Anda di halaman 1dari 2

DAYA TARIK JFC LOKAL MAUPUN MANCANEGARA

Jember Fashion Carnaval XIV merupakan bukti kemampuan event ini untuk bertahan
sebagai salah satu daya tarik yang masih tetap diminati masyarakat. Lebih dari satu dekade,
JFC memberi warna dalam kehidupan kota Jember melalui event karnaval tematik yang unik.
Upaya memposisikan JFC sebagai daya tarik wisata memiliki tiga elemen penting. Ketiga
elemen penting ini antara lain adalah atraksi atau daya tarik dari JFC sendiri, amenitas yang
ada sebagai pendukung dari kegiatan selama JFC, serta ketersediaan akses menuju lokasi
penyelenggaraan JFC.
Fashion punya konsep busana yang kuat dan tahu mana yang ingin ditonjolkan.
Berbeda dengan karnaval, desain kostum ramai dan penuh aksesoris. Sehingga vocal point
cenderung bias, masing-masing bagian merupakan satu kesatuan yang dominan dalam arti
fungsi. Penambahan kata “carnaval” menjadi upaya pelurusan makna fashion yang digunakan
penampil melalui kostum dan riasan yang digunakan. Selain itu, dengan mengelompokkan
pagelaran ini kedalam salah satu bentuk event publik berupa karnaval menjadi sebuah
kegiatan urban yang memiliki nilai hiburan, maka penyelenggaraan event ini memiliki
kemampuan sebagai sebuah daya tarik wisata jika dikemas dengan baik. Untuk mendapatkan
event yang memiliki potensi sebagai suatu daya tarik wisata yang berkualitas, event harus
dibuat konsisten. Selain itu sasaran target pasar harus jelas, dan memiliki daya tarik.
Demikian yang terjadi pada JFC yang diselenggarakan secara rutin sejak tahun 2003 hingga
bertahan lebih dari satu dekade. Kesuksesan sebuah penyelenggaraan karnaval bukan dilihat
dari jumlah peserta atau tampilan dan banyaknya biaya yang dikeluarkan. Sukses sebuah
event karnaval menurut Yoshida & James (2010) dalam Esu (2014) ditentukan oleh tiga
aspek. Ketiga aspek yang menentukan kualitas event terdiri atas kualitas dari personel
penyelenggara (event employees), lingkungan (event environment) dan produk event (event
product). Dengan memperhatikan ketiga aspek ini maka akan diperoleh event yang
berkualitas.

Event Wisata Jember Fashion Carnival JFC merupakan tempat wisata yang harus
anda kunjungi karena pesona keindahannya tidak ada duanya. Penduduk lokal daerah Jember
juga sangat ramah tamah terhadap wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kota Jember
juga terkenal akan Event Wisata Jember Fashion Carnival JFC yang sangat menarik untuk
dikunjungi. Festival Carnival atau sering disebut JFC adalah sebuah even karnaval busana
yang setiap tahun digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Karnaval ini digagas oleh
Dynand Fariz yang juga pendiri JFC Center. Sebanyak 2000 an peserta berkarnaval dalam 4
hari penyelenggaraan event meliputi Kids Carnival, Artwear Carnival, Waci, dan Grand
Carnival. Di jalan utama kota Jember disaksikan oleh ratusan ribu penonton di kanan dan kiri
jalan. Mereka terbagi dalam 10 defile yang masing-masing defile mencerminkan tren busana
pada tahun yang bersangkutan. Karnaval ini telah menjadi sangat populer dan menjadi salah
satu daya tarik wisata di Jember. Para peserta karnaval membuat busana yang seluruhnya
dikompetisikan untuk meraih penghargaan kreasi busana terbaik.  Para peserta terbaik dalam
berbagai kategori mendapatkan penghargaan JFC Award.
Konsep global, modern, dan internasional yang menjadi identitas baru dalam city
branding Kabupaten Jember mampu mengantarkan Kabupaten Jember untuk go 155
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 3/ NO. 2 international. Identitas
tersebut menjadi ciri khas yang memudahkan pengidentifikasian Kabupaten Jember sebagai
sebuah produk dan membedakan dengan kompetitor dalam konteks persaingan kota,
khususnya di era globalisasi. Selain itu, JFC juga lebih bisa menciptakan added value,
awareness, image, reputation, serta memberikan dampak pariwisata, ekonomi, dan
pengembangan SDM berkelanjutan bagi Kabupaten Jember, dibandingkan identitas-identitas
yang pernah ada di Kabupaten Jember sebelumnya. Namun JFC menghadapi kompleksitas
saat melakukan city branding Kabupaten Jember. Kompleksitas tersebut muncul karena JFC
berhadapan dengan sosiokultural Kabupaten Jember. Akibatnya, JFC mengalami kesulitan
dalam penerimaan pihak internal. Dukungan dari masyarakat hanya sebatas di tataran teknis
saat penyelenggaraan JFC, bukan dalam bentuk representasi nilai. Itupun masih memerlukan
keterlibatan pemerintah yang memiliki power untuk menggerakkan seluruh elemen
Kabupatan Jember. Sayangnya kondisi tersebut justru semakin diperkuat dengan kurangnya
pendekatan- pendekatan dan penanaman identitas pada pihak internal. Serta JFC pada
penerapannya hanya berhenti pada tataran promotion, tourism, dan profit oriented.
Oleh karena itu, peneliti dapat menyimpulkan bahwa city branding yang dilakukan belum
sepenuhnya sempurna. Hal menarik lainnya adalah secara keseluruhan JFC sebagai sebuah
event hidup dalam sistem politik yang kompleks, apalagi jika berkaitan dengan city branding.
Gerak JFC sebagai sebuah event menjadi terbatas karena telah menjadi agenda atau bagian
dari aktivitas pemerintah dan harus berhadapan dengan kepentingan dari aktor-aktor politik di
pemerintahan yang membawa ambisi personal masing-masing. Namun, ternyata juga ada sisi
negatif jika city branding ditangani oleh ahli profesional atau lembaga independen tanpa
melibatkan pemerintah, yaitu juga fokus melaksanakan event branding dalam perjalanan city
branding yang dilakukan. Bahkan JFC juga cenderung menjadi country branding, sebab lebih
mengangkat nilai-nilai lokal Indonesia dalam setiap penyelenggaraan atau promosi yang
dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai