PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber
pangan dan gizi bagi masyarakat indonesia. Ikan, selain merupakan sumber
protein, juga diakui sebagai "functional food" yang mempunyai arti penting bagi
kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama
yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin,serta makro dan mikro mineral.
Dibandingkan negara lain, sumbangan perikanan dalam penyediaan protein di
indonesia termasuk besar, yakni 55% . Namun demikian, jumlah ikan yang
tersedia belum memenuhi kondisi ideal kecukupan gizi sebesar 26,55 kg
ikan/kapita/tahun. Dengan produksi ikan sebesar 4,80 juta ton, maka jumlah
ketersediaan ikan hanya 19,20 kg/kapita pada tahun 1998. Diperkirakan angka
konsumsi ikan secara aktual berada di bawah angka ketersediaan tersebut, karena
masih tingginya angka susut hasil ("loss") baik kuantitas, kualitas, maupun nilai
gizinya (Heruwati, 2002).
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen
baik di Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma
yang sedap spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih
dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang
memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak
bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh
pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus
sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi) (Swastawati
, 2011).
Menurut Adawyah (2007) bahwa pengasapan merupakan cara pengolahan
atau pengawetan ikan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan
dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami.
Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang
ada dipermukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa ikan yang khas
pada produk dan warnanya
warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan.
Pengasinan merupakan suatu cara pengolahan ikan dengan hasil produk
berupa ikan asin. Cara ini telah umum dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih
awet atau tahan lama.
Pengasinan adalah suatu proses pengolahan ikan dengan cara memberikan
garam sehingga mempunyai kandungan garam sangat tinggi yang kemudian
dikeringkan. Cara pengolahan tersebut telah lama dilakukan untuk beraneka
ragam species ikan.
1. Pink Spoilage
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prinsip pengamatan ikan adalah proses penarikan air dari jaringan tubuh
ikan dilanjutkan dengan penyerapan oleh berbagai senyawa kimia yang berasal
dari asap. Sumber asap dan sumber panas berasal dari bahan bakar.
Pada proses penggaraman ikan, pengawetan dilakukan dengan cara
mengurangi kadar air dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri
tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi. Jadi, peranan garam dalam proses ini
tidak bersifat membunuh mikroorganisme (fermicida), tetapi garam
mengakibatkan terjadinya proses penarikan air dalam sel daging ikan sehingga
terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel mikroorganisme berkurang, lama
kelamaan bakteri mati).
Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halofilik. Bakteri
ini dibagi menjadi 2 bagian :
Fakultif halofilik
Obligat halofilik
Halofilik dari bahasa Yunani ;Halo (garam), pholis (suka).
Kerusakan Mikrobiologis Ikan Asin
Pink Spoilage
Rust Spoilage
Dun Spoilage
Saponifikasi
Taning
Salt Burn