OLEH :
Seafood atau makanan laut merupakan komoditas dagang yang penting baik
dalam negeri maupun internasional. Salah satu hasil tangkapan seafood yang
banyak di perairan Indoneia adalah ikan. Ikan merupakan salah satu bahan pangan
hasil perikanan yang dibutuhkan oleh manusia karena pada daging ikan terdapat
senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yang terdiri dari protein,
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan membusuk jika tidak
ditangani dengan baik karena ikan mengandung protein dan kadar air cukup
tinggi. Proses pembusukan atau penurunan mutu pada ikan dapat terjadi karena
(Putra et al., 2019). Mikroorganisme yang paling dominan dan berperan dalam
dalam tubuh ikan dapat merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan
perubahan bau, rupa, dan tekstur (Apriani et al., 2017). Selain itu suhu dan
Menurut Rahayu dan Adhi (2016) diperlukan cara penanganan ikan dengan
baik dan benar untuk menghambat penurunan mutu. Hal penting yang harus
diperhatikan dalam menangani ikan adalah bekerja cepat, cermat, bersih, dan pada
suhu rendah. Sehingga kualitas ikan tidak mengalami penurunan mutu (Syafitri et
al., 2016). Penurunan mutu pada ikan juga dapat terjadi karena mengandung kadar
protein yang tinggi dengan kandungan asam amino bebas untuk dimanfaatkan
organik, ketone dan komponen sulfur. Kondisi tersebut tentu saja dapat
Uji organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap
kekompakan daging, kondisi mata, kondisi insang, dinding perut dan rasa pada
produk siap makan. Selain metode sensori dapat juga digunakan metode
mikrobiologi dan analisis kimia. Standar mutu ikan berdasarkan SNI tahun 2009
yaitu dari segi organoleptik minimal 7, dan dari segi mikrobiologi maksimal
1.2 Tujuan
yang dapat dilakukan agar hasil olahan asal ikan tidak mengalami
1. Uji Organoleptik
mengukur tekstur, penampakan, aroma dan rasa produk pangan. Batas maksimum
bakteri untuk ikan segar yaitu 5 x 105 CFU/g (SNI 01-2729. 1-2006). Cara yang
yaitu melihat, meraba, menekan, dan mencium. Pertama, dengan melihat dan
insang, dan adanya lendir. Kedua, dengan meraba ikan untuk mengamati kondisi
ikan terutama adanya lendir, kelenturan ikan dan lainnya. Ketiga, dengan
menekan daging ikan untuk menilai teksturnya. Keempat, dengan mencium bau
dan tekstur daging. Metode yang digunakan untuk uji organoleptik adalah metode
score sheet dengan skala nilai 1-9. Nilai organoleptik 9 menunjukkan ikan dalam
kondisi sangat segar. Kondisi ikan segar ditunjukkan dengan nilai 7-8. Nilai 5-6
merupakan ambang batas antara kondisi. ikan dan jelek. Ikan dinyatakan busuk
dan tidak layak dikonsumsi yaitu pada nilai organoleptik 1-4 (Santhi, 2017).
karakteristik seperti mata cerah, bau yang segar spesifik, serta tekstur yang elastis
dan padat. Ikan yang telah mengalami kemunduran mutu secara autolisis pada
ikan dapat ditandai dengan bola mata ikan agak cekung dan korneanya agak
keruh, warna insang merah coklat dan sedikit berlendir, lapisan lendir permukaan
badan agak keruh, tekstur daging agak lunak dan belum tercium bau amoniak
(Suharna, 2006).
terkonsentrasi pada tiga bagian utama yaitu: permukaan kulit, insang, dan isi
perut. Jumlah bakteri pada ikan bervariasi tergantung media dimana bakteri itu
hidup, yaitu diantara 102-105/gram pada kulit, 103-105/gram pada insang, dan
dapat mencapai 107/gram pada isi perut. Mata ikan yang terbenam dan pudar
sinarnya merupakan salah satu tanda dari mulai berkembangnya bakteri (Ilyas,
1983). Perubahan tekstur dimana daging menjadi lebih lunak terjadi apabila ikan
sudah mulai mengalami kemunduran mutu. Hal ini disebabkan oleh mulai
Perubahan ini terjadi akibat oksidasi lemak sehingga menimbulkan bau tengik
dialami ikan berlangsung dalam tiga fase, yaitu fase pre-rigor mortis, rigor mortis,
dan post-rigor mortis. Perubahan fase ini dapat digunakan sebagai indikator
perubahan kualitas ikan. Pada fase pre-rigor dan rigor mortis ikan masih dapat
dikatagorikan sebagai produk segar. Perubahan yang dialami ikan disebabkan oleh
Penentuan angka lempeng total (ALT) atau TPC (Total Plate Count)
yang terdapat pada produk perikanan. Kesegaran ikan merupakan kriteria paling
penting untuk menentukan mutu dan daya awet dari ikan yang diinginkan.
jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada agar (Apriyani et al., 2017).
sampel daging ikan yang digunakan. Pengenceran yang digunakan adalah 10-1 ,
10-2 , 10-3 , 10-4 , 10-5 , 10-6 dan 10-7 . Pemupukan bakteri dilakukan dengan
memasukkan media agar cair (pada suhu 45- 50°C) ke dalam cawan Petri
sebanyak 15-20 ml dan digoyang di atas permukaan yang rata untuk meratakan
isolat dan agar. Cawan Petri selanjutnya didiamkan hingga agar di dalamnya
Nila angka lempeng total didapat dengan mengamati koloni secara visual
dan dihitung koloni bakteri pada plate secara manual dengan memberi tanda
menggunakan spidol. Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji
angka lempeng total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.
Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat
dalam contoh. Pada pemeriksaan angka lempeng total juga ada didapat hasil yang
melebihi batas maksimal yang ditentukan pada SNI 01-2717-2009 dimana batas
pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri tabung yang
ditanam dari sampel padat atau cair. Keberadaan bakteri koliform dapat dideteksi
berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif dapat dilihat dengan
(tabung durham) yang diletakan pada posisi terbalik, yaitu untuk bakteri yang
melalui uji penduga (presumptive test) dan uji konfirmasi atau penegasan
(confirmative test). Uji penduga dilakukan dengan menggunakan media LB
(Lactose Broth) dan diinkubasi selama 48 jam muda (Puspitasari et al., 2017). Uji
penduga yang positif ditandai dengan terbentuknya gas tetapi hal ini belum dapat
dipastikan adanya koliform didalam sampel, hal ini dikarenakan lactosa broth
dapat juga difermentasi oleh bakteri lain selain koliform. Namun, terbentuknya
gas tersebut dapat digunakan untuk dasar pengujian berikutnya, yaitu uji penegas
al., 2017). BGLB berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan flora mikroba yang
tidak diharapkan. Media BGLB merupakan media yang akan berwarna hijau
metalik jika terdapat reaksi fermen dengan media. Warna ini berasal dari adanya
memproduksi gas dan asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam
.Makin sedikit kandungan koliform artinya, kualitas produk semakin baik. Batas
maksimum cemaran Eschericia coli untuk ikan segar, udang segar (crustase) dan
cepat lambatnya kerusakan suatu bahan pangan (Christianti dan Azhar, 2019).
menurun (Apriani et al., 2017). Salah satu faktor yang memengaruhi kemunduran
mutu pada ikan disebabkan oleh suhu. Ikan yang dibiarkan pada suhu kamar,
maka akan cepat mengalami proses pembusukan, serta kandungan air yang tinggi
pada tubuh ikan akan menjadi media untuk pertumbuhan bakteri pembusuk atau
dan menjadi tidak segar lagi (Apriani et al., 2017). Batas maksimum cemaran
Secara alamiah, tubuh ikan yang masih hidup memiliki barrier pertahanan
seluruh bagian tubuh ikan. Setelah ikan mati dan mencapai fase post-rigor,
pertahanan tubuh ikan sehingga bakteri dapat menyerang ke seluruh bagian tubuh
Analisis logam berat (Pb, Hg, Cu, Cd) terdiri atas beberapa tahapan, antara
lain tahap destruksi basah, dan tahap pengukuran konsentrasi logam berat
menggunakan AAS. Pembacaan nilai kandungan logam berat Pb, Cd, dan Cu
sesuai dengan logam berat yang dianalisis, antara lain 217,0 nm (Pb), 253,7 nm
Logam berat misalnya kadmium (Cd), merkuri (Hg), timbal (Pb), dan
tembaga (Cu) merupakan salah satu bahan pencemar berbahaya oleh karena sifat
toksik yang dimiliki dengan kecenderungan untuk masuk ke dalam sistem rantai
makanan (food chain) dan kemampuan untuk tetap berada (residence time) dalam
suatu lingkungan untuk waktu yang lama. Istilah logam berat terdapat beberapa
variasi, namun secara umum disepakati bahwa penggunaan istilah logam berat
(heavy metals) terkait erat dengan konotasi toksisitas yang dimilikinya. Tingkat
akumulasi logam berat pada jaringan tubuh ikan dari yang besar sampai kecil
ditemukan pada hati, ginjal, insang dan daging (Sulistiono et al., 2018). Logam
logam berat terjadi karena adanya anion karbonat, hidroksil dan klorida. Logam
berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut, akan mengalami
paling tidak tiga proses, yaitu pengendapan, adsorpsi, dan absorpsi oleh
nilai ambang batas baku mutu yang disyaratkan yakni <0,3 mg/kg, Cd sebesar
<0,5 mg/kg, Hg sebesar <0,5 mg/kg dan As disyaratkan yakni <1,0 mg/kg di
dalam daging ikan. Logam berat seperti kadmium dan timbal pada umumnya
masuk ke lingkungan dengan dua cara, yakni secara natural (alami) dan
adanya pelapukan sedimen yang dipengaruhi oleh cuaca, erosi, serta aktivitas
Logam berat yang telah masuk ke dalam air dapat mengkontaminasi biota
laut, seperti ikan-ikan kecil dan makhluk air lainnya termasuk tanaman air.
