Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan komoditas yang mudah dan cepat membusuk, sehingga
ikan memerlukan penanganan yang cepat dan cermat dalam upaya
mempertahankan mutunya sejak ikan diangkat dari air. Pendinginan merupakan
perlakuan yang paling umum dalam mempertahankan mutu hasil perikanan
terutama dalam tahap penanganan. Dalam penanganan ikan segar diupayakan
suhu selalu rendah mendekati 0 oC dan dijaga pula jangan sampai suhu naik akibat
terkena sinar matahari atau kekurangan es. Penanganan ikan harus dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari kemunduran mutu ikan sehingga diperlukan
bahan dan media pendinginan yang sangat cepat dalam menurunkan suhu ikan
pada pusat thermal ikan. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan akan semakin cepat menurun atau
ikan akan mudah menjadi busuk pada suhu tinggi dan sebaliknya pembusukan
dapat dihambat pada suhu rendah (Buckle 1987).
Salah satu jenis bahan yang sering digunakan sebagai pengemas adalah
styrofoam karena memiliki sifat insulasi terhadap panas. Styrofoam dimaksudkan
untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk
kemasan pangan. Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu
mempertahankan pangan yang panas atau dingin, tetap nyaman dipegang,
mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan dan inert
terhadap keasaman pangan (Manurung, 2009).
Ikan juga memiliki kelemahan yaitu ikan merupakan bahan pangan yang
mudah busuk (perishable food) dan kesegarannya mulai hilang jika tidak
ditangani dengan cepat. Salah satu penanganannya yaitu dengan memanfaatkan
teknik pembekuan ikan (Ilyas, 1983).
Pembekuan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah
(cold storage). Pembekuan ikan harus dilakukan penyusunan yang benar, sebab
jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan justru merusak ikan. Baik

Universitas Sriwijaya
pembekuan maupun penyimpanan berikutnya mempunyai banyak aspek yang
harus diperhatikan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Histamin adalah senyawa yang terdapat pada daging ikan dari famili
scombroidae, atau ikan lain yang telah membusuk yang di dalam dagingnya
terdapat kadar histamin yang tinggi. Apabila dikapal tidak terdapat cold storage
maka ikan sebaiknya diletakan di bak penampung dan di beri es agar kesegaran
ikan masih tetap terjaga sampai ikan tersebut masuk ke perusahaan dan siap
dilakukan proses selanjutnya (Hadiwiyoto, 1993).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum pendinginan ikan dengan refrigerator adalah
sebagai berikut :
1. Mahasiswa mengetahui laju penurunan suhu ikan dengan perlakuan
penyimpanan pada refrigator.
2. Mahasiswa memahami perubahan karakteristik mutu ikan segar (sensoris dan
kimia) selama proses penyimpanan dengan refrigerator.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika Ikan Tongkol (Euthynnus pelamis)


Menurut Khairuman, (2002), sistematika dari ikan tongkol adalah sebagai
berikut:
famili : Scombridae
filum : Chordata
genus : Euthynnus
kelas : Pisces
kingdom : Animalia
ordo : Percomorph
spesies : Euthynnus pelamis
Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae,
genus Euthynnus, spesies Euthynnus pelamis .Ikan tongkol masih tergolong pada
ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada
melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan
perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip
punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada
tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut,
sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut
berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip
tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Khairuman, 2002).

2.2. Indikator pH
Pada ikan yang sudah tidak segar biasanya memiliki pH lebih basis (tinggi)
dari pada yang masih segar, hal ini disebabkan oleh timbulnya senyawa-senyawa
yang bersifat basis, misalnya ammonia, trimetilamin, dan senyawa-senyawa
volatile lainnya. Menentukan kadar dimetilamin, trimetilamin, atau ammonianya
Penguraian protein akan menghasilkan senyawa-senyawa tersebut. Apabila
kesegaran ikan menurun, maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan
meningkat. Menentukan Kandungan Hipoksantin Pengujian hipoksantin
didasarkan pada daya reduksi yang diberikan oleh hasil pemecahan hipoksantin

Universitas Sriwijaya
oleh hipoksantin-oksidase yang digunakan kepada 2,6-diklorofenolindofenol
(Astawan, 2007).

Suhu penyimpanan ikan suhu rendah proses penguraian menjadi lambat,


dimana ikan ditempatkan dalam wadah atau ruangan yang bersuhu dingin.
Pendinginan ini hanya bersifat menghambat pertumbuhan bukan untuk
membunuh atau menghentikan mikroorganisme sama sekali. Hampir semua
bakteri pathogen hanya mampu memperbanyak diri dengan laju yang lambat pada
suhu dibawah 100C, oleh karena itu makanan yang disimpan di dalam lemari es
cukup aman. Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang
disebut daging) saat hewan hidup sekitar 7,0 - 7,2 (pH netral) (Astawan, 2007).

2.3. Termokopel
Termokopel adalah sensor temperatur yang paling banyak digunakan dalam
industri disebabkan Ke sederhanaan dan kehandalannya. Termokopel terdiri dari
dua konduktor atau termoelemen yang berbeda, dihubungkan menjadi satu
rangkaian(Abdelaziz et al, 2009).

Termokopel adalah tranduser yang mengubah besaran fisis ke besaran elektrik.


Output dapat diukur menggunakan voltmeter dan potensiometer, tetapi
mengharuskan penggunaan eksternal kompensator untuk cold junction dimana hal
ini tidak efisien karena harus menyediakan media isotermal untuk reference
junction dan memerlukan penggunaan tabel untuk mengkonversi tegangan
menjadi besaran temperatur. Saat ini output termokopel dihubungkan ke
thermometer readout selain tidak memerlukan media isotermal, kelebihan lain
adalah keluaran termokopel langsung terbaca dalam besaran temperatur.
Thermometer readout telah menyediakan kompensator cold junction (CJC) yang
tertanam didalamnya (Adawyah, 2007).

2.4. Kemuduran Mutu Ikan

Universitas Sriwijaya
Pada dasarnya penanganan dan pengolahan ikan bertujuan untuk
mencegah kerusakan atau pembusukan. Upaya untuk memperpanjang daya tahan
simpan ikan segar adalah melalui penyimpanan dalam lemari pendingin atau
pembeku, yang mampu menghambat aktivitas mikroba atau enzim. Setiap
penurunan suhu 8C menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme berkurang
menjadi kira-kira setengahnya (Astawan, 2007).
Pada fase Prerigormortis, ikan berada pada saat akan mati sampai ikan
benar-banar mati. Biasanya pada fase ini ikan masih kenyal, banyak
mengeluarkan lendir dan proses kimiawi masih lambat. Pada fase rigormortis ikan
telah mengalami kejang dan otot memendek (kaku). Proses rigormortis
dipengaruhi oleh cara mati ikan, suhu penyimpanan dan jenis ikan. Pada pasca
rigormortis dimana fase ini daging ikan lunak kembali dan telah mengalami
proses pembusukan, lamanya proses pembusukan tidak tetap
(Ditjen Perikanan, 2001).
Beberapa perubahan kimiawi yang disebabkan oleh aktivitas enzim,
biasanya terjadi sebelum berlangsungnya kerusakan karena aktivitas
mikroorganisme. Reaksi enzim ini terkait dengan proses rigor mortis. Proses ini
mengakibatkan terjadinya dekomposisi beberapa komponen kimia, yang
menyebabkan penyimpangan bau dan flavour ikan. Kerusakan protein dan
oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap akhir dari proses kerusakan ikan.
Kecepatan reaksi oksidasi lemak akan tergantung pada jenis ikan (ukuran, kadar
lemak, musim) (Moeljanto, 2002).
Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan
segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah
sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam
pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk
seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan
pertumbuhan mikroorganisme. ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan
dibandingkan dengan daging mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera
setelah proses rigormortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk
adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih

Universitas Sriwijaya
cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.46.6, serta tingginya jumlah
bakteri yang terkandung didalam perutikan (Djarijah, 2007).

BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan mengenai Karakteristik
Hasil Perikanan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 20 Oktober 2015,
pukul 09.00 WIB sampai selesai di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, pisau, baskom, indikator
pH, termokopel. Sedangkan bahan dalam praktikum ini antara lain ikan tongkol.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum pendinginan es dengan alat
pendingin mekanik ( refrigerator) adalah sebagai berikut:

3.3.1. Penurunan suhu pada penyimpanan dingin dalam refrigerator


1. Masing-masing kelompok menyiapkan 0,5 kg ikan.
2. Ikan disimpan dengan pendingin dalam refrigerator selama 3 hari.
3. Suhu refrigerator diukur menggunakan thermometer dan dicatat setiap
hari.
4. Amati perubahan suhu ikan (menggunakan termokopel).

3.3.2. Karakteristik mutu ikan segar selama proses pendinginan (sensoris


dan kimia)
1. Amati perubahan sensoris (berdasarkan score sheet ikan segar) dan
kimiawi (pH) ikan setiap hari selama 3 hari.
2. Masing-masing praktiikan membuat laporan sementara dan
dikumpulkan pada saat selesai praktikum.

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum pendinginan ikan dengan alat
pendingin mekanik (Refrigerator) dapat dilihat pada tabel , yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.1.1. Nilai Organoleptik dan Laju Penurunan Suhu dan pH Ikan dengan
Perlakuan Penyimpanan Pada Refrigerator

Nilai Organeleptik

Perlakuan Suhu pH
Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur
Permukaan
Tubuh
Hari 1 7 8 8 7 8 8 10,7oC 8
Hari 2 7 8 7 7 7 7 9,9oC 8
Hari 3 6 7 7 6 7 6 4,4oC 8

Universitas Sriwijaya
4.2. Pembahasan
Pada praktikum mengenai Pendinginan Ikan dengan Es ini dimana ikan
yang digunakan adalah ikan tongkol yang merupakan ikan perairan asin yang
mengandung protein tinggi. Teknik atau cara pendinginan ikan tongkol dengan
menggunakan batu es sebanyak 5 kg, dimana dari masing-masing ikan memiliki
berat total 290 kg. Es dalam suatu wadah yang baik adalah mengusahakan semua
permukaan tubuh ikan yang diberi perlakuan dapat mengalami kontak dengan es.
Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penyerapan panas dari tubuh ikan,
jumlah kebutuhan es secara praktek lebih besar daripada kebutuhan es secara
teori. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu luar yang ikut
mencairkan es yang digunakan Es memiliki ukuran partikel yang halus dan es
juga merupakan pemecahan sehingga ukuran partikel tidak sama.
Pada tabel pertama dilakukan pengukuran dan perbandingan suhu terhadap
setiap sampel setiap hari, dengan berat rata-rata ukuran sampel 290 gr. Sementara
pada tabel kedua dilakukan pengujian secara kimia dengan menggunakan
indicator pH dan pada table ketiga dilakukan uji organoleptik pada setiap sampel,
mulai dari insang, mata, perut dan daging, dan konsistensi di peroleh bahwa ikan
masih dalam keadaan segar, dan masih bisa layak untuk dikonsumsi.
Pendingan dengan refrigerator yang dilakukan salah satu cara yang efektik
dalam menyimpan ikan untuk menjaga ikan tidak mengalami kemunduran mutu.
Dengan suhu refrigerator yang selalu konstan mengalami ikan selalu segar. Es
merupakan medium pendingin yang paling baik bila dibandingkan dengan
medium pendingin lain karena es dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan
cepat tanpa mengubah kualitas ikan dan biaya yang diperlukan juga relatif lebih
rendah bila dibandingkan dengan penggunaan medium pendingin. Perbandingan
ikan tongkol yang ideal digunakan ialah untuk penyimpanan dingin dengan
mekanik jika dibandingkan dengan es biasa. Hal lain yang juga perlu dicermati di
dalam pengawetan ikan dengan mekanik adalah listrik yang selalu terjaga hidup
agar untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar
tidak mencair. Untuk itu diperlukan wadah yang memiliki daya insulasi yang baik
Selama proses pendinginan ikan dengan es dalam kotak styrofoam juga terjadi
penyerapan panas dari lingkungan namun energi yang diserap tidak begitu besar.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pendinginan ikan dengan alat pendingin mekanik (refrigerator) menyebabkan
penurunan nilai organoleptik
2. Terdapat perubahan sensoris dan kimiawi (pH) ikan setiap hari selama 3 hari
3. Perubahan sensoris dan kimiawi selama proses pendinginan ikan
menyebabkan perubahan karakteristik mutu ikan.
4. Pendinginan ikan dengan menggunakan suhu rendah, khususnya
menggunakan alat pendingin mekanik (refrigerator) juga mempengaruhi
penurunan suhu dan pH ikan.
5. Semakin lama ikan diberi perlakuan pendinginan dengan menggunakan alat
refrigator, maka kualitas ikan tersebut akan semakin rendah

5.2. Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya ada baiknya menggunakan bahan
insulasi yang berbeda dan jenis es yang digunakan juga lebih bervariasi serta
metode pendinginan yang berbeda pula. Diharapkan untuk dapat teliti dalam
mengamati perubahan sensoris ataupun kimiawi pada ikan agar hasil yang
diperoleh tidak terdapat kesalahan, karena hal tersebut sangat penting karena akan
mempengaruhi hasil praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sriwijaya
Buckle. 1987. Metode penelitian. Bumi Aksara. Jakarta : Erlangga.
Ilyas, S 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid 1. Jakarta : CV.
Paripurna.
Hadiwiyoto, S. 1993. Yogyakarta. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Liberty.
Manurung 2009. Penanganan Hasil Perikanan. Jakarta : Pustaka Setia.
Murniati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Yogyakarta : Kanisius.
Stoecker, W.F. dan Jerold, J.W. 1994. Refrigerasi dan Pengkondisian Udara
Edisi kedua. Jakarta : Erlangga,
Sumanto. 2001. Dasar - dasar Mesin Pendingin. Yogjakarta : Kanisius.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai