Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MATA KULIAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN

Proses Pengawetan Makanan dengan Bahan Kimia

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

Fortuna Evans Simarmata 21030114130158

Ita Pratiwi 21030115120082

Inneke Aulia 21030115120021

Thio Vania Kusuma S 21030115120030

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2018

1
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan yang berjudul
”Proses Pengawetan Makanan dengan Bahan Kimia”. Dalam penyusunan tugas ini
tidak terlepas dari bantuan pihak-pihak lain. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
kami ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bu Aji Prasetyaningrum, ST. Msi selaku dosen mata kuliah Teknologi
Pengolahan dan Pengawetan Makanan.
2. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas
makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca secara umum. Amin

Semarang, 1 November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PRAKATA .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ...............................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................2
1.4 Manfaat .................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengawetan Makanan.............................................................................3
2.2 Pengawetan Makanan dengan Bahan Kimia ..........................................3
2.3 Jenis-Jenis Pengawetan Makanan dengan Bahan Kimia ......................7
2.4 Aplikasi Pengawetan dengan Bahan Kimia ........................................15
2.3.1 Komposisi Asap ...............................................................................15
2.3.2 Metode-metode Pengasapan .............................................................15
2.3.3 Tahapan Proses Pengasapan .............................................................17
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pengawetan dengan Bahan Kimia ..........18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................21
3.2 Saran .....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................22
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari kehidupan manusia.
Tanpa adanya makanan, manusia tidak dapat bertahan hidup. Pada zaman primitif,
manusia memakan sesuatu yang memang bisa dimakan dan hanya diolah dengan
sangat sederhana. Selain itu semua bahan makanan juga sangat rentan terhadap
kerusakan atau pembusukan baik faktor dari dalam maupun luar bahan,
penanganan, pengolahan atau proses penyimpanannya. Namun dengan kemajuan
zaman dan teknologi saat ini, manusia mendapat hasrat untuk meningkatkan cita
rasa yang lebih dari makanan dasar tersebut dan memperlama waktu
penyimpanannya. Upaya untuk memperlambat proses kerusakan atau pembusukan
dalam rangka memperpanjang waktu penyimpanan biasanya disebut pengawetan.
Pengawetan makanan adalah proses perlakuan pada makanan untuk
menghentikan atau mengurangi kerusakan pada makanan seperti berkurangnya
kualitas dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Pengawetan makanan biasanya
terkait dengan penghambatan pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroorganisme
lainnya. Banyak metode atau teknik pengawetan makanan seperti pasteurisasi,
pengeringan, pendinginan, pengalengan, pemvakuman, radiasi, kimiawi, dan lain-
lain.
Pengawetan dengan penambahan bahan kimia yaitu penambahan zat kimia
yang dalam kondisi tertentu, menunda pertumbuhan mikroorganisme tanpa harus
menghancurkannya atau mencegah deteriorasi kualitas selama pembuatan dan
distribusi. Dapat terjadi secara alami atau zat sintetis yang ditambahkan ke produk
yang diaplikasikan pada makanan sebagai aditif langsung selama pemrosesan, atau
berkembang sendiri selama proses seperti fermentasi. Senyawa ini yang
ditambahkan ke makanan disebut sebagai aditif makanan. Food and Agriculture
Organization (FAO) mendefinisikan bahan aditif makanan sebagai berikut : "setiap
substansi yang tidak biasa dikonsumsi baik secara sendiri maupun sebagai bahan
dasar makanan, baik substansi tersebut mempunyai nilai nutrisi atau tidak, tujuan
penambahannya dalam makanan adalah untuk alas an teknis (termasuk

1
organoleptis), prosessing, preparasi, perlakuan pendahuluan, pengemasan,
transport atau mempertahankan produk makanan jadi, bahan makanan tambahan
tersebut atau produk sampingnya diharapkan menyebabkan (secara langsung
maupun tak langsung) menjadi suatu komponen yang mempengaruhi karakterisitik
dari makanannya".
Bahan pengawet dari bahan kimia selain berfungsi membantu
mempertahankan bahan makanan dari pembusukan oleh mikrorganisme, juga dapat
meningkatkan cita rasa makanan dengan memberikan tambahan rasa sedap, manis,
dan pewarna. Sehingga memberi nilai ekonomis lebih tinggi dari bahan makanan
alaminya dan tentunya meningkatkan daya konsumsi manusia.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa saja proses pengolahan dan pengawetan dengan penambahan bahan kimia?
2. Bagaimana aplikasi dari pengawetan makanan dengan penambahan bahan
kimia?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari pengawetan bahan makanan dengan
penambahan bahan kimia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pengawetan dengan penambahan bahan kimia.
2. Mengetahui aplikasi dari pengawetan makanan dengan penambahan bahan
kimia.
3. mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pengawetan bahan makan dengan
penambahan bahan kimia

1.4 Manfaaat
1. Mahasiswa mengetahui macam-macam pengawetan dengan penambahan bahan
kimia
2. Mahasiswa mengetahui aplikasi dari pengawetan makanan dengan penambahan
bahan kimia.
3. Mahasiswa mengetahui manfaat pengawetan bahan makanan dengan
penambahan bahan kimia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawetan Makanan


Pangan atau makanan adalah bahan yang dimakan untuk memenuhi
keperluan hidup untuk tumbuh, bekerja dan perbaikan jaringan. Bahan pangan
dapat digolongkan menjadi dua yaitu hewani dan nabati. Bahan pangan nabati
relatif lebih tahan lama waktu simpannya daripada hewani. Namun semua
bahan pangan sangat rentan terhadap kerusakan baik dari dalam maupun luar
bahan, baik dalam penanganan, pengolahan atau proses penyimpanannya.
Bahan pangan setelah dipanen secara fisiologis masih hidup dan proses ini
berlangsung terus sampai terjadi pembusukan, sehingga dilakukan upaya untuk
membuat bahan pangan tersebut lebih tahan lama.
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat
makanan memiliki daya simpan yang lama dan tetap mempertahankan sifat-
sifat fisika dan kimianya. Beberapa perlakuan pengawetan bahan pangan yang
dapat dilakukan yaitu dengan pemanasan dan pengeringan;pendinginan dan
pembekuan; pengasapan; radiasi; serta penambahan bahan lain (kimia, asam,
gula, garam) dalam dosis tertentu.

