Anda di halaman 1dari 14

PENYEBAB KEMUNDURAN MUTU PADA IKAN BERDASARKAN REAKSI

AUTOLISIS, MIKROORGANISME, KIMIAWI, DAN ORGANOLEPTIK

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fisiologi Pasca Panen

Oleh:
ANGGI ANGGRAINI
1804111464

KELAS THP-A

DOSEN PENGAMPU : Dr. RAHMAN KARNILA, S.Pi, M.Si

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
ABSTRAK

Proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh tiga macam kegiatan

yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis. Autolisis oleh enzim merupakan salah satu hal

yang berperan dalam cepatnya kemunduran mutu pada kulit sebagaimana terjadi pada

ikan. Enzim-enzim yang berperan dalam kemunduran mutu ikan diantaranya adalah

enzim katepsin dan kolagenase. Pembusukan dan lama waktu penyimpanan dapat

memicu pertumbuhan mikroba pembusuk. Jenis mikroba yang berperan pada proses

pembusukan ikan sebagian besar terdiri dari bakteri gram-negatif dari jenis

Pseudomonas, Alteromonas, Shewanella, Moraxella, Acinobacter, Vibrio,

Flavobacterium, dan CytopHaga. Jenis mikroba pembusuk aerob dari ikan yang disimpan

di es terdiri terutama dari jenis Pseudomonas spp dan Shewanella putrefaciens. Penentuan

secara organoleptik adalah dengan melihat penampakan luar, kelenturan daging ikan,

keadaan mata, warna insang dan bau ikan. Nilai kesegaran yang tinggi, disebabkan ikan

baru saja ditangkap dan baru mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging,

mata, mapun insangnya masih benar-benar dalam keaadan segar. Ikan dinyatakan segar

secara organoleptik jika warna ikan mengkilap sesuai jenisnya, kelenturan dagingnya

elastis, pupil hitam dan menonjol, warna insang merah cerah dan bau segar spesifik sesuai

dengan jenisnya

Kata kunci: autolisis, Mikroorganisme, kimiawi, organoleptik


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan sumber bahan pangan yang bermutu tinggi, karena mengandung

protein yang sangat baik dibutuhkan oleh tubuh manusia. Ikan juga merupakan salah satu

jenis bahan pangan yang mudah rusak sehingga mutu ikan mudah menurun. Mutu ikan

bisa menurun dikarenakan reaksi yang terjadi pada tubuh ikan. Penurunan mutu masih

bisa dipertahankan jika dilakukan penanganan yang sesuai.

Kesegaran ikan merupakan faktor yang sangat penting dan erat hubungannya dengan

mutu ikan. Ikan dalam keadaan masih segara memiliki mutu yang baik sehingga nilai

jualnya tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memiliki mutu yang rendah sehingga

harganya rendah (Tamuu et al., 2014).

Pernyataan tersebut juga di dukung oleh (Ekasari et al., 2017) yang menyatakan

bahwa salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan lain adalah

tingkat kesegarannya. Mutu kesegaran dapat mencakup rupa atau kenampakan, rasa, bau

dan juga tekstur yang secara sadar ataupun tidak sadar akan dinilai oleh pembeli atau

pengguna dari produk tersebut.

Adapun reaksi yang mengakibatkan kemunduran mutu sesuai dengan yang dikatakan

oleh (Sitakar et al., 2016) proses penurunan mutu (deteriorasi) pada ikan disebabkan oleh

tiga macam kegiatan yaitu autolisis, kimiawi, dan bakteriologis. Autolisis berkaitan

dengan enzim yang terdapat pada tubuh ikan itu sendiri. Kimiawi berkaitan dengan

perubahan kimia yang terjadi, sedangkan bakteriologis atau miktoorganisme berkaitan

dengan mikroba yang membuat ikan menjadi busuk.


Berdasarkan hal tersebut, penulis kemunduran mutu pada ikan karena pengaruh

reaksi yang terjadi di dalam tubuh ikan tersebut yang menyebabkan kebusukan. Penulis

berharap melalui paper ini para pembaca dapat mengetahui penyebab kemunduran mutu

ikan berdasarkan reaksi autolisis, mikroorganisme, kimiawi dan organoleptik. Paper ini

pun bisa menjadi referensi bagi penulis yang ingin membahas tentang kemunduran mutu

pada ikan berdasarkan reaksi atau aktivitas yang terjadi pada ikan itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut adapun yang menjadi rumusan masalah dari

paper yaitu bagaimana kemunduran mutu pada ikan bisa terjadi berdasarkan reaksi

autolisis, mikroorganisme, kimia, dan organoleptik. Tujuan dari rumusan masalah

tersebut yaitu dapat menjelaskan kemunduruan mutu pada ikan berdasarkan reaksi

autolisis, mikroorganisme, kimia, dan organoleptik.


II. PEMBAHASAN

2.1 Proses Autolisis

Autolisis oleh enzim merupakan salah satu hal yang berperan dalam cepatnya

kemunduran mutu pada kulit sebagaimana terjadi pada ikan. Enzim-enzim yang berperan

dalam kemunduran mutu ikan diantaranya adalah enzim katepsin dan kolagenase. Enzim

katepsin menyebabkan pelunakkan tekstur pada kemunduran mutu ikan. Enzim katepsin

terdapat pada lisosom sel otot dan matriks ekstraseluler yang berhubungan dengan

jaringan ikat. Enzim kolagenase mendegradasi ikatan polipeptida terutama pada jaringan

ikat atau kolagen dari ikan (Nurhayati et al., 2010).

Ikan lebih cepat memasuki fase rigor pada suhu ruang dan berlangsung lebih singkat.

Apabila fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas

enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Fase ini menunjukan bahwa mutu ikan

sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi. Fase rigor, nilai pH daging ikan akan

mengalami penurunan menjadi 6,2-6,6 dari pH mula-mula 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH

awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga

pada daging ikan (Rozi, 2018).

Jika fase rigor tidak dipertahankan lebih lama maka proses pembusukan yang

disebabkan aktivitas enzim dan bakteri akan berlangsung cepat. Aktivitas enzimatis dapat

membongkar komponen daging menjadi lebih sederhana. Perubahan komponen tersebut

ialah perubahan terhadap karbohidrat, protein, dan lemak. Perubahan protein terjadi

setelah ikan melewati fase rigor dimana protein mengalami pembongkaran oleh enzim

otolitik menjadi peptida dan asam amino bebas kemudian dibongkat menjadi metabolit

sederhana yang pada umunya menyebabkan ikan berbau busuk. Perubahan lemak
disebabkan oleh aktivitas enzim lipolitik yang memecah asam lemak menjadi senyawa

keton dan aldehilda sehingga ikan mengalami ketengikan (Lemae & Lasmi, 2019).

Faktor yang paling cepat menyebabkan kemunduran mutu adalah faktor enzimatis.

Enzim katepsin merupakan enzim proteolitik yang dapat memecah struktur protein pada

tubuh makhluk hidup. Aktivitas enzim katepsin dapat dicegah dengan inhibitor spesifik

(Kusuma et al., 2020).

2.2 Aktivitas Mikroorganisme

Ikan utuh yang disiangi dapat menghambat proses pembusukan karena pertahanan

alaminya masih ada aktivitas mikroorganisme yang dapat dihambat. Luka yang terjadi

pada ikan merupakan jalan bagi bakteri pembusuk. Ikan dalam keadaan mati menggelepar

proses perubahan biokimia akan menjadi lebih cepat, karena ikan berontak yang terus

bertahan hidup yang mengakibatkan kehilangan energi sehingga proses rigor mortis lebih

cepat (Wibowo et al., 2014).

Pembusukan dan lama waktu penyimpanan dapat memicu pertumbuhan mikroba

pembusuk. Mikroorganisme ini terutama disebabkan oleh produksi kandungan volatil.

Sehingga pengujian terhadap organoleptik terkstur juga menurun. Timbulnya tekstur, bau

tidak enak atau rasa memiliki penerimaan negatif oleh konsumen. Degradasi protein dan

derivatnya akan membentuk basa volatil yang mudah menguap yaitu amoniak, histamin

dan H2S dan menimbulkan bau busuk (Kalista et al., 2018).

