PENDAHULUAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah,
analisis dan intepretasi atribut-atribut suatu produk melalui lima panca indera
manusia. Analisis sensori juga melibatkan suatu pengukuran yang dapat bersifat
kuantitatif ataupun kualitatif. Analisa sensori menggunakan respon atau kesan yang
diperolah panca indera manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh
suatu produk. Metode ini digunakan untuk analisa kualitas suatu produk serta
segala aspek yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau
penerimaan (afeksi) pada suatu produk (Setyaningsih, 2010).
Analisa produk pangan yang dilakukan untuk mengetahui kualitas produk
bisa melalui analisa fisik, kimia, dan biologi. Analisa yang sangat mudah dan cepat
biasanya dilakukan melalui uji sensoris, salah satunya adalah uji organoleptik.
Menurut Hastuti dan Supartono (1988), uji organoleptik adalah pengujian dengan
menggunakan indera manusia untuk mengetahui daya penerimaan terhadap suatu
produk. Uji ini mempunyai peranan penting dalam hal pengenalan mutu produk
karena dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan
lainnya dari produk.
Uji organoleptik mempunyai kelebihan, salah satunya adalah pengujian
yang cepat serta langsung bisa diterapkan untuk evaluasi tingkat kesukaan
konsumen. Selain kelebihan, uji ini punya kelemahan khususnya hasil yang
subyektif dari panelis. Maka dari itu dibutuhkan suatu standar sebagai acuan
penilaian dari suatu produk. Di Indonesia secara teknis hanya digunakan SNI
(Standar Nasional Indonesia) yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional
serta berisi standar-standar mutu yang harus dipenuhi suatu produk yang ada di
pasar Indonesia. Dengan dipenuhinya syarat produk yang sesuai standar maka
dihasilkan komoditas yang aman serta terjamin mutunya (BSN, 2006). Komoditas
dari sektor perikanan pun juga terdapat standarnya yang diatur dalam SNI.
Standar yang diberlakukan untuk produk perikanan berupa rumput laut
kering terdapat pada SNI 2690:2009. Dalam SNI tersebut terdapat spesifikasi,
persyaratan bahan baku serta penanganan dan pengolahan rumput laut. Semuanya
diatur agar produk rumput laut kering yang beredar sesuai dengan standar nasional
yang diterapkan. Menurut Susanto dan Mucktiany (2002), rumput laut atau
seaweed merupakan salah satu tumbuhan laut tingkat rendah yang tergolong dalam
makroalga yang banyak hidup melekat di dasar perairan. Klasifikasi rumput laut
berdasarkan kandungan pigmen terdiri dari 4 kelas, yaitu rumput laut hijau
(Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaeophyta)
dan rumput laut pirang (Chrysophyta).
Maruf et al (2013) menyatakan terasi merupakan produk awetan ikan-ikan
kecil atau rebon yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi,
penggilingan atau penumbukan, dan penjemuran yang berlangsung selama 20
hari. Kedalam produk tersebut ditambahkan garam yang berfungsi sebagai bahan
pengawet. Terasi udang warnanya coklat kemerahan sedangkan terasi ikan
warnanya kehitaman. Di Indonesia digunakan acuan pada SNI 2716:2009 sebagai
standar yang digunakan dalam pembuatan terasi udang.
1.2. Tujuan
1. Mengetahui cara pengujian organoleptik produk sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI)
2. Mengetahui apakah produk yang diuji telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan Standar Mutu Ekspor (SME)
1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari
: Senin
Tanggal
: 7 Maret 2016
Waktu
Tempat
3.1. Hasil
Terlampir (Tabel 1. Olah Data Uji Organoleptik SNI Terasi Udang Gol. B; Tabel 2.
Olah Data Uji Organoleptik SNI Rumput Laut Kering)
3.2. Pembahasan
Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan suatu acuan standar yang
ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional.
