Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH PENGGUNAAN ES DAN BAHAN SINTETIS

TERHADAP KEMUNDURAN MUTU IKAN

Mata Kuliah Pengolahan Hasil Perairan


Tanggal 21 Februari 2015 di Laboratorium Preservasi Bahan
Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan
Asisten : Pipit Pratama

Annisa Rahma Fatmala


C34130030
Kelompok 9

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup tinggi dan
juga dapat dicerna dengan mudah oleh manusia. Hal ini dikarenakan susunan
komponen protein ikan hampir sama dengan susunan komponen protein pada
manusia. Ikan mempunyai kandungan kolesterol rendah dan asam lemak yang
berantai ganda dengan jumlah yang besar. Komposisi kimia ikan tergantung pada
spesies, umur, habitat dan pakan. Ikan segar memiliki kelemahan, yaitu mudah
mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Proses
kemunduran mutu ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan
proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih
banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan
dengan lingkungan dan perlakuan manusia.
Ikan mudah busuk dan lebih cepat mengalami kemunduran mutu. Hal inilah
yang menjadi penyebab nelayan ataupun penjual ikan di Indonesia menggunakan
bahan pengawet untuk mengawetkan ikan. Salah satu bahan pengawet yang sering
digunakan adalah formalin. Formalin merupakan bahan yang tidak berwarna dan
mengandung 30-50% formaldehid dalam air. Formalin sering ditambahkan untuk
mempertahankan umur simpan makanan, tetapi bahan kimia ini berbahaya bagi
kesehatan manusia.
Kemunduran mutu ikan bisa dijaga tanpa memerlukan formalin sebagai
bahan pengawet. Penanganan yang baik adalah menggunakan sistem rantai dingin
serta mengutamakan sanitasi dan higiene untuk mempertahankan mutu, jika tidak
mendapatkan penanganan yang baik maka akan mengalami kemunduran mutu
dengan cepat. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani
dengan hati-hati, cepat, bersih, dan disimpan dalam ruangan dengan suhu yang
dingin (C3Q: cool, clean, carefull and quick).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan penanganan


dengan penggunaan es serta membandingkan perbedaan mutu ikan yang diberi
formalin dan es.

METODOLOGI
Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 Februari 2015 di


Laboratorium Preservasi Bahan Baku dan Diversifikasi Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah skor organoleptik, plastik,
gelas ukur, dan baskom. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan
mas, es, air, dan formalin

Prosedur Kerja

Ikan mas

Pencucian ikan

Perendaman formalin Kontrol Penambahan es

Penilaian skor

Gambar 1 Diagram alir pengaruh es dan bahan sintetis

Praktikum pengaruh penggunaan es dan bahan sintetis terhadap


kemunduran mutu ikan dilakukan dengan cara sampel ikan yang sudah didapatkan
setiap kelompok diukur, diamati mutunya, digambar, dan difoto. Ikan mas dalam
bentuk segar dan telah mati dicuci hingga bersih. Ikan mas yang telah dicuci bersih
kemudian diuji skor organoleptiknya sebagai nilai awal. Dilakukan tiga perlakuan,
yaitu ikan mas diberi perlakuan perendaman formalin, ditempatkan dengan es, dan
sebagai control ditempatkan di suhu ruang. Pengamatan skor organoleptik
dilakukan selama selang waktu tiga jam hingga ikan dengan perlakuan kontrol
menjadi post rigor. Konsentrasi formalin yang digunakan yaitu dengan konsentrasi
5%, 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Perbandingan es dan ikan yaitu 3:1. Hasil
yang telah didapatkan kemudian dicantumkan pada Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Ikan mas dengan perlakuan perendaman formalin, penempatan di suhu
ruang, dan penambahan es memiliki skor organoleptik yang berbeda-beda.
Perlakuan ini dilakukan selama selang tiga jam hingga perlakuan kontrol
mengalami post rigor. Perbedaan skor organoleptik ini tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan es dan formalin terhadap mutu daging ikan
Skor Skor Skor Skor Skor Skor Skor Skor
organo organo organo organo organo organo organo organo
No. Perlakuan leptik leptik leptik leptik leptik leptik leptik leptik
waktu waktu waktu waktu waktu waktu waktu waktu
0 1 2 3 4 5 6 7
1 Kontrol 9 7 6 5 4 3 2 1
2 Penambahan es 9 9 8 7 7 6 6 5
3 Formalin 5% 9 9 9 7 6 6 4 2
4 Formalin 10% 9 9 7 6 5 4 3 2
5 Formalin 15% 9 8 7 6 6 5 5 4
6 Formalin 20% 9 8 7 6 5 5 5 5
7 Formalin 25% 9 7 7 6 5 5 5 5
8 Formalin 30% 9 7 7 6 5 5 5 5
Pengamatan pengaruh penggunaan es dan formalin terhadap kemunduran
mutu ikan memiliki nilai skor organoleptik yang berbeda-beda. Skor organoleptik
dengan perlakuan kontrol adalah perlakuan yang paling cepat mengalami
penurunan, sedangkan perlakuan penambahan dengan es dan perlakuan
penambahan formalin 20%, 25%, dan 30% memiliki skor organoleptik yang tidak
cepat mengalami penurunan. Perlakuan kontrol mengalami penurunan skor
organoleptik sampai angka ke 1, sedangkan perlakuan penambahan es mengalami
penurunan skor organoleptik sampai angka ke 5, dan perlakuan penambahan
formalin 20%, 25%, dan 30% mengalami penurunan skor organoleptik sampai
angka 5.

Pembahasan

Ikan adalah bahan pangan yang mudah rusak dan mudah mengalami
pembusukan. Kesegaran ikan adalah hal yang sangat penting dalam menentukan
keseluruhan mutu suatu produk perikanan. Penurunan tingkat kesegaran ikan dapat
dilihat dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua
proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan
yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, dan post rigor.
Perubahan pre rigor adalah fase dimana terjadinya pelepasan lendir dari kelenjar di
bawah permukaan kulit ikan. Lendir yang dikeluarkan ini dapat menjadi media bagi
pertumbuhan bakteri. Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan
bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Perubahan selanjutnya yang terjadi
adalah perubahan rigor mortis yang ditandai jaringan otot yang semakin lama
semakin tidak kenyal. Fase perubahan selanjutnya yakni perubahan post rigor.
Tahap post rigor mulai terjadi proses pembusukan. Rangkaian perubahan yang
berlangsung pada tubuh ikan selama tahap post rigor berbeda dengan perubahan
pada tahapan sebelumnya, dimana proses perubahan yang berlangsung selama post
rigor sudah mengarah ke pembusukan. Tahap ini mulai terbentuk warna, rasa, bau,
dan tekstur yang tidak diharapkan dan sering digunakan sebagai indikator tingkat
kesegaran hasil perikanan (Rahman 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Munandar et al. (2009) menjelaskan juga
bahwa fase pre rigor ditandai dengan terlepasnya lender dari kelenjar di bawah
permukaan kulit, sedangkan fase rigor mortis ditandai dengan kekakuan otot ikan
yang diawali dari pangkal ekor hingga mencapai full-rigor. Kekakuan otot ini
dikarenakan adanya kontraksi-relaksasi antara aktin dan myosin yang membentuk
aktomiosin. Perubahan post rigor ditandai dengan melemasnya kembali otot ikan.
Perubahan post rigor dipengaruhi oleh adanya aktivitas enzim dan bakteri yang
terpusat pada 3 tempat, yaitu kulit, insang, dan isi perut. Penelitian oleh Wibowo et
al. (2014) menyimpulkan bahwa penggunaan suhu rendah 0oC setelah ikan mati
dapat memperpanjang masa rigor mortis, menurunkan kegiatan enzimatis, bacterial,
kimiawi, dan perubahan fisik ikan.
Pengaruh penggunaan es dan formalin menyebabkan skor organoleptik
berbeda-beda yang akhirnya berpengaruh terhadap kemunduran mutu ikan.
Perlakuan kontrol pada waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 berturut-turut memiliki skor
organoleptik 9, 7, 6, 5, 4, 3, 2, dan 1. Perlakuan dengan penambahan es berturut-
turut memiliki nilai organoleptik sebesar 9, 9, 8, 7, 7, 6, 6, dan 5. Perlakuan
perendaman dengan formalin 5% berturut-turut bernilai 9, 9, 9, 7, 6, 6, 4, dan 4.
Perlakuan perendaman dengan formalin 10% berturut-turut bernilai 9, 9, 7, 6, 5, 4,
3, dan 2. Perlakuan perendaman dengan formalin 15% bernilai 9, 8, 7, 6, 6, 5, 5,
dan 4. Perlakuan dengan perendaman formalin 20% bernilai 9, 8, 7, 6, 5, 5, 5, dan
5. Perlakuan dengan perendaman formalin 25% bernilai 9, 7, 7, 6, 5, 5, 5, dan 5.
Perlakuan dengan perendaman formalin 30% bernilai 9,7 ,7, 6, 5, 5, 5, dan 5. Nilai
organoleptik yang mengalami penurunan tercepat adalah pada perlakuan kontrol,
dimana nilai organoleptik terhenti di nilai 1, artinya ikan dengan perlakuan kontrol
mengalami kemunduran mutu tercepat dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan
dengan penambahan es terhenti di nilai 5, artinya kemunduran mutu ikan dengan
perlakuan ini lebih terjaga dibandingkan perlakuan kontrol. Rataan dari perlakuan
perendaman formalin terhenti di nilai 5, artinya mutu ikan terjaga. Penelitian yang
dilakukan oleh Munandar et al. (2009) menjelaskan bahwa pada suhu ruang, ikan
akan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat, dan
ikan yang ditambah dengan es tidak mudah busuk atau kemunduran mutu ikan bisa
terjaga.
Penelitian Susanto et al. (2011) menunjukkan adanya penggunaan bahan-
bahan yang dilarang (formalin) pada ikan segar. Penelitian oleh Fadillah et al.
(2014) menegaskan bahwa untuk mengawetkan ikan digunakan bahan pengawet
sintetik seperti boraks dan formalin, hal ini disebabkan karena ikan merupakan
produk pangan utama namun mudah rusak karena kandungan gizi dan kadar air
yang cukup tinggi. Natrium benzoate, asam sitrat, dan asam tartrat merupakan
bahan pengawet sintetik yang biasa digunakan untuk mengawetkan ikan.
Penelitian Fadhilah et al. (2013) menjelaskan bahwa kandungan
formaldehid ternyata sudah ada pada tubuh ikan itu sendiri pada proses
pembusukan. Pada jenis ikan laut (jack mackerel), di dalam tubuhnya memiliki
kandungan trimethilamin oksidase (TMAO) membentuk suatu sistem metabolisme
di tubuhnya. Setelah ikan mati, TMAO akan terurai oleh enzim reduktase menjadi
trimetilamin (TMA) kemudian terurai lagi menjadi unsur-unsur yang lebih
sederhana yaitu dhimethil amin (DMA), monomethil amin (MMA), dan
formaldehid (FA). Menurut Rab (1997), trimethil amin (TMA) merupakan suatu
senyawa yang terbentuk sebagai hasil degradasi dari trimetilamin oksida (TMAO)
oleh aktivitas mikroba Pseudomonas, Achromobacter, dan Lactobacilus. Formalin
adalah bahan yang bisa menunda kemunduran mutu ikan. Penambahan formalin
bisa membuat pembusukan ikan terhambat, karena dengan pemakaian formalin,
aktivitas mikroba bisa terhenti. Mikroba bisa langsung mati jika pada suatu bahan
ditambahkan formalin. Kesegaran ikan tetap bisa terjaga walaupun tidak perlu
penambahan formalin pada ikan. Penambahan es bisa membuat ikan tetap segar.
Kesegaran ikan dapat tidak dapat ditingkatkan, melainkan dipertahankan. Teknik
yang umum untuk mempertahankan kesegaran ikan adalah penggunaan suhu
rendah atau teknik pendinginan ikan. Keuntungan penggunaan es pada ikan yaitu
dapat memperpanjang daya awetny mencapai satu sampai empat minggu, serta
mempertahankan tingkat kesegaran ikan dan nilai gizinya. Pertumbuhan bakteri
pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang
mengarah pada kemunduran mutu menjadi lebih lambat (Zakaria 2008).
Bahan pengawet (formalin) yang terdapat dalam ikan bisa terdeteksi (bisa
diketahui) dengan cara melihat kenampakan ikan tersebut, dengan cara kualitatif,
dan cara kuantitatif. Kenampakan ikan yang diberi formalin biasanya terlihat tidak
segar. Ikan yang diberi formalin pun tidak akan dihinggapi oleh lalat. Penelitian
Suryadi et al. (2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara untuk menganalisis
formaldehid dalam sampel, yaitu dengan metode kalorimetri, spektrofotometri,
kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penanganan dengan penggunaan es bisa membuat mutu ikan tetap terjaga.


Pemberian formalin dan es menghasilkan kemunduran mutu ikan yang berbeda.
Pemberian formalin bisa membuat ikan tetap terjaga mutunya, namun formalin
bukanlah bahan yang bisa dikonsumsi. Mutu ikan lebih terjaga jika ditambahkan
formalin karena dengan penambahan formalin mikroba yang akan tumbuh di dalam
ikan bisa terbunuh, jika menggunakan es, mikroba tersebut hanya ditidurkan, bukan
dimatikan, namun penambahan es tetaplah menjadi bahan yang baik untuk menjaga
mutu ikan.

Saran

Mutu ikan akan lebih baik dan lebih bagus jika saat penanganan
menggunakan es untuk mempertahankan mutu ikan. Formalin bukanlah bahan yang
baik untuk digunakan walaupun bisa lebih efektif menjaga kemunduran mutu ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Fadhilah AP, Maruff WF, Rianingsih L. 2013. Efektivitas lidah buaya (Aloe vera)
di dalam mereduksi formalin pada fillet ikan bandeng (Chanos chanos Forsk)
selama penyimpanan suhu dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 2(3): 21-30.
Fadillah G, Kusuma PP, Saraswati TE. 2014. Uji efektivitas gelatin dari cakar ayam
sebagai pengawet alami daging dan ikan. ALCHEMY Jurnal Penelitian
Kimia. 10(2): 195-206.
Munandar A, Nurjanah, Nurilmala M. 2009. Kemunduran mutu ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan
cara kematian dan penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 12(2): 88-101.
Rahman DS. 2014. Pengaruh penambahan garam terhadap mutu ikan lolosi merah
(Caesio chrysozona) segar selama pemasaran rantai dingin. [tesis]. Gorontalo
(ID): Universitas Negeri Gorontalo.
Suryadi H, Kurniadi M, Melanie Y. 2010. Analisis formalin dalam sampel ikan dan
udang segar dari pasar muara angke. Majalah Ilmu Kefarmasian. 7(3): 16-31.
Susanto E, Agustini TW, Swastawati F, Surti T, Fahmi AS, Albar MF, Nafis MK.
2011. Pemanfaatan bahan alami untuk memperpanjang umur simpan ikan
kembung (Rastrelliger neglectus). Jurnal Perikanan. 13(2): 60-69.
Wibowo IR, Darmanto YS, Anggo AD. 2014. Pengaruh cara kematian dan tahapan
penurunan kesegaran ikan terhadap kualitas pasta ikan nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(3): 95-
103.
Zakaria R. 2008. Kemunduran mutu ikan gurami (Osphronemus gouramy) pasca
panen pada penyimpanan suhu chilling. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi prosedur kerja pengaruh penggunaan es dan bahan


sintetis terhadap kemunduran mutu ikan

Gambar 1 Pematian sampel ikan Gambar 2 Pengukuran sampel ikan


Gambar 3 Pencucian sampel ikan Gambar 4 Penyayatan sampel ikan

Gambar 5 Pemberian formalin Gambar 6 Organoleptik ke-2

Gambar 7 Organoleptik ke-3 Gambar 8 Organoleptik ke-7

Lampiran 2 Photo-copy hasil organoleptik pengaruh penggunaan es dan bahan


sintetis terhadap kemunduran mutu ikan

Anda mungkin juga menyukai