TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemindangan
pemindangan ikan merupakan upaya pegawetan sekaligus pengolahan
ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan
tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana
bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini digunakan
sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan sekaligus kemasan selama
transportasi dan pemasaran. Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet
dan memperbaiki cita rasa, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar
bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen (Wibowo, 2000).
Perkembangan peningkatan suhu pada pusat thermal setiap ekor ikan
di dalam wadah tidaklah sama, tergantung dari posisi letak ikan di dalam wadah.
Ikan yang terletak paling bawah akan cepat mengalami perubahan suhu serta
mencapai suhu yang paling tinggi, sebaliknya ikan yang terletak paling atas
berada pada posisi tingkatan suhu yang paling rendah. Hal ini menunjukkan tidak
meratanya dan tidak efisiensinya penyebaran panas yang mungkin disebabkan
oleh teknik pemindangan yang diterapkan. Sejalan dengan meningkatnya suhu
pada setiap lapisan ikan akan terlihat pula penurunan kadar air serta peningkatan
kadar garam. Semakin lama waktu perebusan akan samakin rendah kadar air
produk dan semakin tinggi kadar garamnya. Gejala ini juga tergantung pada letak
posisi ikan di dalam wadah, sehingga pada proses pemindangan perlu diusahakan
teknik yang lebih baik agar produk akhir pindang yang diperoleh lebih seragam
mutunya (Ilyas, 1978).
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan
sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan
pengasapan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan
memanaskan ikan dalam susana bergaram dalam waktu tertentu di dalam suatu
wadah. Wadah ini digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau
pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan
pemasaran ( Budiman,2004).
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus
memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar
bakteri pada ikan, terutama pada bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu
pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tektur daging ikan berubah
menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet ketimbang
masih segar (Budiman, 2011).
Tabel 2.1 Syarat Mutu Ikan Pindang
Persyaratan Mutu
No. Jenis Uji
Pindang air garam Pindang Garam
a. Organoleptik
7 6
Nilai minimum
Kapang Negatif Negatif
b. Mikrobiologi
1 x 10^5 1 x 10^5
TPC per gram maks
E.coli MPN per gram maks 3 CFU 3 CFU
Salmonella Negatif Negatif
Vibrio cholera Negatif Negatif
Staphylococcus aureus 1 x 10^3 1 x 10^3
c. Kimia
70 70
Air, % bobot/ bobot maks
Garam, %bobot/ bobot maks 10 10
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992)
2.2 Bahan yang Digunakan
2.2.1 Ikan Tongkol
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna
kecil. Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk. Sirip
punggung pertama berjari-jari keras 15, sedangkan yang kedua berjari-jari lemah
13, diikuti 8 – 10 jari - jari sirip tambahan. Ukuran asli ikan tongkol cukup besar,
bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini berukuran
sepanjang 50-60 cm. Ikan tongkol memiliki kulit yang licin berwarna abu-abu,
dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah tua (Dami, 2014).
Menurut Saanin (1984), kedudukan taksonomi ikan tongkol adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Family : Scombridae
Genus : Euthynnus
Species : Euthynnus affinis
Komponen kimia utama daging ikan adalah air, protein dan lemak
yaitu berkisar 98% dari total berat daging. Komponen ini memiliki pengaruh besar
terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori, dan stabilitas penyimpanan
daging. Kandungan komponen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan
mineral berkisar 2% yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan
mati (Dami, 2014).
2.2.2 Garam
Garam Beriodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk
garam yang telah difortifikasi (ditambah) dengan iodium. Iodium ditambahkan
dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium iodat (KIO3)
berupa larutan pada lapisan tipis garam, sehingga diperoleh campuran yang
merata. Garam beriodium yang di anjurkan untuk dikonsumsi manusia adalah
yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), dalam SNI kadar iodium
dalam garam ditentukan sebesar 30-80 ppm dalam bentuk KIO3 diakaitkan
dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6-10 gr (Palupi,
2004). Garam beriodium merupakan garam yang ditambahkan zat iodium melalui
proses iodisasi sehingga garam mengandung iodium yang dibutuhkan tubuh untuk
memproduksi hormone tiroksin yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan manusia (Ali, 2004).
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk
Kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium
Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium
Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik
higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan)
sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801˚C (Ali, 2004).