Sistem ini merupakan suatu cara penjaminan mutu yang diberikan oleh pemerintah
agar semua produk yang ada di pasar Indonesia sesuai standar dan aman untuk
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. SNI dibuat oleh BSN berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
Diberlakukannya SNI di Indonesia tidak lain sebagai perlindungan produsen,
konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan,
kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan. Pengaturan ini dilakukan dalam
rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan,
menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan
produk nasional dalam transaksi pasar global.
Ruang lingkup SNI menurut Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000
pasal 2 adalah mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan metrologi teknik
(basic acuan pengukuran), mutu (karakteristik produk), standar (spesifikasi teknis
yang dibakukan), serta pengujian yang dilakukan untuk menetapkan acuan-acuan
tersebut. Dalam produk pangan, termasuk produk perikanan, sangatlah penting
untuk diberlakukannya SNI dikarenakan dari SNI bisa diketahui mutu produk yang
bagus serta layak untuk dikonsumsi, hal ini memenuhi sifat dari SNI yang bisa
digunakan untuk sistem penjaminan mutu. Pengujian mutu produk pangan
termasuk produk perikanan bisa dilakukan melalui uji organoleptik yang
menggunakan indera sensori yang dimiliki oleh manusia (BSN, 2006).
Menurut Hastuti dan Supartono (1988), uji organoleptik adalah pengujian
dengan menggunakan indera manusia untuk mengetahui daya penerimaan terhadap
suatu produk. Uji ini mempunyai peranan penting dalam hal pengenalan mutu
produk karena dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan
kerusakan lainnya dari produk. Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik
menurut Soekarto (1985), yaitu:
a. Uji pembedaan (discriminative test)
Uji pembedaan digunakan untuk memeriksa apakah ada perbedaan
diantara contoh-contoh yang disajikan.
b. Uji deskripsi (descriptive test)
Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas
perbedaan tersebut
c. Uji afektif (affective test).
Uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan)
atau pengukuran tingkat kesukaan relatif. Pengujian afektif yang
menguji kesukaan dan/atau penerimaan terhadap suatu produk dapat
menggunakan panelis tidak terlatih dengan jumlah yang banyak dan
kerap dianggap untuk mewakili kelompok konsumen tertentu.
Praktikum Teknik Pengujian Mutu Hasil Perikanan acara pengujian
organoleptik produk sesuai standar SNI dilakukan dengan cara panelis menguji dua
jenis sampel, yaitu rumput laut kering dan pasta terasi udang, yang masing-masing
jenis sampel terdapat 2 sampel berbeda yang telah diberikan kode. Selanjutnya
panelis diberi instruksi mengenai pengujian produk perikanan menggunakan
scoresheet atau lembar penilaian yang terdapat pada SNI masing-masing jenis
sampel. Spesifikasi penilaian untuk sampel rumput laut kering adalah kenampakan,
bau, dan tekstur. Sedangkan spesifikasi penilaian untuk pasta terasi udang adalah
kenampakan, bau, tekstur, dan jamur. Untuk atribut rasa pada kedua sampel tidak
dilakukan pengujian karena sampel yang digunakan masih mentah. Kemudian
panelis diberi sampel dan diminta untuk menguji sampel tersebut sesuai kriteria
penilaian yang tertera di dalam scoresheet. Rentang skala penilaian pada scoresheet
adalah 1 hingga 9. Semakin meningkatnya nilai dari sampel yang diuji
menunjukkan bahwa mutu produk semakin baik. Penilaian ini disesuaikan berdasar
apa yang dirasakan dan dilihat langsung oleh panelis. Oleh karena itu pengujian ini
bersifat subyektif karena penilaian didasarkan pada karakter masing-masing yang
dirasakan panelis.