Batas nilai TVB untuk ikan yang masih dapat di konsumsi manusoa adalah 300

mg/100 gram. Peningkatan nilai TVB pada ikan disebabkan penguraian protein oleh

enzim autolisis serta aktivitas bakteri. Bakteri berperan besar dalam peningkatan basa

volatil pasca kematian ikan. Bakteri – bakteri pembusuk pada ikan memanfaatkan

beberapa senyawa ini untuk melakukan respirasi dan berkembang biak. Beberapa bakteri
pembusuk pada ikan yang bersifat anaerobik fakultatif serta dapat melakukan respirasi

anaerobik dengan menggunakan trimetil amin-oksida sebagai akseptor elektron. Hasil

dari respirasi yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tersebut akan menghasilkan senyawa

hasil reduksi TMAO, yaitu TMA yang merupakan komponen terbesar TVB pada ikan

(Adi et al., 2020).

TMA merupakan hasil dari reduksi TMAO oleh enzim. Pada kasus pembusukan

ikan, mikroorganisme memanfaatkan atom oksigen yang disumbangkan oleh TMAO

dalam kondisi anaerob dan mengakibatkan peningkatan pembentukan TMA. Jenis

mikroba yang berperan pada proses pembusukan ikan sebagian besar terdiri dari bakteri

gram-negatif dari jenis Pseudomonas, Alteromonas, Shewanella, Moraxella,

Acinobacter, Vibrio, Flavobacterium, dan CytopHaga. Jenis mikroba pembusuk aerob

dari ikan yang disimpan di es terdiri terutama dari jenis Pseudomonas spp dan Shewanella

putrefaciens (Suprayitno, 2020).

2.3 Reaksi Kimia

Keadaan ketika jaringan otot menjadi lentur pada ikan setelah mati, secara biokimia

ditandai oleh penurunan ATP dan kreatin fosfat. Energi pada jaringan otot ikan diperoleh

secara anaerobik dari pemecahan glikogen yang menghasilkan ATP dan asam laktat yang

menyebabkan penurunan nilai pH (Anissah et al., 2019).

Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat

kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging ikan sangat besar

peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolisis dan penyerangan bakteri. Selain

itu suhu juga mempengaruhi aktivitas enzim yang berperan dalam proses glikolisis dan

autolisis menjadi terhambat sehingga daya awet ikan menjadi lebih lama. Jika fase rigor
mortis dapat dipertahankan lebih lama maka kesegaran ikan dapat dipertahankan

(Munandar et al., 2009).

TVB merupakan senyawa hasil degradasi protein yang menghasilkan sejumlah basa

mudah menguap seperti amoniak, hidrogen sulfida, dan trimetilamin yang berbau busuk.

Semakin rendah mutu ikan, maka semakin meningkat kandungan TVB di dalam daging

ikan. Ikan termasuk kategori sangat segar apabila nilai TVB-N kurang dari 10 mg-N/100

gram. Ikan dengan nilai TVB antara 10-20 mg-N/100 gram termasuk kategori segar.

Kandungan TVB ikan sebesar 30 mgN% merupakan batas ikan dinyatakan busuk

(Perceka et al., 2020).

Ikan setelah mati, sirkulasi darah terhenti sehingga mengakibatkan perubahan yang

terjadi dalam jaringan otot. Terhentinya suplai O2 sehingga mempengaruhi metabolisme

dalam tubuh. Pernapasan terhenti mengakibatkan terjadinya glikolisis yang merubah

glikogen menjadi asam laktat yang menurunkan pH tubuh ikan. pH ikan saat proses

produksi dan saat dipelelangan mengalami penurunan karena adanya glikogen menjadi

asam laktat. Jika cadangan glikogen telah habis terurai maka pH daging akan mengalami

penurunan. Selama proses kemunduran mutu akan meningkatkan pH daging ikan dan

semakin tinggi tingkat pembusukan maka semakin tinggi pula pembusukan (Haslianti et

al., 2020).