2.2 Pengawetan Makanan dengan Bahan Kimia


Proses pengawetan makanan dapat dilakukan dengan menambahkan
sejumlah bahan kimia tertentu yang aman ke dalam makanan. Bahan pengawet
tersebut bertujuan untuk menghambat atau memperlambat proses
pembusukan, fermentasi, pengasaman atau penguraian yang disebabkan oleh
mikroba. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat baik jenis maupun
dosisnya. Beberapa bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan
antara lain:
a. Asam benzoat (C6H5COOH) dan garam sodiumnya merupakan bahan
kimia pengawet pertama yang diijinkan oleh Food and Drug
Administration. Benzoat biasanya diperdagangkan dalam bentuk
natrium benzoat serta memiliki ciri-ciri berbentuk serbuk/ Kristal putih,
halus,sedikit berbau, berasa payau dan pada pemanasan yang tinggi akan

3
meleleh. Bahan kimia ini digunakan untuk mengawetkan minuman
ringan dan kecap (600 mg/kg) serta sari buah, saus tomat, saus
sambal,jelly, manisan, agar-agar.
b. Asam sorbat (CH3CH=CHCH=CHCOOH) biasa digunakan sebagai
bahan dalam bentuk garam kalium atau kalsium sorbat. Bahan pengawet
untuk margarin, pekatan sari buah dan keju ( 1 g/kg). Asam sorbat
bekerja lebih efektif pada makanan dengan pH dibawah 6. Asam sorbet
menghambat jamur, yeast, Salmonella sp.,Streptococci fekal, dan
Staphylococci.
c. Propionat terdapat dalam bentuk asam, garam kalium atau natrium
propionate. Asam propianat adalah asam organic yang memiliki tiga
karbon dengan rumus molekul CH3CH2COOH. Komponen ini lebih
aktif dalam makanan dengan pH rendah serta efektif menghambat
pertumbuhan jamur. Bahan pengawet yang digunakan untuk roti ( 2 g /
kg ) dan keju olahan ( 3 g / kg ).
d. Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam natrium atau kalium nitrit
dan nitrat. Natrium nitrit berbentuk butiran berbentuk putih, sedangkan
kalium nitrit berwarna putih/ kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.
Nitrit dan nitrat biasanya digunakan dalam proses curing untuk
mempertahankan warna merah dari daging serta dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu singkat. Bahan
pengawet yang digunakan untuk daging olahan seperti sosis ( 125 mg
nitrit/kg atau 500 mg nitrat/kg), corned dalam kaleng ( 50 mg nitrit/kg)
atau keju (50 mg nitrat/kg). Jika jumlah bahan pengawet nitrat/ nitrit
yang ditambahkan melebihi dosis dapat menyebabkan keracunan.
e. Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang
berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut
dalam air, spriritus, dan etanol, tidak berbau, rasanya sangat asam,
serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya
terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari
buah-buahan seperti nanas, jeruk, lemon, markisa. Asam ini dipakai
untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada

4
berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain.
Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup,
digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula
(termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan
berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan
asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah
pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan
maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.
f. Sulfit terdapat dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau
metabisulfit. Bahan kimia ini memiliki kemampuan sebagai pereduksi
yang kuat sehingga dapat mereduksi oksigen. Komponen ini dapat
menghambat bakteri asam laktat dan bakteri asama asetat. Jumlah
penggunaannya tergantung bahan makanan yang akan diawetkan.
Bahan pengawet untuk kentang goreng (500 mg/kg), udang beku (100
mg/kg) dan pekatan sari nanas (500 mg/kg).
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal.
Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk
mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah,
menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk
mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium metabisulfit
dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip
pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan
sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama + 15 menit.
Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium
metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.
g. Garam dapur diperoleh dari air laut yang mengandung ± 3% garam.
Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-
kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-
kotoran yang ada didalamnya. Garam dengan konsentrasi rendah
berfungsi sebagai pembentuk cita rasa, sedangkan dalam konsentrasi
cukup tinggi mampu berperan sebagai pengawet. Garam akan
terionisasi dan menarik sejumlah molekul air, peristiwa ini disebut

5
hidrasi ion. Jika konsentrasi garam makin besar, maka makin banyak ion
hidrat dan molekul air terjerat, sehingga menyebabkan kandungan air
dalam bahan pangan menurun. Aktivitas garam dalam menarik air ini
erat kaitannya dengan peristiwa plasmolisis, dimana air akan bergerak
dari konsentrasi garam rendah ke konsentrasi garam tinggi karena
adanya perbedaan tekanan osmosis.
Efek dari garam sebagai pengawet adalah sifat osmotiknya yang
tinggi sehingga memecahkan membaran sel mikroba, sifat
hidroskopisnya menghambat aktifitas enzym proteolitik dan adanya ion
Cl yang terdisosiasi. Bila mikroorganisme ditempatkan dalam larutan
garam pekat (30-40%), maka air dalam sel akan keluar secara osmosis
dan sel mengalami plasmolisis serta akan terhambat dalam
perkembangbiakannya. Garam dapur sebagai penghambat
pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan
juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal
sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.
h. Gula dapat mengikat air secara efisien. Oleh karenanya penambahan
gula ke dalam sebuah produk akan memberikan efek pengawetan karena
air tidak lagi tersedia untuk pertumbuhan organisme pembusuk. Apabila
gula ditambahkan kedalam bahan makanan dengan konsentrasi tinggi
(40%) maka sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan tersebut
menjadi berkurang. Sebagai bahan pengawet, penggunaan gula pasir
minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Gula biasanya digunakan pada
pengawetan buah-buahan, permen, susu kental.
Larutan gula yang pekat mempunyai tekanan osmotik yang tinggi.
Konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme bervariasi tergantung jenis dan kandungan zat-zat yang
terdapat dalam bahan pangan, tetapi umumnya 70% karutan gula akan
menghentikan pertumbuhan mikroba. Dalam konsentrasi dibawah 70%
larutan gula masih efektif menghentikan kegiatan mikroba tetapi untuk
jangka waktu yang pendek.

6
Sukrosa dalam bahan pangan selain sebagai pemanis juga berfungsi
sebagai pembentuk tekstur, pembentuk cita rasa dan sebagai substrat
bagi proses fermentasi. Sebagai pengawet sukrosa mampu menurunkan
nilai keseimbangan realtif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan
cara mengikat air bebas yang ada sehingga tidak dapat digunakan oleh
mikroba pembusuk. Pada konsentrasi 30% sukrosa dapat menghambat
aktifitas enzym askorbat oksidase dan pada konsentrasi 50% akan
menghambat aktifitas enzym katalase.
i. Asam asetat dan asam laktat merupakan bahan pengawet yang sering
digunakan. Kedua senyawa ini dapat menurunkan pH di bawah kisaran
pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghambat metabolism dan
pertumbuhan mikrooganisme tersebut. Biasanya terdapat pada produk-
produk fermentasi.
j. Karbondioksida dapat digunakan sebagai bahan preservatif untuk
daging dan produk daging karena mempunyai pengaruh bakteriostatik
dan fungistatik. Karbondioksida menghambat pertumbuhan beberapa
bakteri anaerobik, ragi dan jamur. Bakteri fakultatif bisa juga dihambat
oleh CO2 sedangkan bakteri asam laktat dan bakteri anaerobik tidak
terpengaruh oleh CO2 . Konsentrasi maksimum yang digunakan adalah
25%.

2.3 Jenis-Jenis Pengawetan dengan Bahan Kimia


Terdapat beberapa jenis atau tipe dari pengawetan makanan dengan
penggunaan bahan kimia diantaranya yaitu:

1. Pengawetan tradisional dengan bahan kimia


Proses ini dilakukan secara tradisional dan dengan penambahan bahan-
bahan pengawet kimia. Proses pengawetan secara tradisional antara lain
penggaraman, pemanisan, pengasapan dan curing.
a. Penggaraman merupakan proses pengawetan makanan yang sudah
dilakukan sejak dulu. Proses pengasinan dilakukan dengan
menambahkan garam untuk menghambat pertumbuhan mikroba melalui
osmosis sehingga dapat mencegah pembusukan makanan.

7
b. Pemanisan dilakukan dengan menaruh kadar gula yang cukup tinggi
kedalam makanan. Cara pengawetan makanan ini dengan memasukkan
makanan ke dalam medium yang mengandung gula dengan kadar
konsentrasi minimum sebesar 40%untuk menurunkan kadar
mikroorganisme.
c. Curing adalah salah satu cara mengawetkan makanan secara kimia
dengan melakukan pemberian kombinasi bahan-bahan preservative
seperti garam, nitrat dan nitrit dengan tujuan mengeluarkan cairan dari
makanan dengan proses osmosis. Proses curing juga dapat menambah
cita rasa pada makanan. Proses ini biasanya dilakukan pada daging
dengan cara merndam daging pada larutan garam, Na-Nitrit dan atau
Na-Nitrat.
d. Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan makanan , member
aroma dan memasak terutama pada daging dan ikan. Makanan diasapi
dengan asap dan panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Asap
mengandung senyawa fenol dan formaldehida. Kedua senyawa ini
bersifat bakteriosidadan juga fungisida. Panas pembakaran juga
membenuh mikroba dan menurunkan kadar air daging sehingga
makanan lebih awet.

2. Penambahan zat aditif


Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses
produksi, pengemasan atau penyimpanan dengan maksud tertentu.
Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu
dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi
yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan.
a. Bahan pewarna adalah zat aditif yang ditambahkan untuk meningkatkan
warna pada makanan atau minuman. Bahan pewarna dicampurkan
untuk memberi warna pada makanan, meningkatkan daya tarik visual
pangan, merangsang indera penglihatan, menyeragamkan dan
menstabilkan warna, dan menutupi atau mengatasi perubahan warna.

8
Ada 2 jenis bahan pewarna pada makanan yaitu alami dan sintetis
(buatan).
 Pewarna alami
Pewarna alami adalah pewarna yang dapat diperoleh dari alam, baik
dari tumbuhan dan hewan. kunyit (warna kuning), daun suji dan
daun pandan (warna hijau), warna telang (warna biru keunguan),
gula kelapa (warna merah kecoklatan), cabe dan bunga belimbing
sayur (warna merah). Pewarna alami ini sangat aman bagi kesehatan
manusia.
Pewarna alami mempunyai keunggulan, yaitu umumnya
lebih sehat untuk dikonsumsi daripada pewarna buatan. Namun,
pewarna makanan alami memiliki beberapa kelemahan, yaitu
cenderung memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan,
warnanya mudah rusak karena pemanasan, warnanya kurang kuat
(pucat), dan macam warnanya terbatas.
 Pewarna buatan
Pewarna buatan atau sintetis yang terbuat dari bahan kimia.
Bahan pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa
keunggulan dibanding pewarna alami, yaitu harganya murah, praktis
dalam penggunaan, warnanya lebih kuat, macam warnanya lebih
banyak, dan warnanya tidak rusak karena pemanasan. Penggunaan
bahan pewarna buatan untuk makanan harus melalui pengujian yang
ketat untuk kesehatan konsumen. Contoh bahan pewarna buatan
seperti tartrazin untuk warna kuning, bliliant blue untuk warna biru,
alura red untuk warna merah. Meski aman dalam takran tertentu,
namun sebaiknya tidak dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan
terus menerus.

3. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan


digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman
dan makanan kesehatan. Pemanis dipakai untuk menambah rasa manis yang
lebih kuat pada bahan makanan.

9
Pemanis dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan.
Pemanis alami merupakan bahan pemberi rasa manis yang diperoleh dari
bahan-bahan nabati maupun hewani. Pemanis alami yang umum dipakai
adalah gula pasir, gula tebu atau gula pasir, gula merah, madu, dan kulit
kayu.
 Gula tebu atau gula pasir mengandung zat pemanis fruktosa yang
merupakan salah satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang
diperoleh dari tanaman tebu merupakan pemanis yang paling banyak
digunakan. Selain memberi rasa manis, gula tebu juga bersifat
mengawetkan.
 Gula merah merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah
merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir.
Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya
pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.
 Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain
sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.
 Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis.
Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.

Sedangkan Pemanis buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang


merupakan bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
makanan. Pemanis buatan ini antara lain aspartam, sakarin, kalium asesulfam,
dan siklamat.
a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester,
merupakan pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman
ringan. Aspartam merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat
kemanisan dari aspartam 200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam
dapat terhidrolisis atau bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis,
sehingga lebih cocok digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.
b) Sakarin adalah pemanis buatan yang tidak berkalori. Sakarin dibuat dari
garam natrium. Asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau

10
dan sangat manis. Sakarin mempunyai tingkat kemanisan 200-500 kali dari
rasa manis sukrosa (gula pasir).
c) Sakarin dan aspartam sering digunakan di industri minuman kaleng atau
kemasan. Keunggulan sakarin, yaitu tidak bereaksi dengan bahan makanan,
sehingga makanan yang ditambah dengan sakarin tidak mengalami
kerusakan dan harganya murah. Kelemahan sakarin adalah mudah rusak
bila dipanaskan sehingga mengurangi tingkat kemanisannya. Selain itu,
sakarin kerap kali menimbulkan rasa pahit. Penggunaan sakarin yang
berlebihan dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia, misalnya
menimbulkan kanker.
d) Kalium Asesulfam memiliki tingkat kemanisan sekitar 200 kali dari
kemanisan gula pasir. Kelebihan kalium Asesulfam adalah mempunyai sifat
stabil pada pemanasan dan tidak mengandung kalori.
e) Siklamat terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan
tingkat kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis
daripada gula pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai
mengandung siklamat antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan
berbagai minuman fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan
siklamat karena diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas
maksimum penggunaan siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan
makanan.

4. Penyedap Makanan
Penyedap makanan adalah bahan tambahan makanan yang tidak
menambah nilai gizi. Penyedap makanan sebagai penguat rasa protein,
penurun rasa amis pada ikan, dan penguat aroma buah-buahan. Berikut
diuraikan beberapa contoh penyedap makanan antaralain yaitu:
a. Penyedap rasa
Penyedap rasa atau penegas rasa adalah zat yang dapat meningkatkan
cita rasa makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan
menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan.
Penyedap rasa ada yang diperoleh dari bahan alami maupun sintetis.

11
Penyedap rasa alami berasal dari rempah-rempah, misalnya: bawang
putih, bawang bombay, pala, merica, ketumbar, serai, pandan, daun
salam, dan daun pandan, dll. Penyedap sintetik pada dasarnya merupakan
tiruan dari yang terdapat di alam, tetapi karena kebutuhannya jauh
melebihi dari yang tersedia maka sejauh mungkin dibuatlah tiruannya.
Penyedap sintetik yang sangat populer di masyarakat adalah vetsin atau
MSG (mononatrium glutamat). Di pasaran, senyawa tersebut dikenal
dengan beragam merek dagang, misalnya Ajinomoto, Miwon, Sasa,
Royco, Maggi, dan lain sebagainya. MSG merupakan garam natrium dari
asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein nabati maupun
hewani. Daging, susu, ikan, dan kacangkacangan mengandung sekitar
20% asam glutamat.
b. Pemberi aroma
Pemberi aroma adalah zat yang dapat memberikan aroma tertentu pada
makanan atau minuman, sehingga dapat membangkitkan selera
konsumen. Penambahan zat pemberi aroma menyebabkan makanan
memiliki daya tarik untuk dinikmati. Zat pemberi aroma yang berasal
dari bahan segar atau ekstrak dari bahan alami, misalnya minyak atsiri
dan vanili. Pemberi aroma yang merupakan senyawa sintetik, misalnya:
amil asetat mempunyai cita rasa seperti pisang ambon, amil kaproat
(aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin (aroma vanili), dan metil
antranilat (aroma buah anggur). Jeli merupakan salah satu contoh
makanan yang menggunakan zat pemberi aroma.

