Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rio Chandra Gunawan

NPM : 230110160119
Kelas : Perikanan B/2016
TPHP/Pemindangan

Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pegawetan sekaligus


pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan.
Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam
suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini
digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan sekaligus
kemasan selama transportasi dan pemasaran. Garam yang digunakan berperan
sebagai pengawet dan memperbaiki cita rasa, sedangkan pemanasan mematikan
sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen
(Wibowo 2000).
Perkembangan peningkatan suhu pada pusat thermal setiap ekor ikan di dalam
wadah tidaklah sama, tergantung dari posisi letak ikan di dalam wadah. Ikan yang
terletak paling bawah akan cepat mengalami perubahan suhu serta mencapai
suhu yang paling tinggi, sebaliknya ikan yang terletak paling atas berada pada
posisi tingkatan suhu yang paling rendah. Hal ini menunjukkan tidak meratanya
dan tidak efisiensinya penyebaran panas yang mungkin disebabkan oleh teknik
pemindangan yang diterapkan. Sejalan dengan meningkatnya suhu pada setiap
lapisan ikan akan terlihat pula penurunan kadar air serta peningkatan kadar garam.
Semakin lama waktu perebusan akan samakin rendah kadar air produk dan
semakin tinggi kadar garamnya. Gejala ini juga tergantung pada letak posisi ikan di
dalam wadah, sehingga pada proses pemindangan perlu diusahakan teknik yang
lebih baik agar produk akhir pindang yang diperoleh lebih seragam mutunya (Ilyas
1978).
Menurut penjelasan narasumber yang saya wawancarai di pabrik pindang di
cileunyi, Pemindang adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus
ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu. Setelah selesai pemasakan,
biasanya wadah di mana ikan disusun langsung digunakan sebagai wadah
penyimpanan dan pengangkutan untuk dipasarkan. Berdasarkan cara perebusan
ikan dalam suasana bergaram maka teknik penggaraman dapat dibedakan atas 2
kategori yaitu pemindangan garam dan pemindangan air garam.
1. Pemindangan Garam
Pada teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun
berlapis-lapis di dalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso tanah
(belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang cukup
lama (sekitar 3–6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang kecil
bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan selembar
kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis garam.

2. Pemindangan Air Garam (brine boiling)


Ada teknik ini ikan ditaburi garam disusun diatas keranjang atau rak bambu
disebut “naya”. Beberapa naya diisi ikan dan disusun vertikal pada suatu kerangka
lalu dicelupkan kedalam air garam mendidih di dalam wadah yang terbuka dan lama
pembuatan relatif jauh lebih singkat daripada teknik pemindangan garam. Setelah
proses perebusan selesai, wadah di mana ikan tersusun diangkat, kemudian
direndam atau disiram dan didinginkan untuk siap didistribusikan dan dipisahkan.
Jenis ikan yang biasa digunakan cukup beragam, mulai dari ikan kecil hingga
ikan besar dan dari ikan air tawar sampai ikan laut. Ikan air tawar yang sering
dipindang adalah nilem, tawes, gurami, mujair, sepat siam, tambakan dan ikan mas.
Untuk ikan laut, jenis yang biasa dipindang adalah ikan layung, kembung, tongkol,
bawal, selar, kuro, banding, lemuru, petek, japu, tembang, ekor kuning, dan hiu.
Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk
menilai mutu ikan pindang dengan menilai mutu sensorinya. Selain itu, pengujian
secara kimia dan mikrobiolagi digunakan untuk melengkapi pengujian mutu
sensori.
Sejauh ini, mutu ikan pindang yang dihasilkan belum memuaskan karena cara
pengolahan yang belum baik dan benar. Penampilan fisik kurang menarik, banyak
luka, terkelupas, daging retak, warna agak kecoklatan, berbau sedikit tengik, dan
sebagainya. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada ikan pindang antara
lain:
1. Penggunaan larutan garam yang tidak bersih
2. Mutu ikan kurang bagus
3. Penggunaan larutan perebus yang berulang-ulang sampai kental dan
kecokelatan
4. Bau tengik atau tidak sedap
5. Sanitasi dan hygiene yang diabaikan

