I. PENDAHULUAN
Ikut berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan proses produksi dari penerimaan
bahan baku sampai menjadi produk akhir.
1.2.2.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktek kerja lapang (PKL) III ini adalah untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tentang proses pembekuan gurita(Octopus sp.) utuh
dibandingkan dengan teori yang diperoleh diperkuliahan.
Secara lengkap urut-urutan klasifikasi dari Gurita (Octopus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum : Molusca
Kelas : Cephalopoda
Anak kelas : Coleoidea
Bangsa : Octopoda
Anak bangsa : Incirrata
Suku : Octopodidae
Anak suku : Octopodinae
Marga : Octopus
Jenis : Octopus sp.
2. Cairan di dalam sel bakteri akan ikut membeku dan volumenya betambah
sehingga dinding sel pecah dan menyebabkan kematian bakteri.
3. Suhu yang sangat rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap suhu
rendah akan mati.
Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk
mengawetkan sifat – sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh
kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan bakteri
dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar
dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Pendinginan mekanis menggunakan udara dingin, cairan dingin, atau permukaan dingin
untuk menghilangkan panas dari produk atau bahan pangan. Pembeku kriogenik menggunakan
karbondioksida, nirogen cair, atau freon cair secara langsung kontak dengan bahan yang
dibekukan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Alat pembeku kriogenik mempunyai ciri-ciri terdapat perubahan wujudrefrigerant atau
kriogen ketika panas diserap dari bahan yang dibekukan. Kriogen dikontakkan dengan bahan
yang dibekukan dan secara cepat mengambil energi dari bahan yang dibekukan. Akibatnya,
koefisien pindah panas tinggi dan pembekuan berlangsung sangat cepat. Refrigerant yang
paling umum digunakan adalah nitrogen cair. Adapun freon digunakan secara terbatas akibat
residu dalam bahan tersebut dapat melebihi batas yang diizinkan.
b. Cemaran Mikroba :
Koloni/gram 5,0 x 10 4
- ALT, maks
APM/ gram <3
- Escheria colli, maksimal.
Per 25 gram negatif
- Salmonella
Per 25 gram negatif
- Vibrio cholerae
APM per gram <3
- Vibrio parahaemolyticus*),
Ekor 0
- Parasit, maks *)
c. Cemaran Kimia :
mg/kg 0,5
- Raksa (Hg), maks* mg/kg 2
- Timbal (Pb), maks*
d. Fisika : 0
C -18
- Suhu pusat, minimal
III. METODOLOGI
Praktek Kerja Lapang (PKL) III ini telah dilaksanakan selama 20 hari mulai
tanggal 2 Mei sampai 22 Mei 2011 di PT. Fishindo Isma Raya
KecamatanTambakboyo Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) III ini
adalah metode survei dan magang. Metode survei menurut Nazir (1988) adalah suatu
penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh data-datadari gejala – gejala yang ada dan
mencari keterangan secara faktual tentang keadaan atau tentang keadaan atau kegiatan suatu
obyek yang diamati. Metode magang adalah ikut langsung dalam proses produksi.
a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya.Baik
diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data
primer merupakan data yang masih mentah dan memerlukan analisa lebih lanjut. Data
primer disusun melalui proses editing sehingga membentuk data yang terancang. Jenis
data primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai
dari proses penerimaan bahan baku hingga proses produksi.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber – sumber bacaan,
literatur, data lapangan yang tercatat pada PT. Fishindo Isma Rayaataupun sumber
lainnya yang bersifat tidak langsung. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data
lokasi pabrik, struktur organisasi, tata letak unit usaha, ketenagakerjaan serta data
administrasi mengenai pembekuan Gurita.
Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) III teknik pengumpulan data primer
dilaksanakan menurut Narbuko dan Achmadi (2001) yaitu dengan:
1. Observasi partisipan yaitu apabila orang yang melakukan observasi turut ambil bagian atau
berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observess). Sebagai contoh
dalam pembekuan gurita ini, taruna mengikuti proses dari awal hingga akhir
produksi pembekuan gurita.
2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana
dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan dan internet, tentang bagaimana cara
pembekuan Gurita.
Dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) III data yang terkumpul menurut Nazir (1988) diolah
dengan cara :
1. Editing yaitu pemeriksaan data yang terkumpul secara seksama. Hal ini perlu diperhatikan
dalam mengedit data, apakah data secara lengkap dan sempurna, apakah tulisan sudah jelas
untuk dibaca, apakah semua catatan dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa
ada respon yang tidak sesuai.
2. Tabulating yaitu kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel yang merupakan tahap lanjut
dalam rangka proses analisa data sehingga dapat dibaca dan mudah dimengerti. Membuat
tabulasi yaitu denganmenyajikan data dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisa data
selanjutnya. Adapun data yang disajikan dalam bentuk tabel ialah jumlah bahan baku tiap hari,
jumlah tenaga kerja, jumlah peralatan, proses produksi.
3.6. Analisa Data
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi (2001)
yaitu menggambarkan keadaan subyek berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana mestinya sehingga dapat disimpulkan.
1. Data kuantitatif dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu menyajikan data sesuai dengan
informasi yang diperoleh dilapangan. Data kuantitatif meliputi :
) Jumlah : Penjumlahan angka yang diperoleh.
) Rata-rata : Nilai disekitar mana sekumpulan angka tersebar
daripada angka-angka itu..
) Frekuensi : Pengukuran-pengukuran yang dikelompokkan.
2. Data Kualitatif
Data kualitatif dianalisa secara deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi, (2001) yaitu
menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah pengambilan
keputusan.
Jawa Timur. Perusahaan ini terletak di pemukiman penduduk sehingga memudahkan untuk
mendapatkan tenaga kerja. Selain itu lokasi yang dekat denngan pantai memudahkan utuk mendapatkan
bahan baku. Adapun batas – batas wilayah PT. Fishindo Isma Raya yaitu :
Utara : Laut Jawa
Timur : Desa Sobontoro
Selatan : Desa Dasin
Barat : PT. Mudamas Intan Samudra dan Desa Tambakboyo
Penentuan tata letak fasilitas dan bangunan merupakan hal penting dalam pabrik. Apabila
bangunan dan fasilitas kurang, maka dapat mengurangi efisiensi operasi, bahkan dapat menaikkan biaya
operasional. Sehingga untuk mengatasi hal – hal tersebut harus ada perencanaan desain fasilitas yang
dapat mengatur seluruh fasilitas terlihat rapi serta terencana dengan baik. Beberapa faktor penting yang
menjadi pertimbangan dari perusahaan dalam pemilihan lokasi pabrik antara lain :
1) Lingkungan masyarakat
2) Kedekatan dengan bahan baku
3) Faktor tenaga kerja
4) Fasilitas dan sarana transportasi
5) Sumber – sumber daya lain (air, listrik, dan telekomunikasi).
4.3.1 Sarana
Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat dalam proses produksi. Adapun
sarana yang digunakan dalam proses pembekuan Gurita ini yaitu sebagai berikut :
1) Keranjang Plastik
Keranjang plastik digunakan sebagai wadah untuk menampung Gurita ketika dalam proses
penyortiran sebelum dilakukan penimbangan. Keranjang plastik terbuat dari plastik dengan ukuran
panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 18 cm dengan kapasitas 35 kg dapat dilihat pada Gambar 3.
3) Timbangan
Timbangan yang digunakan untuk proses pembekuan Gurita ada dua buah.
1. Timbangan jenis digital dengan kapasitas maksimal 30 kg untuk menimbang Gurita setelah di sortasi
dapat dilihat pada Gambar 5.
2. Timbangan jenis digital dengan kapasitas maksimal 60 kg untuk menimbang Gurita pada saat penerimaan
bahan baku dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 8. Pan
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
7) Basket
Basket terbuat dari plastik yang berdiameter 36 cm dipergunakan untuk menimbang Gurita yang
akan di bekukan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Basket
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
8) Mesin Pembeku
Mesin pembeku yang digunakan ada 2 macam yaitu :
(1) Cold storage berjumlah dua buah dengan ukuran panjang 16 m, lebar 8 m, dan tinggi 6 m. Berfungsi
sebagai gudang penyimpanan produk dengan kapasitas barang kurang lebih 30 ton dengan suhu -18oC
sampai -24oC. Bahan pendingin yang digunakan yaitu Freon (R22).
(2) Air Blast Freezer (ABF) dengan kapasitas 5 ton dengan suhu – 380C sampai dengan - 400C lama
pembekuan 8 – 12 jam dengan menggunakan bahan pendingin Freon (R22).
9) Fasilitas Penunjang
Fasilitas lainnya yang digunakan sebagai penunjang proses produksi meliputi :
(1) Roll hand lackband yang berfungsi sebagai perekat dan untuk pembungkusan master carton (MC).
(2) Trolly ini terbuat dari semi stainless steel digunakan untuk mempermudah memindahkan barang cukup
banyak dan berat kapasitas trolly tergantung dari ukuran barang untuk satu kali pengangkutan yaitu 150
kg .
4.3.2 Prasarana
Bak cuci kaki berada sebelum pintu masuk ruang tengah dan setelah ruang ganti, berfungsi untuk
mengurangi kontaminasi yang dibawa karyawan dari luar, maka setiap karyawan yang masuk ruang
proses diwajibkan melalui bak cuci kaki.
4) Hand dips
Bak cuci tangan berada disamping pintu masuk ruang tengah, setiap sebelum masuk ruang proses
wajib mencuci tangan dengan hands dips.
5) Toilet
Toilet di PT. Fishindo Isma Raya ada empat buah dimana tiga diantaranya adalah kamar mandi.
6) Musholla
Karyawan PT. Fishindo Isma Raya mayoritas islam jadi perusahaan menyediakan musholla sebagai
tempat ibadah.
7) Pos jaga
Pos jaga ditempati ole seorang security yang bertugas sebagai penjaga keamanan perusahaan.
Untuk pengadaan bahan baku suplier mendatangkan bahan baku dari nelayan .Bahan baku
berupa gurita didatangkan dari daerah karagen rembang dan brondong lamongan dengan menggunakan
truck dan mobil pick up. Bahan baku diangkut dengan menggunakan fish box yang diberi es dan air
dengan suhu 4oC. hal ini sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 disebutkan Bahan baku diterima di unit
pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 5 0 C. Pada alur proses ini tidak dilakukan
pencucian karena air dan es pada penerimaan bahan baku sudah bisa membersihkan sebagian kotoran
yang menempel pada Gurita hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Penerimaan Bahan Baku
Biasanya bahan baku datang tidak tentu, tergantung dari hasil tangkapan nelayan. Penerimaan
bahan baku biasanya dilakukan di ruang penerimaan bahan baku dan yang melakukan penerimaan
bahan baku adalah karyawan harian yang berjumlah 3 orang jika bahan baku sedikit yaitu sekitar 3
sampai 5 kwintal dan 5 orang jika bahan baku banyak 1 sampai 3 ton.
Adapun data penerimaan bahan baku yang diperoleh setiap produksinya di PT. Fishindo Isma
Raya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penerimaan Bahan Baku
No Hari/Tanggal Jumlah Suhu Gurita (Sumber PT.
(kg)
Fishindo Isma
1. Senin2 Mei 2011 72,1 3oC
Raya, 2011)
2. Rabu4 Mei 2011 118 5oC
Dari
3. Sabtu8 Mei 2011 95,6 4oC Tabel 2 diatas
4. Selasa10 Mei 2011 95 4oC dapat kita
5. Rabu11 Mei 2011 86 3oC ketahui bahwa
Bahan baku yang datang berdasarkan dari kiriman buyer yang langsung membelinya di nelayan.
Lalu pihak pabrik hanya memproses gurita tersebut menjadi bentuk beku (frozzen). Bahan baku yang
datang masih dalam keadaan segar karena di dalam fishbox diberi es dan setelah gurita datang langsung
dilakukan pembongkaran dengan hati-hati agar gurita tidak rusak. Hal tersebut sudah sesuai menurut
Departemen Kelautan dan Perikanan (2006). Menyatakan bahwa bahan baku yang datang harus segar
dengan suhu maksimal 5oC dan bahan baku langsung dibongkar secepatnya. Pembongkaran harus
dengan hati-hati agar ikan tidak rusak, apabila jumlah ikan terlalu banyak maka ikan bisa ditampung
dengan tetap mempertahankan mutu ikan.
5.1.2. Penimbangan I
Setelah penerimaan bahan baku selanjutnya adalah proses penimbangan yang pertama.
Penimbangan dilakukan dengan keranjang plastik dengan kapasitas 35 kg per keranjangnya. Kapasitas
yang dimiliki oleh timbangan digital itu sendiri adalah 60 kg.
Penimbangan I dilakukan diruang proses oleh karyawan harian sebanyak 3 orang. Cara
penimbangan itu dilakukan yaitu dengan cara 2 orang mengangkat sisi kanan dan sisi kiri keranjang
pelastik tersebut dan satu orang bertugas untuk mencatat berat per keranjangnya. Tujuan dilakukannya
penimbangan I yaitu agar dapat mengetahui berat total gurita yang di terima pada penerimaan bahan
baku. Menurut Suseno (2008), ikan hasil sortir diangkut ke bagian penimbangan. Ikan ditimbang lalu
dicatat oleh petugas. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui berat total ikan yang datang dari
supplier dan menghitung berapa jumlah ikan tiap ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil
sortasi.
5.1.3. Sortasi
Setelah penimbangan selanjutnya bahan baku berupa Gurita di sortir menurut sizenya diatas
meja proses. Hal tersebut sudah sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 yang menyebutkan bahwa Gurita
harus di proses di meja proses dan disortir menurut ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran adalah
memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam (SNI 01-6941.3-
20020). Untuk size pada pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya dapat dilihat pada Tabel 3.
5.1.4. Penimbangan II
Penimbangan II adalah tahapan penimbangan dimana Gurita yang telah disortasi kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dengan kapasitas 6 kg. Gurita ditimbang dengan
menggunakan basket, dimana setiap basket berisi 4,5 kg Gurita. Sebelum dilakukan penimbangan,
timbangan di kalibrasi oleh karyawan harian PT. Fishindo Isma Raya agar tidak terjadi kesalahan pada
proses penimbangan bahan baku. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengetesnya dengan biji timah yang
seberat 1 kg yang diletakkan di atas timbangan. Tujuan penimbangan II adalah untuk mempermudah
pengemasan dan perhitungan produk akhir.
Pada tahapan proses ini, dilakukan juga pemberian kode supplier pada setiap basket, fungsi dari
pemberian kode traceability tersebut adalah untuk memudahkan perusahaan dalam
mengetahui supplier sehingga dapat mempermudah komplain dari kerusakan bahan baku yang diterima.
5.1.5. Penyusunan
Setelah dilakukan penimbangan II selanjutnya dilakukan penyusunan. Proses ini dilakukan di
ruang proses dengan menyusunnya di pan yang berukuran 32 x 10 cm yang tiap pannya berisi 4,5 kg
gurita. Tetapi sebelum di tata dalam pan Gurita untuk semua ukuran di masukkan
kedalam polyback jenis polyetyline (PE) yang berukuran 50 x 37 cm. Penyusunan cukup dilakukan oleh
satu orang karyawan saja. Perlakuan ini bertuuan agar produk mudah dilepas dari pan saat proses
pengemasan dan produk tidak mudah tercecer untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Penyusunan dalam pan
(Sumber PT. Fishindo Isma Raya, 2011)
5.1.6. Pembekuan
Setelah dilakukan penyusunan selanjutnya yaitu proses pembekuan. Gurita yang sudah disusun
diatas pan selanjutnya diba menggunakan trolly ke dalam ruang pembekuan yaitu ABF (Air Blast
Freezer). Menurut Moeljanto, (1992) Air Blast freezer merupakan sebuah ruangan atau kamar atau
terowongan (tunnel). Udara dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang dibekukan dengan
bantuan pan. Salah satu kelemahan cara pembekuan ini adalah terjadinya proses pengeringan produk,
apalagi bila tidak dibungkus (dikemas) seperti halnya ikan utuh, dan kecepatan udara cukup besar. Untuk
itu pengawasannya harus baik, termasuk pencegahan penggembungan kemasan – kemasan tersebut.
Pada pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya menggunakan metode pembekuan ABF ( Air
Blast Frezeer ). Namun dalam proses pembekuannya menggunakan mesin pembeku yang sama yaitu
mesin ABF ( Air Blast Frezeer )dengan suhu 35 – 40 oC dengan waktu pembekuan sekitar 8 – 12
jam. Menurut pendapat Hadiwoyoto (1993) pembekuan dikerjakan pada suhu sekurang – kurangnya –
350C selama 6 -8 jam. Adapun proses pembekuan dapat kita liahat pada Gambar 12.
agar terlindung dari air yang dapat meyebabkan kerusakan dan juga berperan sebagai kemasan
tersiernya.
Proses selanjutnya yaitu penyimpanan. Penyimpanan di coldstorage harus menggunakan pallet
dan ditata sesuai jenis, mutu dan size. Penyusunan master cartondi dalam coldstorage harus
berdasarkan sistem FIFO (first in first out). FIFO merupakan singkatan dari First In First Out atau dalam
bahasa Indonesia pertama masuk pertama keluar yang berarti bahwa persediaan yang pertama kali
masuk itulah yang pertama kali dicatat sebagai barang yang dijual (Gibson SC, 2002). Hal tersebut
sependapat dengan Moeljanto (1992), bahwa penyimpanan produk beku sebaiknya di dalam cold
storage, produk yang telah dikemas disusun dengan rapi dan baik sehingga proses pemasarannya dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (first in first out) . Pada penyimpanan di coldstorage suhu
ruang yang digunakan yaitu – 170C sampai -180C. Kondisi ruang penyimpanan ini diatur sejauh mungkin
sama dengan kondisi pembekuan, terutama suhunya.
a. Karyawan diharuskan memakai perlengkapan kerja yang lengkap diantaranya adalah jas
lab, masker, hair net, apron, sarung tangan latex, sarung tangan kain dan jaket (hanya
untuk packing). Namun dalam hal ini, sebagian karyawan ada yang tidak memakai
perlengkapan dengan baik misalnya sarung tangan, selain itu juga cara pemakain
masker yang asal-asalan serta Kebersihan pakaian tidak terlalu diperhatikan oleh
karyawan. Hal ini tidak sesuai dengan Adawyah (2007) yang menyatakan bahwa Setiap
pekerja dalam industri penanganan atau pengolahan hasil perikanan harus memakai
pakaian kerja yang bersih dan bekerja dengan tangan yang bersih pula.
c. Karyawan yang sakit tidak boleh masuk kerja karena dikhawatirkan dapat
mengkontaminasi produk.
d. Sanitasi personal dari keseluruh karyawan yaitu meliputi kuku, rambut dll.
Untuk mendapatkan produk yang memenuhi syarat maka penentuan lingkungan produksi pada
industri pengolahan hasil perikanan harus diperhatikan dan terencana. Adapun sanitasi dan higiene yang
terdapat pada ruangan proses PT. Fishindo Isma Raya diantaranya yaitu :
a. Lantai pada ruang proses terbuat dari keramik warna putih dan dibuat miring dengan
kemiringan ± 3o untuk meghindari genangan air. Menurut Purnawijayanti (2001), lantai
berkemiringan 30 terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan
serta permukaan halus dan rata sehingga air kotor atau kotoran tidak tertinggal.
b. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak bersudut dan kedap air.
c. Dinding dilapisi dengan keramik warna putih sampai ketinggian 2 m yang ditujukan untuk
mempermudah dalam pembersihan ruangan.
d. Keadaan langit-langit tidak ada yang pecah atau retak juga tidak ada tonjolan dan
warnanya terang.
e. Penerangan menggunakan lampu neon yang dilindungi kaca.
f. Pintu terbuat dari kaca stainlesstail yang kedap air, permukaan halus dan diberi tirai
plastik.
Sanitasi bahan baku sangat penting karena akan mempengaruhi terhadap produk akhir. PT.
Fishindo Isma Raya mendatangkan bahan baku cumi – cumi dalam bentuk utuh yang mudah mengalami
kemunduran mutu. Bahan baku diangkut dengan menggunakan mobil pick up dan truck yang didalamnya
terdapat box. Dalam pengangkutan tersebut tidak lupa dengan penambahan es batu sehingga bahan
baku tidak cepat mengalami pembusukan. Dalam pembuatan es tersebut sesuai dengan dengan
Moeljanto (1992) yang menyatakan bahwa es yang digunakan untuk proses pengolahan harus dibuat
dari air yang bersih dan memenuhi persyaratan air minum yang ditangani dengan persyaratan sanitasi
dan higiene, sedapat mungkin kelebihan es tidak digunakan lagi sebab menambah jumlah bakteri.
Namun pada saat pembongkaran bahan baku, sisa-sisa es bekas pengangkutan tersebut digunakan lagi
untuk proses pencucian.
Pada saat pembongkaran bahan baku, karyawan tidak memperhatikan persyaratan yang telah
ditentukan yaitu, memakai seragam lengkap diantaranya yaitu sarung tangan latex, masker, hair net, dan
apron.
Untuk sanitasi dan higiene peralatan yang kontak langsung dengan produk, diberikan beberapa
perlakuan antara lain :
a. Semua peralatan yang kontak langsung dengan produk seperti pisau, keranjang, inner pan,
long pan dan sebagainya, sebelum dan sesudah digunakan dicuci. Menurut Purnawijayanti
(2001), peralatan yang akan digunakan harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi
untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan,
penyimpanan sementara, maupun penyajian.
b. Semua meja di dalam ruang proses dilakukan pembersihan dengan air sesudah penggunaannya
kemudian dibilas hingga bersih dengan menggunakan air.
5.2.5 Sanitasi dan Hygiene LImbah
Didalam proses pembekuan cumi – cumi pada PT.Fishindo Isma Raya menghasilka dua
jenis limbah yaitu limbah limbah kerig dan limbah cair. Berikut penangan keduanya :
1) Limbah cair harus dibuang melalui saluran pembuangan melalui tempat bersih ke tempat kotor.
2) Untuk limbah kering diletakkan dalam wadah atau basket dan tidak boleh menumpuk di ruang proses.
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh penulis dari hasil Praktek Kerja Lapang III
yang dilakukan di PT. Fishindo Isma Raya mengenai pembekuan Gurita adalah sebagai berikut
:
1. Proses pembekuan Gurita di PT. Fishindo Isma Raya dimulai dari penerimaan
bahan baku, penimbangan I, sortasi, penimbangan II, penyusunan, pembekuan, ,
pengemasan dan penyimpanan.
3. Secara keseluruhan proses pembekuan Gurita pada PT. Fishindo Isma Raya
sudah baik namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan lagi pada tiap-tiap alur
proses, khususnya pada karyawan. Karena masih banyak kontaminasi silang yang
terjadi di perusahaan dan karyawan juga bisa menjadi kontaminan dari produk itu
sendiri.
6.2. Saran
Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembekuan cumi - cumi ini adalah :
1) Perlunya ditingkatkan sanitasi dan hygiene. Mulai dari tempat proses, alur proses, kebersihan
karyawan.
2) Kebersihan ruang proses perlu diperhatikan kembali untuk mencegah adanya kontaminasi
silang baik dari peralatan, karyawan maupun udara
3) Penggunaan es perlu ditambah, agar suhu bahan Gurita tetap terjaga sehingga bakteri
penyebab pembusukan dapat terhambat pertumbuhanya
4) Karyawan harus mematuhi peraturan mengenai ketertiban kerja agar produksi dapat berjalan
secara efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hal. 37, 38, 40, 41.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2006. Teknologi pengolahan Fillet Ikan. Jakarta.
Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2006. Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta.
Effendi, M.S. 2009, Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. PT.Alfabeta. Bandung. Hal. 43.
Estiasih, T dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan H. PT. Bumi Aksara. Malang. Hal. 127, 130, 134.
Fitday . 2010, Gizi dari Octopus. http://www.fitday.com/fitness-articles/nutrition/healthy-eating/the-nutrition-of-
octopus.html [diakses, 19 April 2011]
Gibson SC. 2002. http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi_FIFO_dan_LIFO [diakses 16 Juni 2011]
Hadiwiyoto. S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murniyati, S dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. PT. Kanisius. Yogyakarta.
Hal. 5.
Narbuko, Cholid dan A. Achmadi. 2001. Metode Penelitian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.Hal 70, 83.
National Wildlife. 1997, Artikel Cephalopoda. http://www.google.co.id/http://en.wikipedia.org/wiki/Octopus
[diakses, 19 April 2011]
Nazir. M. 1988. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 65, 406.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius.
Yogyakarta.
SNI.01.6941.1-2002. Syarat mutu Bahan Baku Gurita. Jakarta.
SNI.01.6941.3-2002. Pengolahan dan Penanganan Gurita. Jakarta.
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi Perikanan Sidoarjo
Warta Pasar Ikan Edisi April 2007. Gurita Ada Pasarnya. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan. Jakarta. Hal. 15.