5. Emulsifier /pengemulsi
Emulsifier atau pengemulsi adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mempertahankan dispersi lemak dalam air dan sebaliknya. Pengemulsi
biasanya ditambahkan pada makanan yang mengandung air dan minyak,
seperti margarine dan es krim. Daya kerja emulsifier mampu menurunkan
tegangan permukan yang dicirikan oleh bagian lipofilik dan hidrofilik yang
terdapat pada struktur kimia. Emulsifier apabila lebih terikat pada air/ lebih
larut dalam air maka dapat lebih membantu terjadinya disperse minyak

12
dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air, misalnya pada susu.
Ada dua jenis pengemulsi yaitu alami dan buatan. Contoh pengemulsi alami
yaitu kuning dan putih telur, gelatin, kedelai, tepung kanji dan lesitin.
Sedangkan contoh pengemulsi buatan yaitu SPANS (ester dari asam lemak
sorbitan), gliseril laktopalmitat dan CMC.

6. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif.
Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk mempertahankan mutu
produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan
aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut
dapat di hambat. Antioksidan sangat penting sebagai inhibitor peroksidasi lipid
sehingga bisa digunakan untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada
bahan pangan.
Peroksidasi lipid merupakan reaksi kimia yang sering terjadi pada
bahan pangan yang memproduksi asam, aroma tak sedap dan toksik selama
proses pengolahan dan penyimpanan sehingga mempengaruhi mutu dan
keamanan produk pangan. Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu
antioksidan alam dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami banyak
terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan,
sedangkan yang termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butil
hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT), propilgallat, dan
etoksiquin.
Beberapa contoh makanan sumber antioksidan antara lain vitamin A :
wortel, brokoli, sayur hijau, bayam, labu, hati, kentang, telur, aprikot, mangga,
susu dan ikan. Vitamin C : Lada (merica), cabe, peterseli, jambu biji, kiwi,
brokoli, taoge, kesemek, pepaya, stroberi, jeruk, lemon, bunga kol, bawang
putih, anggur, raspberri, jeruk, kepruk,bayam, tomat dan nanas. Vitamin E :
asparagus, alpukat, buah zaitun, bayam, kacang kacangan, biji bijian, minyak

13
sayur, sereal. Beta karoten, lutein, likopen, wortel, labu, sayur sayuran hijau,
buah buah berwarna merah, tomat, rumput laut. Polipenol : Buah berri, teh, bir,
anggur, minyak zaitun, cokelat, kopi, buah kenari, kacang, kulit buah, buah
delima dan minuman anggur.

7. Penambahan asam
Mikroba sensitif terhadap asam karena dapat menyebabkan denaturasi
protein bakteri. Asam yang dihasilkan oleh salah satu mikroba selama
fermentasi biasanya akan menghambat perkembangbiakan mikroba lainnya.
Oleh karena itu fermentasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan
pangan dengan cara melawan bakteri proteolitik atau bakteri pembusuk
lainnya. Asam dalam bahan pangan dapat dihasilkan dengan menambahkan
kultur pembentuk asam, atau menambahkan langsung asam sitrat atau asam
fosfat dan senyawa asam lainnya. Asam yang biasa digunakan untuk
pengawet antara lain asam sitrat, asam propionat, asam sorbat , asam
benzoat , asam asetat dan asam laktat.

2.4 Aplikasi Pengawetan dengan Bahan Kimia


Salah satu contoh proses pengawetan yang memanfaatkan komponen kimia
dalam prosesnya adalah smoking/pengasapan pada ikan atau daging. Istilah
pengasapan (smoking) diartikan untuk penyerapan bermacam-macam senyawa
kimia yang berasal dari asap kayu ke dalam ikan atau daging, disertai dengan
setengah pengeringan. Pengasapan dapat memperpanjang umur simpan dari ikan
atau daging, namun tidak untuk waktu yang sangat lama.
Pengasapan juga bertujuan untuk mengeluarkan uap dari unsur-unsur
senyawa fenol atau aldehid dari jenis kayu yang dilekatkan pada tubuh ikan atau
untuk memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam tubuh ikan sehingga
menghasilkan rasa dan aroma yang khas, serta mengeringkan ikan sehingga
didapat efek pengawetan yang diharapkan. Rasa lezat yang menjadi ciri khas
produk ikan yang diasap, terutama dari senyawa fenol dan aldehid. Unsur dalam
asap, yang efektif untuk menahan berkembang biaknya mikroorganisme adalah
senyawa aldehid, fenol dan asam organik.

14
Sveinsdottir (1998) menyatakan bahwa senyawa asap dapat mengurangi
pH permukaan ikan dengan demikian membuat lingkungan ikan asap kurang
menguntungkan bagi sebagian besar bakteri. Dikatakan pula bahwa
pembentukan warna selama pengasapan diduga disebabkan oleh reaksi Maillard
di mana komponen asap memainkan peran yang dominan. Zat anti bakteri pada
unsur aldehid sangatlah kuat.
2.4.1 Komposisi Asap
Untuk mendapatkan ikan asap yang berkualitas baik, harus
digunakan kayu keras (non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa.
Kayu lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa yang
dapat menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian hasil pembakaran kayu dapat dibedakan menjadi gas
dan cairan

a. Kelompok gas
Pembakaran 280 oC terhadap kayu melepaskan hampir semua gas,
yaitu oksigen, karbondioksida dan karbon monoksida. Pada suhu
tersebut juga terjadi reaksi eksotermis, yakni suhu kayu meningkat
dengan mencolok, kandungan oksigen menurun, serta kandungan
hidrogen dan hidrokarbon meningkat.
b. Kelompok cairan
- Asam: asam format, asam asetat, asam propionate,asam butirat,
asam valerat, asam isokaproat dan metil ester.
- Alkohol: metal, etil, propel, allil, isoamil, dan isobutyl.
- Aldehid: formaldehid, acetaldehid, furfural, metal furfural.
- Keton: aseton, meti-etil keton, metal propil keton, etil propel keton.
- Hidrokarbon: xilene, cumene, cymene
- Fenol (catechol)
- Piridine dan metal pyridine

2.4.2 Metode-metode Pengasapan


Proses pengasapan sendiri terdapat 5 jenis, yaitu:
a. Pengasapan panas (hot smoking)

15
Pada pengasapan panas, suhu asap mencapai 120-140 ºC dalam waktu
2-4 jam, dan suhu pada pusat ikan dapat mencapai 60 ºC. Pada
pengasapan panas ini di samping terjadi penyerapan asap, ikan juga
menjadi matang. Rasa ikan asap ini sangat sedap dan berdaging lunak,
tetapi tidak tahan lama, dengan kata lain harus dikonsumsi secepatnya.
Kecuali bila suhu ruang penyimpanan rendah. Hal ini disebabkan oleh
kadar air dalam daging ikan masih tinggi (>50%).
b. Pengasapan hangat (warm smoking)
Bahan baku ikan, setelah direndam dalam larutan garam, diasap
kering pada suhu sekitar 30 ºC, kemudian secara bertahap suhu
dinaikkan. Bila telah mencapai suhu 90 ºC, proses pengasapan selesai.
Proses ini menitikberatkan pada pentingnya aroma dan cita rasa
produk dan bertujuan menghasilkan produk yang diasap yang lembut
dan kadar garam kurang dari 5 persen serta kadar air sekitar 50 persen.
Produk yang dihasilkan dari proses ini mengandung kadar air yang
relatif tinggi, sehingga mudah busuk, mutu produknya juga cepat
menurun selama proses penyimpanan, sehingga harus disimpan dalam
suhu rendah.
c. Pengasapan dingin (cold smoking)
Pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 20-40 ºC
dalam waktu 1-3 minggu, kelembaban (RH) yang terbaik adalah
antara 60-70 persen. Kelembaban di atas 70 persen menyebabkan
proses pengeringan berlangsung sangat lambat. Bila di bawah 60
persen permukaan ikan mengering terlalu cepat, dan akan
menghambat penguapan air dari dalam daging. Selama pengasapan,
ikan akan menyerap banyak asap dan menjadi kering, sebab airnya
terus menguap. Supaya tahan lama biasanya ikan diasapi dengan
metode ini. Produk asap dengan cara ini disebut ikan kayu, karena
memang sangat keras seperti kayu. Kadar airnya 20-40 persen. Produk
dapat disimpan selama lebih dari satu bulan.
d. Pengasapan cair (liquid smoking)

16
Dalam proses pengasapan cair, aroma asap yang akan dihasilkan pada
proses pengasapan didapat tanpa melalui proses pengasapan,
melainkan melalui penambahan cairan bahan pengasap (smoking
agent) ke dalam produk. Bahan baku ikan direndam dalam wood acid,
yang didapat dari hasil ekstrak penguapan kering unsur kayu atau dari
hasil ekstrak yang ditambahi pewangi kayu, yang hampir sama dengan
aroma pada pengasapan, setelah itu ikan dikeringkan dan menjadi
produk akhir. Metode penambahan bahan pengasap ke dalam ikan,
dapat dilakukan melalui penuangan langsung, pengasapan,
pengolesan atau penyemprotan. Melalui proses ini tidak diperlukan
lagi ruang tempat
e. Pengasapan elektrik (electric smoking)
Metode pengasapan listrik, ikan diasapi dengan asap yang telah
terkena pancaran gelombang listrik, ikan diasapi dengan asap yang
telah terkena pancaran gelombang elektromagnetik yang berbentuk
korona yang dihasilkan oleh tenaga listrik (asap yang bermuatan
listrik). Pada metode ini asap yang bermuatan listrik tersebut dapat
melekat ke permukaan ikan lebih mudah daripada metode pengasapan
panas atau dingin.
2.4.3 Tahapan Proses Pengasapan
Proses pengasapan sendiri dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu:
1. Perlakukan pendahuluan
Ikan yang akan diasapi terlebih dahulu disortir menurut jenis,
ukuran dan mutu kesegarannya. Selanjutnya, harus dibersihkan
dari kotoran yang dapat mencemari produk, dengan cara dicuci
dengan air bersih dan disiangi
2. Penggaraman
Ikan yang sudah bersih atau sudah mengalami perlakuan
pendahuluan (sudah dicuci dan disiangi) dilakukan proses
penggaraman. Penggaraman ini dapat dilakukan baik dengan cara
penggaraman kering (dry salting) maupun penggaraman dengan
larutan garam (brine salting). Penggaraman ini menyebabkan

17
terjadinya penarikan air dan penggumpalan protein dalam daging
ikan sehingga mengakibatkan tekstur ikan menjadi lebih kompak.
Pada konsentrasi yang agak tinggi, garam dapat menghambat
perkembangan bakteri dan perubahan warna. Kepekatan dan
lamanya proses penggaraman tergantung pada keinginan pengolah
yang disesuaikan dengan selera konsumen. Pada perusahaan
pengasapan, umumnya menggunakan metode penggaraman larutan
dengan kejenuhan garam 70-80 persen. Larutan garam dengan
kejenuhan 100 persen akan merusak produk yaitu dengan
terbentuknya kristal garam di atas permukaan ikan. Sebaliknya,
bila menggunakan larutan garam yang mempunyai kejenuhan 50
persen, ikan dapat sedikit mengembang.
3. Pengeringan
Proses pengeringan ini dilakukan untuk menghilangkan sebagian
air sebelum proses pengasapan. Untuk mengatasi fragmentasi
(kerapuhan) pada ikan asap perlu dilakukan pengeringan selama 1
jam pada suhu 25 ºC dan kelembaban relatif 40-50 persen sebelum
diasap dapat mengurangi kelembaban ikan sampai 50 persen.
Selain itu, penanganan yang berlebihan selama pengasapan turut
berkontribusi pada kerapuhan ikan asap.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantung ikan di
atas rak-rak pengering di udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan
pada kondisi iklim yang kelembaban nisbihnya rendah. Akan
tetapi, bila iklim setempat mempunyai kelembaban yang tinggi
hingga proses pengeringan menjadi lambat, maka tahap pengering
harus dilakukan dalam lemari-lemari pengering.
4. Pengasapan
Lalu dilakukan proses pengasapan dengan berbagai macam metode
yang ingin digunakan sesuai dengan metode-metode yang sudah
dijelaskan sebelumnya.