3. Syarat Kebersihan Pemindangan


Keberhasilan proses pemindangan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-
bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain itu bahan utama pembuatan
ikan pindang adalah garam. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi
syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat-syarat yang
harus dipenuhi adalah:
a. Ikan Harus Segar
Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang bverbeda-beda dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah
membusuksebaiknya tidak digunakan.
Penggunaan ikan dengan kesegaran rendah akan menghasilkan produk akhir
yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual rendah. Selain itu penggunaan ikan
dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin.
Hal ini terjadi karena proses penetrasi garam ke dalam daging ikan yang kurang
segar berlangsung terlalu cepat.
Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya sisik, insang dan perut ikan
dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan berkurang.
Setelah dibersihkan, ikan dicuci dengan air bersih yang mengalir agar semua
kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Ikan yang telah bersih dapat segera diolah
menjadi ikan pindang. Bila tidak segera diolah, ikan harus ditaburi es batu agar
tetap segar.
b. Mutu Garam Harus Baik
Selanjutnya Afrianto dan Liviawaty (1989) menyatakan bahwa mutu garam
akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Kecepatan
penetrasi garam kedalam tubuh ikan sangat tergantung pada kadar NaCl yang
dikandungnya. Semakin tinggi kadar NaCl yang dikandung, semakin cepat pula
penetrasi berlangsung. Menurut Santoso (1998), kemurnian garam sangat
mempengaruhi mutu ikan pindang yang dihasilkan. Sebaiknya tidak sembarangan
menggunakan garam. Masih banyak garam yang mengandung bakteri, lumpur,
kotoran, dan elemen- elemen tertentu (MgCl2, CaCl2, MgSO4, CaSO4, Fe dan Cu).
Jadi sebaiknya digunakan garam murni yang mengandung NaCl (95%).
c. Kondisi Lingkungan Harus Sehat
Kondisi lingkungan harus benar – benar diperhatikan karena dapat
mempengaruhi produk ikan pindang. Agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu
baik dan mempunyai daya awet tinggi, faktor – faktor sanitasi harus diperhatikan.
Alat dan bahan yang digunakan harus bersih, demikian pula halnya tempat
penyimpanan ikan hasil pemindangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
4. Mutu Ikan Pindang
Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah
untuk menilai mutu ikan pindang adalah dengan menilai mutu sensorisnya.
Memang ada cara pengujian lain yang lebih obyektif, yaitu pengujian kimiawi dan
mikrobiologis, tetapi diperlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus sehingga
tidak mudah dan tidak murah dilakukan. Lagipula, kedua cara pengujian ini
dimaksudkan untuk melengkapi mutu sensoris. Minimal empat cara parameter
sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur (Wibowo
1996). Menurut Saleh (2002), ikan pindang yang bermutu baik mempunyai kriteria
sebagai berikut:
a. Rupa dan warna: Utuh, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak
terlihat endapan lemak atau lainnya. Warna produk spesifik jenis,
cemerlang, tidak berkapang dan berlendir.
b. Bau: Spesifik jenis produk, bau produk ikan rebus, bau gurih dan segar.
c. Rasa: Gurih spesifik produk, tidak terdapat rasa asin yang berlebihan dan
keasinan merata.
d. Tekstur: Kompak, padat, spesifik jenis produk, empuk, cukup kering dan
tidak basah.
5. Daya Awet Ikan Pindang
Pindang umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai aktivitas air
yang relatif tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri
pembentuk lendir dan kapang. Pemanasan yang diberikan pada umumnya tidak
terlalu mampu membasmi semua mikroorganisme. Selama penyebaran dan
penjualan, pindang sangat mudah mengalami kontaminasi mikroorganisme.
Kerusakan pindang yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme ditandai
dengan pembentukan lendir, pertumbuhan kapang, dan teksturnya yang menjadi
hancur.
Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan
penanganan yang baik kurang lebih 3-4 hari. Selain dikarenakan pindang disimpan
di udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang (terutama
pindang air garam) kandungan airnya cukup banyak serta kadar garam yang cukup
rendah jika dibandingkan ikan asin. Ikan yang mempunyai ukuran yang lebih besar
(seperti tongkol) mempunyai daya awet yang lebih singkat bila dibandingkan
dengan ikan yang berukuran kecil (ikan layang atau lemuru). Daya awet pindang
ini dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan teknik pemindangan (kebersihan,
suhu, kadar garam, penambahan bumbu, dll), penggunaan zat pengawet, perbaikan
pengemasan maupun teknik penyimpanan produk. Cara lain yang digunakan untuk
memperpanjang daya awet ikan pindang adalah dengan sterilisasi.

Gambar 1. Teknik Pemindangan Gambar 2. Pindang Siap Jual

Anda mungkin juga menyukai