Maya Malikhaturohmah
C34150098
Kelompok 1
Latar Belakang
Tujuan
Prosedur Kerja
Pencucian Ikan
Data
Keterangan :
Awal/akhir
Proses
Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja praktikum pengaruh penggunaan es dan
bahan sintesis terhadap kemunduran mutu ikan
Hasil
8
6 Kontrol
4 Es
2 Formalin
0
1 2 3 4 5
Pengamatan ke-
Gambar 2 Grafik kemunduran mutu ikan mas
Gambar 2 menunjukan hasil praktikum pengaruh penggunaan es dan
bahan sintesis terhadap kemunduran mutu ikan mas (Cpyrinus carpio). Ikan mas
yang paling cepat mengalami kemunduran mutu berdasarkan hasil uji
organoleptik berturut-turut yaitu ikan kontrol, ikan dengan perlakuan pemberian
es dan ikan dengan perlakuan pemberian formalin. Ikan kontrol mengalami
kemunduran mutu yang signifikan setiap jamnya. Ikan dengan perlakuan
pemberian es balok mengalami kemunduran mutu di jam ke-4 ketika es sudah
mencair sehingga es tidak memiliki kemampuan untuk menjaga ikan mas berada
pada suhu rendah. Ikan dengan perlakuan pemberian formalin mengalami
penurunan mutu hanya di awal-awal jam pengamatan, pada pengamatan jam ke-3
hingga jam ke-5 ikan mas yang diberi formalin tidak mengalami kemunduran
mutu karena terlihat masih segar dan apabila ditekan daging pasti akan kembali ke
bentuk semula karena tekstur daging ikan mas menjadi sangat padat.
Pembahasan
Ikan mas merupakan ikan budidaya tertua yang dapat tumbuh mencapai
ukuran panjang 120 cm dengan berat kurang lebih 37.3 kg. Ikan mas berasal dari
Eropa Timur dan Asia Tengah yang telah tersebar luas dan terkenal ke seluruh
dunia sebagai ikan konsumsi. Ikan mas memiliki sifat eurythermal dan euryhaline
sehingga dapat hidup dalam berbagai kondisi biotik dan abiotik. Ikan mas
menurut Troca et al. (2012) dapat bertahan pada musim dingin, dapat tinggal pada
suatu perairan hingga tingkat salinitas 5 ppm dan dapat mentolerir konsentrasi
rendah dan saturasi super oksigen terlarut. Ikan mas termasuk dalam kategori
omnivora dan cenderung mengonsumsi larva dan serangga air, invertebrata makro
dan zooplankton serta tumbuhan. Morfologi ikan mas yaitu memiliki bentuk
tubuh pipih, memiliki sirip lengkap dengan sirip ekor berbentuk cagak, memiliki
sisik sikloid yang terletak beraturan, memiliki dua pasang sungut di dekat mulut
dengan posisi mulut terminal. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Proses kemunduran mutu ikan terjadi karena adanya aktivitas enzim dan
perubahaan mikroorganisme dan kimiawi. Urutan proses kemunduran mutu yang
terjadi pada ikan yaitu prerigormortis, rigormortis dan postrigormortis serta
perubahan enzim. Tahap prerigor berlangsung saat ikan mulai mengalami
kematian hingga ikan tersebut benar-benar mati. Sifat ikan pada tahap prerigor
masih menyerupai ikan segar ditandai dengan tekstur daging ikan yang lembut
kenyal. Tahap rigormortis adalah tahap mengejangnya tubuh ikan yang dapat
menandai kesegaran ikan. Tahap rigormotris terjadi akibat dari suatu rangkaian
perubahan kimiawi yang kompleks di dalam otot ikan setelah kematiannya. Rasa
daging ikan pada tahap rigormortis merupakan rasa daging ikan yang paling enak
dan renyah untuk disantap dibandingkan rasa daging ikan pada tahap prerigor dan
postrigor. Tahap postrigor terjadi ketika ATP diubah menjadi ADP dan fosfat
organik dan peningkatan hipoksantin berlebihan yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada ikan. Daging ikan pada tahap postrigor sudah lembek dan apabila
ditekan akan membekas atau tidak kembali pada keadaaan semula (Nurhayati
2017).
Metode pengujian kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
mikrobiologi. Metode penentuan ikan secara fisika ditentukan dengan mengamati
tanda-tanda visual pada ciri-ciri ikan (organoleptik). Uji organoleptik menurut
Bawinto et al. (2015) merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam
menentukan tanda-tanda kesegaran ikan karena lebih mudah dan lebih cepat
dikerjakan, tidak memerlukan banyak peralatan dan tidak memerlukan
laboratorium. Uji organoleptik merupakan pengujian yang memiliki sifat subjektif
dan menggunakan panca indera manusia. Manusia yang melakukan uji
organoleptik disebut panelis. Panelis digolongkan menjadi dua macam yaitu
panelis standar dan panelis non standar. Panelis standar adalah panelis yang sudah
terlatih untuk melakukan uji organoleptik, sedangkan panelis non standar adalah
panelis yang belum terlatih untuk melakukan uji organoleptik sehingga
dibutuhkan minimal 30 orang panelis non standar apabila akan melakukan uji
organoleptik. Penetapan kemunduran mutu ikan secara subjektif (organoleptik)
dilakukan menggunakan scoresheet yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional SNI 01-2346-2006 (BSN 2006).
Kualitas (mutu) produk perikanan erat kaitannya dengan kesegaran ikan.
Kesegaran ikan dapat dicapai apabila dalam rantai penanganan ikan berlangsung
dengan baik. Penanganan yang baik didasarkan pada prinsip C3Q yaitu careful,
clean, cold dan quick. Pengawetan ikan merupakan salah satu bagian dari
penanganan ikan segar. Usaha pengawetan ikan yang dapat dilakukan cukup
beragam salah satunya yaitu pengawetan ikan dengan suhu rendah. Bahan-bahan
yang dapat digunakan sebagai media pendingin untuk pengawetan suhu rendah
diantaranya adalah es basah (es balok), es kering (es curai), bubur es (slurry ice),
air dingin, es ditambah garam, air laut yang didinginkan dengan es dan air laut
yang didinginkan secara mekanis dan udara dingin. Fungsi es dalam pengawetan
suhu rendah menurut Baheramsyah et al. (2013) adalah menjadi media pindah
panas ikan dan mampu mempertahankan mutu ikan karena mikroorganisme tidak
dapat hidup atau tumbuh pada suhu rendah. Jenis es yang paling sering digunakan
dalam proses pengawetan suhu rendah terutama oleh nelayan untuk mendinginkan
ikan di dalam kapal ialah es basah (es balok), es kering (es curai), bubur es (slurry
ice) dan air laut yang didinginkan secara mekanis dan udara dingin. Apabila es
mulai mencair, nelayan akan mengganti es tersebut atau menambah jumlah es
dalam wadah yang digunakan untuk menampung ikan (Suganda 2017).
Formalin adalah nama dagang larutan formadehid dalam air dengan kadar
30-40%. Formalin dalam bidang perikanan menurut Salosa (2013) digunakan
untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan dan mengawetkan
sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Formalin sering
ditambahkan oleh para penjual ikan atau pelaku industri pengolahan perikanan
dengan tujuan memperpanjang daya simpan ikan dan membuat ikan tidak menjadi
rusak. Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai
tiga hari pada suhu ruang, warna insang merah tua dan tidak cemerlang bukan
merah segar, warna daging ikan putih bersih, sisik-sisiknya mengkilat, dagingnya
kenyal dan tidak ada lalat yang hinggap pada ikan tersebut.
Formalin sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan pangan karena
mengandung zat formaldehid yang bersifat racun bagi manusia. Larangan bahaya
formalin dan pengunaanya diperkuat oleh Permenkes No. 33/Menkes/VI/2012
tentang bahan tambahan pangan tepatnya pada bab IV yang membahas mengenai
jenis-jenis bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Bahaya formalin menurut Saputra et al. (2014) apabila terakumulasi dalam jumlah
yang tinggi bagi manusia adalah menyebabkan iritasi lambung, menyebabkan
muntah, diare dan kencing bercampur darah dan mampu menyebabkan kanker.