Berikutnya ikan-ikan besar akan memangsa ikan berukuran kecil yang telah
terkontaminasi oleh logam berat, maka konsentrasi di daging ikan besar akan
lebih tinggi daripada konsentrasi di daging ikan kecil yang menjadi mangsanya.
Meskipun di dalam suatu perairan kadar logam berat relatif rendah, namun dapat
terabsorpsi dan terakumulasi secara biologis oleh hewan air dan akan terlibat
dalam sistem jaringan makanan. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya proses
bioakumulasi, yaitu logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam
biotransformasi akan terjadi perpindahan dan peningkatan kadar logam berat pada
tingkat pemangsaan yang lebih tinggi. Secara tidak langsung proses
dan hasil perairan yang telah tercemar logam berat (Lubis et al., 2015). Logam
berat bersifat akumulatif, sifat racunnya baru muncul bila logam berat tersebut
terakumulasi dalam kadar yang relatif tinggi dalam tubuh biota, keadaan ini
tercapai dalam waktu yang cukup lama, sehingga tidak dapat menimbulkan
Prosedur kerja analisis kadar histamin terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap
ekstraksi, tahap clean up atau tahap elusi, dan tahap pembentukkan. Histamin
merupakan komponen amin biogenik, yaitu bahan aktif yang diproduksi secara
biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas. Histamin terbentuk
dari histidin selama pembusukan oleh bakteri yang memiliki enzim histidin
kemunduran mutu ikan yang terjadi dan mengubah histidin bebas dan asam amino
lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin
(dari ornitin), kadaverin (dari lisin), serta spermidin dan spermin. Hal ini
°C). Ikan mengandung asam amino histidin yang merupakan substrat bagi enzim
dikonsumsi.
5. Uji Parasit
lendir pada seluruh tubuh bagian luar dan rongga mulut, pemotongan operkulum
dan mata, serta pembedahan tubuh untuk melihat parasit, larva dan kista pada
antara lain cara penanganan, panjangnya rantai distribusi dan tidak memadainya
langsung berhubungan dengan cara matinya ikan, dimana proses fisik dan
kimiawi ikan berpengaruh langsung terhadap mutu ikan pasca panen. Penurunan
mutu ikan dipercepat karena cara penanganan ikan yang dilakukan seadanya tanpa
2015)
sebanding dengan volume ikan; (2) faktor cara penanganan, dimana perlakuan
ketika aktivitas bongkar muat dilakukan secara kasar sehingga sebagian sisik ikan
terlepas bahkan tidak jarang perut ikan sobek; (3) Faktor sanitasi yang tidak
memenuhi persyaratan, seperti kondisi wadah yang digunakan tidak bersih dan
bersifat konvensional; dan (4) Sarana transportasi yang digunakan pada saat
Menurut Syafitri et al. (2016), untuk memperoleh ikan yang bermutu dan
berdaya awet panjang ada hal penting yang harus diperhatikan dalam menangani
ikan seperti bekerja cepat, cermat, bersih, dan pada suhu rendah. Hal-hal
yang berpengaruh buruk pada mutu ikan adalah kenaikan suhu, penanganan
yang kurang baik, dan penundaan waktu penanganan. Penerapan suhu rendah
cara penerapan yang baik dan benar adalah cara yang paling efektif untuk
memperpanjang tingkat kesegaran ikan sehingga proses pasca panen ikan harus
menerapkan prinsip rantai dingin. Penting dipahami bahwa rantai dingin harus