Anda di halaman 1dari 14

INDUSTRI PENGOLAHAN PINDANG IKAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengelolaan Limbah Hasil Perikanan

Dosen Pengampu :
Dr. Emma Rochima, S.Pi., M.Si
Aulia Andhikawati, S.Pi., M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Nursaidah 230110180190
2. M. Hafidz Arafi 230110180192
3. Reinaldy Firdaus 230110180195
4. Anisa Tri Mariane 230110180200
5. Puspita Haryani 230110180203
6. Rina 230110180204
7. Taufik Rahman 230110180210

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
PANGANDARAN

2021
A. Pengolahan Pindang Ikan
Pemindangan adalah salah satu cara pengawetan ikan yang merupakan kombinasi dari
penggaraman dan perebusan [ CITATION Pan16 \l 1057 ]. Menurut Ilyas (1980) pemindangan ikan
memiliki prinsip [ CITATION Pan16 \l 1057 ] yaitu sebagai berikut :
1. Membunuh dan mengurangi bakteri melalui pemanasan
2. Penambahan garam dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang tersisa
pada ikan
3. Terjadinya pengurangan kadar air pada daging ikan
Masyarakat Indonesia memiliki cara pemindangan yang berbeda-beda tergantung daerah
dan jenis ikan yang dipindangnya, namun pada prinsipnya sama yaitu dengan cara penggaraman
dan perebusan. Dalam Pandit (2016) disampaikan cara pemindangan ikan yang berbeda serta
banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar, yaitu sebagai berikut :
Saleh (1993) mengkategorikan cara pemindangan ikan menjadi dua cara yaitu :
1. Pemindangan garam dimana pelaksanaannya ikan dan garam disusun dalam suatu wadah
yang kedap air (Badeng, Pendil) yang telah berisi air dan kemudian dipanaskan di atas
nyala api selama jangka waktu tertentu.
2. Pemindangan air garam dimana ikan dan garam disusun dalam wadah yang tembus air
(naya, besek atau keranjang) kemudian direbus dalam bak perebus yang berisi larutan
garam mendidih.
Muljanto (1982) mengemukakan cara pemindangan yang banyak dikenal oleh masyarakat karena
namanya yaitu sebagai berikut :
1. Pindang Bawean yaitu pindang yang dibuat dari ikan layang atau bandeng. Ikan dibuang
isi perut, insang, dan dicuci bersih, kemudian disusun berlapis-lapis dalam sebuah paso
yang bagian bawahnya dilapiskan merang dan ditaburi garam. Di antara lapisan akan
diberi garam 20-30% dari berat ikan dan selanjutnya direbus. Pindang ini dibuat di Pulau
Bawean dan pulau-pulau sekitarnya.
2. Pindang lemuru dari Muncar. Pada waktu pemindangannya tidak dibuang isi perut dan
insangnya, di mana ikan direndam dalam larutan garam 25% selama 15 menit selanjutnya
ditiriskan. Pindang Muncar ini kadang-kadang disebut dengan ”cara pemindangan ala
Tiongkok”.
3. Pindang laut adalah pindang yang dibuat di tengah laut dari ikan yang masih segar dan
baru ditangkap. Air yang dipakai dalam pemindangan adalah air laut. Setelah ikan masak,
