Anda di halaman 1dari 15

JURNAL

KEMUNDURAN MUTU IKAN GABUS (Channa striata) DENGAN


TEKNIK MEMATIKAN IKAN YANG BERBEDA
PADA SUHU RUANG 28˚C

OLEH

DEWI TRISNAWATI
NIM. 1504110005

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KEMUNDURAN MUTU IKAN GABUS (Channa striata) DENGAN
TEKNIK MEMATIKAN IKAN YANG BERBEDA
PADA SUHU RUANG 28˚C

Oleh:

Dewi Trisnawati1), Rahman Karnila2), N. Ira Sari2)


Email: dewitrisnawati893@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan teknik mematikan ikan untuk


dapat mempertahankan mutu ikan gabus selama 12 jam. Penelitian ini adalah
eksperimen dengan rancangan acak lengkap non faktorial. Perlakuan yang
digunakan adalah teknik mematikan ikan dengan tiga cara yaitu mematikan
dengan cara ditusuk bagian otak/Medulla oblongata (A1), dengan suhu dingin
(A2), dan dipukul (A3). Pengamatan dilakukan dengan selang waktu interval 0, 4,
8, dan 12 jam. Parameter analisis terdiri atas organoleptik (mata, insang, dan bau),
kimia (TVB, glikogen), dan mikrobiologi (TPC). Hasil penelitian menunjukan
bahwa kematian ikan gabus dengan teknik mematikan ditusuk, dengan suhu
dingin, dan dipukul dihasilkan secara organoleptik (mata, insang, dan bau) mulai
dari 0-8 jam mutu ikan gabus masih dapat dipertahankan. Pelakuan A1, jam ke 12
mutu ikan secara organoleptik (mata, insang, dan bau) masih layak dihasilkan
nilai rata-rata 6,00, kecuali perlakuan A2, dan A3, sudah ditolak dengan nilai 5,00.
Hasil analisis TVB, selama pengamatan 0-12 jam terhadap ikan gabus dengan
cara mati berbeda mengalami peningkatan pada jam ke-8 masih memenuhi
standar mutu, jam ke-12 nilai TVB ikan gabus > 25 (busuk). Kadar glikogen
terendah pada perlakuan A3, pada jam ke 4-12 dari pada A2 dan A3. Secara
mikrobiologi perlakuan A3 nilai mikrobilogi (TPC) paling tinggi. Teknik
mematikan terbaik adalah dengan cara ikan ditusuk di bagian otak mampu
mempertahankan kesegaran ikan gabus selama 12 jam. Ikan Gabus yang
dimatikan dengan cara ditusuk pada bagian otak secara organoleptik (mata, insang
dan bau), kimia (TVB dan glikogen), dan mikrobiologi (TPC), sesuai standar
kualitas SNI untuk ikan segar.

Kata kunci: glikogen, mutu, organoleptik, teknik mematikan, TPC, TVB


1)
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
2)
Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

1
DETERIOTATION IN FISH QUALITY SNAKEHEAD (Channa striata)
WITH DIFFERENT LETHAL TECHNIQUE
AT ROOM TEMPERATURE 28˚C

By:
Dewi Trisnawati , Rahman Karnila2), N. Ira Sari2)
1)

Email: dewitrisnawati893@gmail.com

ABSTRACT

This study was aimed to determine determine the lethal techniques to maintain
the quality of the freshness of snakehead fish for 12 hours. This research was an
experiment with a non factorial complete random design. The treatment was used a lethal
fish technique consisting of piercing parts of the brain / Medulla oblongata (A 1), cold
temperatures (A2), and beating (A3). Observations after the fish is turned off by turning
off different techniques performed at intervals of 0, 4, 8, and 12 hours on the sensory
quality, chemical and microbiological. The analysis parameters were consisted of
organoleptic eyes, gills, and odors), chemistry (TVB, glycogen), and total microbes. The
results showed that snakehead fish with deadly technique by being stabbed, cold
temperature, was produced organoleptic quality (eyes, gills, and odors) from 0-8 hours
the quality can still be maintained freshness. The Treatment of A1, on the hour to 12
organoleptic (eyes, gills, and smell) still worth resulting average value 6:00, except
treatment A2, and A3, are not worthy for consumption (spoiled). TVB analysis results,
during the observation of 0- 12 hours of snakehead fish with different way of death
experienced an increase at 8 hours still according of quality standards, the 12th hour TVB
snakehead fish value > 25 (spoiled). The lowest glycogen levels in treatment A 3, at 4-12
hours instead of A2 and A3. Microbiologically, the treatment of A3 treatment has the
highest total microbial value. The best lethal technique is by getting a fish stabbed in a
part of the brain that can maintain the freshness of snakehead fish for 12 hours.
Snakehead are turned off by plugging in the brain, organoleptic (eyes, gills and smell),
chemistry (TVB and glycogen), and the total microbiological according to SNI quality
standards for fresh fish.

Keywords: glycogen, lethal techniques of fish, organoleptic, TPC, TVB.


