KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
Oleh :
2022
BAB I PENDAHUAN
Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun mudah busuk
karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas yang digunakan
untuk metabolisme mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amin, asam organik, keton dan
komponen sulfur (Liu et al. 2010 dalam Radjawane et al., 2016). Ikan termasuk dalam kategori
makanan yang cepat busuk dan seperti yang telah diketahui bahwa bagi produk cepat busuk, nilai
mutu kesegaran merupakan faktor yang penting untuk diperha-tikan. Oleh karena penurunan nilai
mutu kesegaran selain akan menurunkan nilai gizi atau nutriennya sebagai sumber pangan, juga akan
menurunkan daya jual atau harga dari produk tersebut. Dengan demikian nilai mutu kesegaran
dari produk yang cepat busuk perlu diperhatikan (Sulistijowati et al., 2011).
Salah satu masalah yang sering timbul pada sektor perikanan adalah dalam
mempertahankan mutu.Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan
hati-hati (carefull), bersih (clean), disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin (cold), dan
cepat (quick).
Pada suhu ruang, ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat.
Jika fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan
bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan
yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini menunjukan bahwa mutu ikan
sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (FAO 1995).
Proses pembusukan ikan dapat dicegah dengan menunda terjadinya rigor mortis
atau memperpanjang masa rigor mortis. Salah satunya dengan menerapkan sistem
rantai dingin yaitu mengkondisikan ikan pada suhu rendah.Pada suhu rendah aktivitas
pembusukan secara kimiawi dan enzimatis dapat diperlambat. Ikan yang disimpan
pada suhu 2⁰C sampai 10⁰C menyebabkan pertumbuhan bakteri kurang cepat
sehingga dapat memperpanjang daya simpan ikan antara 2 sampai 3 hari seperti
disampaikan oleh (Ilyas, 1983) yang dimuat dalam buku Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai organoleptik kemunduran mutu ikan mujair (oreochromis mossabicus) yang mati
menggelepar ?
2. Bagaimana gambaran nilai organoleptik kemunduran mutu ikan mujair (Oreochromis
mossambicus) yang mati suhu beku, mati menggelepar, mati disayat, dan mati ditusuk
kepalanya?
Tujuan Praktikum
1. Mengetahui nilai organoleptik kemunduran mutu ikan mujair (oreochromis mossabicus) yang
mati menggelepar
2. Mengetahui gambaran nilai organoleptik kemunduran mutu ikan mujair (oreochromis
mossabicus)
yang mati suhu beku, mati menggelepar, mati disayat, dan mati ditusuk kepalanya?
Manfaat Praktikum
Manfaat untuk mahasiswa pada praktikum ini yaitu untuk mendapatkan informasi terkait tahap
nilai organeleptik pada ikan yang mati menggelepar, dan untuk mengetahui proses kemunduran
mutu ikan yang melalui proses mati menggelepar
Tinjauan Pustaka
Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) merupakan ikan tawar yang paling tinggi
produksinya dan sudah dibudidayakan di seluruh propinsi di Indonesia. Di Indonesia terdapat
beberapa macam strain ikan mujair, yaitu sinyonya, punten, kumpay, majalaya, kancra domas,
taiwan dan merah (Sari et al., 2017). Ikan mujair merupakan salah satu sumber protein hewani
untuk memenuhi gizi masyarakat Indonesia, sehingga ikan mujair ini mejadi salah satu komoditas
ikan tawar yang banyak dikembangkan di Indonesia (Rupina et al., 2016).
Klasifikasi ikan mujair berdasarkan ilmu taksonomi
hewan (system pengelompokan hewan berdasarkan bentuk
tubuh dan sifat-sifatnya) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata Gambar ikan mujair
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis mossambicus
Kemunduruan mutu adalah proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena adanya
aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Penurunan tingkat kesegaran ikan ditandai dengan
adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua proses perubahan ini akhirnya
mengarah ke pembusukan. Perubahan setelah ikan mati meliputi perubahan pre rigor mortis, rigor
mortis,dan post rigor (Junianto, 2003).
Aktivitas Enzim
Aktivitas Mikroorganisme
1. Kimiawi
Reaksi Kimia
Ksrusakan Fisik
2. Fisik
Memar
Luka
Alat Bahan
Alat yang di gunakan dalam Bahan yang di gunaan dalam
praktikum yaitu : praktikum yaiti :
1. Pisau bedah 1. 3 ekor ikan mujair
2. Gunting surgial scissors 2. Kertas
3. Pinset operasi 3. Kertas label
4. Kaca pembesar
5. Wadah/Loyang
6. Talenan
7. Pulpen
8. Camera handphone
Langkah awal yang di lakukan yaitu menyiapkan sampel yakni 15 ekor ikan mujair yang di
ambil dari fish house dalam keadaan hidup lalu dipindahkan kedalam ember yang berisi air, setelah
itu di bawah ke fakultas lalu di bawah lagi ke laboratorium dasar universitas muhammadiyah kendari
untuk di teliti. Setelah itu kami menyiapkan alat-alat dan bahan yang akan kami gunakan dalam
proses praktikum yang sebelumnya ikan yang telah di tangkap ta-di kami bagi masing-masing 3
ekor ikan di setiap kelompok sebanyak 4 kelompok, lalu ikan tersebut kami pindahkan ke talenan
yang talenan tersebut kami beri label agar kami dapat membedahkan ikan 1, 2 dan 3. Setelah itu kami
membiarkan ke tiga ikan tersebut mati dengan sendirinya (menggelepar) dengan waktu mati kurang
lebih selama 7 jam. Setelah ikan tersebut mati, kami menguji tingkat kesegaran ke 3 ekor ikan
tersebut dengan uji organol-eptik setiap 1 jam sekali. Kami menguji ikan tersebut selama 8 jam
(yaitu dari ikan tersebut masih segar sampai ikan tersebut membusuk). Setelah kami selesai uji
organoleptik terhadap 3 ekor ikan tersebut, kami menghitung hasil uji organoleptik tersebut dengan
menggunakan rumus rata-rata agar kami bisa mengetahui lebih detail tingkat kesegaran ketiga ikan
tersebut di setiap jam nya.
Analisis Data
7 6
6 5
5 Nilai
4 3
3
2 1
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu mati
Gambar 1.3 grafik hasil nilai uji organoleptik ikan mati di bekukan,
menggelepar,di tusuk dan di sayat
Ikan mujair yang dimatikan dengan 4 perlakuan mati berbeda memiliki perbedaan interval
waktu mencapai tahap post rigor. Ikan mati suhu beku mencapai fase post rigor pada jam ke-11, ikan
mati menggelepar mencapai fase post rigor pada jam ke-9, ikan mati disayat bagian tubuhnya
mencapai post rigor pada jam ke-9 dan ikan mati ditusuk kepalanya mencapai post rigo rpada jam
ke-10.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa ikan mati menggelepar dan mati disayat bagian
tubuhnya memiliki nilai organoleptik yang cepat pembusukannya dibandingkan ikan mati suhu
beku, dan mati ditusuk kepalanya. Masengi et al (2021), menyatakan laju perkembangan fase
penurunan mutu ikan segar dengan perlakuan dibiarkan menggelepar sampai mati laju
perkembangan fase penurunan kesegaran mutu ikan lebih cepat. Sehingga berdasarkan gambar 3
tahapan proses kemunduran mutu ikan mujair yang dimatikan tanpa air mencapai post rigor terjadi
sampai 9 jam, selanjutnya ikan yang dimatikan dengan disayat bagian tubuhnya mencapai fase post
rigor sampai 9 jam, ikan mati ditusuk kepalanya mencapai post rigor sampai 10 jam, dan ikan yang
dimatikan pada suhu beku lebih lama mengalami proses pembusukan sampai 11 jam. Hal tersebut
dikarenakan suhu beku dapat menghambat aktivitas enzimatis dan bakteri pada tubuh ikan. Jika
fase rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama maka kesegaran ikan dapat dipertahankan
(Ilyas,1983).
Kesimpulan