18
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pengawetan dengan Penambahan Bahan
Kimia
Pengawetan bahan makanan dengan penambahan bahan kimia mempunyai
kelebihan diantaranya sebagai berikut :
1. Ketahanan terhadap makanan
Kondisi produksi makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk lebh
meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan, selain itu
situasi pasokan pangan dunia membutuhkan penjagaan kualitas
makanan dengan menghindari kerusakan sebanyak mungkin. Dengan
penambahan bahan kimia terhadap pangan, maka dapat memperpanjang
waktu simpan akibat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
perubahan fisika-kimia yang tidak diinginkan dalam makanan. Sehingga
ini menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi
tuntutan diatas.
2. Nilai sensorik pangan
Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur yang penting untuk nilai
sensorik makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan
penyimpanan. Penurunan tersebut dapat diperbaiki atau disesuaikan
dengan penambahan zat aditif .
3. Nilai praktis
Kecenderungan umum manusia terhadap makanan yang mudah dan
cepat saji atau makanan instan menjadi alasan utama mengapa
peningkatan proses pengawetan makanan dengan penambahan bahan
kimia (zat aditif) dilakukan.

Namun pengawetan makanan dengan penambahan bahan kimia juga memiliki


kekurangan diantaranya :

1. Penggunanaan bahan kimia untuk pengawetan makanan terbatas pada jenis


tertentu dan dibatasi pada jumlah yang sedikit. Karena penggunaan dengan
jumlah berlebih dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh apabila
dikonsumsi berkepanjangan. Sehingga pemakainanya perlu diawasi dengan
ketat.

19
2. Banyak terjadi penyalahgunaan bahan kimia untuk pengawetan makanan.
Hal ini tentu merugikan konsumen, karena tidak semua bahan kimia layak
digunakan untuk pengawetan makanan, misalnya penyalahgunaan formalin
sebagai bahan pengawet makanan.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pengawetan makanan dengan penambahan bahan kimia efektif untuk


memperlama waktu penyimpanan, selain itu dapat meningkatkan cita rasa
dalam proses pengolahannya, dan juga prosesnya memerlukan biaya yang
relatif murah juga bernilai ekonomis tinggi.
2. Pengawetan makanan dengan penambahan bahan kimia memiliki banyak
macam jenis sesuai dengan bahan kimia yang digunakan dan menghasilkan
macam-macam juga olahan makanan yang telah diawetkan, namun
penggunaannya juga relatif dibatasi pada bahan kimia yang aman dengan
jumlah dibatas aman, karena dapat memberikan efek buruk pada tubuh
apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dengan jangka waktu yang lama.

3.2 Saran
1. Sebaiknya mengetahui jenis dan jumlah bahan kimia yang digunakan untuk
proses pengawetan makanan sebelum digunakan
2. Dinas Kesehatan Pengawasan Makanan dan Minuman hendaknya
memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia atau zat
tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan
minuman sehingga tidak terjadi penyalahgunaan bahan kimia

21
DAFTAR PUSTAKA

Barus, Pina. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada
Industri Pangan. Medan: Universitas Sumatra Utara
Sayuti, Kesuma dkk. 2015. Antioksidan, Alami dan Sintetik. Padang: Universitas
Andala
Sulistijowati Rieni S., dkk. 2011. "Mekanisme Pengasapan Ikan". UNPAD PRESS
Sveinsdottir, K. 1998. “The process of fish smoking and quality evaluation”.
Unpublished MSc Dessertation. University of Denmark.
Widyani, Retno dkk. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon: Swagati Press.
Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi
Pangan. PT Gramedia, Jakarta.

22
LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban Hasil Persentasi Kelompok Satu sebagai berikut


A. Pertanyaan
1. Jelaskan bagaimana proses pengawetan dengan cara penambahan gas dan
berikan kekurangan serta kelebihan dari proses tersebut
2. Jelaskan bagaimana proses pengawetan dengan teknik curing, sebutkan
jenis larutan yang digunakan serta kelebihan dan kekurangan teknik curing
3. Jelaskan bagaimana mengetahui kadar optimum dari penambahan additive.
Apakah kadar tersebut berbeda antara additive satu dengan lainnya?
4. Apakah proses smoking memiliki spesifikasi kayu yang digunakan haus
mengandung senyawa tertentu ataukah dapat diganti dengan jenis kayu
lain?
5. Jelakan bagaimana proses pengawetan dengan emulsifier. Sebutkan satu
contoh aplikasinya serta kelebihan dan kekurangan proses pengawetan
dengan emulsifier
6. Apakah jenis daging hewan berpengaruh pada proses pengasapan? Apakah
ada data literatur dari proses pengasapan?

