Anda di halaman 1dari 9

JIMVET.

01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

ISOLASI BAKTERI Staphylococcus aureus PADA IKAN ASIN TALANG-TALANG


(Scomberoides commersonnianus) DI KECAMATAN LEUPUNG
KABUPATEN ACEH BESAR

The Isolation of Staphylococcus aureus Bacteria on Talang-Talang Salted Fish


(Scomberoides commersonnianus) inLeupung, Aceh Besar

Khofifu Riski1, Fakhrurrazi2, Mahdi Abrar2


1Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala,
2
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
E-mail: khofifurisqi@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adanya kontaminasi bakteri Staphylococus
aureus pada ikan asin talang-talang yang dijual di Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh
Besar. Sampel yang digunakan adalah ikan asin talang-talang berjumlah 8 sampel dari 8
pedagang. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi. Lokasi
yang diambil merupakan jalan raya yang sering dilewati kendaraan seperti sepeda motor dan
mobil, sehingga mudah dijangkau oleh konsumen yaitu lintas jalan Banda Aceh-Melaboh.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada sampel pedagang 2, 3, 4, dan 5
sedangkan pada sampel 1, 6, 7, dan 8 terdapat kontaminasi bakteri Staphylococcus sp dan
Bacilus. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan 4 dari 8 sampel ikan asin yang
diperiksa 50 % tercemar bakteri Staphylococcus aureus.

Kata kunci:ikan asin, Staphylococcus aureus, kontaminasi

ABSTRACT
The aims of this research was to isolate Staphylococcus aureus which contaminated
on talang-talang salted fish that sold in Leupung, Aceh Besar. The sampel used is this
research were 8 talang-talang salted fish in Puloet village, Leupung.The sampling method
was done by considering the location. The location was taken as a highway that often
impassable to vehicles such as motorcycles and cars, making it easily accessible by the
consumers who cross the road between Banda Aceh and Meulaboh. The data obtained was
analyzed descriptively. This result indicated that there were Staphylococcus aureus bacterial
contamination in samples merchant 2, 3, 4, and 5, while on samples 1, 6, 7, and 8 were
contamination of Bacilus sp. and Staphylococcus sp. Based on that, it can be concluded 4 of 8
samples of salted fish examined 50% contaminated with Staphylococcus aureus.

Key word:salted fish, Staphylococcus aureus, contamination

PENDAHULUAN

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial yang diperlukan oleh tubuh. Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah
mengalami pembusukan dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Proses pengolahan
ikan secara tradisional memegang peranan penting bagi di Indonesia khususnya bagi nelayan
tradisional.Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak mengalami
kebusukan oleh bakteri pembusuk dengan menambahkan garam 15-20% pada ikan segar atau
ikan setengah basah (Salosa,2013).

366
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Yulisa dan Azrin (2014) menyatakan ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat
dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Ikan asin digemari
karena mudah dalam mendapatkan dan harganya terjangkau sehingga masyarakat ekonomi
bawah sampai atas dapat menikmatinya.Ikan asin dibuat dengan cara pengeringan pada ikan
yang diberi garam agar tingkat keawetannya bertambah (Wardani dan Mulasari, 2016).
Pembuatan ikan asin di Aceh masih menggunakan metode tradisonal, dengan
menggunakan cahaya matahari untuk proses pengeringan ikan. Proses pembuatan ikan asin
secara tradisional masih tergolong tidak higienis. Pada proses pengeringan, ikan asin dijemur
tanpa penutup, sehingga menyebabkan lalat hinggap diatas permukaan ikan, dan lalat
menjadi perantara bakteri pada ikan asin.Ikan asin juga rentan terhadap pertumbuhan bakteri
tahan garam (halofilik) (Febriyanti yang disitasi oleh Adwayah, 2011).Bakteri halofilik
merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang dapat hidup di lingkungan berkadar
garam tinggi (Andriani, 2005). Rinto dkk (2009) menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri
penyebab kerusakan ikan asin di Indonesia adalah bakteri halofilik dan bakteri heterotoleran
sepertiHalobacterium salinarum, Halococcus morhuae, Halomonas sp, Staphylococcus
xylosus,Staphylococcus sp, dan Planococcus halophylus.
Salah satu bakteri halofilik yang termasuk dalam bakteri patogen yaitu bakteri
Staphylococcus aureusyang tahan larutan garam hingga 20%.Bakteri ini memproduksi racun
yang sulit dihancurkan dengan panas, sehingga walaupun pemanasan yang dilakukan dapat
mematikan bakteri tetapi racun tetap bersifat membahayakan dan menyebabkan keracunan
(Febriyanti dkk., 2015).Gejala yang ditimbulkan apabila keracunan bakteri Staphylococcus
aureus adalah muntah, nyeri perut, dan diare.
Enterotoksin Stahpylococcus aureus jelas berperan dalam menyebabkan suatu sindrom
yang disebut keracunan makanan stafilokokus. Keracunan makanan stafilokokus terjadi bila
makanan terkontaminasi dengan strain Staphylococcus aureuspenghasil
enterotoksin(Shulman, 1994). Menurut Mandal dkk (2006) gejala klinis keracunan makanan
yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus adalahmual, nyeri perut, diare, tidak
disertai demam dan menghilang secara cepat.
Adanya kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada ikan asin yang sulit mati
walaupun dilakukan pemanasan harus diuji lebih lanjut di laboratorium sebelum masyarakat
mengkonsumsi. Walaupun sudah pernah ada penelitian yang dilakukan Febriyanti dkk (2015)
namun belum pernah dilakukan isolasi bakteri Staphylococcus aureus pada ikan asin talang-
talang yang berada di Kecamatan Leupung. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti
tertarik untuk melakukan isolasi bakteri Staphylococcus aureus pada ikan asin.

