Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 9 No. 2, Hlm.

717-726, Desember 2017


ISSN Cetak : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
ISSN Elektronik : 2085-6695 DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v9i2.19304

PENGARUH PERBEDAAN METODE PENDINGINAN DAN WAKTU


PENYIMPANAN TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK
IKAN CAKALANG SEGAR

THE EFFECTS OF DIFFERENT CHILLING METHOD AND STORAGE TIME ON


THE ORGANOLEPTIC QUALITY OF FRESH SKIPJACK TUNA
Christina Litaay1*, Sugeng Hari Wisudo2, John Haluan2, dan Bambang Harianto3
1
Program Studi TPL, FPIK-IPB, Bogor, Pusat Penelitian Laut Dalam, LIPI Ambon, Ambon
2
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Laut, FPIK-IPB, Bogor
3
Pusat Teknologi Agroindustri, BPPT, Serpong Tangerang Selatan
*E-mail: christina_litaay@yahoo.com

ABSTRACT
Fish freshness plays an importantant role in determining quality of fish product. Organoleptic is one of
sensorik method for determining fish freshness. The fish deterioration mainly affected by temperature.
This study aimed to determine the best method for determining organoleptic quality of skipjact tuna
based on chilling methods and storage time. Fish sampling were taken from the Seram Sea, Maluku
Province. Chilling methods was done by the different ratio between the ice and fish: first was without
using ice, second was ratio 1:1 and the third was ratio 1:2. The time storage were 0, 2, 4, and 6
hours.The results showed that chilling methods ratio between the ice and fish of 1:1 with 6 hours storage
time provided the best organoleptic quality with eye 8.87, mucus 8.83, gill 8.67, meat 8.73, odour 8.80,
and texture 8.86.

Keywords: chilling methods, organoleptics, skipjact tuna

ABSTRAK
Kesegaran ikan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan keseluruhan mutu dari suatu
produk perikanan. Organoleptik merupakan salah satu metode penentu kesegaran secara sensorik.
Kecepatan ikan membusuk terutama dipengaruhi suhu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
metode terbaik untuk mendapatkan mutu organoleptik ikan cakalang berdasarkan metode dan waktu
penyimpanan. Sampel ikan diperoleh dari perairan di Seram Maluku. Metode pendinginan adalah
perbedaan perbandingan antara es dan ikan: pertama tanpa pengesan, kedua dengan perbandingan 1:1
dan ketiga dengan perbandingan 1:2. Waktu penyimpanan adalah 0, 2, 4, dan 6 jam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode pendinginan dengan perbandingan es dan ikan 1:1 dengan waktu
penyimpanan 6 jam memberikan mutu organoleptik yang terbaik dengan penampakan mata 8,87; lendir
8,83; insang 8,67; daging 8,73; bau 8,80 dan tekstur 8,86.

Kata kunci : ikan cakalang, metode pendinginan, organoleptik

I. PENDAHULUAN perikanan andalan dari perairan Maluku dan


menjadi primadona (Litaay dan Santoso,
Ikan cakalang Katsuwonus pelamis 2013). Ikan dikenal sebagai suatu komoditi
adalah jenis ikan laut yang biasa dikonsumsi yang mempunyai nilai gizi tinggi namun
oleh masyarakat Indonesia. Jenis ikan ini mudah busuk karena mengandung kadar
memiliki kandungan protein tinggi yang baik protein yang tinggi dengan kandungan asam
untuk tubuh manusia sehingga ikan cakalang amino bebas yang digunakan untuk meta-
tergolong sumberdaya perikanan pelagis pen- bolisme mikroorganisme, produksi amonia,
ting dan salah satu komoditi ekspor non-migas biogenik amin, asam organik, keton dan
(Kekenusa et al., 2012). Di Maluku ikan komponen sulfur (Clucas dan Ward, 1996;
cakalang merupakan salah satu komoditas Liu et al., 2010), sehingga memiliki masa

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 717
Pengaruh Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan . . .

simpan yang pendek (Pandit, 2008). Saat ini, mengatasi pembusukan ikan, sehingga ikan
kualitas ikan adalah salah satu masalah dapat disimpan lebih lama lagi sampai tiba
terbesar yang dihadapi industri makanan waktunya dijadikan bahan konsumsi (Ramli,
(Huss et al., 2003), karena konsumen me- 2009).
nuntut penampilan, bau, rasa dan tekstur yang Salah satu upaya untuk menjaga
baik (Warm et al., 2000). kesegaran ikan cakalang dan menghambat
Menjaga tingkat kesegaran ikan, maka aktivitas mikroba pembusuk adalah memben-
diperlukan penanganan yang yang cepat dan tuk suatu sistem penanganan ikan segar yang
cermat dalam upaya mempertahankan baik di atas kapal. Teknik penanganan ikan
mutunya sejak ikan diangkat dari air. yang paling umum dilakukan untuk menjaga
Umumnya penanganan ikan segar di kesegaran ikan adalah penggunaan suhu
Indonesia, terutama yang dilakukan oleh para dingin dan pembekuan. Selain itu, pada
nelayan masih sangat memprihatinkan. Mem- kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri
pertahankan kesegaran ikan hasil tangkapan pembusuk dan proses-proses biokimia yang
sangat penting demi mendapatkan mutu ikan berlangsung dalam tubuh ikan menjadi lebih
yang baik sehingga memiliki nilai jual yang lambat (Gelman et al., 2001). Penggunaan
tinggi. Penanganan yang kurang hati-hati serta suhu rendah yang paling sering dan mudah
kurang diterapkannya sistem rantai dingin dilakukan adalah pengesan. Penanganan ikan
sejak ikan ditangkap sampai ke tangan segar diupayakan suhu selalu rendah men-
konsumen menyebabkan hasil tangkapan dekati 0oC dan dijaga pula jangan sampai suhu
mengalami kemunduran mutu. Pengujian naik akibat terkena sinar matahari atau
mutu kesegaran ikan penting untuk mening- kekurangan es. Irianto dan Soesilo (2007)
katkan tingkat konsumsi ikan (konsumsi menyatakan bahwa, pendinginan dapat di-
protein) masyarakat Indonesia. lakukan dengan perbandingan es dan ikan 1:1.
Penurunan mutu ikan dapat terjadi Selama penanganan dan penyiangan ikan
mulai dari saat penangkapan dan terus ber- diperlukan es dengan perbandingan es dan
langsung hingga ke tangan konsumen akhir ikan 1:2 (Utomo et al., 2012).
(Quang, 2005). Menurut Berhimpon (1993), Pendinginan yaitu salah satu cara yang
ikan yang baru ditangkap mengandung mi- umum digunakan untuk memperlambat
kroba yang secara alami, dimana mikroba kerusakan pada produk-produk hasil perikan-
tersebut terkonsentrasi pada tiga bagian utama an (Mohammed and Hamid, 2011), selain itu
yaitu, kulit, insang, dan isi perut. Jum-lah pendinginan dengan menggunakan es basah
bakteri pada ikan bervariasi tergantung media hanya dapat mempertahankan suhu rendah
dimana bakteri itu hidup. Keadaan ini dalam waktu yang singkat (Nugroho et al.,
diperburuk oleh sifat ikan yang mempunyai 2016). Penanganan ikan hasil tangkapan di
kulit dan tekstur halus, kadar lemak yang kapal merupakan perlakuan terpenting dari
relatif tinggi serta kondisi suhu dan ke- seluruh proses perjalanan ikan hingga sampai
lembaban udara tropis yang rata-rata tinggi ke konsumen. Penanganan yang baik adalah
(Suherman dan Gunawan, 1999). Oleh karena menggunakan sistem rantai dingin dan meng-
itu, untuk menjaga tingkat kesegaran ikan utamakan sanitasi dan higiene. Namun pada
maka diperlukan penanganan yang yang kenyataannya, penanganan ikan yang dilaku-
khusus, cepat dan cermat sejak ikan diangkat kan para nelayan di Indonesia terutama
dari air agar mutu dan kualitas dapat diper- nelayan tradisional belum menerapkan pe-
tahankan lebih lama. Mempertahankan ke- nanganan pasca-panen dan sistem penyim-
segaran ikan hasil tangkapan sangat penting panan dingin dengan baik, sehingga ikan-ikan
demi mendapatkan mutu ikan yang baik yang didaratkan pada umumnya telah
sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. mengalami kemunduran mutu yang cukup
Penanganan ini merupakan salah satu cara tinggi, sehingga akan merugikan nelayan dan

718 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Litaay et al.

juga konsumen baik dari segi gizi maupun dilakukan pengujian organoleptik meliputi
ekonomi. mata, lendir, insang, daging, bau, dan tekstur
Tujuan penelitian adalah menentukan (SNI 01-2346-2006). Uji organoleptik me-
metode pendinginan terbaik yang untuk rupakan salah satu parameter untuk menentu-
mendapatkan mutu organoleptic pada ikan kan kesegaran ikan, dimana tingkat ke-
cakalang berdasarkan proses pendinginan dan segaran ikan dapat dilihat dengan metode
waktu penyimpanan. Adanya penelitian ini yang sederhana dan lebih mudah dengan
diharapkan dapat memberikan informasi yang melihat kondisi fisik ikan. Metode yang
dibutuhkan untuk mendukung kualitas dan digunakan dalam pengujian organoleptik
tingkat kesegaran ikan serta kebijakan di adalah scoring test yang menggunakan skala
bidang ketahanan pangan. angka dengan rentang nilai 1 – 9, dengan
syarat nilai mutu organoleptik minimum 7,0.
II. METODE PENELITIAN Adapun tanda-tandanya adalah sebagai ber-
ikut: mata (keabu-abuan, kornea agak keruh),
2.1. Pengambilan Sampel lendir (lapisan lendir mulai agak keruh, warna
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan agak putih, kurang transparan), warna insang
Desember 2015. Metode yang digunakan (merah agak kusam, tanpa lendir), daging
dalam pengambilan sampel adalah metode (sayatan daging sedikit kurang cemerlang,
purposive sampling dengan jumlah sampel 9 spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang
ekor ikan cakalang segar (Sugiyono, 2010). tulang belakang, dinding perut daging utuh),
Sampel ikan cakalang berasal dari perairan bau (netral), tekstur (agak padat, agak elastis
Seram, Provinsi Maluku. Penelitian dilakukan bila ditekan dengan jari, sulit menyobek
di atas kapal dan pangkalan pendaratan ikan. daging dari tulang belakang).
Panjang total dan berat ikan yang digunakan
dalam pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1. 2.3. Analisis Statistik
Penelitian menggunakan rancangan
Tabel 1. Panjang total dan berat ikan segar. acak lengkap faktorial, dengan dua perlakuan
yaitu faktor metode pendinginan dan waktu
Panjang penyimpanan. Faktor A adalah metode pen-
Perlakuan Berat Ikan dinginan (tanpa pendinginan/kontrol, es dan
Total Ikan
Kontrol 42,7±7,8 cm 3,1±1,3 kg ikan 1:1, es dan ikan 1:2) sedangkan faktor B
Es dan adalah waktu penyimpanan 0, 2, 4, dan 6 jam
47,3±8,7 cm 3,0±1,8 kg (Tabel 2). Masing-masing perlakuan diulang
Ikan 1:1
Es dan sebanyak dua kali. Mendapatkan penjumlah-
41,0±7,2 cm 3,5±1,9 kg an nilai rata-rata digunakan metode statistik
Ikan 1:2
deskriptif.
2.2. Pengujian Mutu Organoleptik Sidik ragam (ANOVA) digunakan
Ikan yang diberi perlakuan dengan untuk mengetahui pengaruh perlakuan me-
metode pendinginan yang berbeda kemudian tode pendinginan dan lama penyimpanan
terhadap mutu organoleptik ikan cakalang.

Tabel 2. RAL faktorial kombinasi perlakuan.

Metode Pendinginan (A) Waktu Penyimpanan (B)


0 jam (B1) 2 jam (B2) 4 jam (B3) 6 jam (B4)
Tanpa es/kontrol (A1) A1B1 A1B2 A1B3 A1B4
Es dan ikan 1:1 (A2) A2B1 A2B2 A2B3 A2B4
Es dan ikan 1:2 (A3) A3B1 A3B2 A3B3 A3B4

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 719
Pengaruh Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan . . .

hasil sidik ragam berbeda nyata (P < 0,05), panan 6 jam.