B. Jawaban
1. Salah satu jenis pengawetan bahan makanan yaitu dengan penambahan gas
seperti gas SO2, Sulphite dan CO2. Salah satu yang paling sering digunakan
yaitu gas SO2. Gas SO2 (Sulfur Dioksida) dikontakkan dengan bahan
makanan proses ini disebut sulfitasi. Gas SO2 yang akan masuk jaringan dan
terjadi reaksi :
SO2 + H2S -> H2SO3
Terbentuk garam sulfit atau bisulfit atau metabisulfit. SO2 dan
garamnya ini merupakan bahan pengawet yang dapat menghambat reaksi
pencoklatan dan enzimatik, sebagai antioksidan, dan sebagai zat pemutih
(bleaching agent). Penggunaan metabisulfit dapat mencegah terjadinya
reaksi Maillard karena senyawa tersebut bereaksi dengan gugus karbonil
bebas sehingga gugus karbonil tersebut tidak dapat bereaksi dengan asam

23
amino. Dalam makanan, SO2 digunakan sebagai bahan pengawet makanan
seperti acar bawang, kentang yang dikeringkan, adonan pizza, jelly, selai,
sirup maple, dan saus. Salad buah yang dikemas dalam kaleng atau botol
dapat mengandung SO2 untuk mengawetkan warna buah segar. Minuman
beralkohol seperti beer dan lainnya dapat mengandung sulfit sebagai bahan
pengawet.
 Keuntungan penggunaan gas SO2 adalah dalam konsentrasi kecil,
sulfit dapat mempertahankan aroma dari buah dan sayuran (Winarno,
1988). Keuntungan lain dari sulfit adalah sulfit dapat melindungi
asam askorbat (vitamin C) dan senyawa betakaroten.
 Kerugian penggunaan gas SO2 adalah kemungkinan muncul allergi
terhadap sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat menyebabkan efek
alergi terhadap tubuh yang sensitif. Gejala yang ditimbulkan dapat
berupa pusing, sakit perut, kesemutan, bercak merah pada kulit
apabila kadar yang digunakan berlebih. Kerugian lainnya yaitu
proses ini memerlukan biaya relatif mahal sehingga penggunaannya
biasanya hanya dilingkup industri bukan olah rumahan.
2. Dffg
3. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh organisasi nasional tertentu
disetiap negara dan untuk Indonesia organisasi yang bergerak di bidang ini
adalah BPOM (Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan). Peraturan-
peraturan ini berbeda di setiap negara namun atas dasar pengetahuan
toksikologi dan persyaratan pangan modern maka diupayakan penyelarasan
di setiap negara (Bentian, Nansi; 2016). Sedangkan badan internasional
yang menjadi rujukan antara lain WHO (World Health Organization), FAO
(Food and Agriculture Organization), FDA (Food and Drug
Administration), dan SCF (Scientific Committee on Food) (detikcom,
2010). Oleh sebab itu, dapat di simpulkan kadar optimum setiap additive
sudah diatur oleh BPOM (untu di Indonesia) sehingga penggunaan kadar
additive sudah tertera dalam aturan dan tentu setiap jenis additive memiliki
kadar penggunaan yang berbeda.

24
4. Untuk mendapatkan produk pengasapan yang berkualitas baik, harus
digunakan kayu keras (non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa.
Kayu lunak akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa yang dapat
menyebabkan hal-hal dan bau yang tidak diinginkan (Sulistijowati, Ratna;
2011). Umumnya di Indonesia menggunakan serbuk gergaji, sabut atau
tempurung kelapa, merang, dan ampas tebu. Selain itu juga dapat digunakan
kayu pohon mangga, oak, hickory, apel, ceri, maple, beech, alnus, birch, dan
jenis pohon bertekstur keras lainnya (Toledo, R.T., 2008)
5. Fsdg
6. Jenis daging hewan tidak terlalu berpengaruh pada pada proses pengasapan,
namun berpengaruh pada tekstur daging dari hasil pengasapan. Hal tersebut
dipengaruhi jenis daging (misal daging ikan, daging sapi dan lainnya).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dengan proses pengasapan yang
sama kualitas daging ditinjau dari karakteristik kimia dan fisika (kandungan
kadar air, pH, dan kekerasan) pada daging sapi dan daging kerbau tidak
memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil kekerasan daging sapi
lebih keras yaitu sebesar 22.43±1.02p (kgf/cm2) dibanding daging kerbau
yaitu sebesar 19.74±8.11p (kgf/cm2) (Jaya putra, 2016). Hal ini menjelaskan
bahwa pemilihan jenis daging tidak berpengaruh terhadap proses
pengasapan melainkan hasil olahannya. Untuk mendapatkan tekstur daging
yang baik dipengaruhi oleh umur hewan yang diambil dagingnya. Umur
yang tidak terlalu muda dan tua biasanya adalah umur yang optimal.

C. Referensi Penunjang
Bentian, Nansi. 2016. Makalah Kimia Pangan tentang Zat Aditif dalam
Makanan. Universitas Negeri Manado
Jahidin, Jaya Putra. 2016. The Phisycal Quality of Some Meat traditionally
Smoked. Universitas Negeri Jambi
Santoso,Sp. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Malang:
Laboratorium Kimia Pangan Faperta Uwiga. https://labfpuwg.
files.wordpress.com/2010/02/teknologi-pengawetan-bahan-
segar.pdf.

25
Sulistijowati, Ratna S., dkk. 2011. Mekanisme Pengasapan Ikan. Unpad
Press
Toledo, R.T. 2008. Wood Smoke Components and Functional Properties.
University of Georgia, Athens, Georgia
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-1462208/kenapa-harus-pakai-
zat-aditif-dan-pengawet. Diakses pada tanggal 30 November 2018
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/47478/6/F11rwp_B
AB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 30
November 2018

26

Anda mungkin juga menyukai