Anda di halaman 1dari 13

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL

PROSES PEMBUATAN IKAN ASIN

Disusun oleh :
Kelompok E
Eris Septiani

(131710101009)

Ely Astriyaninsih

(131710101015)

Nimas Ayu A

(131710101088)

Ferdianto At taufiqi

(131710101112)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sektor perikanan sebagai salah satu pendukung sektor ekonomi memiliki
peran dalam pembangunan ekonomi nasional, yaitu memberikan nilai tambah dan
mempunyai nilai strategis, serta dapat memberikan manfaat finansial maupun
ekonomi, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa,
dan penyediaan lapangan kerja.
Sejauh ini, pembangunan perikanan yang dilakukan telah menunjukkan
hasil yang nyata dan positif terhadap pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan terhadap PDB
Nasional yang terus meningkat. Kontribusi sektor perikanan dan kelautan
terhadap PDB Nasional mencapai sekitar 12,4%. Bahkan industri perikanan
menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung. (Dahuri, 2004).
Ikan asin merupakan bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini
daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di
suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup
rapat. Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan
mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu
nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga
mudah dicerna oleh konsumen (Adawyah, 2007). Dengan demikian prinsip
pembuatan olahan ikan asin merupakan salah satu cara untuk memperpanjang
daya simpan dan menambah nilai jual dari poduk tersebut. Sehingga hal ini sangat
penting diketahui bagi kita terutama seorang praktikan jurusan perikanan sebagai
seorang akademisi dan merupakan ranah bidang ilmu pengetahuan kita. Cara
pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil
tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses pembusukan dapat dihambat
sehingga ikan dapat disimpan lebih lama. Penggunaan garam sebagai bahan
pengawet terutama diandalkan pada kemampuannya menghambat pertumbuhan

bakteri dan kegiatan enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh
ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Pembuatan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui cara pengolahan ikan agar tidak cepat membusuk.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Apa pengertian ikan asin?


Bagaimana cara pembuatan ikan asin?
Bagaimana prinsip penggaraman ikan?
Bagaimana metode penggaraman ikan asin?
Apa dampak mengkonsumsi ikan asin terlalu banyak?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Mengetahui pengertian ikan asin


Mengetahui cara pembuatan ikan asin
Mengetahui prinsip penggaraman ikan
Mengetahui metode penggaraman ikan asin
Mengetahui dampak mengkonsumsi ikan asin terlalu banyak

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ikan Asin

Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan
dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan
yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar
untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat. Ikan
sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna
(Margono dkk, 1993).
2.2 Pembuatan Ikan Asin
Cara pembuatan ikan asin sangat bervariasi tergantung pada jenis dan ukuran
ikan, hasil yang diinginkan, serta daerah produksinya. Pada jenis ikan besar
terlebih dahulu dilakukan pembelahan dan penyiangan, sedangkan jenis ikan
berukuran kecil seperti teri diasin dalam ukuran utuh.
Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan ikan asin,
yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya.
penggaraman kering dilakukan dengan cara menaburkan atau melumurkan kristal
garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan
dengan merendam ikan dalam larutan garam jenuh, kemudian dikristalkan.
Penggaraman basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil
misalnya teri ( Yetti, 1983).
Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan ikan adalah NaCl. Kemurnian
garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Garam yang
mengandung Cu dan Fe menyebabkan daging ikan menjadi berwarna coklat kotor
atau kuning; CaSO4 menyebabkan daging menjadi berwarna putih, kaku dan agak
pahit ( Yetti, 1983).

2.3 Prinsip Penggaraman Ikan


Hildaniyulia (2012) menyatakan penggaraman merupakan proses pengawetan
yang banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Proses tersebut

menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk kristal


maupun larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi.
Cairan itu dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan
larutan garam.
Selanjutnya dijelaskan bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh
ikan, partikel garam akan memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses
pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi
garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam didalam tubuh
ikan. Bahkan pertukarn garam dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah
terjadi keseimbangan. Proses itu mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang
masih tersisa dan penggumpalan protein denaturasi serta pengerutan selsel tubuh
ikan sehingga sifat dagingnya berubah.
Margono, (1993) menyatakan Ikan

yang

telah

mengalami

proses

penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan
tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau membunuh bakteri yang
terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja garam di dalam menjalankan fungsi
kedua adalah garam menyerap cairan tubuh ikan, selain itu garam juga menyerap
cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena
kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati.
Selanjutnya dijelaskan bahwa garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh
mikroorganisme (germisida). Konsentrasi garam rendah (1 3%), justru
membantu pertumbuhan bakteri halofilik. Garam yang berasal dari tempat-tempat
pembuatan garam di pantai mengandung cukup banyak bakteri halofilik yang
dapat merusak ikan kering. Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh pada larutan
garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red halofilic bacteria yang menyebabkan
warna merah pada ikan. Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis pada selsel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri
ekstraksi, sehingga menyebabkan kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya
diikuti dengan pengeringan untuk menurunkan kadar air dalam daging ikan.
Dengan demikian, pertumbuhan bakteri semakin terhambat.
2.4 Metode Penggaraman