pindangnya sudah siap dikonsumsi, biasanya jenis pindang ini dibuat oleh nelayan dari
desa Palang dekat Tuban.
Proses pemindangan ikan harus dilakukan dengan benar karena berkaitan dengan kualitas
produk yang dihasilkan. Dalam setiap proses yang dilakukan juga harus memperhatikan
kebersihan lingkungannya. Pada umumnya proses pemindangan adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan bahan baku
Proses pertama yang dilakukan dalam pemindangan yaitu menyiapkan bahan yang akan
digunakan dalam pemindangan. Bahan baku yang digunakan aadalah berupa ikan segar baik itu
ikan hasil tangkapan maupun budidaya. Pemilihan bahan baku berkaitan dengan tingkat
kesegaran ikan. Penggunaan bahan baku dengan tingkat kesegaran yang rendah akan
menghasilkan produk yang memiliki nilai jual rendah karena kualitasnya kurang baik [ CITATION
Pan16 \l 1057 ]. Oleh karena itu ikan yang akan digunakan untuk bahan baku harus memiliki
tingkat kesegaran yang baik. Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan dengan cara sebagai
berikut [ CITATION Pan16 \l 1057 ] :
1. Ikan yang masih dalam kondisi prima, kondisi ini terjadi pada saat ikan mati belum
begitu lama.
2. Selang beberapa saat kondisi kesegaran ikan akan menurun tetapi masih dalam tingkat
kesegaran yang baik. Tingkat ini merupakan tingkat yang paling baik bila ikan itu
dikonsumsi, karena ikan memiliki cita rasa yang lebih enak dibandingkan pada tingkat
kesegaran prima.
3. Selang waktu tertentu kondisinya akan menurun sampai pada tingkat kesegaran biasa,
atau disebut sebagai kondisi sedang. Pada tahap ini ikan masih bisa dikonsumsi meskipun
rasanya sudah banyak berkurang.
4. Ikan sudah tidak segar yang menyebabkan rendahnya mutu ikan karena sudah mulai
membusuk. Pada kondisi ini ikan sudah tidak layak dijadikan sebagai ikan konsumsi
maupun ikan pindang.
Setelah menyiapkan bahan baku ikan untuk pindang, kemudian mneyiapkan garam yang
akan digunakan pemindangan. Pada umumnya garam yang digunakan yaitu garam rakyat (garam
dapur) karena memiliki daya pengawet yang tinggi, yaitu dapat mengurangi kadar air yang
terkandung dalam daging ikan sehingga aktivitas bakteri dalam tubuh ikan menjadi terhambat;
dapat menjadikan protein daging dan protein mikrobia menjadi lisis karena perubahan tekanan
osmosa dan ion klorida yang terdapat dalam garam dapur yang memiliki daya toksisitas tinggi
pada mikrobia serta dapat memblokir sistem respirasinya.
2. Pembersihan ikan
Ikan yang yang sudah dipilih untuk dijadikan bahan baku harus dibersihkan terebih
dahulu. lkan segar dibersihkan dan dibuang semua jerohannya. Caranya: Bagian dada ikan
tersebut dibelah dari daerah insang sarnpai dubur, kemudian dengan hati hati jerohannya
dikeluarkan.

