Anda di halaman 1dari 3

BAB 5.

PEMBAHASAN

5.1 Uji Organoleptik


5.1.1 Warna
Pada praktikum penggaraman ikan, dilakukan pada bahan ikan
kembung dengan 2 perlakuan, yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering.
Setelah dilakukan proses penggaraman dilakukan uji organoleptik warna, aroma,
tekstur, dan lendir. Pada uji organoleptik warna, diperoleh data, yaitu pada
perlakuan penggaraman kering warnanya agak kuning (++) dan pada perlakuan
penggaraman basah warnanya pucat (+).
Menurut Siregar (2011), hasil uji organoleptik warna ikan kembung
pada penggaraman adalah berwarna seperti aslinya atau tidak terjadi diskolorasi
pada ikan. Semakin lama waktu penggaraman warna produk akan semakin pudar.
Hal tersebut terjadi karena garam mendegradasi pigmen pada bahan. Apabila
larutan garam kurang pekat maka produk yang dihasilkan akan mengkilap.
Sebaliknya apabila larutan terlalu pekat, di permukaan produk akan timbul warna
keputih-putihan.
Berdasarkan perbandingan hasil data dan literatur didapatkan
kesesuaian pada perlakuan penggaraman basah, yaitu warnanya tetap pucat. Dan
terdapat ketidaksesuaian data pada perlakuan penggaraman kering karena terdapat
perubahan warna menjadi agak kuning. Perubahan warna tersebut dapat terjadi
karena adanya beberapa faktor, seperti pendapat menurut Winarno (2004), bahwa
karakteristik warna pada ikan hasil penggaraman sangat ditentukan oleh bahan
baku dan aktivitas enzim dari bakteri, serta adanya hidrolisis dan oksidasi lemak
pada tubuh ikan akan menghasilkan perubahan warna.
5.1.2 Aroma
Pada praktikum penggaraman ikan, dilakukan pada bahan ikan
kembung dengan 2 perlakuan, yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering.
Setelah dilakukan proses penggaraman dilakukan uji organoleptik warna, aroma,
tekstur, dan lendir. Pada uji organoleptik aroma, diperoleh data, yaitu pada
perlakuan penggaraman kering aromanya agak amis (++) dan pada perlakuan
penggaraman basah aromanya juga agak amis (++).
Menurut Siregar (2011), menyatakan bahwa ikan hasil penggaraman
memiliki aroma yang khas (tidak amis) akibat lama waktu penggaraman dan
jumlah air yang terkandung.
Berdasarkan perbandingan hasil data yang diperoleh dengan literatur,
terdapat kesesuaian data, karena pada perlakuan penggaraman basah dan
penggaraman kering tidak terdapat perubahan yang signifikan. Pada hasil
praktikum diperoleh data, bahwa ikan setelah proses penggaraman agak amis,
tetapi masih dalam kategori aroma khas ikan asin.
5.1.3 Tekstur
Pada praktikum penggaraman ikan, dilakukan pada bahan ikan
kembung dengan 2 perlakuan, yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering.
Setelah dilakukan proses penggaraman dilakukan uji organoleptik warna, aroma,
tekstur, dan lendir. Pada uji organoleptik tekstur, diperoleh data, yaitu pada
perlakuan penggaraman kering teksturnya sangat keras (+++) dan pada perlakuan
penggaraman basah teksturnya agak keras (++).
Menurut Siregar (2011), hasil uji organoleptik tekstur dari ikan
kembung pada penggaraman adalah ikan kaku dengan daging pejal.
Berdasarkan perbandingan hasil data yang diperoleh dengan literatur,
terdapat kesesuaian data pada perlakuan penggaraman kering. Sedangkan pada
perlakuan penggaraman basah hasil yang diperoleh kurang sesuai dengan literatur
diatas. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya yaitu adanya
pengaruh konsentrasi garam.
5.1.4 Lendir
Pada praktikum penggaraman ikan, dilakukan pada bahan ikan
kembung dengan 2 perlakuan, yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering.
Setelah dilakukan proses penggaraman dilakukan uji organoleptik warna, aroma,
tekstur, dan lendir. Pada uji organoleptik lendir, diperoleh data, yaitu pada
perlakuan penggaraman kering tidak berlendir (+) dan pada perlakuan
penggaraman basah agak berlendir (++).
Menurut Siregar (2011), yaitu jika ikan yang dihasilkan oleh proses
penggaraman tidak memiliki lendir maka ikan tersebut akan mengalami masa
simpan yang panjang.
Berdasarkan perbandingan hasil data dengan literatur terdaapat
kesesuaian data pada perlakuan penggaraman kering. Sedangkan pada perlakuan
penggaraman basah terjadi ketidaksesuaian data. Hal tersebut dapat disebabkan
karena adanya beberapa faktor, diantaranya yaitu konsentrasi garam yang
digunakan. Selain itu, lama proses penggaraman juga mempengaruhi perubahan
yang terjadi pada ikan tersebut.

5.2 Kadar Air


Pada praktikum penggaraman ikan, dilakukan dengan 2 perlakuan,
yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah. Penggaraman kering
menggunakan garam halus, sedangkan penggaraman basah menggunakan garam
kasar yang dilarutkan terlebih dahulu. Sebelum dilakukan proses penggaraman,
ikan ditimbang untuk diketahui berat awal. Dan setelah proses penggaraman juga
dilakukan penimbangan untuk diketahui berat akhirnya. Setelah proses
penggaraman, dilakukan perhitungan kadar air basis basah (%bb) dengan rumus:
%b Berat awal – Berat akhir
= x 100%
b Berat awal

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh hasil data


pada perlakuan penggaraman kering kadar airnya 2,85% dan pada perlakuan
penggaraman basah kadar airnya -8,4%.
Menurut SNI 01-2721-2009 menyatakan bahwa nilai kadar air pada
ikan setelah penggaraman yaitu maksimal 40%.
Berdasarkan perbandingan hasil data dengan hasil literatur terdapat
kesesuaian data, karena kadar air pada ikan setelah proses penggaraman maksimal
40%. Dan dari data yang diperoleh tidak melebihi dari batas maksimal yang sudah
ditetapkan oleh SNI.

Anda mungkin juga menyukai