MATERI DAN METODE

Metode Penelitian
Prosedur penelitian isolasi bakteri Staphylococcus aureus adalah dengan
menggunakan metode Carter (1987) yang dimodifikasi.Ikan asin talang-talang dihaluskan
menggunakan blender,swab dimasukkan ke hasil blender.Swab dimasukkan ke media
Nutrient Broth (NB) sebagai media pertumbuhan bakteri.Koloni yang tumbuh diwarnai
dengan pewarnaan Gram dan diamati secara makroskopis dan mikroskopis, selanjutnya
dilakukan uji gula-gula.

Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi. Lokasi
yang diambil merupakan jalan raya yang sering dilewati kendaraan seperti sepeda motor dan
mobil, sehingga mudah dijangkau oleh konsumen. Penelitian ini menggunakan sampel ikan
asin talang-talang (Scomberoidescommersonnianus) berjumlah 8 ikan yang diambil dari

367
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

seluruh pedagang yang ada di Desa Puloet yaitu 8 pedagang, tiap pedagang diambil sebanyak
1 ikan, yang ukuran ikan >30 cm, ketebalan 1,5 cm. Sampel yang telah diambil dimasukkan
ke dalam plastik untuk selanjutnya dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.

Produser Penelitian
Sampel ikan ditimbang sebanyak 2 gram, selanjutnya dihaluskan dengan
blenderselama 30 detik hingga tekstur daging ikan lunak, masukkan swab steril ke dalam
hasil blender. Selanjutnya masukkan swab steril ke dalam media Nutrient Broth (NB).
Tabung yang berisi media Nutrient Broth (NB) 10 ml, dihomogenkan dan diinkubasi dalam
suhu 37ºC selama 24 jam, kemudian diambil suspensi bakteri dari media Nutrient Broth NB,
selanjutnya digoreskan pada media Mannitol salt agar (MSA) dengan menggunakan goresan
T dan diinkubasi dalam suhu 37oC selama 24 jam.

Isolasi Bakteri
Mikroorganisme dikembangbiakkan dengan menginokulasikan mikroorganisme ke
Agar Nutrient.Teknik inokulasi yang digunakan adalah teknik cawan tuang, dengan
sebelumnya dilakukan pengenceran terlebih dahulu agar hasil koloni yang didapat berupa
biakan murni.Setelah diinkubasi dalam keadaan aerob selama 24 jam, koloni tunggal yang
terbentuk diperiksa menggunakan pewarnaan Gram untuk melihat karakteristik dinding sel
dan bentuk dari sel tersebut.Untuk pengamatan dinding sel bakteri digunakan mikroskop
perbesaran 1000x dan menggunakan minyak emersi (Hasanah, 2013).