Gambar 1. Pembersihan Ikan


Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Setelah ikan bersih dari jerohan kemudian dicuci dengan air yang mengalir. Cara
mencucinya yaitu: lkan ditempatkan pada ember plastik kemudian ditambahkan air. Gosok ikan
tersebut tetapi jangan sampai rusak atau hancur, sampai darah ikan habis.

Gambar 2. Proses pencucian ikan


Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB
3. Penggaraman
Penggaraman merupakan suatu cara pengawetan yang dilakukan untuk mengurangi kadar
air dalam tubuh ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang
lagi. Proses penggaraman dilakukan setelah ikan dibersihkan. Sebelum penaburan garam ikan
disusun dalam kuali secara berlapis-lapis dengan diberi alas merang, kemudian pada bagian
atasnya ditaburi garam sebanyak kira-kra 20 persen dari berat ikan (200 gr garam untuk 1 kg
ikan) sampai lapisan teratas kira-kira 2.5 cm dibawah bibir kuali. Setelah selesai proses
penaburan garam, tambahkan air sampai seluruh susunan ikan terendam oleh air.

Gambar 3. Proses penggaraman


Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Menurut Hadiwiyoto, (1993) dalam Pandit (2016) penggaraman ikan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
1. Metode penggaraman kering yaitu menggunakan garam dalam bentuk kristal
2. Metode penggaraman basah yaitu menggunakan larutan garam yang dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
 Merendam ikan dalam larutan garam ( brine salting )
 Menyuntikkan larutan garam ke dalam daging ikan ( injection salting )
 Menyuntikkan larutan garam melalui pembuluh darah dalam daging ikan
(arterpump). Cara kedua dan ketiga biasanya dilakukan pada penggaraman jenis-
jenis ikan yang memiliki ukuran besar.
 Penggaraman kering, kemudian ditambahkan ke dalamnya larutan garam. Cara ini
dikenal sebagai campuran (mixed salting ).
Selanjutnya Afrianto dan Liviawaty (1989) dalam Pandit (2016) mengkategorikan cara
penggaraman ikan menjadi empat kelompok yaitu:
1. Penggaraman Kering (Dry Salting). Pada proses ini ikan ditaburi garam lalu disusun
secara berlapis-lapis dimana setiap lapisan ikan diselingi lapisan garam. Penggaraman
kering menggunakan garam yang berbentuk kristal dan dapat digunakan pada ikan yang
berukuran besar maupun kecil.
2. Penggaraman Basah (Wet Salting). Proses penggaraman basah ikan direndam dengan
larutan garam. Larutan garam akan menghisap cairan tubuh ikan sehingga konsentrasinya
menurun dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.
3. Kench Salting. Penggaraman ikan dengan cara ini hampir sama dengan penggaraman
kering. Bedanya pada metode ini ikan hanya ditumpuk dengan menggunakan keranjang.
4. Penggaraman diikuti proses perebusan. Cara penggaraman ini merupakan cara yang
paling umum digunakan yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh.
Perebusan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan sekaligus membunuh
bakteri, sedangkan partikel garamnya untuk menarik air lebih banyak agar ikannya
menjadi awet. Proses proses ini biasanya dilakukan pada pembuatan ikan pindang.
Proses penggaraman menyebabkan pindang menjadi produk yang awet karena
pertumbuhan bakteri terhambat dengan adanya reaksi selama penggaraman. Pada proses
penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dalam tubuh ikan
karena adanya perbedaan konsentrasi yang berlangsung secara bersamaan. Cairan yang berasal
dari tubuh ikan akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Proses tersebut
akan berlangsung semakin melambat karena menurunnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan,
dan akhirnya berhenti setelah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam dalam tubuh ikan.
Pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein
(denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat daging ikan berubah.
3. Perebusan
Perebusan merupakan proses pemasakan produk supaya bisa dikonsumsi secara langsung.
Perebusan adalah proses penggunaan panas basah yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu
merebus suatu cairan dalam nampan sampai mendidih sebelum bahan yang akan direbus
dimasukkan [ CITATION Pan16 \l 1057 ]. Pada proses pemasakan dan penggaraman terjadi
perubahan biokimia yaitu pendenaturasian protein daging ikan, perubahan kadar garam, kadar air
dalam daging ikan yang diikuti dengan perubahan organoleptik serta perubahan kadar bakterial.
Hal ini dapat terjadi ketika kondisi suhu perebusan berada pada suhu 102°C dengan lama
perebusan 30 menit, 45 menit, dan 50 menit. Semakin lama produk pindang mendapat perlakuan
perebusan, maka akan menurunkan mutu produk pindang air garam, dan apabila perebusan
kurang lama dilakukan, maka produk pindang kurang awet dan pada kondisi ini kandungan
bakteri yang dihasilkan cukup potensial untuk menyerang kembali produk yang dihasilkan
termasuk bakteri dari luar yang ikut mempengaruhi daya tahan produk. Oleh karena itu dalam
pengawetan pangan jangka pendek (termasuk perebusan ikan), sebaiknya pangan tersebut
direbus secara layak karena akan mengurangi jumlah bakteri dan jumlah panas yang diberikan
tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan (Winarno dkk, 1980).
Ikan yang sudah mendapat perlakuan penggaraman dalam kuali kemudian dilakukan
perebusan. Kuali didihkan selama kurang lebih 1 - 2 jam sampai ikan masak. Setelah masak
airnya dikeluarkan dari kuali. Air ini masih dapat digunakan kembali.

Gambar 4. Perebusan pindang ikan


Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Setelah air habis, kuali bagian teratas ditaburi garam, kemudian kuali dipanaskan kembali
sampai air tersebut benarbenar habis. Kemudian kuali ditutup dengan lembaran plastik dan diikat
pada bagian leher kuali dan pada keesokan harinya siap untuk dijual

Gambar 5. Penyimpanan pindang ikan


Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB
Secara garis besar, cara pemindangan ikan dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini :

Ikan Dibuang Dicuci Disusun dalam kuali dan


jeroannya pemberian garam
secukupnya

Ditutup dengan Direbus Ditiriskan Direbus


plastik

Pindang ikan

B. Identifikasi Limbah
Hasil perikanan laut yang melimpah mendorong berkembangnya produk olahan ikan.
Kegiatan pengolahan hasil perikanan tangkap tersebut diatas memberikan dampak positif bagi
perekonomian masyarakat dan memberikan peningkatan nilai sektor industri perikanan tangkap.
Namun demikian dampak negatif juga sering terjadi, sebab industri pengolahan ikan ini juga
menghasilkan limbah atau sisa sisa hasil pengolahan produk perikanan itu sendiri.
Salah satu produk perikanan yang banyak di produksi oleh masyarakat adalah pindang
ikan.Peningkatan jumlah produksi pemindangan ikan akan selalu diikuti dengan peningkatan
volume limbah, terutama limbah cair yang dalam prosesnya akan dibuang begitu saja ke
lingkungan. Padahal jika dimanfaatkan dengan berbagai pengembangan teknologi, limbah cair
pemindangan ikan ini berpotensi menghasilkan produk-produk baru. Hal ini dikarenakan adanya
kandungan bahan-bahan yang terdapat pada limbah cair pemindangan ikan yang bermanfaat,
seperti protein, lemak, garam, dan lain-lain.Untuk itulah diperlukan suatu upaya yang mampu
memanfaatkan limbah cair pemindangan ikan, sekaligus menciptakan produk-produk baru dari
hasil pemanfaatan limbah cair tersebut.
Proses pengolahan ikan pindang akan memberikan hasil samping berupa limbah,
terutama limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian dan perebusan ikan dalam jumlah
yang tidak sedikit. Umumnya pengusaha ikan pindang tradisional tidak melakukan penanganan
limbah sebelum membuang air limbah ke badan air penerima (sungai), yang pada akhirnya
mengakibatkan pencemaran air dan menimbulkan bau busuk. Limbah cair yang langsung
dibuang menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama bau (Sitanggang, 2001). Menurut
dislautkan Kab. pati, Limbah cair industri pemindangan ikan berpotensi mencemari lingkungan
karena mengandung banyak bahan organik (Dislautkan Kab. Pati, 2013).
Salah satu sumber limbah cair pada pemindangan ikan berasal dari proses perebusan ikan
dengan garam dan hasil meniriskan ikan. Kandungan nutrisi ikan yang terlarut selama proses
