Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

( PENGASAPAN )

Dosen:
PLP: 1. Hasniati, S. Pi
2. Warniati, S. Pi
3. Hasma Sukma, S. Pi
4. Asmawati Amir, A. Md. Pi
5. Herniati, A. Md. Pi
6. Achmad Saputra, A. Md. Pi

Andi Nadia
2122030006
Kelas A

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

PRODI PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE KEPULAUAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa . Di mana
Tuhan Yang maha esa telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini.

Sehingga akhirnya terusunlah sebuah laporan makalah di laboratorium


pengolahan ini. Makalah “pengasapan” ini telah kami susun dengan sistematis
dan sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk memenuhi tugas makalah TPHP.

Dengan selesainya laporan resmi makalah ini, maka kami tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih. Kami juga menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan makalah ini.  

Demikian ini makalah “pengasapan” yang telah saya buat. Saya mohon


kritik dan sarannya apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini.
Semoga makalah TPHP ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Juga bermanfaat
bagi Saya selaku penulis.

Mandalle , 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................4

1.2. RUMUSAN MASALAH..........................................................................5

1.3. TUJUAN...................................................................................................5

BAB II......................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................6

2.1. Pengertian Pengawetan dengan pengasapan.................................................6

2.2. Macam dan alat alat pengasapan...................................................................6

2.3. Faktor faktor yang mempengaruhi pengasapan.............................................7

2.4. Pengasapan Pada Ikan...................................................................................8

BAB III..................................................................................................................14

PENUTUP..............................................................................................................14

3.1. kesimpulan...................................................................................................14

3.2. saran.............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Ikan adalah bahan pangan yang mudah rusak/membusuk. Baru hanya


dalam sekitar 8 jam sejak ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul
proses perubahan yang mengarah pada proses kerusakan. Karena itu agar ikan
dan hasil perikanan lainnya dapat dimanfaatkan secara maksimal mungkin
perlu dijaga kondisinya. Tentunya dengan hasil produksi yang banyak ini,
perlu adanya peningkatan pengolahan pada ikan hasil tangkap karena sifat
bahan pangan ini yang sangatlah mudah rusak. Pengolahan merupakan salah
satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan sehingga
mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan sebagai bahan
konsumsi.
Kemudahan ikan untuk rusak dikarenakan tingginya nutrisi yang
terkandung dalam bahan pangan ini, dan sangatlah cocok untuk ditumbuhi
mikroba. Selain itu proses penguraian enzimatis juga akan terjadi secara alami
pada tubuh ikan yang sudah mati. Untuk mencegah proses-proses ini, terdapat
berbagai pengolahan untuk memperpanjang masa simpan ikan, salah satunya
adalah dengan proses pengasapan.
Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk
menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah pengasapan,
selain bertujuan memberikan manfaat untuk mengawetkan bahan
makanan pengolahan makanan dengan cara pengasapan juga memberi
aroma yang sedap, warna kecoklatan atau kehitaman, tekstur yang
bagus serta cita rasa yang khas dan lezat pada bahan makanan yang diolah.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk mengkonsumsi
olahan tersebut
Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk
menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah pengasapan,
selain bertujuan memberikan manfaat untuk mengawetkan bahan
makanan pengolahan makanan dengan cara pengasapan juga memberi
aroma yang sedap, warna kecoklatan atau kehitaman, tekstur yang
bagus serta cita rasa yang khas dan lezat pada bahan makanan yang diolah.
Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk mengkonsumsi
olahan tersebut.
Proses pengawetan makanan telah lama dikenal dan digunakan oleh
manusia, teknologi berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia
akan adanya ketersediaan pangan. Secara umum makanan di alam mempunyai
masa penyimpanan (Shelf life) yang pendek atau relatif cepat mengalami
kerusakan sehingga diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang
masa penyimpanan. Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari,
bahkan berbulan-bulan dan sangat menguntungkan produsen. Cara
pengawetan bahan makanan dapat disesuaikan dengan keadaan bahan
makanan, komposisi bahan makanan, dan tujuan dari pengawetan. Secara
garis besar ada dua cara dalam mengawetkan makanan, yaitu fisik serta
biologi dan kimia. Salah satu contoh dari pengawetan makanan secara fisik
adalah pengasapan.
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging, ikan. Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat
dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Sewaktu pengasapan
berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap.
Waktu pengasapan bergantung dari jenis dan ukuran bahan makanan. Api
perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan
terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan
dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan pengawetan makanan dengan metode
pengasapan?
2. Bagaimana mekanisme pengawetan makanan dengan metode pengasapan?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui proses pengawetan makanan dengan metode
pengasapan.
2. Untuk mengetahui mekanisme pengawetan makanan dengan metode
pengasapan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pengawetan dengan pengasapan


Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat
dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Sebelum diasapi, daging
biasanya direndam di dalam air garam. Beberapa jenis ikan tidak perlu direndam
lebih dulu di dalam air garam, Setelah dilap dan dikeringkan, makanan digantung
di tempat pengasapan yang biasanya memiliki cerobong asap. Sebagai kayu asap
biasanya dipakai serpihan kayu yang bila dibakar memiliki aroma harum seperti
kayu pohon ek dan bukan kayu yang memiliki damar. Ke dalam kayu bakar bisa
ditambahkan rempah-rempah seperti cengkeh dan akar manis .

Pengasapan biasanya dikombinasikan pemakainnya dengan proses


pemanasan lain untuk membantu membunuh mikroorganisme. Selain untuk
membunuh mikroorganisme, juga pemanasan ini dapat membatu mengeringkan
bahan yang diasapi sehingga menjadi lebih awet. Dalam hal ini pengasapan
biasanya dilakukan pada suhu sekitar 57⁰ C. Jika pengasapan tidak dikombinasikn
dengan pemanasan lainnya, maka suhu yang dipergunakan biasanya lebih tinggi
lagi. Pengasapan yang dilakukan pada suhu sekitar 60⁰ C dapat menghambat
terjadinya reaksi enzimatik didalam bahan makanan yang diasapi.

2.2. Macam dan alat alat pengasapan

Di dalam pengawetan dengan cara pengasapan dikenal dua macam metode


pengasapan yaitu: Pengasapan dingin (Cold smoking) atau disebut pengasapan
tidak langsung dan pengasapan panas ( hot-smoking ) atau disebut pengasapan
langsung. Bahan makanan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin pada
umumnya hasilnya lebih stabil dibandingkandengan bahan makanan yang diasapi
dengan cara pengasapan panas. Hal ini disebabkan karena pada pengasapan dingin
bahan makanan tidak langsung kering, sehingga waktu untuk meresapnya asap ke
bahan makanan akan lebih panjang. Waktu untuk pengasapan dingin lebih lama
daripada waktu yang dibutuhkan untuk pengasapan panas, tetapi susutnya bahan
pada pengasapan dingin jauh lebih kecil bilas dibandingkan dengan pengasapan
panas. Kadar air dari bahan yang diasapi dengan cara pengasapan dingin lebih
rendah daripada pengasapan panas, sehingga kemungkinan lebih awetnya bahan
yang diasapi dengan pengasapan dingin lebih besar.

Alat pengasapan
Pada prinsipnya alat pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai
penghasil asap dan ruang pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan
yang diasapi. Pada jaman dahulu pengasapan dilakukan dengan jalan mengasapi
bahan makanan di atas kayu yang dibakar, akan tetapi dewasa ini telah ditemukan
alat jenis penghasil asap yang suhu dan komposisi asapnya dapat diatur sesuai
dengan keinginan kita. Salah satunya adalah “Batch process Kiln” yaitu suatu klin
yang mempunyai alat sirkulasi udara dan asap dengan kecepatan rata-rata kurang
lebih 1 meter per detik. Pengasapan dengan alat ini memakan waktu yang lebih
singkat dibandingkan dengan pengasapan tradisional. Dengan makin majunya
jaman, sekarang juga sering digunakan “pengasapan Elektrostatis” dalam cara
pengasapan ini digunakan suatu generator geser.