Ikan yang baru mati masih mempunyai sisa ATP sebelum mati dan hasil proses

glikoslisis anaerob yang meenyebabkan relaksasi, dengan demikian daging ikan

mempunyai kondisi yang masih elastis dan lentur. Tekstur daging ikan yang kenyal,

elastis dan lentur secara berangsur-angsur akan mengeras karena energi yang tersisa tidak

cukup untuk merombak aktomiosin menjadi aktin dan miosin. Akibatnya otot ikan mulai

menjadi keras dan kaku. Bergabungnya aktin dan miosin membentuk aktomiosin, akan
menyebabkan ikan menjadi kaku dan keras. Meningkatnya kekerasan daging ikan

merupakan indikator bahwa ikan telah memasuki fase rigor mortis (Liviawaty & Afrianto,

2014).

2.4 Perubahan Organoleptik

Hasil pengujian (Wahyu et al., 2019) menyatakan bahwa ikan di TPI memiliki ciri

yaitu mata cerah, bola mata rata, kornea agak keruh, insang berwarna merah tanpa lendir,

lapisan lendir jernih, transparan, daging utuh,bau segar spesifik ikan, tekstur padat, elastis

ditekan dengan jari. Sedangkan pada gudang supplier dan kios nelayan meunjukkan mata

agak cerah, kornea agak keruh, insang merah agak kusam tanpa lendir, lendir sedikit

kurang cemerlang, dinding daging utuh, bau ikan netral dan agak elastis bila ditekan

dengan jari. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam penanganan ikan yang kurang

tepat dan dapat menyebabkan protein yang ada di dalam tubuh dimanfaatkan untuk

perkembangbiakan mikroorganisme sehingga mutu ikan akan menurun.

Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan

komponen-komponen ikan yang ada dalam tubuh ikan dirusak oleh aktivitas enzim dan

bakteri. Serangan bakteri yang dimulai dari fase rigor mortis menyebabkan lendir ikan

menjadi pekat, bergetah, amis, mata terbenam, insang, dan isi perut berubah warna

dengan susunan isi perut berantakan dan bau yang menusuk. Perubahan tekstur daging

menjadi lunak terjadi ikan sudah mulai mengalami kemunduran mutu. Daging pada ikan

yang mengalami kemunduran mutu apabila ditekan tekstur dagingnya lunak atau tidak

elastis lagi (Nurqaderianie et al., 2016).

Penentuan secara organoleptik adalah dengan melihat penampakan luar, kelenturan

daging ikan, keadaan mata, warna insang dan bau ikan. Nilai kesegaran yang tinggi,

disebabkan ikan baru saja ditangkap dan baru mengalami kematian. Semua organ
tubuhnya baik daging, mata, mapun insangnya masih benar-benar dalam keaadan segar.

Ikan dinyatakan segar secara organoleptik jika warna ikan mengkilap sesuai jenisnya,

kelenturan dagingnya elastis, pupil hitam dan menonjol, warna insang merah cerah dan

bau segar spesifik sesuai dengan jenisnya (Deni, 2015).

Berdasarkan penelitian (Nurjanah et al., 2011) ciri-ciri organoleptik ikan gurami

selama fase post mortem pada penyimpanan suhu chilling sebagai berikut.

Parameter Pre-rigor Rigor Post-rigor Deteriorasi


Mata Cerah, bola Cerah, bola Bola mata Bola mata
mata mata agak cekung, sangat cekung,
menonjol, menonjol, pupil berubah kornea agak
kornea jernih kornea jernih, keabu-abuan kuning
pupil berwarna
putih
Insang Merah Merah kurang Merah agak Merah coklat
cemerlang cemerlang kusam
Lendir Lendir jernih, Lendir banyak, Tidak banyak, Tebal
Permukaan transparan, agak keruh, keruh, putih menggumpal,
Badan mengkilat tidak kusam, kurang kuning
transparan transparan kecoklatan
Daging Sayatan Sayatan Sayatan daging Sayatan daging
cemerlang, cemerlang, sedikit kurang kusam sekali,
tidak ada tidak ada cemerlang, warna merah
pemerahan pemerahan sedikit jelas sepanjang
sepanjang sepanjang pemerahan tulang
tulang tulang sepanjang belakang
belakang belakang tulang
belakang
Bau Bau sangat Segar spesifik Bau agak segar Bau deteriorasi
segar jenis jelas
Tekstur Padat, elastis Padat, elastis Agak lunak, Sangat lunak,
bila ditekan bila ditekan kurang elastis bekas jari tidak
dengan jari dengan jari bila ditekan hilang bila
dengan jari ditekan
III. KESIMPULAN

Autolisis oleh enzim merupakan salah satu hal yang berperan dalam cepatnya

kemunduran mutu pada kulit sebagaimana terjadi pada ikan. Enzim-enzim yang berperan

dalam kemunduran mutu ikan diantaranya adalah enzim katepsin dan kolagenase. Enzim

katepsin merupakan enzim proteolitik yang dapat memecah struktur protein pada tubuh

makhluk hidup. Aktivitas enzim katepsin dapat dicegah dengan inhibitor spesifik.

Apabila fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas

enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzimatis dapat membongkar

komponen daging menjadi lebih sederhana. Perubahan komponen tersebut ialah

perubahan terhadap karbohidrat, protein, dan lemak.

Ikan utuh yang disiangi dapat menghambat proses pembusukan karena pertahanan

alaminya masih ada aktivitas mikroorganisme yang dapat dihambat. Pembusukan dan

lama waktu penyimpanan dapat memicu pertumbuhan mikroba pembusuk.

Mikroorganisme ini terutama disebabkan oleh produksi kandungan volatil. Jenis mikroba

yang berperan pada proses pembusukan ikan sebagian besar terdiri dari bakteri gram-

negatif dari jenis Pseudomonas, Alteromonas, Shewanella, Moraxella, Acinobacter,

Vibrio, Flavobacterium, dan CytopHaga. Jenis mikroba pembusuk aerob dari ikan yang

disimpan di es terdiri terutama dari jenis Pseudomonas spp dan Shewanella putrefacien.

Keadaan ketika jaringan otot menjadi lentur pada ikan setelah mati, secara biokimia

ditandai oleh penurunan ATP dan kreatin fosfat. Ikan setelah mati, sirkulasi darah terhenti

sehingga mengakibatkan perubahan yang terjadi dalam jaringan otot. Terhentinya suplai

O2 sehingga mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. Pernapasan terhenti


mengakibatkan terjadinya glikolisis yang merubah glikogen menjadi asam laktat yang

menurunkan pH tubuh ikan.

Penentuan secara organoleptik adalah dengan melihat penampakan luar, kelenturan

daging ikan, keadaan mata, warna insang dan bau ikan. Nilai kesegaran yang tinggi,

disebabkan ikan baru saja ditangkap dan baru mengalami kematian. Semua organ

tubuhnya baik daging, mata, mapun insangnya masih benar-benar dalam keaadan segar.

Ikan dinyatakan segar secara organoleptik jika warna ikan mengkilap sesuai jenisnya,

kelenturan dagingnya elastis, pupil hitam dan menonjol, warna insang merah cerah dan

bau segar spesifik sesuai dengan jenisnya.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, I. G. W. W., Semariyani, A. A. M., Rudianta, N., & Sudiarta, I. W. (2020). Kajian
Ekstrak Daun Kemangi dalam Mempertahankan Kesegaran Ikan Layang (
Decapterus sp). Gema Agro, 25(April), 23–32.

Anissah, U., Rohmad Barokah, G., & Ariyani, F. (2019). Pengaruh Penyimpanan
Terhadap Profil Formaldehida Alami dan Kemunduran Mutu pada Ikan Beloso
(Saurida tumbil). Jphpi 2019, 22(3), 535–547.

Deni, S. (2015). Karakteristik Mutu Ikan Selama Penanganan pada Kapal KM. Cakalang.
Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan Perikanan, 8(2), 72–80.

Ekasari, D., Suwetja, K., & Montolalu, L. A. D. Y. (2017). Uji Mutu Ikan Cakalang
(Katsuwonus affinis) Segar di TPI Tumumpa Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal
Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(2), 40–47.

Haslianti, Mitra, L., & Suwarjoyowirayatno. (2020). Pengaruh Penambahan Garam yang
Berbeda Terhadap Kesegaran Ikan Cakalang ( Katsuwonus pelamis ). Jurnal Fish
Protech, 3(1), 95–103.

Kalista, A., Redjo, A., & Rosidah, U. (2018). Analisis Organoleptik (Scoring Test)
Tingkat Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil
Perikanan, 7(1), 98–104.

Kusuma, F. D., R.Susanti, Anggraini, S., & Arlinda, D. D. (2020). Analisis Senyawa
Inhibitor Enzim Katepsin Kulit Ikan Patin Terhadap Penundaan Kemunduran Mutu
Cumi-cumu. Bioeksperimen, 5(1), 61–67.

Lemae, & Lasmi, L. (2019). Studi Pengaruh Kemunduran Mutu Terhadap Kandungan
Gizi Ikan Betok (Anabas testudineus) dari Daerah Mandor. Octopus, 8(1), 20–26.

Liviawaty, E., & Afrianto, E. (2014). Penentuan Waktu Rigor Mortis Ikan Nila Merah (
Oreochromis Niloticus ) Berdasarkan Pola Perubahan Derajat Keasaman. Jurnal
Akuatik, V(1), 40–44.

Munandar, A., Nurjanah, & Nurilmala, M. (2009). Kemunduran mutu ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada Penyimpanan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara
Kematian dan Penyiangan. Jurnal Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia, XI(2), 88–101.

Nurhayati, T., Salamah, E., Irfan, M., & Nugraha, R. (2010). Aktivitas Enzim Katepsin
dan Kolagenase pada Kulit Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal) selama Periode
Kemunduran Mutu. Jurnal Sumberdaya Perairan, 4(1), 13–17.

Nurjanah, Nurhayati, T., & Zakaria, R. (2011). Kemunduran Mutu Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy) Pasca Kematian pada Penyimpanan Suhu Chilling. Jurnal
Sumberdaya Perairan, 5(2), 11–18.

Nurqaderianie, A. S., Metusalach, & Fahrul. (2016). Tingkat Kesegaran Ikan Kembung
Lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang di jual Eceran Kelilin di Kota Makassar. Jurnal
IPTEKS, 3(6), 528–543.

Perceka, M. L., Asriani, & Fauzan, I. R. (2020). Kemunduran Mutu Ikan Smear (Mene
maculata) Selama Penyimpanan Suhu Chiling. Jurnal Kemaritiman: Indonesia
Journal of Maritime, 1(2), 44–53.

Rozi, A. (2018). Laju Kemunduran Mutu Ikan Lele (Clarias sp) pada Penyimpanan Suhu
Chilling. Jurnal Perikanan Tropis, 5(2), 169–182.

Sitakar, N. M., Nurliana, Jamin, F., Abrar, M., Manaf, Z. H., & Sugito. (2016). Pengaruh
Suhu Pemeliharaan dan Masa Simpan Daging Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
pada Penyimpan Suhu -20oC Terhadap Jumlah Total Bakteri. Jurnal Medika
Veterimaria, 10(2), 162–165.

Suprayitno, E. (2020). Kajian Kesegaran Ikan di Pasar Tradisional dan Modern Kota
Malang. Jurnal of Fisheries and Marine Research, 4(2), 289–295.

Tamuu, H., Harmain, R. M., & Dali, F. A. (2014). Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis
Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan, II(4), 164–168.

Wahyu, Y. I., Ariadi, P. S., & Sayuti, J. (2019). Penilaian Mutu Secara Organoleptik Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap
Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Perikanan, 10(2), 66–72.

Wibowo, I. R., Darmanto, Y., & Anggo, A. D. (2014). Pengaruh Cara Kematian dan
Tahpan Penurunan Kesegaran Ikan terhadap Kualitas Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3), 95–103.

Anda mungkin juga menyukai