Disusun oleh :
Ahmad Fauzi
05.70.0081/A Kelompok : C
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2006/2007
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat sehat kepada
kita sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ilmu FAAL. Tugas makalah ini saya
susun dengan tujuan sebagai tugas tambahan. Selain itu, sasaran saya dalam menyusun
makalah ini untuk menetahui MEKANISME DARI RIGORMORTIS (pada ikan)
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini belum sempurna
sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
dr. Meivy I S selaku pembimbing praktikum.
Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyusunan tugas makalah ilmu faal ini.
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi .
BAB I ..
Pendahuluan ..
Latar belakang
BAB II .
Pembahasan ..
BAB III
14
Kesimpulan ..
14
Daftar Pustaka .
15
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau segar
adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan
pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama
saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya
selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap
dikonsumsi. Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk
mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan
lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara
penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi
penyebab kerusakan tersebut. Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan
saat dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu (kesegaran)-nya sekaligus merupakan
penyebab dominan kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi
dan benturan/tekanan fisik.
Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera
setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah
menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu cara
yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk diolah
lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi
tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang
ikan saat ini. Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah
penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik,
diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup.
BAB II
PEMBAHASAN
komposisi daging ikan pada saat ikan hidup melakukan gerakan di air. Bagian
komposisi daging ikan yang berperan dalam pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen
otot, suatu bentuk senyawa gulasederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah
sedikit sebagai cadangan energi. Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim
menghasilkan energi untuk gerakan otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan
CO2. Limbah ini secara aerob diproses dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi
dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim
menjadi tak terkendali dalam mengurai glikogen otot yang ada didalam daging
menghasilkan energi berupa ketegangan otot daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi
kaku sulit/tidak dapat dilipat yang lazim
disebut sebagai keadaan rigormortis Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun
didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis
tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak
persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan
dalam kondisi rigormortis Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini
adalah sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses
kerusakan daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan
tersebut tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba
pembusuk. Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena
menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang sesuai
bagi pertumbuhan mikroba pembusuk. Bagian tubuh ikan hidup yang selalu
mengandung mikroba adalah lendir dipermukaan kulit, insang dan isi perut,
dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan pusat konsentrasi mikroba penguraipembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke daging ikan melalui permukaan kulit
yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan bagian dalam dinding perut yang luka
untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi daging sehingga ikan menjadi menurun
mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk isi perut ikan, selain mikroba juga
mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak dsb sehingga harus dijaga jangan
sampai pecah selama penanganannya agar enzim-enzim tersebut tidak merusak dinding
perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga merusak daging ikannya.
- Menggunakan air bersih dengan standar air bahan baku untuk diminum untuk mencuci
dan mengemas ikan, mencuci peralatan dan bangunan di tempat-tempat melakukan
penanganan ikan.
- Menggunakan es yang dibuat dari air bersih, disimpan, diangkut dan dihancurkan
dengan peralatan yang bersih.
- Menggunakan bahan pengemas, peralatan dan bangunan yang bersih, dimana
permukaannya yang bersentuhan langsung dengan ikan harus cukup halus dan bersih,
serta mudah dibersihkan.
- Melindungi ikan dengan menempatkannya dalam wadah yang terlindung dari
serangga, binatang pengerat
- Memisahkan wadah ikan yang berbeda jenis dan mutunya.
- Menyiapkan wadah-wadah untuk penampung limbah cair atau padat sesuai dengan
rencana pengelolaannya. Wadah-wadah yang digunakan untuk menampung limbah
padat dan saluran-saluran penampung limbah cair harus dalam keadaan tertutup agar
tidak dihinggapi serangga pencemar (lalat, kecoa dsb.).
- Mencuci semua peralatan dan bangunan (permukaan lantai, dinding, wastafel) tempat
menangani ikan setiap kali pekerjaan penanganan ikan akan dimulai dan setelah
diakhiri.
3. Tekanan dan benturan fisik
Tekanan dan benturan fisik yang dialami ikan selama penangkapan dan penanganannya
diatas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik pada
tubuh ikan seperti dagingnya memar, tubuhnya luka, perutnya pecah dsb. Tekanan dan
benturan fisik atas ikan harus dihindari pada tahapan-tahapan kegiatan penanganan ikan
di atas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan. Prinsip cara
menghindarinya antara lain :
- Memahami tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap ikan dan di
pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
- Menyiapkan peralatan dan perlengkapan handling yang cocok dengan jenis-ukuran
ikan dan kondisi tempat penanganan dengan jumlah cukup. antara lain meliputi wadah
10
1. Sifat fisik es
Sifat fisik es penting yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara
lain adalah :
- Panas jenis (PJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
sebesar 1 C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ C/ kg es
- Panas lebur (PL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es
menjadi 1 kg air pada suhu 0C, nilainya adalah 80 kalori / kg es.
- PJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar
1 C per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air
- Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam
mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya,
sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es
semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair.
11
- PJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan
komposisi kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah = 0.85-0.90
kalori/C/kg..
- VJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan
bentuknya dan komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8 oleh
karena itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm3) per kg. Lama penyimpanan perlu
diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas dari
luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akan diperhitungkan terhadap kebutuhan es
harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap dingin.
3. Menghitung kebutuhan es
Urutan menghitung kebutuhan es (berat bukan volume) dapat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
- Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar
tetap = 0C (T0) apabila suhu diluar wadah = Tl :
Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L
Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien pindah panasnya = K, maka jumlah
penetrasi panas yang masuk kedalam wadah dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1T0)xK kalori per jam.
Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80kg es
per jam.. (1)
- Menghitung kapasitas (volume) wadah dan jumlah ikan yang dapat disimpan
dalam wadah:
Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah), dimana produk hasil perikanan segarbasah akan disimpan, misal-nya diperoleh V1.
Dengan demikian jika digunakan perbandingan es : ikan 1 : 1, maka volume ikan 0,5
V1 dengan berat 0,5V1 / VJ ikan 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es 0,5V1 dengan
berat 0,5V1 / 1,11 kg.(2)
- Menghitung jumlah es untuk mendinginkan (chilling) ikan dari suhunya saat
ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau air tambak) menjadi 0C (T0) dalam wadah :
Jumlah panas yang harus dibuang untuk mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x (T2T0) x PJ ikan = (0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori.
12
13
BAB III
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat di simpulakan bahwa mekanisme dari rigor mortis
sirkulasi berhenti sehingga :
Otot skelet kekurangan nutrien & oksigen.
Fiber otot skelet kehabisan ATP dalam beberapa jam.
SR tidal lagi memompa Ca2+ dari sarkoplasma.
Ca2+ berdifusi dari CES & SR kedalam sarkoplasma.
Konsentrasi Ca+ dalam sarkoplasma naik.
Ca2+ mengikat diri pada troponin C
Tripomyosin bergeser membuka aktif site.
Terjadi ikatan antara kepala myosin & aktin.
Ikatan tersebut tidak lepas tanpa ATP.
14
Daftar pustaka
15