Hildaniyulia (2012) menyatakan bahwa penggaraman merupakan cara


pengawetan yang sudah lama dilakukan orang. Pada proses penggaraman,
pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam badan ikan
sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang lagi.
Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu proses
penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari penggaraman
sama dengan tujuan pengawetan dan pengolahan lainnya, yaitu untuk
memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses
penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh
bakteri penyebab kebusukan pada ikan. Garam merupakan faktor utama dalam
proses penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat
mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam juga merupakan bahan
pembantu yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan tujuan untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, serta dapat memantapkan bentuk dan rupa.
Moeljanto (1992), menyatakan secara umum garam terdiri atas 39,39% Na
dan 60,69% Cl, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam
pengolahan ikan asin, biasanya garam diperuntukkan sebagai pengawet dan
pemberi rasa. Sebagai bahan pengawet, garam mempunyai tekanan osmosis yang
tinggi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa osmosis dengan daging
ikan.
Selanjutnya kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh
tingkat kemurnian garam. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl
cukup tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen magnesium (Mg) maupun
kalsium (Ca). Elemen tersebut mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan
karena :

Dapat memperlambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sehingga terjadi

proses pembusukan sebelum proses penggaraman berakhir.


Dapat menyebabkan ikan menjadi higroskopis sehingga sering menimbulkan
masalah dalam penyimpanan.

Garam yang mengandung CaSO4 sebanyak 0,5 1,0% menyebabkan ikan asin

yang dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku, dan agak pahit.
Garam yang mengandung MgCl atau MgSO4 akan menghasilkan ikan asin

yang agak pahit.


Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
kuning atau coklat kotor.
Margono (1993), menyatakan produk yang dihasilkan dari proses

penggaraman terdiri atas bermacam-macam tergantung proses selanjutnya.


Misalnya, setelah dilakukan penggaraman dilanjutkan dengan pengeringan, maka
hasilnya adalah ikan kering. Apabila dilanjutkan dengan perebusan maka
menghasilkan ikan pindang atau cue, dan bila diteruskan dengan proses
fermentasi diperoleh beberapa produk fermentasi seperti papeda, terasi, kecap,
bekasem, dan wadi.
Menurut asalnya garam terbagi atas tiga, yaitu :

Solar salt, garam yang berasal dari air laut yang dikeringkan atau dijemur.
Mine salt, garam yang diperoleh dari tambang.
Garam yang diperoleh dari air yang keluar dari tanah kemudian dikeringkan

Komposisi kimia garam kelas 1, 2 dan 3 dapat disajikan pada Tabel 1 di bawah
ini.
Tabel. 1. Komposisi kimia garam kelas 1, 2, dan 3
No
1
2

Unsur
NaCl
NaCl

Kelas 1
96
1

Kandungan
Kelas 2
95
0,9

Kelas 3
91
0,4

3
MgSO4
4
MgCl2
5
Bahan tidak larut
6
Air
Sumber : Margono 1993

0,2
0,2
2,6

0,5
0,5
Sangat sedikit
3,1

1
1,2
0,2
0,2

Pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3


(tiga), yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman
campuran.
1. Pengasinan ikan menggunakan metode penggaraman kering dapat dilakukan
dengan cara :
a. Melakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar
bersih hingga bebas dari sisa-sisa kotoran.
b. Menyediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan
berukuran besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 30%
dari berat ikan, untuk ikan berukuran sedang 15 20%, sedangkan ikan
yang berukuran kecil 5%.
c. Menaburkan garam ke dalam wadah / bak setebal 1 5 cm, tergantung
jumlah garam dan ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi
sebagai alas pada saat proses penggaraman.
d. Menyusun ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian perut
ikan menghadap ke dasar bak. Selanjutnya taburkan kembali garam pada
lapisan ikan tersebut, lakukan penyusunan ikan dan garam secara berlapislapis hingga lapisan teratas adalah susunan dengan lapisan lebih
banyak/tebal.
e. Menutup tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang /anyaman
bambu dan beri pemberat di atasnya.
f. Membiarkan selama beberapa hari

untuk

terjadinya

proses

penggaraman.Untuk ikan berukuran besar selama 2-3 hari, ikan yang


berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil selama 12-24 jam.
g. Selanjutnya mencuci dengan air bersih dan ditiriskan, kemudian menyusun
ikan di atas para-para penjemuran.
h. Pada saat penjemuran/pengering, ikan sekali-kali dibalik agar ikan cepat
mengering.
2. Membuat ikan asin dengan cara penggaraman basah

Menyiapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30 50%. Ikan


yang telah disiangi disusun di dalam wadah/bak kedap air, kemudian tambahkan
larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan beri pemberat agar
tidak terapung. Lama perendaman 1 2 hari, tergantung dari ukuran / tebal ikan
dan derajat keasinan yang diinginkan. Setelah penggaraman, dilakukan
pembongkaran terhadap ikan dan dicuci dengan air bersih. Kemudian ikan
disusun di atas para-para untuk proses pengeringan/penjemuran.
3. Penggaraman campuran (kench salting)
Penggaraman kench pada dasarnya adalah penggaraman kering, tetapi tidak
menggunakan bak. Ikan dicampur dengan kristal garam seperti pada penggaraman
kering di atas lantai atau di atas gelada kapal. Larutan garam yang terbentuk
dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak, tetapi
memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang
mengalir dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu,
pada udara yang panas seperti di Indonesia, penggaraman kench kurang cocok
karena pembusukan dapat terjadi selama penggaraman.
Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena daging
ikan asin yangdihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik
ikan yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut
kurang menarik dan memiliki daging yang kurang padat.
Proses penggaraman berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di
negara dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil
keseluruhannya lebih baik daripada yang dilakukan pada suhu tinggi. Indonesia
merupakan negara tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman
dilakukan di tempat yang teduh. Daya awet ikan yang digarami beragam
tergantung pada jumlah garam yang dipakai. Semakin banyak garam yang dipakai
semakin panjang daya awet ikan. Tetapi umumnya orang kurang suka ikan yang
sangat asin.

Menurut Moeljanto (1992) beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan


penetrasi garam ke dalam tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang
digunakan, yaitu sebagai berikut :
1. Kadar lemak ikan
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan semakin lambat
proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
2. Ketebalan daging ikan
Semakin tebal daging ikan semakin lambat proses penetrasi garam dan semakin
banyak pula jumlah garam yang diperlukan.
3. Kesegaran ikan
Pada ikan yang memiliki kesegaran rendah, proses penetrasi garam berlangsung
lebih cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah mempunyai tubuh yang
relatif lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan mudah terisap oleh larutan
garam yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Apabila ikan kurang segar,
produk ikan asin yang dihasilkan akan terlalu asin dan kaku.
4. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan maka semakin cepat pula proses penetrasi
garam ke dalam tubuh ikan tersebut. Oleh karena itu, sebelum dilakukan proses
penggaraman sebaiknya ikan ditangani lebih dahulu dengan baik agar sebagian
besar bakteri yang dikandung dapat dihilangkan.

5. Konsentrasi larutan garam


Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang terdapat
dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
Selain itu, proses penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi apabila digunakan
garam kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam maka semakin tinggi daya awet
ikan tersebut akan tetapi ikan menjadi semakin asin dan kurang disukai.
2.5 Dampak Mengkonsumsi Ikan Asin Terlalu Banyak

Mengkonsumsi Ikan asin secara terus menerus itu dapat menyebabkan kanker
Nesofaring. Nesofaring adalah daerah yang tersembunyi yang terletak dibelakang
hidung berbentuk kubus. Bagian depan Nasofaring berbatasan dengan rongga
hidung, bagian atas berbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah
merupakan langit dan rongga mulut.
Ikan asin itu merupakan mediator utama dalam pembentukan dan
perkembangan virus Epstein-Barr. Virus ini adalah virus yang berperan penting
dalam timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa
masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala.

BAB 3. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
diawetkan dengan menambahkan banyak garam.

b. Terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan ikan asin, yaitu


penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya.
c. Selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan
keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi.
d. Metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu
penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman campuran.
e. Mengkonsumsi Ikan asin secara terus menerus itu dapat menyebabkan kanker
Nesofaring.
3.2 Saran
Perlu dikembangkan usaha pengasinan ikan asin dari skala rumah tangga
menjadi skala lebih besar karena usaha ikan asin hanya dimiliki skala rumah
tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi


Aksara.
Afrianto, E, Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kasinisius
Yogyakarta.

Dahuri, R. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan


Secara Terpadu, Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta.
Margono,

Tri,

dkk,

1993.

Buku

Panduan

Teknologi

Pangan.

http://www.ristek.go.id. Diakses : 16 Juni 2010.


Moeljanto, 1992. Pengawaten dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta :
Penebar Swadaya
Yetti. 1983. Efektifitas Model Penyuluhan Kesehatan Gigi Dengan
Pemberdayaan Guru Orkes Terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap
Dan Tindakan Murid Dalam Memelihara Kesehatan Gigi Dan Mulut
Pada Murid Sd Negeri 060973 Di Kecamatan Medan Selayang Tahun
1983. Tesis. FKM, USU, Medan.
http://hildaniyulia.blogspot.com/2012/10/permasalahan-dan-kendala
pemanfaatan.html

Anda mungkin juga menyukai