Dosen Pengampu :
Dr. Triana Lindriati, S.T., M.P.
Oleh
SITI HASANA
NIM 181710301052 / TIP B
Kacang kedelai
hitam 1 ton
Perendaman (12-15
900 liter 200 liter
jam)
F1
1000 liter
perebusan 300 liter
koji
Fermentasi laktat/etanol
hidrolisis enzim
Cairan
padatan Pemerasan
pasteurisasi
1000 liter
100 kg kecap
kecap
F3
C. Sistem Utilitas
Utilitas adalah bagian yang penting dalam suatu proses produksi. Utilitas
merupakan sarana penunjang operasional mesin dan peralatan yang digunakan
dalam suatu proses produksi. Sarana penunjang yang dibutuhkan pada pemasakan
kecap manis adalah sebagai berikut :
1. Unit Pengolahan Air
Dalam proses pengolahan kecap, air digunakan untuk keperluan
pemasakan kecap manis, pencucian kedelai, perendaman, pencucian botol,
dan sarana sanitasi mesin, peralatan, dan pekerja. Air yang digunakan yaitu
air bersih dari PDAM.
2. Unit Pembangkit Tenaga Listrik
Dalam proses pengolahan kecap, tenaga listrik digunakan untuk
proses (mesin filler dan capper, mesin labelling, mesin sealing, conveyor,
pompa kecap, perajang bumbu, dan exhaust fan) dan kebutuhan untuk
penerangan (untuk ruang pemasakan, gudang bumbu, gudang botol bersih,
gudang botol siap dijual, dan ruang pengemasan). Tenaga listrik pada proses
ini dalirkan langsung dari PLN (Perusahaan Listrik Negara).
3. Unit Bahan Bakar
Pada proses pengolahan kecap, bahan bakar yang digunakan yaitu gas
LPG. Gas LPG digunakan sebagai bahan bakar pada proses pemasakan.
Heating value LPG adalah 21350 BTU/lb. Banyaknya LPG yang
dibutuhkan adalah:
Q suplai = 348289,02 kkal/ hari
= 1381271,33 BTU/ hari
Kebutuhan LPG = 1381271,33BTU/ hari
= 64,70 lb/hari
= 29Kg/hari
= 21350 BTU/lb
4. Unit Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan kecap yaitu berupa
limbah cair dan limbah padat. Limbah padat ini diperoleh dari sisa bungkil
dan ampas saat proses penyortiran dan penyaringan. Sedangkan limbah cair
berupa air yang dihasilkan dari proses pencucian dan perendaman bahan
baku serta sisa air hasil perebusan kedelai. Untuk lebih jelas proses-proses
yang menghasilkan limbah dapat dilihat pada diagram alir pembuatan kecap
kedelai, seperti pada point B. Diagram alir.
Air limbah dari industri kecap sebagian besar merupakan komponen
organik dengan kandungan zat padat tersuspensi sekitar 728 mg/l dan
bersifat asam dengan pH antara 4.2 sampai 5.1. Sifat asam ini dapat
membuat sebagian alat proses mudah korosif sehingga untuk menanganinya
dalam penyaluran ke IPAL dan proses dalam IPAL sehingga alat proses
sebagian besar dibuat dari bahan non logam. Air limbah yang dihasilkan
dari aktifitas produksi kecap diolah dengan melalui serangkaian proses
pengolahan baik secara kimiawi yaitu proses koagulasi dan flokulasi, fisika
melalui proses sedimentasi dalam clarifier dan filtrasi dalam sand filter
maupun secara biologi dengan proses aerasi.
Air limbah dari hasil industri ditampung dalam penampungan untuk
proses equalisasi. Selanjutnya air limbah tersebut dipompa menggunakan
pompa submersible. Pompa Submersible yaitu pompa yang dioperasikan di
dalam air dan akan mengalami kerusakan jika dioperasikan dalam keadaan
tidak terbenam air berkelanjutan. Di sepanjang perpipaan dilakukan injeksi
kimia menggunakan Poly Alumunium Chloride sebagai koagulan, flokulan
trimer 6784 sebagai flokulan dan Ca(OH)2 untuk menaikan PH sampai 7.
Selanjutnya efluen yang telah diinjeksi kimia yang merupakan proses
koagulasi flokulasi ini dialirkan secara laminar kedalam clarifier I untuk
mengendapkan flok-flok yang terbentuk. Pada clarifier ini air limbah
mempunyai retention time sekitar 30 menit karena hasilnya belum optimal
maka dilanjutkan dengan proses filtrasi menggunakan sand filter I yang
berisi pasir silica dengan ukuran 2 x 3 mm. Pada proses ini air limbah
langsung lewat sehingga waktu tinggalnya singkat tidak lebih dari 5 menit
setelah itu efluen dari sand filter dimasukan ke dalam bak aerasi untuk
proses secara biologi.
Pada proses biologi ini air limbah diproses kurang lebih 6-8 jam
setelah itu dikembalikan lagi ke clarifier II dan sand filter II dengan
retention time yang sama dengan effluent yang keluar setelah injeksi kimia.
Setelah itu baru dibuang. Dalam selang waktu tertentu clarifier di blowdown
untuk membuang sludge yang terbentuk pada dasar clarifier. Sludge ini
dibuang ke dalam dryng bed. Proses pengolahan air imbah ini berlangsung
secara kontinyu.
Proses penanganan secara kimia lebih mendapat prioritas
dibandingkan penanganan secara biologi karena penanganan secara kimia
dapat berlangsung cepat dan tidak memerlukan lahan yang luas sehingga
dengan peralatan yang ada efisiensi dapat ditingkatkan sedang penanganan
secara biologi memerlukan tambahan lahan yang cukup luas untuk proses
reduksi komponen-komponen organik dalam air limbah oleh
mikroorganisme.