Apabila formalin terhirup akan merangsang iritasi pada hidung, tenggorokan dan
mata.
Hasil praktikum menunjukan nilai rata-rata hasil uji organoleptik ikan
kontrol, ikan dengan pemberian es dan ikan dengan pemberian formalin berturut-
turut adalah 4, 4.6 dan 5. Pengaruh tiga perlakuan terhadap kemunduran mutu
ikan mas adalah nyata karena terlihat perbedaan mutu secara oranoleptik dari tiga
ikan mas yang menjadi bahan uji, namun setiap perlakuan memiliki kemampuan
menjaga kemunduran mutu yang berbeda-beda. Es balok mampu
mempertahankan kemunduran mutu ikan hanya dalam kurun waktu beberapa jam,
apabila es balok mencair maka ikan tidak dapat lagi dipertahankan mutunya oleh
karena itu perlu dilakukan pergantian dan penambahan es sedangkan formalin
mampu mempertahankan kemunduran mutu ikan bahkan membuat tekstur ikan
menjadi sangat padal dan kenyal. Hasil praktikum ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nafisyah et al. (2015) yang menyatakan bahwa
hasil organoleptik ikan kembung yang diberi kadar formalin 1% terlihat seperti
ikan segar dengan nilai rata-rata hasil uji organoleptik berdasarkan scoresheet
mencapai angka 7.35.
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Baheramsyah A, Nugroho TF, Ismanto DT. 2013. Desain sistem pendingin ruang
muat kapal tradisional menggunakan es kering dengan penambahan
campuran silika gel. Jurnal Teknik Pomits. 2(2): 177-180.
Bawinto AS, Mongi E, Kaseger B. 2015. Analisa kadar air, pH, organoleptik dan
kapang pada produk ikan tuna (Thunnus sp.) asap di kelurahan Girian
Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Media Teknologi Hasil
Perikanan. 3(2): 55-65.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Petunjuk Organoleptik Ikan Segar.
Jakarta (ID): Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006.
Hafiluddin, Perwitasari Y, Budiarto S. 2014. Analisis kandungan gizi dan bau
lumpur ikan bandeng (Channos channos) dari dua lokasi yang berbeda.
Jurnal Kelautan. 7(1): 33-44.
Nurhayati T, Nurjanah, Nugraha R. 2017. Fisiologi, Formasi dan Degradasi
Metabolit Hasil Perairan. Bogor (ID): IPB Press.
Nafisyah AL, Tjahjaningsih W, Kusdawarti R, Abdillah AA. 2015. Pengaruh alga
merah (Kappaphycus alvarezii) terhadap mutu ikan kembung (Rastrelliger
sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(1): 87-93.
Nurwijayanti, Hadsianah, Suhita BM. 2012. Rekayasa daun salam untuk
pengawetan ikan dalam upaya menghindari penggunaan efek formalin
terhadap kesehatan tubuh, Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(2): 120-128.
Pratama RI, Rostini I, Awaluddin MY. 2013. Komposisi kandungan senyawa
flavor ikan mas (Cyprinus carpio) segar dan hasil pengukusannya. Jurnal
Akuatika. IV(1): 55-67.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta (ID): Bina Cipta.
Salosa YY. 2013. Uji kadar formalin, kadar garam dan total bakteri ikan asin
tenggiri asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Jurnal Depik. 2(1): 10-15.
Saputra DA, Syfautri MI, Hanggita SRJ. 2014. Perlakuan formalin terhadap
karakteristik kimia dan senoris ikan selar kuning (Caranx leptosis) segar.
Jurnal Fistech. III(1): 22-29.
Suganda. 2017. Desain sistem pendingin slurry ice pada kapal perikanan 30 GT
[tesis]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Troca DFA, Lemos VM, Junior ASV, Viera JP. 2012. Evidence of reproductive
activity of the invasive common carp Cyprinus carpio in a subtropical
coastal system in Southern Brazil. Bioinvasions Records. 1(4): 289-293.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi