Bau amoniak
3. Sortasi
Hal tersebut sudah sesuai menurut SNI 01-6941.3-2002 yang
menyebutkan bahwa Gurita harus di proses di meja proses dan
disortir menurut ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran adalah
memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan
ukuran yang seragam.
4. Penimbangan II
Penimbangan II adalah tahapan penimbangan dimana Gurita
yang telah disortasi kemudian ditimbang dengan menggunakan
timbangan. Tujuan penimbangan II adalah untuk
mempermudah pengemasan dan perhitungan produk akhir.
5. Penyusunan
6. Pembekuan
Salah satu cara melakukan proses pembekuan ialah dengan
menggunakan Air Blast Freezer. Air Blast freezer merupakan
sebuah ruangan atau kamar atau terowongan (tunnel). Udara
dingin di dalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang
dibekukan dengan bantuan pan.
7. Pengemasan dan penyimpanan
Pengemasan dilakukan di ruang packing dengan tetap menjaga
suhu ruangan. Menurut SNI 01-6941.3-2002 yang mengatakan
bahwa untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -
18OC dalam waktu maksimum 8 jam
Pada gurita, sumber cemaran dapat berasal dari
lingkungan asal bahan. Cemaran yang dapat terjadi
menurut SNI 01-6941.1-2002 ialah:
Cemaran Mikroba :
- Escheria colli, maksimal.
- Salmonella
- Vibrio cholerae
- Vibrio parahaemolyticus
- Parasit, maks
Cemaran Kimia :
- Raksa (Hg),
- Timbal (Pb),
Sanitasi dan higiene dalam suatu perusahaan
pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi baik kualitas maupun
kuantitas produk yang dihasilkan. Prosedur sanitasi
meliputi :
1. Vibrio cholerae
2. Shigella sp
genus Vibrio banyak ditemukan di perairan air
tawar atau air laut, serta merupakan bakteri
patogen dalam budidaya ikan, kerang-kerangan
dan udang. Dapat menetap 0,5-1,5 bulan dalam
saluran cerna hewan laut.
Penyebab : gastroenteritis, pada infeksi yang
parah penderita dapat diare 20-30 kali sehari
Kontaminasi pada makanan : hewan laut seperti
kerang, kepiting dan rajungan. Spesies
V.cholerae dan V.parahaemolyticus merupakan
sumber kontaminasi silang antara buah dan
sayuran mentah, sedangkan V.vulvinicus
penyebab infeksi pada manusia.
Shigella sp merupakan bakteri patogen di usus manusia dan
primata penyebab disentri basiler. Berbentuk batang gram negatif,
menyerupai E.coli, non motil, tumbuh pada 37oC.
Penyebab : shigellosis (disentri basiler)
Gejala infeksi : mulas, kejang perut, diare bercampur darah dan
mukosa, demam sampai dengan 40oC, kadang muntah.
Kontaminasi pada makanan : banyak berasal dari air yang dipakai
untuk mengolah makanan. Makanan yang sering terkontaminasi
adalah salad, sayuran segar (mentah), susu dan produk susu, es
krim, puding, coklat, beberapa jenis ikan salah satu nya tuna,
udang, makaroni. Sayuran segar yang tumbuh pada tanah terpolusi
dapat menjadi faktor penyebab penyakit, seperti disentri basiler
atau shigellosis yang disebabkan oleh Shigella sp.
Program sanitasi seafood harus mencakup
penanganan sanitasi yang tepat serta
menejemen personalia yang baik.
1. Pemeriksaan Faktor Kritis pada Sanitasi
2. Pemeriksaan Proses Produksi
3. Manajemen Personalia
4. Jadwal Pembersihan
5. Perlakuan High Hydrostatic Pressure
(Hidrostatik Tekanan Tinggi)
6. Penggunaan Ozon
Alasan dibalik pelaksanaan sanitasi makanan
laut karena makanana laut dapat mengandung zat
beracun. Kerang–kerangan yang terkontaminasi
kuman atau penyakit selama tahap pengolahan.
Kemajuan tekhnologi, dan pembangunan limbah
industri ke laut juga menyababkan keracunan
bahan makanan ke dalam laut, misalnya penyakit
minamata di Jepang. Makanan laut dapat dibagi
menjadi beberapa golongan.
Golongan hewan, misalnya ikan dan kerang-
kerangan.
Golongan tumbuhan, misalnya agar- agar laut
Golongan yang dapat diternakan, misalnya
udang, ikan, dan kerang – kerangan.
1. Tempat hidup harus bersih, tidak hanya mengandung E.coli
dan bebas dari pencemaran
Approved area: E. coli tidak lebih dari 70/1000 ml air,
terbaik untuk dikonsumsi.
Conditionally approved area: sudah ada pencemaran,
karena penuh penduduk, kandungan E. coli lebih dari
70/100 ml air, dan masih dapat dikonsumsi.
2. Makanan tidak boleh mengandung bibit penyakit dan zat
beracun. Dengan demikian, beberapa jenis kerang-
kerangan yang mengandung racun dapat membahayakan
kesehatan.
3. Dalam pengolahan bahan makanan harus diperhatikan
kebersihan dan sanitasinya, terutama yang berkaitan
dengan peralatan, personal, dan sarana.
4. Pemasaran, tempat,sarana dan personal harus memenuhi
syarat
Pemahaman mengenai karakteristik berbagai jenis ikan sangat
penting untuk dikuasai oleh peritel seafood karena berkaitan dengan
mutu produk.
Menerapkan prinsip penanganan seafood yang baik. Adapun prinsip
3°C, yaitu "Keep seafood CLEAN, COLD, and handle with CARE" agar
mutu dan keamanan produk tetap terjamin. Penjelasan dari prinsip
tersebut adalah:
1. Clean: lindungi produk terhadap kontaminasi secara terus-menerus.
2. Care: hindari produk dari penanganan yang kasar, terjatuh, dan
perlukaan. Lindungi produk dari kerusakan kemasan.
3. Keep it COLD: mempertahankan rantai pendinginan (cold chain), yaitu
dengan:
a. Pendinginan yang cepat dan tepat melalui pemberian es dan atau
refrigerasi.
b. Pembekuan, dibekukan dengan cepat dan lengkap sebelum
penyimpanan.
c.Menambahkan pelapis permukaan bila sesuai.
d.Meminimalkan fluktuasi suhu setelahnya.
1. Aroma masih segar dan lembut. Tidak berbau amis,
asam, atau seperti ammonia
2. Mata ikan jernih dan sedikit menonjol
3. Daging agar keras dan mengkilap, serta insang yang
merah cerah. Selain itu, pastikan tidak ada lendir di
sekitarnya.
4. Warna fillet ikan tidak pudar, gelap, atau kering
5. Ketika daging ditekan, akan segera kembali ke
bentuk semula
6. Untuk udang, dagingnya terang dan cerah serta tanpa
bau
7. Jika memiliki indikator suhu pada kemasannya, cek
selalu untuk memastikan penyimpannya telah pada
suhu yang tepat.
1. Jangan beli produk beku yang kemasannya
sudah rusak
2. Jangan pilih produk beku yang disimpan di
atas garis beku atau freezer case
3. Jangan pilih kemasan yang telah memiliki
kristal es, karena bisa jadi produk tersebut
telah disimpan terlalu lama atau mengalami
pembekuan kembali.
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara.
Jakarta
Hulalata, A., Daisy M.M., dan Rastuti W.P. 2013. Studi Pengolahan
Cumi-cumi Asin Kering Dihubungkan dengan Kadar Air dan Tingkat
Kesukaan Konsumen. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan 1(2) :
26-34
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Sampul, M.R. 2001. Variasi Olahan Cumi-cumi. Gramedia. Jakarta.
SNI 01-6941.1-2002
Suseno, A. 2008. Diktat Penanganan Hasil Perikanan. Akademi
Perikanan Sidoarjo