2.3. Faktor faktor yang mempengaruhi pengasapan


Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada proses pengasapan diantara
lainnya adalah;
 Jenis bahan bakar
 Kadar air kayu pengasap
 Kepekatan asap
 Suhu
  Kelembaban
2.4. Pengasapan Pada Ikan
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat
selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Mutu olahan ikan sangat tergantung
pada mutu bahan mentahnya. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati
menyebabkan pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu dilakukan
untuk mencegah proses pembusukan. Pengawetan ikan secara tradisional
bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menurut perkiraan FAO, 2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan
dengan cara pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai
30%. Dibandingkan cara pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau
pengasinan, pengawetan ikan dengan cara pengasapan di Indonesia kurang begitu
luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan pemasarannya yang agak sulit,
karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
 Ikan Asap
Ikan asap adalah ikan yang diolah dari ikan segar atau ikan yang digarami
terlebih dahulu (bahkan dapat pula diambil dari ikan-ikan hasil penggaraman
kering atau basah), tergantung dengan selera konsumen. Ikan asap merupakan
produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat
disantap.
 Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengawetkan
ikan tanpa campuran bahan pengawet. Pengasapan ikan dilakukan pada suhu 65 0C
– 800C selama 3-4 jam. Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis kayu
yang keras (non resinous) atau sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu yang
lunak sering mengandung zat-zat yang menyebabkan bau kurang baik pada hasil
asapan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang
amat kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam
perbandingan yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh
ikan terutama dalam bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa
yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting
pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan makanan karena adanya aksi
desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan.
Pengeringan mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan
penyerapan asap kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada
banyaknya asap yang terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi
alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton
dan asam-asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol,
quinol, guaikol dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas
telah diketahui adanya kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap.
Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang dihasilkan tergantung kepada
jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan
jenis kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-
kayu yang lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa
yang dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh
kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit
pengasapan dipanasi, maka beratnya akan menjadi lebih ringan daripada udara di
luar, dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan
melintasi ikan-ikan di dalamnya. Banyaknya uap air yang diserap oleh udara
tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan
akan lebih tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah panas tidak
dapat dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh
karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada
kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap
kedua, dimana permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu
udara dan asap. Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus
merembes dahulu dari lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula
dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan
akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air selanjutnya dari lapisan
dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak mengalami efek
pengeringan.
 Proses-Proses Pada Pengasapan Yang Mempunyai Efek Pengawetan
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek
pengawetan, yaitu : penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapannya
sendiri.
A. Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering ( dry salting)
dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan
daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan
menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu,garam
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Disamping itu garam juga menyebabkan
daging ikan menjadi enak.

B. Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam kamar asap
yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung
menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air
dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan memberikan efek
pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk
berair. Oleh karena itu, proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat
penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang
diuapkan.

C. Pemanasan
Ikan dapat diasapi dengan pengasapan panas atau dengan pengasapan dingin.
Pada pengasapan dingin panas yang timbul karena asap tidak begitu tinggi efek
pengawetannya hampir tidak ada. Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu
untuk penasapan harus diperpanjang. Pada pengasapan panas karena jarak antara
sumber api (asap) dengan ikan biasanya dekat, maka suhunya lebih tinggi
sehingga ikan menjadi masak. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas
enzim-enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan
menguapkan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain
diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan
D. Pengasapan
Tujuan dari pengasapan adalah untuk mengawetkan dan memberi warna dan
rasa spesifik pada ikan. Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas
(yang tergantung kepada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan
lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya,
misalnya dengan pemakaian zat-zat pengawet atau penyimpanan pada suhu
rendah.
 Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
A. Daya Awet Ikan
Seperti telah disebutkan tadi, bahwa asap mengandung zat-zat yang dapat
menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri-bakteri pembusuk. Namun
jumlah zat-zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali,
sehingga daya awetnya sangat terbatas.
B. Rupa Ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini
disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat
dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan
damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk
berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasana asam, dan asam ini telah tersedia di
dalam asap itu sendiri.

C. Warna Ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan
warna ini timbul karena terjadinya reaksi kimia antara phenol dari asap dengan
oksigen dari udara

D. Rasa Ikan
Setelah diasapi, ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa keasap-
asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol
serta zat-zat lain sebagai pembantu
 Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ikan Asap
A. Bahan Mentah (raw material)
Seperti halnya dengan cara-cara pengawetan ikan lainnya, pengasapan tidak
dapat menyembunyikan atau menutupi karakteristik-karakteristik dari ikan yang
sudah turun kualitasnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan asap yang
bermutu baik harus menggunakan bahan mentah (ikan) yang masih segar.
Sebagian besar dari penyebab rendahnya mutu ikan asap ialah digunakannya ikan-
ikan yang sudah hampir busuk yang akan menghasilkan produk akhir yang
lembek, lengket dan permukaannya tidak cemerlang. Selain dari kesegarannya,
faktor-faktor lainnya juga dapat menentukan mutu dari produk akhir, misalnya
pengaruh musim dan kondisi ikan tersebut. Baru-baru ini telah ditemukan bahwa
ikan asap yang dibuat dari ikan kurus yang baru bertelur mempunyai rupa dan
rasa yang kurang memuaskan bila dibandingkan dengan ikan asap yang dibuat
dari ikan-ikan gemuk dan dalam kondisi yang sangat baik

 Perlakuan-perlakuan Pendahuluan (pretreatments)


Di daerah-daerah perikanan, beberapa jenis ikan asap dibuat dari ikan utuh atau
sudah disaingi kadang-kadang tanpa kepala. Lainnya dalam bentuk sayatan (fillet)
atau dibelah dengan berbagai cara, masing-masing dengan karakteristik tertentu.
Satu hal yang harus diingat yaitu cara apapun yang dilakukan ikan harus benar-
benar dibersihkan sebelum dilakukan proses pengawetan yang sebenarnya.
Perlakuan pendahuluan yang paling umum dilakukan ialah penggaraman.
Sekarang pada umumnya penggaraman dilakukan dengan cara penggaraman
basah atau larutan (brine salting). Untuk mendapatkan perlakuan yang seragam
campuran air garam dan ikan harus sekali-sekali diaduk. Untuk mendapatkan ikan
asap yang bermutu baik, larutan garam yang digunakan harus mempunyai
kejenuhan antara 70 – 80%. Larutan di atas 100% akan merusak produk yaitu
dengan terbentuknya kristal-kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya bila
menggunakan larutan garam yang kejenuhannya di bawah 50% akan
menghasilkan ikan asap yang kurang baik mutunya.
Karena banyaknya garam yang terserap oleh ikan yang merupakan hal yang
sangat penting pada proses pengawetan, maka kepekatan garam dalam larutan
harus selalu dikontrol. Seringkali penambahan garam ke dalam larutan garam
dilakukan secara sembarangan saja tanpa mengguankan salinometer (alat untuk
mengukur kepekatan garam). Sebaliknya setiap kelompok ikan (batch) harus
menggunakan larutan garam baru dan wadah-wadah harus dibersihkan, yaitu
untuk mencegah terjadinya pencemaran ikan oleh bakteri-bakteri dan kotoran-
kotoran yang berasal dari insang dan sisik ikan-ikan yang telah digarami
sebelumnya. Efek lain yang dapat timbulkan oleh pemakaian larutan garam bekas
ialah adanya protein ikan yang melarut dan ini akan membentuk gumpalan-
gumpalan yang akan menempel pada ikan hingga menyebabkan rupa ikan tidak
menarik lagi.
 Pengeringan Sebelum Pengasapan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, lalu dilakukan tahap
pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air sebelum proses pengasapan.
Pengeringan atau penirisan dapat dilakukan dengan cara mengantung ikan di atas
rak-rak pengering di udara yang terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi
iklim di mana kelembaban nisbi rendah.Akan tetapi bila iklim setempat
mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi sangat
lambat, maka tahap pengeringan harus dilakukan dalam lemari pengering.
Protein ikan yang larut dalam garam akan membentuk lapisan yang agak
lengket dan setelah kering akan menyebabkan permukaan ikan menjadi
mengkilap. Kilap ini merupakan salah satu kriteria yang diinginkan pada ikan
asap yang bermutu baik. Kilap yang baik dapat diperoleh dengan menggunakan
larutan garam yang mempunyai kejenuhan 70 – 80%, sedangkan kejenuhan yang
lebih rendah akan mengakibatkan rupa yang agak suram.

BAB III

PENUTUP
3.1. kesimpulan
Pengasapan adalah salah satu cara memasak, memberi aroma, atau proses
pengawetan makanan, terutama daging dan ikan. Makanan diasapi dengan panas
dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu, dan tidak diletakkan dekat
dengan api agar tidak terpanggang atau terbakar. Di dalam pengawetan dengan
cara pengasapan dikenal dua macam metode pengasapan yaitu: Pengasapan dingin
(Cold smoking) atau disebut pengasapan tidak langsung dan pengasapan panas
(hot-smoking) atau disebut pengasapan langsung. Pada prinsipnya alat
pengasapan terdiri dari dapur api (kiln) sebagai penghasil asap dan ruang
pengasapan sebagai tempat menyimpan bahan makanan yang diasapi.

3.2. saran
Setelah mengetahui materi pengawetan pengasapan diharapkan kita dapat
memahaminya dan menerapkan dalam kehidupan kita
DAFTAR PUSTAKA
Trisno, Iwan. 2010. Pengawetan Makanan atau Minuman.
http://litbang.patikab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=78:pengawetan-
makananminuman&catid=90:pengawetan-makananminuman&Itemid=60
(15 November 2011).

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta: Gramedia
Pustaka.

Zaif. 2010. Pengolahan dan Pengawetan Makanan Serta Permasalahannya.


http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan.dan.pengawetan-
bahan-makanan-serta-permasalahannya.htm (15 November 2011).

Anda mungkin juga menyukai