekkes Kemenkes Makassar, e-issn :
2622 – 6960, p-issn. 18 (1) : 79 – 85.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Wardani, Sri Muri Dasa. 2016. Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus ada Makanan Sosis Siap
Santap di Medan. Medan: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Wirakarsa, I Wayan, Wahyuningdia, Kingkin., dan Nurhasanah, Siti. 2019. Peran
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Perlindungan Konsumen
Makanan Kadaluwarsa. Pactum Law Journal, ISSN: 2615-7837. 2 (3). 831 –
845.
28