1)
Student of the Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Riau
2)
Lecture of the Faculty of Fisheries and Marine, Universitas Riau

2
PENDAHULUAN adanya perubahan fisik, kimia, dan
organoleptik pada ikan. Semua
Ikan gabus (Channa striata) proses perubahan ini akhirnya
merupakan salah satu jenis catfish air mengarah ke pembusukan.
tawar bernilai ekonomis tinggi di Perubahan setelah ikan mati meliputi
Riau. Salah satu jenis ikan perairan perubahan prerigormortis,
rawa adalah ikan gabus cukup rigormortis, aktivitas enzim,
banyak dimanfaatkan seperti dijual aktivitas mikroba, dan oksidasi
dalam keadaan segar dan merupakan (Junianto, 2003).
sumber protein yang cukup penting Ikan disimpan pada suhu ruang
bagi masyarakat (Muslim, 2007). (26-28°C), ikan lebih cepat
Kandungan gizi protein pada memasuki fase rigormortis dan
ikan gabus yaitu dalam 100 gram berlangsung lebih singkat. Fase
daging ikan gabus 25,2 gram rigormortis tidak dapat
mengandung air 13.61, abu 5.96, dipertahankan lebih lama maka
protein 76.9, lemak 1.70, karbohidrat pembusukan oleh aktivitas enzim dan
3.53 (% bk), dan mineral yaitu Zn bakteri tersebut menyebabkan
3,09 dan Fe 4.43 mg (Santoso, perubahan yang sangat pesat
2009). sehingga ikan memasuki fase
Proses penurunan mutu ikan postrigormortis. Fase ini
segar ini dipengaruhi oleh beberapa menunjukan bahwa mutu ikan sudah
faktor eksternal dan faktor internal. rendah dan tidak layak untuk
Faktor eksternal mencakup kondisi dikonsumsi.
lingkungan seperti suhu, musim, Hasil Penelitian menunjukan
jenis makanan yang tersedia dan kemunduran mutu pada beberapa
perlakuan penanganan pada ikan ikan telah diteliti diantara
sedangkan faktor internal meliputi kemunduran mutu ikan nila pada
jenis ikan, umur, makanan, gonad, penyimpanan suhu rendah dengan
kandungan lemak dan cara kematian perlakuan cara kematian dan
ikan. Cara kematian ikan merupakan penyiangan (Munandar et al., 2009).
suatu cara yang dilakukan untuk Kemunduran mutu ikan lele dumbo
mengetahui tahapan penurunan pada penyimpanan suhu chiling
kesegaran ikan yang terjadi setelah dengan perlakuan cara mati
ikan mati. (Nurimala et al., 2009). Cara
Ikan yang telah mati akan mematikan ikan dengan suhu dingin
mengalami perubahan fisik, kimia, yang biasa dilakukan untuk
enzimatis dan mikrobiologi yang memingsankan ikan sebagai
berkaitan dengan kemunduran mutu. pembanding dengan cara mematikan
Secara umum proses terjadinya dipukul dan ditusuk.
kemunduran mutu ikan terdiri dari Berdasarkan uraian tersebut penulis
tiga tahap yaitu prerigormortis, melakukan penelitian tentang
rigormortis dan postrigormortis. kemunduran mutu ikan gabus
Kemunduruan mutu adalah
(Channa striata) dengan teknik
proses perubahan pada ikan setelah
mati terjadi karena adanya aktivitas mematikan ikan yang berbeda selama
enzim, mikroorganisme, dan penyimpanan pada suhu ruang 28 °C.
kimiawi. Penurunan tingkat
kesegaran ikan ditandai dengan

1
Materi dan Metode Yij = µ + τi + εij
Bahan dan alat
Dimana: Yij = variable yang diukur
Bahan utama yang digunakan i = 1,2,3 (banyaknya perlakuan)
dalam penelitian ini adalah ikan j = 1,2,3 (banyaknya ulangan)
gabus sebanyak 26 ekor yang di µ = Nilai tengah umum
peroleh dari pasar Pekanbaru dengan τi = Pengaruh perlakuan ke- i
ukuran 300 gram perekor, es batu. ∑ij = Pengaruh galat ke-j yang
Bahan-bahan kimia yang digunakan memperoleh perlakuan ke-i
seperti TCA 7%, asam borat, Parameter yang diuji pada
Vaseline, HCl 0,2 N, KOH 30%, ikan gabus yaitu nilai organoleptik
Na2SO4 jenuh, reagent anthrone, (mata, insang, dan bau), TVB,
larutan standar glukosa (Glikogen) glikogen, dan TPC dengan interval
NaCl, PCA, larutan BFP waktu pengamatan tiap 4, 8, dan12
(Butterfield’s phosphate Buffered). jam. Penelitian ini terdiri dari tiga
Alat-alat yang digunakan tahapan, yaitu pemberokan sampel,
dalam penelitian ini adalah pisau, proses mematikan ikan, dan
saringan, baskom, nampan, pengamatan.
styrofoam, score sheet. Selain itu
alat-alat laboratorium yang Prosedur Penelitian
digunakan antara lain timbangan
analitik, blender, kertas saring, Pemberokan sampel (Tahap 1)
beaker glass, kertang saring, cawan Ikan gabus yang diperoleh
Conway, inkubator, autoclave, dari pasar Pekanbaru dalam kondisi
corong,mikropipet, magneticstirrer, hidup. Pengangkutan dari lokasi
labu ukur, pipet tetes, hot plate, rak menggunakan drum yang berisi air
tabung reaksi,dan spektrofotometer tawar. Selama dalam pengangkutan
UV, waterbath, Termometer ruang. suhu dikontrol, kemudian dilakukan
pemberokan selama 2 x 24 jam, yaitu
Metode Penelitian dengan memperlakukan ikan tanpa
Metode yang digunakan pemberian makanan yang bertujuan
dalam penelitian ini adalah metode untuk mengosongkan saluran
eksperimen, yaitu melakukan pencernaan makanan dan
percobaan dengan memberikan menurunkan aktivitas ikan agar tidak
perlakuan (treatment) pada ikan mengeluarkan energi dalam proses
gabus. Rancangan percobaan yang pencernaan dan asimilasi (Soeseno
digunakan adalah Rancangan Acak dalam Saputra, 2000).
Lengkap (RAL) non faktorial dengan
3 kali ulangan. Perlakuan yang Proses mematikan ikan (Tahap 2)
diberikan adalah mematikan ikan
yang terdiri dari 3 taraf yaitu A1 (ikan Ikan dimatikan dengan 3
mati ditusuk), A2 (ikan mati dengan perlakuan diawali cara mati yang
suhu dingin), A3 (ikan mati dipukul). berbeda A1 ikan mati ditusuk bagian
Model matematis yang medulla oblongata sebanyak 2 kali
diajukan menurut Rancangan dan dibiarkan dalam suhu ruang, A2
Gasperz (1991), adalah sebagai ikan mati dengan suhu dingin dalam
berikut: penggunaan wadah styrofoam sampai
ikan mati lalu diambil ikan yang

2
sudah mati dibiarkan dalam suhu Ikan gabus masuk dalam
ruang, A3 ikan mati dipukul dengan Kingdom Animalia, Filum Chordata,
kayu akan banyak menggelepar. Kelas Actinopterygii, Ordo
Setelah mati, ikan disimpan pada Perciformes, Famili Channidae,
suhu ruang (28˚C) kemudian Genus Channa dan Spesies Channa
dilakukan pengamatan dengan striata. Ikan gabus tidak memiliki
interval waktu 4, 8, dan 12 jam jari-jari sirip yang keras. Ikan darat
parameter yang diuji adalah yang cukup besar ini, berkepala besar
organoleptik (BSN Tahun 2006), agak gepeng mirip kepala ular
Analisis Total Volatile Base (Dirjen (sehingga dinamai snakehead)
Perikanan, 1991), Analisis Glikogen ukuran tubuh ikan gabus sangat
(Wedemeyer dan Yasutake), Total beranekaragam dan dapat mencapai
Plate count (TPC), (BSN, 2009). panjang 10-90 cm (Suwandi et al.,
2014). Ikan gabus termasuk hewan
Analisis Data karnivora dan memiliki ciri-ciri
Data hasil penelitian diolah tubuh berbentuk hampir bulat,
secara stastistik dan disajikan dalam panjang dan semakin ke belakang
bentuk tabel kemudian dilakukan berbentuk pipih. Ikan gabus memiliki
analisis variansi (ANAVA) untuk bagian punggung yang berbentuk
menentukan apakah hipotesis cembung dan perut yang rata serta
diterima atau ditolak. Berdasarkan kepala yang pipih. Ikan gabus
hasil analisis variansi, Jika Fhitung > (Channa striata) merupakan jenis
Ftabel pada tingkat kepercayaan ikan perairan umum yang bernilai
95%, maka H0 ditolak, kemudian ekonomis.
dilanjutkan dengan uji lanjut beda
nyata jujur (BNJ).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Ikan Gabus (Channa
striata)

Ikan gabus adalah sejenis Gambar 1. Ikan gabus (Channa


ikan predator yang hidup di air striata)
tawar. Ikan ini banyak dikenal
diberbagai daerah. Ikan gabus dapat Penilaian Organoleptik
ditemukan di wilayah perairan Ikan gabus yang digunakan
Indonesia dengan nama daerah yang pada penelitian ini sebanyak 26 ekor
berbeda-beda, yaitu gabus, rayong, dengan ukuran konsumsi. Ikan gabus
delek, deleg, kutuk, bado, bace, ini memiliki panjang rata-rata 30,8
sepungkat, haruan, bakok, pior, cm dan berat 300 g per ekor. Setelah
ruting dan ruan. Daerah papua dimatikan dengan teknik mematikan
menyebutnya dengan sebutan ikan yang berbeda, dilakukan penilaian
gabus, dan untuk daerah Merauke organoleptik (mata, insang, dan bau),
ikan ini disebut gastor (Saanin, TVB, glikogen dan TPC pada ikan
1984). Ikan gabus hampir tersebar di gabus tersebut dengan interval waktu
seluruh wilayah perairan tawar di pengamatan setiap 0, 4, 8, dan 12
Indonesia. jam. Gambar 1 morfologi ikan gabus.

