CHILLING
QUALITY CHANGES OF MOONFISH (Mene maculata) DURING CHILLING
TEMPERATURE STORAGE
ABSTRAK
Perubahan mutu ikan segar merupakan proses alami yang terjadi akibat pengaruh enzim,
reaksi biokimia dan aktivitas bakteri. Penyimpanan ikan menggunakan suhu rendah/chilling
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu ikan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan mutu ikan semar selama penyimpanan suhu chilling. Tahapan yang dilakukan
meliputi pengukuran morfometrik ikan semar konsumsi, analisis organoleptik, pH, TVB, dan
formaldehid alami selama penyimpanan. Dalam penelitian ini dilakukan penyimpanan menggunakan
suhu chilling selama 10 hari serta dilakukan analisis setiap 2 hari sekali. Hasil morfometrik ikan semar
yang didapatkan di TPI Muara Baru menunjukan nilai rata-rata panjang total 16,29 ± 2,1 cm, panjang
cagak 14,27 ± 1,8 cm, tinggi badan 9,56 ± 1,3 cm, panjang baku 13,66 ± 1,7 cm, lebar badan 1,69 ±
1,3 cm, dan bobot total 147 ± 14,7 gram. Ikan semar mengalami fase pre rigor dari mulai ikan mati
hingga pada hari ke-3 dengan nilai organoleptik 8, fase rigor mortis pada hari ke-4 hingga hari ke-7
dengan nilai organoleptik 7-6, dan fase post rigor pada hari ke-8 hingga hari ke-10. Kadar TVB-N ikan
semar dengan pelakuan penyiangan pada penyimpanan hari ke-2 masih dapat dikatakan segar
dengan nilai TVB-N 13,89 mg-N/100 g dan masih dapat dikonsumsi sampai hari ke-6 penyimpanan
dengan nilai TVB-N 30,63 mg-N/100 g, sedangkan ikan dengan perlakuan tanpa penyiangan masih
dapat dikonsumsi pada hari ke-2 dengan nilai TVB-N 27,9 mg-N/100 g dan mulai mengalami proses
pembusukan pada hari berikutnya. Nilai awal pH pada pengamatan awal (H+2) yaitu sebesar 6,71
untuk ikan tanpa penyiangan dan 6,84 untuk ikan dengan penyiangan serta mengalami penurunan
pada hari ke- 6 yaitu 6,4 dan 6,44. Fase rigor mortis ikan terjadi pada hari ke-6 ditandai dengan nilai
ph terendah. Nilai pH mulai naik pada penyimpanan hari ke-8 hingga mendapatkan nilai pH sebesar
6,87 dan 6,85 pada penyimpanan hari ke-10. Formaldehid pada ikan semar mulai terdeteksi pada
pengujian hari ke-4 untuk perlakuan tanpa penyiangan dan hari ke-6 untuk perlakuan dengan
penyiangan. Pada hasil tersebut dapat diketahui bahwa adanya perbedaan proses kemunduran mutu
pada ikan semar dengan perlakuan penyiangan dan tanpa penyiangan yang menghasilkan
formaldehid selama penyimpanan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengujian
formaldehid secara kuantitatif untuk mengetahui kadar formaldehid yang terdapat pada ikan semar
selama penyimpanan chilling. Perubahan mutu selama penyimpanan chilling diharapkan dapat
dilakukan pada spesies ikan lain terutama ikan air laut.
ABSTRACT
Deterioration of fish quality is a natural process that occurs due to the influence of enzymes,
biochemical reactions and bacterial activity. Storage using low temperature/chilling is one of the ways
to maintain fish quality. For this reason, this study aims to determine the quality change during the
temperature storage chilling. The stages of the conducted include the measurement of morfometric of
Semar fish, organoleptic analysis, pH, TVB, and natural formaldehyde during storage In this research
storage was carried out using chilling temperatures for 10 days and observations were made every 2
days. The morphometric results of Semar fish obtained at Muara Baru Fish Auction showed an
average value of total length of 16.29 ± 2,1 cm, fork length of 14.27 ± 1,8 cm, body height of 9.56 ±
1,3 cm, standard length of 13.66 ± 1,7 cm, body width of 1.69 ± 0,3 cm, and a total weight of 147 ±
17,7 grams. Semar fish experienced a pre rigor phase on the 3 rd day with an organoleptic value of 8,
rigor mortis phase on the 4th day to the 7th day with an organoleptic 7-6 value, and a post rigor phase
on the 8th day to the day -10. TVB-N levels of semar fish with weeding treatment on the 2 nd day of
storage can still be said to be fresh with a TVB-N value of 13.89 mg-N/100 g and can still be
consumed until the 6th day of storage with a value of TVB-N 30, 63 mg-N/100 g, while fish with non-
weeding treatment can still be consumed on the 2 nd day with a TVB-N value of 27.9 mg-N/100 g and
begin to undergo decaying the following day. The initial pH value at the initial observation (H + 2) is
6.71 for fish without weeding and 6.84 for fish with weeding and decreased on the 6 th day of 6.4 and
6.44. The rigor mortis phase of fish occurs on the 6 th day marked by the lowest ph value. The pH
value starts to increase on the 8 th day of storage to get a pH of 6.87 and 6.85 on the 10 th day of
storage. Formaldehyde in Semar fish began to be detected on testing day 4 for treatment without
weeding and day 6 for treatment with weeding. In these results it can be seen that there are
differences in the process of deterioration in the quality of Semar fish with weeding and without
weeding treatment that produces formaldehyde during storage. Further studies are expected to
conduct a quantitative formaldehid test to determine the level of formaldehyde found in the Semar fish
during storage of chilling. Quality changes during storage of chilling are expected to be done on other
fish species especially marine fishes.
PENDAHULUAN
Ikan semar (Mene maculata) mengandung protein yang tinggi, diikuti oleh
kandungan karbohidrat dan lemak yang rendah, mengandung asam amino, vitamin A
yang tinggi, dan kandungan mineral serta kalsium yang tinggi. Kandungan tersebut
menunjukkan bahwa ikan semar adalah ikan yang sangat baik untuk dikonsumsi, dilihat
dari kualitas protein yang tinggi dan asam amino yang seimbang (Bharadhirajan et al.,
2014).
Daging ikan mengalami serangkaian perubahan setelah kematian ikan sampai daging
ikan tersebut busuk dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Proses
kemunduran mutu ikan disebabkan oleh tiga jenis aktivitas, yaitu reaksi autolisis, reaksi
kimiawi, dan aktivitas mikroorganisme (Irianto dan Giyatmi, 2014). Kesegaran ikan tidak
dapat ditingkatkan melainkan dipertahankan. Penurunan mutu kesegaran ikan tersebut
dapat dipertahankan dengan melakukan proses penanganan yang tepat. Teknik
penanganan yang paling umum dilakukan adalah penggunaan suhu rendah atau disebut
juga teknik pendinginan ikan. Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang
digunakan untuk mengatasi pembusukan ikan, baik selama penangkapan, pengangkutan,
maupun penyimpanan (Siburian et al., 2012).
Di dalam jaringan tubuh ikan yang masih hidup sudah terdapat enzim. Enzim
menguraikan protein, lemak dan karbohidrat menjadi energi. Penurunan kesegaran ikan
setelah ikan mati yang disebabkan oleh reaksi enzimatis berlangsung pada tahap pre-rigor
dan rigor mortis. Perubahan awal yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah
berhenti sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti menyebabkan
aktivitas penurunan mutu ikan di dalam otot ikan berlangsung dalam kondisi anaerobik
(Irianto dan Giyatmi, 2014).
Reaksi kimiawi yang terjadi selama proses kemunduran kesegaran ikan adalah
penguraian lemak oleh aktivitas enzim jaringan tubuh dan enzim yang dihasilkan oleh
bakteri serta berlangsung akibat oksidasi dengan adanya oksigen menjadi asam lemak.
Akibat dari reaksi ini adalah terjadinya ketengikan, perubahan warna daging menjadi pucat
yang mengarah pada rasa, bau, dan perubahan lain yang tidak dikehendaki (Irianto dan
Giyatmi, 2014).
Penurunan mutu secara bakterial adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi
karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari permukaan tubuh,
insang, dan saluran pencernaan. Penurunan mutu ini mengakibatkan daging udang terurai
dan menimbulkan bau busuk (Purwaningsih, 2000).
Kecepatan pembusukan ikan dapat tergantung kepada jumlah awal bakteri yang
terdapat pada lendir permukaan ikan, tingkat kekenyangan ketika ikan masih hidup, cara
mematikan ikan, cara penanganan, dan faktor-faktor lainnya. Jika lingkungan sesuai bagi
mikroorganisme, mereka akan berkembang secara cepat sehingga jumlahnya perlu
diperhitungkan dalam hubungannya dengan proses pembusukan ikan. Pada suhu rendah,
jumlah mikroorganisme yang rendah pada ikan segar dapat dipertahankan. Pencucian untuk
menghilangkan lendir permukaan ikan segera setelah ikan ditangkap atau dipanen dan
kemudian disimpan dalam peti atau palka ikan yang bersih adalah praktik yang sebaiknya
dilakukan. Kecepatan proses pembusukan sangat tergantung pada jenis ikan. Pada suhu
rendah, perbedaan kecepatan pembusukan antarjenis ikan tidak terlihat nyata, tetapi pada
suhu yang lebih tinggi beberapa jenis ikan membusuk lebih cepat dibandingkan dengan
lainnya. Pada jenis ikan yang sama, ikan berukuran lebih kecil akan membusuk lebih cepat
karena kondisi fisiknya yang rapuh dan kandungan air dalam jaringan yang lebih tinggi
(Irianto dan Giyatmi, 2014).
Beberapa penelitian di Indonesia mengenai ikan semar yang telah dilakukan antara
lain mengenai kajian stok ikan semar (Utami, 2018), biologi reproduksi ikan semar (Meilanur,
2018) dan ikan semar dan ikan layur sebagai sumber ide penciptaan motif batik
(Ramadhania, 2019). Oleh karena itu, penelitian perubahan mutu ikan semar (Mene
maculata) selama penyimpanan chilling perlu dilakukan agar dapat dijadikan acuan dasar
dan rekomendasi dalam rencana pengelolaan ikan semar.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi morfologi ikan semar (Mene
maculata) ukuran konsumsi dengan cara mengukur morfometrik tubuh ikan semar, serta
mengetahui perubahan mutu ikan Semar selama penyimpanan suhu dingin (chilling) dengan
cara mengamati perubahan mutu ikan Semar dengan cara melakukan pengujian
organoleptik, TVB-N, derajat keasaman (pH), dan kandungan formaldehid alami selama
penyimpanan suhu dingin (chilling).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2020 sampai 15 Mei 2020, di
Labolatorium Kimia Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta dan TPI Muara Baru, Jakarta
Utara. Sampel ikan Semar (Mene maculata) didapatkan di TPI Muara Baru, Jakarta Utara.
Pengujian organoleptik, pengujian TVB-N, pengujian pH, dan pengujian formaldehid secara
kualitatif dilakukan di Labolatorium Kimia, Politeknik Ahli Usaha Perikanan Jakarta.
Alat yang digunakan untuk praktik akhir ini yaitu scoresheet organoleptik
berdasarkan SNI 2729:2013, styrofoam, pH meter, cawan porselin, cawan conway, oven,
tanur pengabuan (furnace), selongsong lemak, centrifuge, homogenizer, spektrofotometer,
erlenmeyer, inkubator, pipet, timbangan analit 0,0001 g, alat destruksi, alat destilasi uap,
labu destruksi, corong gelas, buret 50 ml, pipet volumetrik 25 ml, batang pengaduk,
saringan, desikator, alat penjepit/tang, stomacher, gunting, peralatan ekstraktor soxhlet,
spektrofotometer visibel, Magetic stirrer, dan micropipet.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan semar yang diperoleh
dari TPI Muara Baru dan es curai. Bahan kimia yang digunakan adalah buffer standar pH
4 dan 7, n-heksana, butir selenium, Aquades, H 2SO4, NaOH, H3BO3, HCl, Na2HPO4,
NaH2PO4, H2O2, Na2S2O3, Na2Ba4O7, asam perklorat, indikator methyl red, indikator
bromcresol green, indikator fenolftalein, dietil eter/kloroform, aseton, Coomasive Briliant
Blue, etanol, larutan asam Ortofosfat, asetil aseton, asam asetat glasial, amonium asetat,
akrilamid, bis-akrilamid, buffer tris HCl, Katalis K 2SO4, asam trikloroasetat dan Tes Kit
Formalin Easy Teach.
Ikan semar (Mene maculata) diperoleh langsung dari TPI Muara Baru ddengan
keadaan baru ditangkap secara one day fishing dan segar. Ikan semar disimpan dalam
coolbox dengan penambahan es curai selama perjalanan ke lokasi pengujian. Perbandingan
jumlah ikan dan es yaitu 1:2 dengan penambahan es setiap 12 jam sekali agar suhu chilling
tetap terjaga. Proses penyusunan ikan didalam coolbox dilakukan dengan metode bulking,
yaitu ikan dan es disusun berlapis-lapis secara berlawanan arah kemudian disimpan selama
10 hari. Selama penyimpanan ikan mendapatkan perlakuan yang berbeda yaitu disiangi dan
tidak disiangi.
Sampel dilakukan perhitungan merfometrik dengan menggunakan penggaris. Daging
ikan dilakukan analisis kemunduran mutunya setiap 2 hari selama 10 hari, analisis yang
dilakukan terdiri dari pengujian organoleptik, pengujian pH, pengujian TVB-N, dan pengujian
formaldehid (FA) secara kualitatif.
Morfometrik
Analisis morfometrik dilakukan menggunakan penggaris dalam satuan cm dengan
ketelitian 0,1 cm. Pengukuran morfometrik yang dilakukan berupa, panjang total, panjang
cagak, panjang baku, tinggi badan, lebar badan, dan bobot total.
Tabel 2. Nilai Pengujian Organoleptik Ikan Semar Selama Peyimpanan Suhu Chilling
Standar Ikan
Pengujia Nila Nila
Ikan Disiangi Ikan Tidak Disiangi Segar (SNI
n i i
2729:2013)
Hari ke-2 P = 8,14 ≤ µ ≤ 8,32 8 P = 7,88 ≤ µ ≤ 8,18 8
Hari ke-4 P = 7,05 ≤ µ ≤ 7,53 7 P = 6,96 ≤ µ ≤ 7,38 7
Hari ke-6 P = 6,72 ≤ µ ≤ 6,94 7 P = 6,07 ≤ µ ≤ 6,33 6 7
Hari ke-8 P = 5,91 ≤ µ ≤ 6,57 6 P = 5,41 ≤ µ ≤ 6,55 5
Hari ke-10 P = 4,81 ≤ µ ≤ 5,37 5 P = 4,4 ≤ µ ≤ 4,94 4
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa hasil pengujian pada hari ke-2
mendapatkan nilai 8,14 ~ 8 untuk ikan yang disiangi dan 7,88 ~ 8 untuk ikan yang tidak
disiangi sehingga dapat dikatakan masih sangat segar. Penurunan nilai mulai terjadi pada
hari ke-4 dan mendapatkan nilai terendah pada hari ke-10 dengan nilai 4,81~5 untuk ikan
yang disiangi dan 4,4~4 untuk ikan yang tidak disiangi.
Organoleptik
8 8
7 7 7
Nilai Organoleptik
8 6 6
5 5
6 4
4
2
0
Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-8 Hari ke-10
Waktu Penyimpanan
Gambar 2 menunjukan bawa ikan semar mengalami penurunan mutu seiring dengan
waktu penyimpanan pada suhu chilling, diantaranya pada hari ke-2 mendapatkan nilai
organoleptik 8 dan 8, pada hari ke-4 mendapatkan nilai 7 dan 7, pada hari ke-6
mendapatkan nilai 7 dan 6, pada hari ke-8 mendapatkan nilai 6 dan 5, pada hari ke-10
mendapatkan nilai 5 dan 4. Ikan semar mengalami fase pre rigor dari ikan mati hingga pada
hari ke-3 dengan mendapatkan nilai organoleptik 8. Fase pre rigor ditandai dengan
kenampakan ikan yang utuh, kornea mata cerah, insang berwarna merah tua, lendir jernih,
warna kulit masih cemerlang, dan memiliki bau masih sangat segar spesifik jenis. Tekstur
pada ikan masih padat, kompak dan sangat elasits, serta memiliki daging dengan warna
yang sangat cemerlang. Pada fase ini ikan memiliki kualitas yang sangat baik dan termasuk
kedalam kriteria ikan segar dengan kisaran nilai 7-8 (BSN, 2013).
Rigor mortis merupakan fase selanjutnya setelah pre rigor ditandai dengan ikan
mulai kaku (kejang). Ikan semar mulai mengalami fase rigor mortis pada penyimpanan hari
ke-4 hingga ke-6 dengan memiliki nilai organoleptik berkisar 8-6. Fase rigor mortis ini
ditandai dengan bola mata yang rata dan kurang cemerlang, daging ikan yang memiliki
warna sedikit kurang cemerlang serta agak padat, bau ikan yang netral, tekstur mulai
berkurang kelenturan tubuh ikan dikarenakan ikan menjadi kaku. Menurut Zahra, (2017)
dalam penilitiannya mengatakan bahwa fase rigor mortis ikan terjadi pada penyimpanan hari
ke-4 sampai ke-6 dengan nilai kisaran 8 - 6,5. Faktor yang mempengaruhi lamanya fase
rigor mortis pada ikan yaitu jenis ikan, suhu, cara penanganan, cara mati ikan, kondisi
biologis ikan dan suhu saat ikan disimpan (Morkore, 2006). Ikan mengalami rigor mortis
(kaku) akibat berbagai reaksi biokimia. Selama berada dalam tahap rigor mortis ini ikan
masih dalam keadaan segar, dan apabila fase ini dapat dipertahankan lebih lama maka
proses pembusukan dapat ditekan (Irianto dan Giyatmi, 2014).
Ikan semar mengalami fase post rigor pada penyimpanan hari ke-8 hingga hari ke-10
yang ditandai dengan penurunan nilai organoleptik pada semua aspek parameter. Ikan
semar pada fase ini terjadi perubahan kenampakan seperti mata ikan yang cekung dan
kornea yang keruh, dilapisi lendir yang tidak jernih dan banyak, insang berwarna merah
pudar, tekstur ikan tidak lagi elastis, daging yang tidak lagi padat atau kompak, dan memiliki
bau busuk atau amoniak yang kuat. Menurut Zahra, (2017) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa ikan beloso dengan penyimpanan menggunakan es dapat bertahan 10 hingga 12
hari. Ikan yang disimpan menggunakan es atau suhu chilling dapat memperpanjang masa
simpan ikan dibandingkan dengan menggunakan suhu ruangan, namun hal tersebut
tersebut tergantung pada bahan baku ikan, metode penyimpanan, dan lama waktu
penggunaan es. Selama fase post rigor, fase autolisis, dan kerusakan ikan, maka faktor
aktivitas enzim endogen (terutama enzim-enzim proteolitik) akan menjadi salah satu faktor
penyebab kerusakan (Astawan, 2008).
Total Volatile Base (TVB) Ikan Semar Selama Peyimpanan Suhu Chilling
TVB adalah cara yang umum digunakan untuk menentukan mutu ikan, yang dapat
juga mengukur kadar trimetilamin (TMA) yang diproduksi oleh bakteri pembusuk,
dimetilamin (DMA) yang diproduksi oleh enzim autolitik selama penyimpanan, amonia (NH3)
hasil deaminasi dari asam amino dan katabolit nukleotida dan senyawa nitrogen dasar yang
mudah menguap lannya terkait dengan pembusukan (Jinadasa, 2014).
Hasil analisis pada pengujian TVB-N ikan semar menunjukan bahwa perbedaan
perlakuan ikan disiangi dan tidak disiangi tidak memiliki pengaruh yang signifikan karena
nilai t hitung < t tabel (0,05). Nilai TVB-N ikan semar selama penyimpanan suhu chilling
dapat dilihat pada Gambar 3.
TVB-N
60 53.8
48.03
50 43.42 Ikan
40 34.28 disiangi
27.9 43.94
30 36.76 Ikan tidak
29.67 30.63 disiangi
20
10 13.89
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyimpanan hari ke-
pH
8
7.5
6.84 6.73 6.72 6.87
7
6.44
Nilai pH
Hasil Pengujian
Waktu Penyimpanan
Penyiangan Tanpa Penyiangan
Hari ke-2 - -
Hari ke-4 - +
Hari ke-6 + +
Hari ke-8 + +
Hari ke-10 + +
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perubahan mutu ikan semar selama
peyimpanan suhu chilling maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Morfometrik ikan semar yang didapatkan di TPI Muara Baru menunjukan nilai rata-rata
panjang total 16,29 ± 2,1 cm, panjang cagak 14,27 ± 1,8 cm, tinggi badan 9,56 ± 1,3
cm, panjang baku 13,66 ± 1,7 cm, lebar badan 1,69 ± 0,3 cm, dan bobot total 147 ±
17,7 gram.
2) Ikan semar mengalami fase pre rigor pada hari ke-2 dengan nilai organoleptik 8, fase
rigor mortis pada hari ke-4 hingga hari ke-6 dengan nilai organoleptik 7-6, dan fase
post rigor pada hari ke-8 hingga hari ke-10. Kadar TVB-N ikan semar dengan
pelakuan penyiangan pada penyimpanan hari ke-2 masih dapat dikatakan segar
dengan nilai TVB-N 13,89 mg-N/100 g dan masih dapat dikonsumsi sampai hari ke-6
penyimpanan dengan nilai TVB-N 30,63 mg-N/100 g, sedangkan ikan dengan
perlakuan tanpa penyiangan masih dapat dikonsumsi pada hari ke-2 dengan nilai
TVB-N 27,9 mg-N/100 g dan mulai mengalami proses pembusukan pada hari
berikutnya. Nilai pH pada penyimpanan hari ke-2 yaitu sebesar 6,71 untuk ikan tanpa
penyiangan dan 6,84 untuk ikan dengan penyiangan serta mengalami penurunan
pada hari ke- 6 yaitu 6,4 dan 6,44. Fase rigor mortis ikan terjadi pada hari ke-6
ditandai dengan nilai ph terendah. Nilai pH mulai naik pada penyimpanan hari ke-8
hingga mendapatkan nilai pH sebesar 6,87 dan 6,85 pada penyimpanan hari ke-10.
Formaldehid pada ikan semar mulai terdeteksi pada pengujian hari ke-4 untuk
perlakuan tanpa penyiangan dan hari ke-6 untuk perlakuan dengan penyiangan.