Pemeriksaan Mikroskopis
Dengan menggunakan ose steril, diambil sebagian koloni lalu dilakukan pewarnaan
Gram. Pewarnaan Gram bertujuan untuk mengamati morfologi sel Staphylococcus
aureusdanmengetahui kemurnian sel bakteri. Pewarnaan Gram merupakan salah satu
pewarnaan yang paling sering digunakan, yang dikembangkan oleh Christian Gram dengan
NaCl fisiologis yang telah diteteskan pada object glass, kemudian dibuat preparat apus setipis
mungkin, dikeringkan, dan difiksasi di atas lampu spiritus. Preparat apus ditetesi pertama
dengan crystal violet selama 2 menit, lalu cuci dengan air, ditetesi lugol selama 1 menit,
kemudian dilunturkan dengan alkohol 95% selama 10 detik. Selanjutnya alkohol dicuci
dengan air dan diberi pewarna kedua denganlarutan safranin selama 30 detik, lalu dicuci
dengan air kemudian preparat dikeringkan dan diamati morfologi sel, serta warnanya di
bawah mikroskop(Dewi, 2013).

Uji Katalase
Uji katalase dilakukan dengan cara mengambil koloni bakteri terpisah dari media
Mannitol salt agar (MSA), kemudian koloni bakteri direkatkan pada object glass. Teteskan
H2O2 3% pada koloni bakteri yang ada pada object glass.Terbentuknya gelembung udara
menandakan hasil positif yang menandakan bakteri tersebut menghasilkan enzim katalase.Jika
tidak terlihat adanya gelembung udara maka hasilnya adalah negatif yang menandakan bakteri
tersebut tidak menghasilkan enzim katalase.

Uji Gula-Gula (Manitol)


Ambil koloni bakteri terpisah dari mediaMannitol Salt Agar (MSA) menggunakan ose
steril, kemudian masukan ose steril ke dalam tabung reaksi yang berisi media
manitol.Homogenkan dengan mengaduk ose steril sampai koloni bakteri pada ose telah
homogen pada media manitol. Inkubasikan media manitol selama 24 jam dengan suhu 37°C.

368
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Analisis Data
Data hasil isolasi dan identifikasi bakteri Stapylococcus aureus dianalisis secara
deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap cemaran bakteri Staphylococcus aureuspada


ikan asin dari 8 sampel dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1.Hasil pengamatan kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus pada 8 sampel ikan.
Sampel Bakteri
P1 Staphylococcus sp
P2 Staphylococcus aureus
P3 Staphylococcus aureus
P4 Staphylococcus aureus
P5 Staphylococcus aureus
P6 Bacilus sp
P7 Staphylococcus sp
P8 Bacilus sp
:
keterangan P= Pedagang

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 8 sampel ikan asin yang diperoleh di
Kecamatan Leupung menunjukkan 4 sampel positif terkontaminasi bakteriStapylococcus
aureus dinyatakanyaitu sampel pada pedagang 2, 3, 4, dan 5 sedangkan sampel 1 dan 7
tercemar bakteri Staphylococcus sp dan sampel 6 dan 8 tercemar bakteri Bacilus sp, selain
bakteri Staphylococcus aureus bakteri lain juga mampu hidup di ikan asin. Bakteri yang dapat
hidup di kadar garam tinggi disebut bakteri halofilik. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Andriyani (2005), bahwa bakteri halofilik yang
ditemukan dalam ikan asin ini termasuk dalam genus Pseudomonas, Chromohalobacterium,
Halomonas, Deleya, Bacillus,Salinicoccus, Kurthia,dan Marinococcus.
Tingkat kesegaran ikan sangat mempengaruhi terhadap jumlah bakteri. Disamping
itucara penanganan, sanitasi, faktor biologis, temperatur lingkungan, alat pengangkutan ikan,
dan ruang penyimpanan harus mendapatkan perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu
ikan asin yang dihasilkan (Afrianto dan liviawaty, 1989). Hasil pengamatan yang dilakukan di
lapangan bahwa ikan yang siap untuk dijual digantung di tempat pedagang ikan asin selama
>12 jam. Lokasi penjualan ikan asin berada ditepi jalan, sehingga cemaran bakteri dapat
terjadi melalui udara yang ada di sekitar tempat pedagang.Berdasarkan hasil pengujian ikan
asin talang-talang yang positif tercemar bakteri memiliki ketebalan daging 1,5 cm.

Gambar 1.Sampel ikan asin talang-talang

369
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Hasil pengujian didapatkan ikan asin talang-talang yang tercemar bakteri memiliki
konsistensi daging yang lunak karena kadar air pada tubuh ikan masih tinggi. Kadar air
didalam tubuh ikan asin menjadi salah satu faktor penyebab tercemarnyaikan asin oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Pernyataan tersebut sesuai dengan Adawayah (2011), bahwa
kandungan air pada bahan pangan akan mempengaruhi daya tahan terhadap cemaran mikroba
yang disebut dengan aktivitas air (Aw). Staphylococcus aureus dan bakteri halofilik lainnya
adalah sekitar 0,75.Cemaran bakteri terjadi akibat aktivitas air (Aw) yang terdapat pada tubuh
ikan pada saat proses pengeringan yang dilakukan kurang baik, karena intensitas cahaya
matahari yang kurang, lama waktu penjemuran dapat mempengaruhi proses pengeringan.
Menurut Majid dkk. (2014), Aw(water activity) atau aktivitas air merupakan istilah
dari jumlah air bebas yang diperlukan mikroorganisme untuk melakukan aktivitas dan
pertumbuhannya. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air (Aw) tertentu
sehingga untuk mencegah pertumbuhan mikroba, nilai aw bahan pangan harus diatur.Kadar
air menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan, karena air merupakan media
pendukung aktivitas mikroba pembusuk.
Selain aktifitas air (Aw) penyebab ikan asin talang-talang yang dijual di Kecamatan
Leupung tercemar disebabkan oleh kontaminasi yang berasal dari tangan pada saat
pembuatan ikan asin, serta dari peralatan yang tidak dibersihkan setelah digunakan untuk
membersihkan ikan dan kontaminasi bakteri juga berasal dari udara pada saat proses
penjemuran ikan. Berdasarkan pengamatan langsung pada tempat pembuatan ikan asin bahwa
ikan asin dijemur tanpa penutup, sehingga ikan asin langsung terkontaminasi dengan udara.
Sanitasi sangat menentukan tingkat cemaran bakteri, karena tujuan sanitasi adalah
untuk mencegah masuknya kontaminan ke dalam makanan dan peralatan pengolahan yang
digunakan dalam pengolahan makanan, serta mencegah terjadinya rekontaminasi
(Susianawati, 2006), sehingga pencegahan kontaminasi dapat di lakukan jika sanitasi dari
perorangan ditingkatkan.
Berdasarkan hasil isolasi bakteri dari 8 sampel ikan asin yang dijual di Kecamatan
Leupung di dapatkan hasil seperti Tabel 2

Tabel 2.Morfologi koloni bakteri pada media Manitol Salt Agar (MSA)
Bentuk Fermentasi
Aspek
dan Warna Permukaan Pinggiran Elevasi manitol Pada
Sampel koloni
ukuran MSA
Bulat Kuning
P1 Rata Rata Cembung Mengkilat -
Sedang keemasan
Bulat Kuning
P2 Rata Rata Cembung Mengkilat +
sedang keemasan
Bulat Kuning
P3 Rata Rata Cembung Mengkilat +
sedang keemasan
Bulat Kuning
P4 Rata Rata Cembung Mengkilat +
Kecil keemasan
Bulat Kuning
P5 Rata Rata Cembung Mengkilat +
sedang keemasan
Bulat
P6 Merah muda Rata Rata Cembung Mengkilat -
sedang
Bulat Kuning
P7 Rata Rata Cembung Mengkilat -
sedang keemasan
Bulat
Merah muda Rata Rata Cembung Mengkilat -
P8 sedang

Keterangan : P = pedagang, (+) = memfermentasi manitol, (-) = tidak memfermentasi manitol

Berdasarkan hasil isolasi bakeri pada mediaManitol Salt Agar (MSA) yang ditanam
pada suhu 37º selama 24 jam ditandai dengan perubahan warna pada media dari merah
370
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

menjadi kuning dan terlihat koloni berbentuk bundar dengan tepi rata. Rahayu dkk.(2014),
menyebutkan bahwa warna kuning emas yang timbul pada media MSA karena bakteri
Staphylococcus aureus dapat memfermentasi manitol.
Koloni bakteri Staphylococcus aureus dalam media Mannitol Salt Agar (MSA) terlihat
berwarna kuning emas, bulat, dan cembung.Media Mannitol Salt Agar (MSA)adalah media
selektif-diferensial yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri patogen Staphylococcus
aureus dan hanya bakteri tertentu yang dapat hidup, seperti bakteri Gram positif
Staphylococcus epidermidis.

Gambar 2.Koloni Stapyhlococcus aureus dari sampel pedagang pada media Manitol Salt Agar

Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif, non motil, berbentuk
kokus yang anaerob fakultatif dan tidak membentuk spora.Suhu pertumbuhannya berkisar
antara 7ºC-48ºC dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 37ºC. Bakteri ini tumbuh
pada kisaran nilai pH 9,3. Nilai pH optimalnya 7,0-7,5. Kisaran nilai pH untuk pembentukan
enterotoksin lebih kecil dan toksin yang diproduksi akan lebih sedikit pada pH di bawah 6,0.
(WHO, 2005).
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen dan bakteri ini
dapat digunakan sebagai indikator dari pengolahan makanan yang tidak higienis, sehingga
mampu menghasilkan enterotoksin yang dapat langsung dideteksi dalam makanan. Toksin
yang dihasilkan oleh bakteri Staphylococcus aureus akan sulit dihilangkan walaupun
makanan yang tercemar toksin tersebut disimpan di dalam lemari es dan umumnya toksin
tersebut tahan terhadap pemanasan yang digunakan pada pemasakan (Palupi dkk., 2010).
Pencegahan kontaminasi bakteri Staphylococcus aureus dengan memperhatikan suhu
penyimpanan ikan dan pada saat penggorengan. Suhu penyimpanan ikan asin harus pada suhu
<10ºC dan ikan asin harus digoreng dengan minyak yang panas dengan suhu >100-120ºC
Pernyataan tersebuat sesuai dengan Hadiyanto (2011), menyatakan Staphylococcus aureus
mengalami penurunan viabilitas pada suhu rendah antara 10°C-0°C.Sel vegetatif
Staphylococcus aureus dapat diinaktivasi pada suhu >46°C namum toksiknya masih mampu
bertahan pada pemanasan 100-120°C.
Pertumbuhan bakteri pada media Manintol Salt Agar (MSA) yang selanjutnya
dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan menggunakan pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan
Gram dapat diihat pada Tabel 3
Sampel Warna Bentuk Kelompok Bakteri
P1 Ungu Coccus Gram Positif
P2 Ungu Coccus Gram Positif
P3 Ungu Coccus Gram Positif
P4 Ungu Coccus Gram Positif
P5 Ungu Coccus Gram Positif
P6 Ungu Batang Gram Positif
P7 Ungu Coccus Gram Positif
P8 Ungu Batang Gram Positif

371
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Berdasarkan tabel 3 dari 8 sampel di dapatkan hasil pewarnaan Gram berwarna ungu,
yang menyatakan bakteri tersebut bersifat Gram positif. Bakteri Gram positif memiliki
dinding peptidoglikan lebih tebal dibandingkan dengan bakteri Gram negatif sehingga pada
saat pewarnaan bakteri gram positif mampu mengikat zat warna kristal violet.
Hasil pewarnaan Gram yang diamati dibawah mikroskop memperlihatkan bahwa
bakteri Staphylococcus aureus berwarna ungu, berbentuk coccus, bergerombol menyerupai
anggur dan bersifat Gram positif.Terlihat koloni bakteri pada gambar 3.

Gambar 3. Bakteri Staphylococcus aureus pada hasil pewarnaan Gram yang diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1000x
Tabel 4.Hasil identifikasi bakteri Gram positif kokus
Sampel Uji Katalase Uji manitol Hasil Identifikasi Bakteri
P1 + - Staphylococcus sp
P2 + + Staphylococcus aureus
P3 + + Staphylococcus aureus
P4 + + Staphylococcus aureus
P5 + + Staphylococcus aureus
P6 - - Bacilus sp
P7 + - Staphylococcus sp
P8 - - Bacilus sp
Keterangan : P = pedagang, (+) = postif, (-) = negative
Sampel ikan asin yang telah mampu tumbuh pada media Mannitol Salt Agar (MSA)
selanjutnya di identifikasi lebih lanjut dengan menanam pada media gula-gula (manitol).
Hasil yang didapatkan adalah adanya fermantasi pada media manitol yang ditandai dengan
perubahan warna pada media dari warna ungu menjadi kuning.

Gambar 5.Hasil positif uji manitol (kiri), negatif uji manitol (kanan)

Gambar 6.Hasil positif uji katalase


372
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Berdasarkan Tabel 4 sebanyak empat sampel yang menunjukkan hasil positif bakteri
Staphylococcus aureus yaitu sampel 2, 3, 4, dan 5. Hasil positif berdasarkan dari perubahan
media Manitol Salt Agar (MSA) yang membentuk zona berwarna kuning keemasan,
menghasilkan warna ungu pada pewarnaan Gram, berbentuk Coccus, pada uji katalase
menghasilkan katalase positif dan pada uji biokimia mengahasilkan manitol positif, sehingga
bakteri tersebut digolongkan bakteri Staphylococcus aures.

Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel ikan asin talang-talang yang diambil
di Kecamatan Leupung dapat disimpulkan bahwa 4 dari 8 sampel ikan asin yang diperiksa
50% tercemar bakteri Staphylococcus aureus.

Saran
Produsen ikan asin harus lebih memperhatikan hygiene perorangan serta pada proses
pembuatan ikan asin khususnya pada saat proses pembersihan ikan, penjemuran, dan
pengemasan. Ikan asin dikemas dengan plastik yang di desain dengan menarik, sehingga
harga jual ikan asin meningkat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Total Plate
Count (TPC) pada setiap proses pembuatan ikan asin serta identifikasi jenis bakteri lain yang
mencemari ikan asin talang-talang tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adwayah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara: Jakarta.


Afrianto,E dan E.Liviawati. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kaninus: Yogyakarta.
Andriyani, D. 2005. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Halofilik dari Ikan
Asin.Skripsi.Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Carter, G.R. 1987. Essentials of Veterinary Bakteriology and Micology.3rd ed. Lea and
Febriger, Philadelphia.
Dewi,A.K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan uji sensitivitas Staphylococcus aureus terhadap
Amoxicillin dari sampel susu kambing peranakan ettawa penderita mastitits di wilayah
Girimulyo,Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Veteriner. 31(2):138-150.
Febriyanti,D.,R.S.Pujianti, dan Khoiron. 2015. Total Plate Count danStaphylococccus aureus
pada Ikan Asin Manyung (Arius Thallasinus) di TPI Puger Kabupaten Jember. Skripsi.
Universitas Jember, Jember.
Hadiyanto, J. 2011. Ketahanan panas isolat lokal Staphylococcus aureus.Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hasanah, R. 2013. Isolasi dan identifikasi bakteri dari produk fermentasi telur ikan tambakan
(Helostoma temminckii C.V).Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 19(1):40-44.
Majid,A., T.W.Agustini, dan L.Rianingsih. 2014. Pengaruh perbedaan konsentrasi garam
terhadap mutu sensori dan kandungan senyawa volatil pada terasi ikan teri (stolephorus
sp). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 3(2):17-24.
Mandal,B.K., E.G.L. Wilkins, dan E.M.Dunbar. 2006. Lecture Notes on Infectious Diseases
(Diterjemahkan oleh Juwalita Surapsari). Erlangga: Jakarta.
Palupi, K.T., M.W. Adiningsih, T. Sunartatic, U. Afiff, dan T. Purnawarman.2010. Pengujian
Staphylococcus aureus pada daging beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan
penyeberangan Merak.Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia. 11(1):9-14.
Rahayu, N.P.N., R. Kawuri, dan N.L. Suriani. Keberadaan staphylococcus aureus pada sosis
tradisional (urutan) yang beredar di pasar tradisional di Denpasar, Bali.Jurnal
simbiosis.2(1):147- 157.

373
JIMVET. 01(3): 366-374 (2017) ISSN : 2540-9492

Rinto, E., E. Arafah, dan S.B. Utama. 2009. Kajian keamanan pangan (formalin, garam dan
mikrobia) pada ikan sepat asin produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia.
8(2):20-25.
Salosa,Y.Y. 2013.Uji kadar formalin, kadar garam dan total bakteri ikan asin tenggiri asal
Kabupaten Sarmi Provinsi Papua.JurnalDepik. 2(1):10-15.
Shulman, S.T. 1994. The Biology & Clinical Basis of Infectious DiseaseI, Fourth Edition.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering
Dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal.Tesis.Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Wardani,R.I dan S.A.Mulasari. 2016. Identifikasi formalin pada ikan asin yang di jual di
kawasan pantai teluk penyu Kabupaten Cilacap.JurnalKesmas. 10(1): 15-24.
WHO. 2005. Foodborne Disease: a Focus for Health Education.(Diterjemahkan oleh Andry
Hartono)EGC: Jakarta.
Yulisa,N.,E.Asni, dan M.Azrin. 2014. Uji ikan asin formalin pada ikan asin gurami di pasar
tradisional Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 1(2):1-12.

374

Anda mungkin juga menyukai