3
Nilai Mata penyimpanan suhu ruang 28ºC dapat
dilihat pada Tabel 1.
Hasil uji organoleptik nilai
mata ikan gabus dengan teknik
mematikan ikan yang berbeda pada
Tabel 1. Nilai rata-rata mata ikan gabus dengan teknik mematikan ikan yang
berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28˚C.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 8.80 8,00 b
7,27 c
6,00b
A2 8,73 7,87b 6,80b 5,67b
A3 8,33 7,53a 6,00a 3,53a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf berbeda berarti perlakuan
berbeda nyata (0,05).
Berdasarkan Tabel 1, hasil 12 perlakuan A1 dan A2 tidak
analisis variansi menunjukkan bahwa berbeda nyata sedangkan A3 berbeda
perlakuan teknik mematikan ikan nyata.
yang berbeda (Lampiran 2) pada Berdasarkan hal tersebut,
pengamatan jam ke-0 tidak diketahui bahwa perlakuan A3
berpengaruh nyata terhadap nilai memiliki nilai organoleptik mata
mata pada tingkat kepercayaan 95% terendah dibandingkan dengan
dengan nilai Fhitung (3,07) < Ftabel perlakuan A1 dan A2. Perbedaan nilai
(5,14) sehingga H0 diterima dan tidak organoleptik mata tersebut terjadi
dilakukan uji lanjut beda nyata jujur karena perlakuan teknik mematikan
(BNJ). Hasil pengamatan pada jam ikan yang berbeda di mana saat
ke-4, jam ke-8, dan jam ke-12 mematikan ikan dengan cara dipukul
(Lampiran 3, 4, 5) berpengaruh maka ikan tidak segera mati dan
nyata terhadap nilai mata pada lebih banyak menggelepar. Hal ini
tingkat kepercayaan 95% dengan sejalan dengan penelitian Reo
Fhitung (16,33) > Ftabel (5,14) pada jam (2010), yang menyatakan bahwa
ke-4, Fhitung (39,57) > Ftabel (5,14) mematikan ikan dengan cara dipukul
pada jam ke-8, Fhitung (151,12) > Ftabel memiliki nilai organoleptik lebih
(5,14) pada jam ke-12, sehingga H0 rendah dibandingkan ikan mati
ditolak dan dilakukan uji lanjut beda ditusuk. Menurut SNI 2729-2013,
nyata jujur (BNJ). Uji lanjut pada nilai organoleptik ikan segar adalah
jam ke-4 perlakuan A1 (mati ditusuk) 7. Menurut Sufianto (2004), ikan
dan A2 (mati dengan suhu dingin) patin dengan nilai organoletik 5-6
tidak berbeda nyata sedangkan A3 termasuk pada kategori mutu sedang.
(mati dipukul) berbeda nyata, hal ini Sesaat setelah mati (jam ke-0) mata
dikarenakan ikan yang mati dipukul ikan gabus dalam keadaan segar di
atau terlalu lama menggelapar akan mana perlakuan A1 dan A2 memiliki
lebih cepat mengalami kemunduran ciri-ciri mata cerah, bola mata
mutu, termasuk kondisi pada mata menonjol, dan kornea jernih
ikan. Pada jam ke-8 untuk ketiga
perlakuan menunjukan perbedaan. sedangkan perlakuan A3 memiliki
Pada jam ke-12 perlakuan ciri-ciri cerah, bola mata, kornea
menunjukan perbedaan. Pada jam ke- jernih. Hal ini dikarenakan ikan yang

4
baru mati belum mengalami menyebabkan fase rigor mortis cepat
perubahan-perubahan biokimiawi, berakhir dan ikan lebih cepat busuk
mikrobiologi, dan fisikawi yang (Nurimala et al., 2009).
dapat menyebabkan kerusakan berat Pada akhir pengamatan (jam
pada kenampakan tubuh ikan ke-12) terlihat ikan gabus perlakuan
(Ermawati, 2018). Begitu pula pada A1 (mati ditusuk) sudah dalam
jam ke-4 mata ikan pada ketiga kondisi tidak segar sama seperti
perlakuan masih tergolong segar perlakuan A2 karena ikan sudah
karena kondisi kesegaran mata ikan cukup lama dibiarkan di suhu ruang.
belum terlalu berkurang mutunya. Perlakuan A3 sudah sangat berkurang
Namun, pada jam ke-8 kondisi mata mutunya atau dapat dikategorikan
ikan perlakuan A2 dan A3 sudah tidak busuk dengan ciri-ciri bola mata
tergolong segar dengan ciri-ciri bola cekung, pupil mulai berubah menjadi
mata agak cekung, pupil keabu- putih susu, kornea keruh yang
abuan, kornea agak keruh sedangkan disebabkan karena proses
perlakuan A1 merupakan perlakuan pembusukan pada perlakuan A3 ini
terbaik karena kemunduran mutunya berjalan sangat cepat. Didukung
berjalan paling lambat dan dapat pendapat Junianto (2003) bahwa ciri
mempertahankan kesegarannya mata pada ikan segar, akan terlihat
hingga jam ke-8. Kondisi mata ikan pada bagian pupil berwarna hitam,
pada perlakuan A3 sudah tergolong menonjol dengan kornea jernih, bola
tidak segar pada jam ke-8 karena mata cembung dan cemerlang atau
teknik mematikan ikan dengan cara cerah.
dipukul akan menyebabkan ikan
melakukan perlawanan sehingga Nilai Insang
cadangan energinya terkuras habis. Hasil uji organoleptik nilai
Ikan yang menggelepar sebelum mati insang ikan gabus dengan teknik
akan kehilangan banyak glikogen mematikan ikan yang berbeda pada
sehingga fase rigor mortis lebih penyimpanan suhu ruang 28 ºC dapat
cepat terjadi. Ikan yang memiliki dilihat pada Tabel 2.
cadangan energi yang sedikit akan
Tabel 2. Nilai rata-rata insang ikan gabus dengan teknik mematikan ikan yang
berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28˚C.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 8,93 7,80 b
7,20 b
5,60b
A2 8,60 7,60b 7,13b 5,33b
A3 8,33 7,13a 6,60a 4,47a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf berbeda berarti perlakuan
berbeda nyata (α = 0,05).
Berdasarkan Tabel 2, hasil nilai Fhitung (3,59) < Ftabel (5,14)
analisis variansi menunjukkan bahwa sehingga H0 diterima dan tidak
perlakuan teknik mematikan ikan dilakukan uji lanjut beda nyata jujur
yang berbeda pada pengamatan jam (BNJ). Mematikan ikan dengan
ke-0 (lampiran 6) tidak berpengaruh teknik yang berbeda mempengaruhi
nyata terhadap nilai insang pada nilai insang pada setiap jam nya.
tingkat kepercayaan 95% dengan Mematikan ikan dengan cara ditusuk