Sampel yang digunakan pada saat praktikum adalah rumput laut kering
(Eucheuma spinosum) serta terasi udang pasta. Eucheuma spinosum adalah salah
satu jenis rumput laut dari kelas Rhodophyceae (ganggang merah). Rumput laut ini
kering yang digunakan dalam praktikum sebanyak 2 sampel, dimana sampelsampel tersebut diberi kode 273 dan 723. Sedangkan terasi udang pasta yang
digunakan dalam praktikum sebanyak 2 sampel, dimana sampel-sampel tersebut
diberi kode 827 dan 857. Penggunaan kode sebanyak 3 atau 5 digit kode dalam
sampel bertujuan untuk mengurangi tingkat kesalahan logika dari panelis yang
mungkin mengaitkan sifat dengan kode jika susunan kode tidak acak sehingga akan
mempengaruhi hasi (Krissetiana, 2014).
Praktikum pengujian mutu organoleptik berdasarkan SNI didapatkan hasil
bahwa pengujian organoleptik pada sampel terasi udang pasta dengan kode 827
mempunyai nilai P (7,0377<<
) dan pada
sampel rumput laut kering dengan kode 723 mempunyai nilai P (3.633996<
). Seperti halnya pendapat yang disampaikan Nurmianto et al. (2010),
suatu produk dikatakan lolos SNI jika nilai pengujian organoleptik >5,0. Sedangkan
produk yang lolos SME jika memiliki nilai pengujian organoleptik >7,0. Dari
standar tersebut bisa disimpulkan bahwa produk yang diuji memiliki kualitas
standar mutu nasional, ekspor, maupun tidak memenuhi keduanya. Sampel terasi
udang pasta dengan kode 827 mempunyai nilai P (7,0377<<
), sehingga
sampel terasi ini sudah memenuhi standar ekspor dan juga nasional. Terasi ini
mempunyai standar yang baik dikarenakan terasi ini merupakan produk terasi
kemasan yang memang dipasarkan secara nasional sehingga mutunya pun baik.
Sampel terasi udang pasta dengan kode 857 mempunyai nilai P (4,9611<
6,2669), dari hasil tersebut disimpulkan bahwa sampel terasi tidak mencukupi
standar nasional dikarenakan batas bawah yang kurang dari 5. Sampel rumput laut
), dari hasil
tersebut disimpulkan bahwa sampel rumput laut kering mencukupi standar nasional
dikarenakan batas bawah probabilitasnya lebih dari 5. Sedangkan sampel rumput
laut kering dengan kode 723 mempunyai nilai P (3.633996<
), dari hasil
tersebut disimpulkan bahwa sampel rumput laut kering tidak mencukupi standar
nasional dikarenakan batas bawah yang kurang dari 5.
Uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan
dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu
produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode
ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatannya
juga cepat diperoleh. Dengan demikian, uji organoleptik dapat membantu analisis
usaha untuk meningkatkan produksi atau pemasarannya (Hastuti dan Supartono,
1988). Uji organoleptik juga memiliki kelemahan dan keterbatasan akibat beberapa
sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan. Manusia merupakan panelis yang kadangkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis dapat
menjadi jenuh dan menurun kepekaannya. Selain itu dapat terjadi pula salah
komunikasi antar penyaji dan panelis akibat kurangnya penjelasan mengenai
penilaian suatu atribut sampel (Meilgaard et al., 2000).
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Uji organoleptik berdasarkan SNI dilakukan berdasarkan dengan sistem
pengindraan seperti kenampakan, bau, tekstur, jamur, dan sebagainya yang
dinilai dengan rentang skor antara 1 hingga 9 pada scoresheet.
2. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap sampel diperoleh bahwa sampel terasi
udang pasta dengan kode 827 telah memenuhi SNI dan SME tetapi sampel
dengan kode 857 belum memenuhi SNI dan SME. Sedangkan sampel rumput
laut kering dengan kode 273 hanya memenuhi SNI namun kode sampel 732
belum memenuhi SNI dan SME.
4.2. Saran
Sebaiknya dalam pengujian organoleptik, kondisi panelis tidak dalam keadaan sakit
dan lapar sehingga dapat mempengaruhi penilaian terhadap produk yang disajikan
DAFTAR PUSTAKA