maka dilakukan uji lanjut Duncan (Steel dan Perlakuan metode pendinginan tanpa
Torrie, 1993). Uji lanjut Duncan dilakukan es dengan waktu penyimpanan 6 jam
untuk melihat perbedaan dari masing-masing mengakibatkan nilai organoleptik mata ikan
perlakuan. menurun sebesar 4,33. Terjadi perubahan
pada mata yaitu bola mata agak cekung, pupil
III. HASIL DAN PEMBAHASAN keabu-abuan, kornea agak keruh keabuan, dan
kornea agak keruh. Hal ini dikarenakan
Uji organoleptik merupakan salah satu perlakuan tanpa es menyebabkan aktivitas
parameter untuk menentukan kesegaran ikan. bakteri dan mikroba sangat aktif dan merusak
Tingkat kesegaran ikan dapat dilihat dengan jaringan ikan, sedangkan perbandingan es dan
metode yang sederhana dan lebih mudah ikan 1 : 1 dan 1 : 2 dapat menghambat
dengan melihat kondisi fisik ikan. Ikan yang aktivitas bakteri pembusuk. Semakin lama
baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar waktu penyimpanan dan tanpa perlakuan
yang masih mempunyai sifat sama seperti pendinginan, maka nilai organoleptik mata
ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun semakin menurun. Menurut Sanger (2010),
teksturnya. pola dan laju penurunan mutu ikan sangat
dipengaruhi oleh keadaan temperatur, dimana
3.1. Mata semakin tinggi suhu semakin cepat pula
Mata merupakan salah satu bagian penurunan mutu kesegaran.
tubuh ikan yang menjadi parameter ke- Menurut Nielsen et al. (2005); Green-
segaran ikan. Ikan yang segar memiliki ciri- Petersen dan Hyldig (2010), waktu dan suhu
ciri bola mata yang cembung dan bola mata adalah faktor yang sangat penting untuk mutu
ikan busuk berbentuk cekung dan keruh organoleptik karena hilangnya kesegaran
(Junianto, 2003). Hasil penelitian menunjuk- merupakan kontributor utama terhadap mutu
kan bahwa nilai organoleptik mata ikan organoleptik. Standar mutu ikan segar (SNI
berkisar antara 4,33 hingga 9,00 (Gambar 1). 01-2346-2006) menunjukkan bahwa mata
Nilai organoleptik mata ikan tertinggi ikan dengan perbandingan es dan ikan 1 : 1
diperoleh pada waktu penyimpanan 0 jam (8,87) dan 1 : 2 (8,70) masih memenuhi syarat
untuk semua metode pendinginan yaitu 9,00 nilai organoleptik yakni minimal 7 sedangkan
sedangkan nilai terendah diperoleh pada tanpa es (4,33) belum memenuhi syarat yakni
perlakuan tanpa es dengan waktu penyim- bola mata keabu-abuan, kornea agak keruh.

10.00 9a 9a 9a 9a 8.93ab 8.9a 8.77bc 8.87b


9.00 8.7c
8.00 7.63b
7.00
5.53c
Mata

6.00 Tanpa Pendinginan


5.00 4.33d
4.00 Pendinginan 1:1
3.00
2.00 Pendinginan 1:2
1.00
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam

Waktu Penyimpanan

Gambar 1. Histogram rerata nilai organoleptik mata ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

720 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Litaay et al.

3.2. Lendir basah/segar dapat memperlambat proses


Nilai organoleptik lendir tertinggi dan rigormortis, dapat menekan kegiatan bakteri,
terendah berturut-turut dihasilkan oleh semua kimiawi dan perubahan organoleptik (Taher,
metode pendinginan selama 0 jam sebesar 2010). Standar mutu ikan segar (SNI 01-2346-
9,00 dan perlakuan tanpa es selama 6 jam 2006) menunjukkan bahwa lendir ikan dengan
sebesar 5,47 (Gambar 2). Adanya perubahan perbandingan es dan ikan 1 : 1 (8,83) dan 1 :
pada lendir ikan yaitu lendir tebal menggum- 2 (8,73) masih memenuhi syarat nilai
pal, mulai berubah warna putih dan keruh. organoleptik yakni minimal 7 sedangkan
Nilai organoleptik lendir terendah tanpa es (5,47) belum memenuhi syarat yakni
diperoleh pada perlakuan tanpa es selama 6 lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak
jam, dimana tanpa perlakuan es, lendir ikan putih, kurang transparan.
merupakan media pertumbuhan mikroba,
sehingga dapat menurunkan mutu organolep- 3.3. Insang
tik. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), Nilai organoleptik insang ikan dalam
pada proses pembusukan ikan terjadi tahap penelitian ini berkisar antara 4,43 hingga 9,00
hyperaemia yaitu lendir ikan terlepas dari (Gambar 3). Perlakuan metode tanpa es
kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, mem- selama 6 jam mengakibatkan nilai organolep-
bentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tik insang ikan lebih rendah. Hal ini menun-
tubuh ikan dan merupakan substrat yang jukkan bahwa tanpa es terjadi perubahan
sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. warna insang yaitu warna coklat dengan lendir
Penggunaan suhu rendah sekitar 0° pada ikan tebal.

10.00 9a 9a 9a 9a 8.9ab 8.87ab 8.77b 8.83b 8.73b


7.57b
8.00 6.5c
5.47d
Lendir

6.00
Tanpa Pendinginan
4.00
Pendinginan 1:1
2.00
Pendinginan 1:2
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam

Waktu Penyimpanan

Gambar 2. Histogram rerata nilai organoleptik lendir ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

10.00 9a 9a 9a 9a 8.9a 8.7b 8.63b 8.67b 8.57b


7.63b
8.00
5.5c
Insang

6.00 4.43d Tanpa Pendinginan


4.00
Pendinginan 1:1
2.00
Pendinginan 1:2
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam

Waktu Penyimpanan

Gambar 3. Histogram rerata nilai organoleptik insang ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 721
Pengaruh Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan . . .

Penggunaan metode pendinginan Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai


dengan perbandingan es dan ikan 1 : 1 dan 1 : organoleptik daging dengan perlakuan tanpa
2 menyebabkan nilai organoleptik lendir ikan es selama waktu penyimpanan 6 jam me-
masih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai miliki organoleptik daging terendah. Hal ini
organoleptik lendir ikan dari 9,00 menjadi membuktikan terjadi perubahan pada daging
8,67 dan 8,57. Hal ini menunjukkan bahwa yaitu sayatan daging masih cemerlang, agak
penanganan dengan pendinginan sangat baik kemerahan pada tulang belakang, dinding
untuk menjaga ikan tetap dalam kondisi segar perut agak lembek, dan sedikit bau susu
sampai di tangan konsumen. Menurut Sevik sampai sayatan daging mulai pudar, banyak
(2007), insang merupakan salah satu organ kemerahan pada tulang belakang, dinding
internal yang dapat mempercepat proses perut lembek dan bau segar seperti susu.
pembusukan. Insang bersifat lunak dan Ikan yang masih segar mempunyai
lembab, sehingga menjadi tempat yang ideal kenampakan daging cerah, tidak kusam, tetapi
bagi bakteri untuk tumbuh. Di insang bakteri kenampakan ini makin lama akan menjadi
tumbuh dengan cepat yang menyebabkan berkurang, ikan makin suram warnanya
perubahan bau dan perubahan warna. Insang karena timbulnya lendir sebagai akibat ber-
yang berubah warna dan berlendir merupakan langsungnya proses biokimiawi lebih lanjut
indikasi buruknya kualitas ikan. Standar mutu dan berkembangnya mikroba. Menurut
ikan segar (SNI 01-2346-2006) menunjukkan Adawyah (2007), salah satu hasil aktivitas
bahwa insang ikan dengan perbandingan es bakteri pembusuk terlihat pada daging ikan.
dan ikan 1 : 1 (8,67) dan 1 : 2 (8,57) masih Perubahan warna daging mulai dari sekitar
memenuhi syarat nilai organoleptik yakni tulang belakang karena suhu yang tinggi
minimal 7 sedangkan tanpa es (4,43) belum untuk waktu yang lama. Ketika ikan mati,
memenuhi syarat yakni insang warna merah molekul deoksimioglobin terdegradasi mem-
agak kusam, tanpa lendir. bentuk metmioglobin coklat yang mengubah
warna daging menjadi gelap (Starling dan
3.4. Daging Diver, 2005).
Nilai organoleptik daging ikan me- Pengelompokan mutu berdasarkan
nurun seiring dengan waktu penyimpanan. warna daging dari sayatan sampel pada ekor
Nilai organoleptik daging tertinggi diperoleh dapat memberikan informasi yang bagus, bila
pada perlakuan dengan penyimpanan 0 jam mendapatkan warna kecoklatan berarti ber-
pada semua metode pendinginan yaitu 9,00. mutu jelek dan sebaiknya tidak di ekspor
Nilai organoleptik daging terendah adalah (Starling dan Diver, 2005).
4,57 yang merupakan perlakuan tanpa es
selama penyimpanan 6 jam (Gambar 4).

10.00 9a 9a 9a 9a 8.87a 8.77b 8.8b 8.73b 8.7b


8.00 7.47b
5.53c
Daging

6.00 4.57d Tanpa Pendinginan


4.00 Pendinginan 1:1
2.00 Pendinginan 1:2
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam

Waktu Penyimpanan

Gambar 4. Histogram rerata nilai organoleptik daging ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

722 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Litaay et al.

Standar mutu ikan segar (SNI 01-2346-2006) banding lurus. Menurut Widiastuti (2007),
menunjukkan bahwa daging ikan dengan kehadiran mikroorganisme pada ikan juga
perbandingan es dan ikan 1 : 1 (8,73) dan 1 : mengakibatkan perubahan bau. Faktor yang
2 (8,70) masih memenuhi syarat nilai organo- menyebabkan ikan cepat mengalami bau
leptik yakni minimal 7 sedangkan tanpa es busuk adalah kadar glikogennya rendah se-
(4,57) belum memenuhi syarat yaitu sayatan hingga rigor mortis berlangsung lebih cepat
daging sedikit kurang cemerlang, spesifik (Syamsir, 2008). Standar mutu ikan segar
jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang (SNI 01-2346-2006) menunjukkan bahwa bau
belakang, dinding perut daging utuh. ikan dengan perbandingan es dan ikan 1 : 1
(8,80) dan 1 : 2 (8,67) masih memenuhi syarat
3.5. Bau nilai organoleptik yakni minimal 7 sedangkan
Ikan segar adalah ikan yang masih tanpa es (4,40) belum memenuhi syarat yakni
mempunai sifat sama seperti ikan hidup, baik bau netral.
bau, rupa, rasa maupun teksturnya (Okada,
1990). Nilai organoleptik bau ikan yang 3.6. Tekstur
dihasilkan dengan metode pendinginan tanpa Tekstur merupakan salah satu faktor
es, perbandingan es dan ikan 1 : 1 dan 1 : 2 yang mempengaruhi pilihan konsumen ter-
selama 0 jam sama yaitu sebesar 9,00, hadap suatu produk pangan (Purnomo, 1995).
sedangkan selama 6 jam berturut-turut se- Tekstur daging ikan merupakan salah satu
besar 4,40; 8,80 dan 8,67 (Gambar 5). Per- anggota tubuh ikan yang dapat digunakan
lakuan metode pendinginan tanpa es meng- sebagai parameter kesegaran ikan. Histogram
hasilkan nilai organoleptik bau ikan yang nilai rata-rata organoleptik tekstur ikan
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan cakalang hingga penyimpanan 12 hari dapat
perbandingan es dan ikan 1 : 1 dan 1 : 2. Hal dilihat pada Gambar 4.
ini disebabkan karena tanpa es aktivitas Nilai organoleptik tekstur ikan
mikroorganisme atau bakteri pembusuk cakalang menurun seiring dengan lama
bekerja cepat. penyimpanan. Nilai organoleptik tekstur ikan
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa tertinggi yaitu pada perlakuan dengan lama
semakin lama waktu penyimpanan menye- penyimpanan 0 jam pada semua metode
babkan nilai organoleptik dari segi bau pendinginan yaitu 9,00 dan nilai terendah
semakin menurun. Perlakuan ikan tanpa es hasil perlakuan tanpa es selama penyimpanan
menyebabkan terjadinya perubahan pada bau 6 jam yaitu 3,40. Penurunan nilai organoleptik
dimana bau amoniak mulai tercium dan tekstur ikan pada perlakuan tanpa es selama
sedikit bau asam. Bau amoniak merupakan penyimpanan disebabkan adanya aktivitas
hasil samping penguraian protein dari akti- mikroorganisme yang berpengaruh terhadap
vitas bakteri, sehingga hubungan jumlah keadaan tekstur ikan.
bakteri dengan amoniak yang terbentuk ber-

10.00 9a 9a 9a 9a 8.8a 8.87ab 8.73n 8.8b 8.67b


8.00 7.60b
6.4c
6.00 Tanpa Pendinginan
Bau

4.4d
4.00 Pendinginan 1:1
2.00
Pendinginan 1:2
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam
Waktu Penyimpanan

Gambar 5. Histogram rerata nilai organoleptik bau ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 723
Pengaruh Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan . . .

10.00 9a 9a 9a 9a 8.83ab 8.9ab 8.77ab 8.86b 8.73b


7.67b
8.00
Tekstur

6.00
4.67c Tanpa Pendinginan
4.00 3.4d
Pendinginan 1:1
2.00 Pendinginan 1:2
0.00
0 Jam 2 Jam 4 Jam 6 Jam
Waktu Penyimpanan

Gambar 6. Histogram rerata nilai organoleptik tekstur ikan cakalang. Huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).