5
(A1) menunjukkan bahwa pada jam diketahui bahwa perlakuan A3
ke-0 tidak berpengaruh, karena memiliki nilai insang terendah
belum terjadi perubahan mutu pada dibandingkan dengan perlakuan A1
kondisi insang yang dapat dilihat dan A2 dikarenakan cara kematian
secara orgaonleptik dan insang ikan dipukul menyebabkan ikan cepat
gabus masih dalam keadaan segar mengalami pembusukan karena ikan
yaitu, berwarna merah cemerlang, lebih banyak mengeluarkan energi
tanpa lendir. Selanjutnya pada jam saat menjelang kematiannya. Insang
jam ke-4, ke-8, dan jam ke-12 termasuk organ tubuh yang paling
(lampiran 7, 8, 9), perlakuan A1, A2, rentan terhadap kebusukan dan cepat
dan A3 berpengaruh nyata terhadap mengalami kebusukan dibanding
nilai insang pada tingkat kepercayaan organ tubuh lain karena akumulasi
95% dengan Fhitung (11,29) > Ftabel bakteri dalam jumlah tinggi pada
(5,14) pada jam ke-4, Fhitung (18,25) insang (Lu et al., 2018). Pada jam
> Ftabel (5,14) pada jam ke-8, Fhitung ke-12 terjadi perbedaan antara
(29,62) > Ftabel (5,14) pada jam ke- perlakuan A3 dan A2 karena ikan
12, sehingga H0 ditolak dan mati ditusuk terbaik dari ikan mati
dilakukan uji lanjut beda nyata jujur dipukul dan perubahan warna insang
(BNJ). lebih cepat berubah warna menjadi
Pada jam ke-4 nilai warna merah coklat, lendir tebal.
organoleptik untuk parameter insang Sejalan menurut Riyantono (2009),
perlakuan A1 (mati ditusuk) dan A2 perubahan warna insang disebabkan
(mati dengan suhu dingin) masih oleh terhentinya peredaran darah dan
tidak berbeda nyata, dikarenakan suplai oksigen, sehingga insang pada
nilai organoleptik insang masih ikan yang telah mengalami
dikategorikan segar untuk semua pembusukan akan menjadi lebih
perlakuan. Ikan segar memiliki ciri- pucat.
ciri insang berwarna merah cerah
(Riyantono 2009) disebabkan Bau
akumulasi sel darah merah yang Hasil uji organoleptik nilai
membawa oksigen di kapiler insang bau ikan gabus dengan teknik
(Aliza et al., 2013). Selanjutnya, mematikan ikan yang berbeda pada
pada jam ke-8, perlakuan A1 dan A2 penyimpanan suhu ruang 28 ºC dapat
berbeda dengan perlakuan A3 dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata bau ikan gabus dengan teknik mematikan ikan yang
berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28ºC.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 8,87 8,47 b
7,07 b
6,00c
A2 8,60 8,27b 6,80b 5,53b
A3 8,33 7,60a 6,07a 5,13a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf berbeda berarti perlakuan
berbeda nyata (0,05).

6
Berdasarkan Tabel 3, hasil 6 termasuk pada kategori mutu
analisis variansi menunjukkan bahwa sedang.
perlakuan teknik mematikan ikan Sesaat setelah mati (jam ke-0 dan
yang berbeda (lampiran 10) tidak jam ke-4) ikan gabus dalam keadaan
berpengaruh nyata terhadap nilai bau segar di mana perlakuan A1 dan A2
pada tingkat kepercayaan 95% memiliki ciri-ciri bau sangat segar,
dengan nilai Fhitung (4,36) < Ftabel spesifik jenis dan perlakuan A3
(5,14) pada jam ke-0 sehingga H0 memiliki ciri-ciri bau segar, spesifik
diterima dan tidak dilakukan uji jenis dikarenakan belum ada
lanjut beda nyata jujur (BNJ). Nilai perubahan bau dan masih rendahnya
organoleptik bau pada pengamatan nilai TVB. Namun, pada jam ke-8
jam ke-0 dikategorikan segar untuk ikan gabus perlakuan A1 dan A2
semua perlakuan karena belum memiliki bau netral sedangkan
mengalami kemunduran mutu yang perlakuan A3 sudah tidak tergolong
menyebabkan perubahan pada bau segar dengan ciri-ciri bau amoniak
ikan gabus. Pada jam ke-4, jam ke-8, mulai tercium, sedikit bau asam.
dan jam ke-12 (lampiran 11, 12, 13) Faktor yang menyebabkan ikan cepat
berpengaruh nyata terhadap nilai bau mengalami bau busuk adalah kadar
pada tingkat kepercayaan 95% glikogennya rendah sehingga
dengan nilai Fhitung (27,8) > Ftabel kemunduran mutu ikan berlangsung
(5,14) pada jam ke-4, Fhitung (16,45) lebih cepat (Junianto, 2003). Pada
> Ftabel (5,14) pada jam ke-8, Fhitung akhir pengamatan (jam ke-12)
(63,5) > Ftabel (5,14) pada jam ke-12 terlihat ikan gabus perlakuan A1 dan
sehingga H0 ditolak dan dilakukan uji A2 sudah dalam tidak kondisi dalam
lanjut beda nyata jujur (BNJ). tidak segar dengan ciri-ciri bau
Hasil uji lanjut pada jam ke-4 amoniak mulai tercium, sedikit bau
dan jam ke-8, perlakuan A1 dan A2 asam. Sedangkan perlakuan A3 sudah
masih tidak berbeda sedangkan A3 sangat berkurang mutunya dengan
berbeda nyata. dengan A1 dan A2. ciri-ciri bau amoniak kuat, ada bau
Selanjutnya pada jam ke-12 H2S, bau asam jelas dan busuk. Hal
perlakuan A1, A2, dan A3 saling ini disebabkan oleh banyaknya
menunjukkan perbedaan yang nyata. degradasi protein dan derivatnya
Perbedaan nilai organoleptik bau yang akan membentuk basa volatil
tersebut terjadi karena perlakuan (mudah menguap) yaitu amoniak,
teknik mematikan ikan yang berbeda. histamin dan H2S dan menimbulkan
Lebih lanjut menurut Munandar et bau (Karungi et al., 2003).
al., (2009), perlakuan mati ditusuk
merupakan cara yang efektif untuk Nilai TVB
menghasilkan mutu ikan terbaik. Hasil uji TVB ikan gabus dengan
Menurut SNI 2729-2013, nilai teknik mematikan ikan yang berbeda
organoleptik ikan segar adalah 7.
pada penyimpanan suhu ruang 28ºC
Sufianto (2004) menyebutkan bahwa
ikan patin dengan nilai organoletik 5- dapat dilihat pada Tabel 4.

7
Tabel 4. Nilai rata-rata TVB (mg N/100 g) ikan gabus dengan teknik mematikan
ikan yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28ºC.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 3,31 a
6,10 a
11,60 a
25,04a
A2 4,39b 7,79b 13,69b 26,32b
A3 5,41b 8,91b 17,21c 27,17c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf berbeda berarti perlakuan
berbeda nyata (0,05).

Berdasarkan Tabel 4, hasil enzim katepsin yang mampu


analisis variansi menunjukkan bahwa menguraikan protein. Penguraian ini
perlakuan teknik mematikan ikan akan meningkatkan basa-basa volatil
yang berbeda pada jam ke-0, 4, 8, sehingga nilai TVB meningkat.
dan 12 (Lampiran 14, 15, 16, 17) Kesegaran ikan dapat dibagi
berpengaruh nyata terhadap nilai menjadi empat kriteria berdasarkan
TVB pada tingkat nilai TVB, ikan termasuk kategori
kepercayaan 95% dengan nilai Fhitung sangat segar apabila nilai TVB
(26,91) > Ftabel (5,14) pada jam ke-0, kurang dari 10 mg N/100 g, ikan
Fhitung (5,14) > Ftabel (5,14) pada jam dengan nilai TVB antara 10-20 mg
ke-4, Fhitung (99,44) > Ftabel (5,14) N/100 gram termasuk dalam kriteria
pada jam ke-8, Fhitung (45,65) > Ftabel segar, ikan tidak termasuk kriteria
(5,14) pada jam ke-12, sehingga H0 masih bisa dikonsumsi apabila nilai
ditolak dan dilakukan uji lanjut beda TVB antara 20-30 mg N/100 g, dan
nyata jujur (BNJ). ikan tidak bisa dikonsumsi apabila
Hasil uji lanjut pada jam ke-0 nilai TVB lebih dari 30 mg N/100 g
perlakuan menunjukkan bahwa (Nurimala et al., 2009). Berdasarkan
perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda hal tersebut, ikan gabus pada
nyata sedangkan perlakuan A3 perlakuan A1, A2, dan A3 saat
berbeda nyata. Pada jam ke-4 pengamatan jam ke-0 maupun jam
perlakuan A1 berbeda nyata dengan ke-4 masih dikategorikan sangat
A2 dan A3 sedangkan perlakuan A3 segar dan masih bisa dikonsumsi.
tidak berbeda nyata dengan A2. Pada Hal ini disebabkan karena pada ikan
jam ke-8 dan jam ke-12, perlakuan gabus belum berlangsung aktivitas
A1, A2, dan A3 saling menunjukkan enzim yang mengurai protein.
perbedaan yang nyata. Perbedaan Selanjutnya, pada jam ke-8,
nilai TVB tersebut terjadi karena kesegaran ikan sudah menurun
perlakuan teknik mematikan ikan walaupun masih tergolong segar
yang berbeda. Ikan gabus perlakuan karena terjadi peningkatan nilai TVB
A3 lebih banyak mengeluarkan pada ikan gabus. Menurut Suptijah et
energi sebelum mati dibandingkan al., (2008) peningkatan nilai TVB
dengan mati ditusuk (A1) dan mati ikan selama penyimpanan terjadi
dengan suhu dingin (A2). Menurut akibat degradasi protein atau
Ozogul et al., (2004) ikan yang lebih turunannya yang menghasilkan
banyak mengeluarkan energi sejumlah basa volatil (mudah
sebelum mati akan menyebabkan pH menguap) seperti amoniak, histamin,
cepat menurun dan mengaktifkan

8
hidrogen sulfida, dan trimetilamin akibat reaksi biokimia dan aktivitas
yang berbau busuk. mikroba pada daging ikan. Perlakuan
Pada akhir pengamatan (jam mematikan ikan terbaik terdapat
ke-12) ikan sudah tergolong tidak pada A1 (mati ditusuk) karena
segar dikarenakan selain aktivitas memiliki nilai TVB terendah pada
enzim yang ada pada tubuh ikan, setiap jam pengamatan.
mikroba pun mulai banyak
berkembang biak pada tubuh ikan Nilai glikogen
dan ikut berperan dalam kemunduran
Hasil uji glikogen ikan gabus
mutu ikan termasuk menghasilkan
dengan teknik mematikan ikan yang
senyawa berbau busuk. Nurjanah et
berbeda pada penyimpanan suhu
al., (2011) menyatakan bahwa
ruang 28˚C dilihat dapat dilihat pada
peningkatan nilai TVB disebabkan
Tabel 5.
oleh akumulasi basa volatil setelah
ikan mati. Akumulasi ini terjadi
Tabel 5. Nilai rata-rata glikogen (%) ikan gabus dengan teknik mematikan ikan
yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28˚C.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 7,61 a
7,12 c
5,09 c
3,16c
A2 7,16b 6,54b 4,66b 2,88b
A3 6,54b 4,48a 3,71a 2,23a
Keterangan:Angka-angkayang diikuti oleh notasi huruf berbedabearti perlakuan
berbeda nyata (0,05).
Berdasarkan Tabel 5, hasil ikan gabus pada Tabel 5 berkisar
analisis variansi menunjukkan bahwa antara 2,23-7,65%. Pada umumnya
perlakuan teknik mematikan ikan di dalam hati dapat menyimpan
yang berbeda pada jam ke-0, 4, 8, glikogen sebesar 5-8% (Fujaya,
dan 12 (Lampiran 18, 19, 20, 21) 2008). Glikogen akan diurai menjadi
berpengaruh nyata terhadap nilai asam laktat dan ATP oleh proses
glikogen pada tingkat kepercayaan glikolisis sehingga pH jaringan otot
95% dengan nilai Fhitung (26,95) > ikan akan menurun hingga masuk ke
Ftabel (5,14) pada jam ke-0, Fhitung fase rigor mortis. Lamanya tahap
(805,86) > Ftabel (5,14) pada jam ke- rigor dipengaruhi oleh kandungan
4, Fhitung (44,76) > Ftabel (5,14) pada glikogen dalam tubuh ikan dan suhu
jam ke-8, Fhitung (91,62) > Ftabel (5,14) lingkungan, di mana kandungan
pada jam ke-12, sehingga H0 ditolak glikogen yang tinggi dapat menunda
dan dilakukan uji lanjut beda nyata datangnya proses rigor. Namun,
jujur (BNJ). semakin lama cadangan glikogen
Hasil uji lanjut pada jam ke- akan menurun, karena terus terpakai
0 perlakuan menunjukkan bahwa untuk proses glikolisis (Suhandana et
perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda al., 2018). Perbedaan nilai glikogen
sedangkan perlakuan A3 berbeda tersebut terjadi karena perlakuan
dengan A1 dan A2. Pada jam ke-4, teknik mematikan ikan yang berbeda.
jam ke-8 dan jam ke-12 perlakuan Teknik mematikan ikan dengan
A1, A2, dan A3 saling menunjukkan cara ditusuk (A1) membuat ikan mati
perbedaan yang nyata. Nilai glikogen dengan segera sehingga cadangan

9
glikogen masih tinggi dibandingkan dahulu, sehingga cadangan glikogen
dengan mematikan ikan di suhu berkurang. Ikan yang tidak dimatikan
dingin (A2) dan dipukul (A3). Sejalan dengan segera akan banyak bergerak
menurut Kordi (2000) menyebutkan sehingga glikogen dalam ikan akan
bahwa perubahan drastis suhu berkurang, asam laktat yang
sampai mencapai 5ºC dapat dihasilkan sedikit dan kesegaran ikan
menyebabkan stres pada ikan dan berkurang. Menurut Reo (2010), ikan
membunuhnya. Ikan yang yang berjuang keras menghabiskan
mengalami stres sebelum mati dapat tenaganya untuk mati terbukti lebih
mempercepat penurunan mutu ikan. cepat busuk dari pada ikan yang mati
Menurut El-Sherif dan El-Feky dengan tenang.
(2009), stres akibat peningkatan suhu
air pada ikan berdampak terhadap Total plate count (TPC)
kesehatan ikan, sehingga dapat Hasil uji TPC (koloni/g) ikan
mempercepat proses gabus dengan teknik mematikan ikan
pembusukan/kerusakan ikan. yang berbeda pada penyimpanan
Mematikan ikan dengan cara dipukul suhu ruang 28˚C dapat dlihat pada
(A3) membuat ikan tidak langsung Tabel 6.
mati dan menggelepar terlebih
Tabel 6. Nilai rata-rata Total koloni (koloni/gram) ikan gabus dengan teknik
mematikan ikan yang berbeda pada penyimpanan suhu ruang 28˚C.
Waktu (Jam)
Perlakuan
0 4 8 12
A1 (Tusuk) 3,36 a
3,53 a
4,32 a
5,20a
A2 (Suhu) 3,45a 3,55a 4,78b 5,73b
A3 (Pukul) 3,80b 4,60b 5,39c 5,82b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf berbeda bearti perlakuan
berbeda nyata (0,05)
Berdasarkan tabel 6, hasil perlakuan A1, A2 dan A3 saling berbeda
analisis variansi menunjukkan bahwa nyata. Selanjutnya pada jam ke-12
perlakuan teknik mematikan ikan yang perlakuan A1 berbeda nyata dengan
berbeda pada jam ke-0, 4, 8, dan 12 perlakuan A2, dan A3. Perbedaan nilai
(Lampiran 22, 23, 24, 25) berpengaruh TPC tersebut terjadi karena perlakuan
nyata terhadap nilai TPC pada tingkat teknik mematikan ikan yang berbeda.
kepercayaan 95% dengan nilai Fhitung Hal ini sejalan dengan penelitian
(31,72) > Ftabel (5,14) pada jam ke-0, Faizah (2018), bahwa pada perlakuan
Fhitung (160,67) > Ftabel (5,14) pada jam cara kematian ikan dipukul dengan
ke-4, Fhitung (48,121) > Ftabel (5,14) pada kayu nilai TPC jauh meningkat
jam ke-8, Fhitung (63,91) > Ftabel (5,14) dibandingkan dengan cara kematian
pada jam ke-12, sehingga H0 ditolak ikan ditusuk medulla oblongata.
dan dilakukan uji lanjut beda nyata Terjadi pada pengamatan pada 4
jujur (BNJ). jam antara A3 dan A2 disebabkan
Hasil uji lanjut pada jam ke-0 karena perbedaan antara Menurut
dan jam ke-4 menunjukkan bahwa Badan Standarisasi Nasional dalam
perlakuan A1 dan A2 tidak berbeda SNI 2729:2013 ikan segar memiliki
nyata sedangkan perlakuan A3 berbeda nilai TPC maksimal 5 × 105 koloni/g.
dengan A1 dan A2. Pada jam ke-8 Berdasarkan hal itu, ikan gabus pada

10
perlakuan A1, A2, dan A3 saat berwarna merah cemerlang, tanpa
pengamatan jam ke-0, jam ke-4 masih lendir. Bau ( 8,87), memiliki ciri-ciri
dikategorikan segar. Hal ini didukung bau sangat segar spesifik jenis. Nilai
oleh Leksono (2001), yang menyatakan TVB (3,28), glikogen (7,44), dan TPC
bahwa pada awal penyimpanan total (3,36).
bakteri yang terdapat pada ikan relatif
tidak berbeda. Jumlah bakteri akan DAFTAR PUSTAKA
semakin meningkat seiring dengan
[BSN] Badan Standardisasi Nasional.
lamanya penyimpanan dan dipengaruhi
Standar Nasional Indonesia 2729-
oleh lingkungan sekitar yang optimal
2013. Ikan Segar. Jakarta (ID):
untuk pertumbuhan bakteri sehingga
Badan Standarisasi Nasional
bakteri dapat tumbuh semakin cepat.
Indonesia.
Lebih lanjut pada jam ke-8, kesegaran
ikan sudah menurun namun belum [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
melewati batas yang ditetapkan oleh 2006. SNI 01 2346-2006. Petunjuk
SNI. Pada akhir pengamatan (jam ke- Pengujian Organoleptik atau
12) ikan gabus perlakuan A1 masih di Sensori.
bawah batas maksimum bakteri yang
ditetapkan SNI namun perlakuan A2 [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
sudah memasuki angka batas 2006b. SNI 01-2332`3-2006. Cara
maksimum tersebut dan perlakuan A3 Uji Mikrobiologi-Bagian 3:
sudah jauh melewati ambang batas Penentuan Angka Lempeng Total
maksimum bakteri pada ikan segar. (ALT) pada Produk Perikanan.
Dengan demikian, ikan gabus Jakarta. .
perlakuan A3 (mati dipukul) lebih cepat
busuk dibandingkan dengan perlakuan Afrianto, E dan E. Liviawaty.1989.
A2 (mati dengan suhu dingin) dan A1 Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
(mati ditusuk). Kansius. Yogyakarta. ISBN: 979-
413-032-X
KESIMPULAN
Aliza D, Winaruddin, Sipahutar LW.
Penelitian ini bertujuan untuk 2013. Efek peningkatan suhu air
mengetahui kemunduran mutu ikan terhadap perubahan perilaku,
gabus dengan teknik mematikan ikan patologi anatomi, dan histopatologi
yang berbeda pada penyimpanan suhu insang ikan nila (Orochromis
ruang 28°C. Mengetahui penurunan niloticus). Jurnal Media
tingkat kesegaran ikan gabus melalui Veterinaria. 7(2): 142-145.
nilai organoleptik, TVB, Glikogen dan
TPC dengan interval waktu Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar
pengamatan 0, 4, 8, dan 12 jam. Dan Ilmu Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
mengetahui perlakuan teknik
mematikan ikan terbaik. Fujaya, Y. 2008. Kepiting Komersial di
Dari ketiga perlakuan selama Dunia, Biologi, Pemanfaatan dan
selang waktu pengamatan maka Pengolaannya. Citra Emulsi.
perlakuan terbaik adalah mati ditusuk Makassar.
A1 dengan nilai organoleptik mata
(8,80) kriteria memiliki ciri-ciri mata Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigasi
cerah, bola mata, kornea jernih. Insang Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik
(8,93), kriteria memiliki ciri-ciri insang

11
Pendinginan Ikan. Jakarta (ID): capacity daging ikan nila
CV Paripurna. Indonesia 4 (1). (Oreochomis niloticus) pada fase
kemunduran mutu. Marinade. 1 (1)
Junianto. 2003. Teknik Penanganan : 27-35
Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kartika, B. P., Hastuti, dan W.
Supartono, 1988. Pedoman Uji
Indrawi Bah
Rachmatika CP, Mumin A, Dewantoro
GW. 2006. Fish diversity in the
Tesso Nilo area, Riau with notes
on rare, Cryptic spesies. Treubia
34:59-74.

Rahayu, W.P. 2003. Klasifikasi Bahan


Pangan dan Resiko Keamanannya.
Gramedia Pustaka. Jakarta.
Reo, A.R. 2010. Pengaruh Beberapa
Cara Kematian Ikan Terhadap
Mutu Ikan Kakap (Latjanus Sp.).
Jurnal Perikanan Dan Kelautan.
UNSTRAT. Manado6 (3).
Reo, AR. 2010. Pengaruh beberapa
cara kematian ikan terhadap mutu
ikan kakap (Lutjanus SP). Jurnal
Perikanan dan Kelautan Tropis. 6
(3) : 145

Riyantono, Abida IW, Farid A. 2009.


Tingkat ketahanan kesegaran ikan
mas (Cyprinus caprio)
menggunakan asap cair. Jurnal
Kelautan. 2(1): 66-72.

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik


Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta. Bhatara Aksara.
Steel, Robert G.D & Torrie, James H.
1989. Prinsip dan Prosedur
Statistika, Edisi Kedua.
PT.Gramedia. Jakarta.
Suhandana , M dan Nurhayati. 2018.
Kadar total volatile base, glikogen,
katepsin dan water holding

12

Anda mungkin juga menyukai