perebusan dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan, pakan ternak dan pupuk organik
(Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2005). Hasil analisis Laboratorium Terpadu UNDIP bahwa
limbah cair pemindangan ikan mengandung protein 0,32%, lemak 10,95%, air 83,44%, serat
kasar 0,18%, Ca2 ppm, P 0,02 ppm dan garam garam sebesar 12,08%. Lemak dalam limbah cair
pemindangan ikan juga mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam lemak esensial omega 3
dan omega 6. Pemanfaaatan limbah cair perikanan bisa menjadi salah satu alternatif bahan baku
pembuatan pupuk cair organik. Limbah cair pemindangan ikan banyak mengandung protein dan
lemak sehingga berpotensi meningkatkan kandungan BOD5 dan TSS [CITATION Mur07 \l 1057 ].
Hal yang sama juga diungkapkan dalam penelitian Suyasa dalam Oktavia dkk (2012), yang
menyatakan bahwa bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi sangat tinggi pada air
limbah proses perikanan sehingga akan meningkatkan BOD5 dan COD. Timbulnya bau busuk
disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein dan juga dekomposisi bahan organik. Selain itu,
kandungan minyak lemak di permukaan air akan menghambat proses biologis dalam air sehingga
dapat menghasilkan gas yang berbau.
Limbah cair rebusan ikan pindang banyak mengandung senyawa-senyawa organik. Untuk
mengetahui senyawa organik tersebut dapat dilakukan dengan pengujian air limbah permanganat
dan BOD. Hasil pengujian air limbah rebusan ikan pindang yang diambil dari industri
pemindangan ikan di TPI-2 Bayumulyo-Pati beban cemarannya masih sangat tinggi. Jika
dibandingkan dengan baku mutu air limbah perikanan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No.5 Tahun 2014 maka semua parameter tidak memenuhi syarat, nilai sangat jatuh dari ambang
batas kecuali pH yang memenuhi syarat.
Tabel 1. Hasil Analisa Air Limbah Rebusan Pemindangan Ikan
Parameter Satuan Hasil Analisa BMAL
COD ppm 16 800 150
Nilai permanganat ppm 15 073 -
BOD ppm 5380 75
TSS ppm 580 100
H2S ppm 1,589 1
Cl- ppm 113 569 1
pH 5-6 6-9
Minyak lemak mg/l 90,0 15
Protein % 1,6 -
*Baku Mutu Air Limbah Perikanan Kegiatan Pengolahan (Permen LH No. 5 Tahun 2014)
Tabel diatas merupakan hasil analisaair limbah rebusan pemindangan ikan di industri
pemindangan ikan di TPI-2 Bayumulyo-Pati. Berdasarkan tabel analisa, libah cair rebusan
pemindangan ikan memiliki kualitas yang buruk. Hampir semua parameter tidak memenuhi baku
mutu air limbah. Nilai hasil analisa melebihi ambang batas yang sudah ditentukan. Hanya satu
parameter yang termasuk kategori yaitu pH dengan nilai 5-6 dan baku mutunya 6-9.
Analisis limbah cair hasil pemindangan ikan juga dilakukan pada industri yang lain.
Berikut adalah hasil uji kandungan dari limbah cair hasil pemindangan ikan.
Tabel 2. Hasil Analisa Air Limbah Pemindangan Ikan

Parameter Satuan Pemindangan Ikan


A B

pH 5,1 5,2
TSS mg/l 2210,85 1870,652
Sulfida mg/l 0,32 0,14
Amonia mg/l 16,128 9,303
BOD5 mg/l 639,235 460,12

COD mg/l 2037,28 1457,138


Minyak lemak mg/l 13,44 6,275
Protein mg/l 1,685 0,42
Kadar abu % 0,08 0,03
Kadar garam % 3,52 1,35
Kadar air % 93,495 95,088

Tabel diatas merupakan hasil analisa dua industri pemindangan ikan yang diuji limbah
cairnya yaitu industri A untuk industri yang memproduksi 6-7 ton ikan pindang per hari dan
industri B yang memproduki ikan pindang 2-3 ton ikan per hari. Berdasarkan tabel terlihat
bahwa kandungan parameter limbah cair pada industri A lebih tinggi dari industri B. Hal ini
dimungkinkan karena jumlah ikan yang diproduksi pada industri A lebih tinggi dari industri B.
Semakin banyak jumlah ikan yang diproduksi maka semakin tinggi kandungan bahan organik.
Tingginya bahan organik menyebabkan kandungan beberapa parameter pada industri A lebih
tinggi dari industri B.
C. Penanganan Limbah
Salah satu jenis limbah pemindangan ikan yaitu limbah cair yang berasal dari proses
perebusan ikan dengan garam dan hasil meniriskan ikan. Limbah cair tersebut mengandung
banyak protein dan lemak sehingga mengakibatkan peningkatan kandungan BOD dan TTS
[ CITATION Ast14 \l 1057 ] . Bahan organik terlarut dan tersuspensi dapat menjadi sangat tinggi
pada air limbah proses perikanan sehingga akan meningkatkan BOD dan COD. Timbulnya bau
busuk disebabkan oleh dekomposisi lanjut protein dan juga dekomposisi bahan organik. Limbah
dari hasil pemindangan ikan dapat diolah menjadi produk yang lain, beberapa produk yang
diolah dari limbah pengolahan pindang ikan adalah sebagai berikut:
1. Petis Ikan
Kandungan yang dimiliki dari limbah cair sisa pemindangan ikan dapat dimanfaatkan
kembali untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan petis ikan [ CITATION Dan10 \l 1057 ].
Petis ikan berasal dari proses pemindangan ikan dengan air aram sehingga petis ikan memiliki
daya awet yang cukup tinggi karena garam dengan konsentrasi tinggi berfungsi sebagai
pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba pembusuk serta meningkatkan tekanan
osmotik medium Winarno (1982) dalam Danitasari (2010). Hasil dari penelitian Danitasari
(2010), menyatakan bahwa air rebusan ikan yang berasal dari industri pemindangan ikan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku petis ikan serta memiliki karakteristik rasa asin dan aroma
amis namun masih memiliki nilai gizi protein yang cukup tinggi yaitu, kandungan protein
sebesar 6,70% yang berarti masih berada di bawah standar mutu menurut SNI 01-2346-2006
bahwa kandungan protein pada petis minimal 10%.
2. Pakan Ternak
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dalam Murniati (2007), limbah cair hasil
pemindangan ikan mengandung nilai gizi yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai pangan
dan pakan dengan cara membuat produk protein konsentrat. Pemanfaatan limbah cair
pemindangan ikan menjadi pakan ternak membutuhkan bahan baku kitosan yang berasal dari
limbah perikanan lain seperti kulit rajungan dan udang. Kitosan tersebut digunakan sebagai
koagulan dalam proses koagulasi protein. Kitosan dapat dimanfaatkan untuk pengolahan limbah
seperti industri pengolahan pangan dan untuk memisahkan protein dari limbah.
Penelitian Murniati (2007), menyatakan bahwa proses koagulasi dengan pH 7 dan jumlah
kitosan 1000 mg/l, kadar protein yang diperoleh sebesar 50,56%; kadar lemak 4,25%; kadar serat
2,95%; kadar air 10,35% dan kadar abu 6,13%. Kadar protein ini jauh meningkat dari kadar
protein limbah cair pemindangan ikan sebelum dilakukan koagulasi yaitu sebesar 12,38%. Hal
ini disebabkan karena penggumpalan protein dalam limbah cair pemindangan ikan dengan
adanya penambahan kitosan sebagai koagulan. Kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar air
dan kadar abu pada limbah cair pemindangan ikan setelah dikoagulasi menggunakan 1000 mg/l
kitosan dengan pH 7 sudah memenuhi standar kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar air
dan kadar abu untuk dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak yang diijinkan
pemerintah seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Komposisi Beberapa Kandungan Nutrisi Bahan Baku Pakan
Kandungan Nutrisi Ukuran (% Berat)
Protein Min 35 %
Lemak Maks 5 %
Serat Kasar Maks 3 %
Kadar Air 10-12 %
Kadar Abu Maks 20 %
Sumber : Departememn Pertanian (1996)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahaawa setiap nutrisi dalam pakan memiliki
kadar yang berbeda. Protein memiliki ukuran minimal 35%, kadar lemak maksimal 5%, kadar
serat maksimal 3%, kadar air 10-12%, dan kadar abu maksimal 20%. Oleh karena itu dalam
pembuatan pakan harus mempertimbangan kandungan nutrisi yang dibutuhkan.
3. Pupuk Cair Organik
Limbah cair industri perikanan mengandung kandungan protein dan lemak cukup tinggi,
sehingga menyebabkan nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi, menurut Ditjen Perikanan
Budidaya dalam Waryanti et al. (2013), limbah ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pupuk organik kompleks.
Dwicaksono et al. (2013) dalam penelitiannya melakukan penambahan aktivator (EM4)
sebanyak 25 ml/l ke dalam limbah cair perikanan. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa rata-
rata pengujian yang dihasilkan dari variasi dengan penambahan 25 ml/l EM4 pada limbah cair
industri perikanan mempunyai kandungan C-organik 4,5%; kandungan N-total 0,0037%;
kandungan P-total 4-6% dan kandungan K-total 0,0032%. Nilai ini masih belum memenuhi
standar pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian No 70 tahun 2011.
Menurut Pahlefi (2016) Air thawing memiliki bahan organik terlarut yang cukup
tinggi. Pengaruh variasi tegangan dan waktu kontak listrik pada metode
elektrokoagulasi mempengaruhi nilai kualitas air limbah. Kualitas limbah yang dihasilkan
dari pengolahan elektrokoagulasi masih belum memenuhi baku mutu limbah. Semakin tinggi
tegangan dan lama waktu kontak yang diberikan mampu menurunkan nilai BOD5 sebesar
92,31%, COD 48,14%, TSS 71,15%, TDS 90,84%, kekeruhan 99,13%, protein 95,87% serta
menaikkan nilai pH. Namun penelitian ini telah membuktikan bahwa penambahan konsentrasi
EM4 sebanyak 25 ml/l pada limbah cair perikanan, mempunyai nilai rata-rata parameter yang
lebih tinggi dari limbah cair perikanan yang tidak diberi tamahan EM4. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan komposisi bahan yang dicampurkan sehingga mempengaruhi kandungan
nutrisi organik di dalamnya. Penambahan cairan EM4 berfungsi sebagai bioaktivator yang
mampu merombak senyawa organik dan kandungan NPK di dalam limbah cair industri
perikanan.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, A. 2014. Pemanfaatan Limbah Cair Pemindangan Ikan. Jurnal Litbang, 10(2) : 114-122.
Danitasari, S. 2010. Karakterisasi Petis Ikan dari Limbah Cair Hasil Perebusan Ikan Tongkol
(Eutynnus affinis). SKRIPSI. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Bogor. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Departemen Pertanian. 1996. Standar Nasional Indonesia No. 01-2715- 1996 tentang
Pemanfaatan Limbah Pemindangan Ikan dan Pengalengan Ikan Untuk dijadikan Bahan
Pakan Ternak. Jakarta.
Dwicaksono et al. 2013. Pengaruh Penambahan Effective Microorganisms pada Limbah Cair
Industri Perikanan Terhadap Kualitas Pupuk Cair Organik. Jurnal Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, 1 (1): 7-11
Fahlepi, M.R. Pengolahan Limbah Cair Proses Thawing Industri Pindang dengan Teknik
Elektrokoagulasi.
Murniati. 2007. Pemanfaatan Kitosan Sebagai Koagulan untuk Memperoleh Kembali Protein
yang Dihasilkan dari Limbah Cair Pemindangan Ikan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana.
Magister Kimia. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Nasuka et al. 1995. Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Pengolahan
Pemindangan/Pengasinan Ikan. Laporan Penelitian. BPPI Semarang.
Nilawati, M. S. 2014. Kemampuan Bakteri Halofilik untuk Pengolahan Limbah Industri
Pemindangan Ikan. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. 5(2) : 23-
28.
Pandit, G. S. 2016. Teknologi Pemindangan Ikan Tongkol. Denpasar: Warmadewa University
Press.
Permen Lingkungan Hidup. 2014. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Hasil Perikanan No. 5 Tahun 2014 Lampiran XIV. Jakarta.
Pindang Ikan. 1986. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Institut Pertanian
Bogor.
Tri Setyo Wibowo, P. B. 2013. Pengelolaan Lingkungan Industri Pengolahan Limbah Fillet Ikan.
Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. pp. 547-
550.
Waryanti et al. 2013. Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair
dari Limbah Air Cucian Ikan Terhadap Kualitas Unsur Hara Makro (CNPK).

Anda mungkin juga menyukai