Adanya perubahan pada tekstur yaitu 8.83, insang 8.67, daging 8.73, bau 8.80 dan
terjadi pelunakan, bekas jari terlihat bila tekstur 8.86.
ditekan, mudah menyobek daging dari tulang
belakang. Penurunan mutu tersebut ditunjuk- UCAPAN TERIMA KASIH
kan oleh penurunan nilai organoleptik dari
nilai awal 9 sesaat setelah ikan mati di atas Penulis mengucapkan terima kasih
kapal. Nilai organoleptik dan tekstur me- kepada Kementerian Riset dan Teknologi
nurun selama penyimpanan dalam es yang telah memberikan dana bagi kegiatan
(Andersen et al., 1995; Sveinsdottir et al., penelitian ini. Terima kasih juga penulis
2002). Green-Petterson et al., (2006) dan sampaikan kepada semua pihak yang telah
Farmer et al., (2000) melaporkan bahwa tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.
hanya spesies tetapi juga perlakuan dan
kondisi penyimpanan sangat berpengaruh DAFTAR PUSTAKA
terhadap karakteristik produk ikan. Standar
mutu ikan segar (SNI 01-2346-2006) me- Adawyah, R. 2006. Pengolahan dan pe-
nunjukkan bahwa tekstur ikan dengan per- ngawetan ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
bandingan es dan ikan 1 : 1 (8,86) dan 1 : 2 158hlm.
(8,73) masih memenuhi syarat nilai organo- Andersen, U.B., M.S. Thomassen, and
leptik yakni minimal 7 sedangkan tanpa es A.M.B. Rora. 1995. Texture proper-
(3,40) belum memenuhi syarat yakni tekstur ties of farmed Atlantic salmon (Salmo
agak padat, agak elastis bila ditekan jari, sulit salar): Influence of storage time on ice
menyobek daging dari tulang belakang. and smelt age. In: Andersen, U.B (ed.).
Measurements of texture quality in
IV. KESIMPULAN farmed Atlantic salmon (Salmo salar)
and Rainbow trout (Oncorhynchus
Interaksi perlakuan metode pen- mykiss) (III). Doctor Scientiarum
dinginan dan waktu penyimpanan mem- Thesis. Agricultural University of
pengaruhi mutu organoleptik ikan cakalang. Norway. 1-26pp.
Mutu organoleptik yang dihasilkan dengan Berhimpon, S. 1993. Mikrobiologi perikanan
metode pendinginan perbandingan es dan ikan ikan. Universitas Sam Ratulangi.
1:1 selama 6 jam penyimpanan memberikan Manado. 52hlm.
hasil yang baik. Organoleptik ikan menunjuk- Clucas, I.J. and A.R. Ward. 1996. Post harvest
kan bahwa metode pendinginan dengan fisheries development: a guide
perbandingan es dan ikan 1:1 selama 6 jam handling, preservation, processing and
menghasilkan penampakan mata 8.87, lendir

724 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Litaay et al.

quality. Natural Resources Institute. Liu. S., W. Fan, S. Zhong, C. Ma, P. Li, K.
United Kingdom. 428p. Zhou, Z. Peng, and M. Zhu. 2010.
Huss, H.H., L. Ababouch, and L. Gram. 2003. Quality evaluation of tray-packed
Assessment and management of tilapia fillets stored at 0°C based on
seafood safety and quality. FAO sensory, microbiological, biochemical
Fisheries Tech. Rome. 444p. and physical attributes. J. African
Farmer, L.J., J.M. McConnell, and D.J. Biotech, 9(5):692-701.
Kilpatrick. 2000. Sensory characteris- Mohammed, I.M.A. and S.H.A. Hamid. 2011.
tics of farmed and wild Atlantic Effect of Chilling on Microbial Load
salmon. J. Aquaculture, 187:105-125. of Two Fish Species (Oreochromis
Gelman, A., L. Glatman, V. Drabkin, and S. niloticus and Clarias lazera). J. Food
Harpaz. 2001. Effect of storage tem- and Nutrition, 1(3):109-113.
perature and preservative treatment on Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000.
shelf life of the pondraised freshwater Pendinginan, pembekuan, pengawet-
fish, silver perch (Bidyanus bidyanus). an ikan. Kanisius. Yogyakarta. Hlm.:
J. Food Protec, 64:1584-1591. 5-21.
Green-Petersen, D., J. Nielsen, and G. Hyldig. Nielsen, D., G. Hyldig, J. Nielsen, and H.H.
2006. Sensory profiles of the most Nielsen. 2005. Sensory properties of
common salmon products on the marinated herring (Clupea harengus)
Danish market. J. Sensory Stud, prosessed from raw material from
21:415-427. commercial landings. J. Sci Food and
Green-Petersen, D. and G. Hyldig. 2010. Agric, 85(1):127-134.
Variation in sensory profile of Nugroho, T.A., Kiryanto, dan B.A. Adietya.
individual Rainbow Trout (Oncor- 2016. Kajian eksperimen penggunaan
hynchus mykiss) from the same media pendingin ikan berupa es basah
production batch. J. Food Sci., 75(9): dan ice pack sebagai upaya
499-505. peningkatan performance tempat pe-
Irianto, H.E. dan I. Soesilo. 2007. Dukungan nyimpanan ikan hasil tangkapan
teknologi penyediaan perikanan. nelayan. J. Teknik Perkapalan, 4(4):
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 889-898.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Okada, M. 1990. Fish as raw material fishery
Jakarta. 20hlm. products. In: Matohiro, et al. (eds.).
Junianto. 2003. Teknik penanganan ikan. Science of processing marine food
Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm.:5-13. product. Japan International Agency.
Kekenusa, S.J., R. Watung, V. Nikijuluw, dan Japan. 26-42pp.
H. Djoni. 2012. Analisis penentuan Pandit, I.G.S. 2008. Optimalkan distribusi
musim penangkapan ikan cakalang hasil perikanan. Bali Post. Bali. 22p.
(Katsuwonus pelamis) di Perairan Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Pe-
Manado Sulawesi Utara. J. Ilmiah ranannya dalam Pengawetan Pangan.
Sains, 12(4):112-113. UI Press. Jakarta. 88hlm.
Litaay, C. dan J. Santoso. 2013. Pengaruh Quang, N.H. 2005. Guidelines for handling
perbedaan metode perendaman dan and preservation of fresh fish for
lama perendaman terhadap karakteris- further processing in Vietnam. The
tik fisiko-kimia tepung ikan cakalang United Nation University Fisheries
(Katsuwonus pelamis). J. Ilmu dan Training Programme. Iceland. 57p.
Teknologi Kelautan Tropis, 5(1):85- Ramli. 2009. Analisis biaya produksi dan titik
92 impas pengolahan ikan selai Patin. J.
kelautan dan perikanan, 14(1):1-11.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 725
Pengaruh Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan . . .

Sanger, G. 2010. Mutu kesegaran ikan study of farmed Atlantic salmon


tongkol (Auxis tazard) selama pe- (Salmo salar). J. Food Sci, 67:1570-
nyimpanan dingin. Warta IPTEK. 1579.
Jakarta. 43hlm. Syamsir, E. 2008. Proses pembusukan ikan.
Sevik, R. 2007. The methods of handling and http://id.shvoong.com/exact-sciences/
preserving for Atlantic bluefin tuna 1790308-proses-pembusukan-ikan/.
(Thunnus thynnus). J. Food Tech, [Diakses 29 November 2016].
1:35-44. Taher, N. 2010. Penilaian mutu organoleptik
Standar Nasional Indonesia. 2006. Ikan segar. ikan Mujair (Tilapia mussambica)
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. segar dengan ukuran yang berbeda
17hlm. selama penyimpanan dingin. J. Per-
Starling, E. and G. Diver. 2005. The Austra- ikanan dan Kelautan, 4(1):8-12.
lian tuna handling manual: a practical Utomo, B.S.B., S. Wibowo, dan T.N.
guide for industry. Seafood Service Widianto. 2012. Asap Cair: Cara
Australia. Queensland. 17p. membuat dan aplikasinya pada pe-
Steel, R.G.D, and J.H. Torrie. 1993. Principles ngolahan ikan asap. Penebar Swa-
and procedures of statistics index. daya. Jakarta. 73hlm.
Sumantri, B. (penterjemah). PT Warm, K., J. Nielsen, G. Hyldig, and M.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Martens. 2000. Sensory quality crite-
748hlm. ria for five fish species. J. Food Qual,
Suherman, M. dan B. Gunawan. 1999. Palka 23:583–601.
berinsulasi untuk penanganan ikan Widiastuti, I.M. 2007. Sanitasi dan mutu
segar pada perahu motor nelayan kesegaran ikan konsumsi pada pasar
kepulauan Seribu DKI Jakarta. Loka- tradisional di Kotamadya Palu. J.
karya Pengkajian Teknologi Per- Agroland, 14(1):77-81.
tanian. Tubun. Jakarta. Hlm.:86-93. Yuanita, L. 2008. Penentuan kadar STPP food
Sugiyono. 2010. Metode penelitian adminis- grade untuk meningkatkan masa
trasi: pendekatan kuantitatif, kualita- simpan ikan nila tilapia (Oreochromis
tif, penelitian, dan pengembangan. niloticus L.) Berk. Penelitian Hayati,
Alfabeta. DPDPK. Bandung. 193hlm. 13:179-186.
Sveinsdottir, K., E. Martinsdottir, G. Hyldig,
B. Jorgensen, and K. Kristbergsson. Diterima : 08 Mei 2017
2002. Application of quality index Direview : 25 Mei 2017
method (QIM) scheme in shelf-life Disetujui : 30 November 2017

726 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt

Anda mungkin juga menyukai